Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
lain.Pasien
harus
diatasi
dalam
beberapa
jam
cedera
untuk
mempertahankan hidup.
b. Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemorasi epidural,kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan
hematoma lebih lama (Interval jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada
otak.
c.
Ttrauma.
aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa
mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam
ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang
ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini
dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula
lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah
akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan
nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan
desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang
mengalami proliferasi (Sylvia & Lorraine 2006). Perdarahan subaraknoid sering
dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi.
Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya
ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung
letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri
yang menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung
beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering
terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan
kesadaran, dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila
perdarahan besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan
meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan
sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon,
atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey,
1997; Smletzer & Bare, 2005).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri masih
dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata. Sedangkan
3
adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan
kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya pasien masih
muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
a. Pengaruh terhadap status mental:
Tidak sadar : 30% - 40%
Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena.
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
Penilaian buruk
Disfagia global
Afasia
Mudah frustasi
5. Komplikasi
a. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang adekuat
ke otak, pemberian oksigen, suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan
hematokrit pada tingkat dapat di terima akan membantu dalam mempertahankan
oksigen jaringan.
b. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah stroke, maka dapat terjadi
peradangan di dalam rongga dada dan kadang-kadang pnemonia.
c. Dekubitus, karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan perasaannya.
Dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah bokong, panggul,
pergelangan kaki, tumit bahkan telinga.
d. Kejang atau konvulsi, serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi bila korteks
serebri sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang mengenai struktur otak
yang lebih dalam.
e.
i. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
aliran darah serebral.
j. Pneumonia terjadi akibat gangguan pada gerakan menelan. Mobilitas dan
pengembangan paru serta batuk yang parah setelah serangan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan
bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
b. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
c. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur
otak
d. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
e. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar
protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
imflamasi.
f. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya
daerah lesi yang spesifik.
g. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
h. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system
arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan.
6
trombolisis
intraven,
antihipertensi,
dan
tindakan
anggota
gerak
sebelah
badan,
bicara
pelo,
tidak
mendadak, pada
saat
klien sedang
melakukan aktivitas.
Biasanya
terjadi nyeri kepala mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejalakelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial.
juga
umumterjadi.
Sesuai
Pengkajian
pemakaian
obat-obat
yang
sering
digunakan
klien,
emosi, kognitif,
dan perilaku
klien. Pengkajian
mekanisme
2) Pemeriksaan integument:
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tandatanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan kepala dan leher:
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).
4) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest
yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau
retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis
VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik:Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999).
2. Diagnose keperawatan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Kurangnya
pemenuhan
perawatan
diri
yang
berhubungan
dengan
hemiparese/hemiplegic
h.
i.
j.
Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada
upper motor neuron
10