PSIK/AA/2009
DEFINISI
Kemoterapi :
terapi mengunakan obat obat kimiawi untuk
memberantas penyakit infeksi yg disebabkan
mikroorganisme : bakteri, fungi, virus, protozoa, sel
sel kanker (obat sitostatika), termasuk juga dalam
golongan ini adalah obat cacing.
Antibiotik :
zat zat kimia yang (dihasilkan oleh fungi & bakteri),
memiliki khasiat mematikan atau menghambat
pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi
manusia relatif kecil.
KLASIFIKASI ANTIBIOTIKA
I.
KLASIFIKASI ANTIBIOTIKA
KLASIFIKASI ANTIBIOTIKA
II. Berdasarkan luas aktivitasnya
1. Antibiotik spektrum sempit (narrow-spectrum)
yaitu antibiotika yang aktif terhadap beberapa
jenis kuman saja, contoh : penisilin G & V,
eritromisin, klindamisin, kanamisin, asam fusidat
(hanya bekerja terhadap kuman gram-positif);
streptomisin, gentamisin, polimiksin-B, dan asam
nalidiksat (hanya aktif terhadap bakteri gram
negatif)
2. Antibiotik spektrum luas (broad-spectrum),
yaitu antibiotik yang bekerja terhadap lebih
banyak jenis kuman baik bakteri gram positif
maupun gram negatif. Contoh obat : sulfonamida,
ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasikiln,
rifampisin.
KLASIFIKASI BAKTERI
Pengolongan bakteri yang mempunyai makna
(manfaat) dalam poses terapi adalah pengolongan
menurut dr. Gram, secara garis besar bakteri
dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
Bakteri gram positif : yaitu bakteri dengan struktur
dinding sel tertentu sehingga memberikan warna
(positif) terhadap pengecatan gram
2.
3.
4.
5.
PEMILIHAN ANTIBIOTIKA
2.
3.
2.
Sensitasi
3.
Supra-infeksi
Penyebab supra infeksi : terapi antibiotik jangka lama; dosis antibiotik yg kurang;
sistem imun pasien pengguna antibiotik terganggu; karena penggunaan antibiotik
spektrum luas sehingga mengganggu keseimbangan antar bakteri di dalam usus,
sal. nafas, & kemih. Kelompok mikroorganisme yg lebih kuat & resiten kehilangan
saingan shg menjadi lebih dominan & terjadi infeksi baru.
Gejala supra infeksi : stomatitis; radang saluran nafas, usus, saluran kencing;
infeksi kulit & kandidiasis, bahkan diare.
4.
Tempat
toksisitas
Otak
Gentamisin
Vankomisin
Eritromisin (jarang)
Telinga bagian
dalam (ototoksik)
1.
2.
3.
Lanj. Tabel
Antibiotik
Tempat toksisitas
Tetrasiklin
Eritromisin
Rifampisin
Tetrasiklin
Sefalosporin (jarang)
Hepar (jepatotoksik)
1.
2.
Kotrimoksazol
Pankreas
1.
2.
Tetrasiklin
Asiklovir
Kulit (fotosensitifitas)
Lanj. tabel
Antibiotik
Tempat toksisitas
Gentamisin
Kotrimoksazol
Vankomisin
Sefalosporin (jarang)
Penisilin
Tetrasiklin
Ginjal (nefrotoksik)
Sebaiknya melakukan
pemeriksaan darah untuk
memantau nilai fungsi ginjal, atau
menggunakan obat alternatif lain
bila pasien menderita gangguan
fungsi ginjal.
Kloramfenikol
Kotrimoksazol
Sefalosporin (jarang)
Asiklovir
1.
2.
Hindari penggunaannya pd
pasien dg riwayat kelainan
sumsum tulang belakang &
sedang menggunakan obat
lain (mis : karbimazol) yg
berpotensi toksik terhadap
sumsum tulang belakang.
Sebaiknya melakukan
hitung sel darah lengkap.
5.
1.
Lanj. Alergi
Cara menangani alergi / hipersensitifitas antibiotika :
Mengkaji riwayat alergi obat dg cermat, bila perlu lakukan uji
kepekaan obat.
2. Segera hentikan penggunaan obat bila ada gejala alergi
ringan/berat.
3. Gejala alergi ringan diatasi dg pemberian antihistamin /
kortikosteroid (p.o.).
4. Syok anafilaktik diatasi dg :
pemberian injeksi adrenalin i.m., diulang tiap 5 menit
sampai ada perbaikan TD & denyut nadi).
Pemberian O2 dan antihistamin (klorfeniramin) i.v.
Pada anafilaktik parah / berulang kali dianjurkan
pemberian injeksi hidrokortison i.m. / i.v.
GOLONGAN PENISILIN
2. Ampisilin
Mempunyai spektrum luas & tahan asam.
Banyak digunakan untuk infeksi pernafasan (bronkitis kronis),
saluran cerna , saluran kemih, telinga, gonore, kulit dan
jaringan lunak.
absorpsinya dari usus 30-40% (dikurangi oleh makanan),
plasma t 1-2 jam.
dosis : infeksi umum (oral) 4dd 500 -1000 mg, a.c ; ISK : 3-4 dd
500 mg; gonorhoe: 1x3,5 g + probenesid 1 g, tifus 4 dd 1-2 g
selama 2 minggu.
Efek samping : gangguan lambung-usus, alergi
3. Amoksisilin
Merupakan derivat hidroksi dari ampisilin
absorpsinya dari usus 80%
Plasma - tnya hampir sama dengan ampisilin, tetapi penetrasi
kejaringan tubuh lebih baik, ekskresi bentuk utuhnya pada urin
jauh lebih besar 70% sehingga lebih layak digunakan untuk
infeksi saluran kencing dibanding ampisilin.
Dosis oral 3 dd 375-1000 mg, anak 3-10 thn 3 dd 250 mg,13thn 3xsehari 125mg, 0-1 tahun 3xsehari 100mg, juga
diberikan i.m. / i.v.
Efek samping : alergi, gangguan saluran G.I.
Penggunaan sefalosporin
Sebagian besar sefalosporin diberikan parental terutama di RS
Zat generasi ke-1 sering digunakan peroral pada infeksi
saluran kemih ringan dan obat pilihan ke-2 untuk infeksi saluran
pernafasan dan kulit yang tidak serius dan bila terdapat alergi
untuk penisilin.
Zat generasi ke-2 / ke-3 digunakan parental pada infeksi
serius yg resisten amoksisilin dan sefalosforin generasi ke-1,
biasa dikombinasi dengan aminoglikosida untuk memperkuat
aktivitasnya & untuk profilaksis bedah jantung, usus, dan
ginekologi.
Zat generasi ke-3 seftriakson & sefotaksim sebagai obat
pilihan pertama untuk gonorhoe.
Penggunaan pada kehamilan hanya sefalotin dan sefaleksin,
yang lain belum ada cukup data. Obat generasi I, sefaklor,
sefotaksim, seftriakson dianggap aman untuk bayi.
ANTIBIOTIK GOLONGAN
MAKROLIDA & LINKOMISIN
Golongan makrolida terdiri dari : eritromisin, klaritromisin,
roksitromisin, azitromisin, & diritromisin.
Spiramisin juga termasuk gol.makrolida karena mempunyai
rumus struktur serupa (cincin lakton besar & terikat turunan
gula).
Linkomisin & klindamisin secara kimiawi berbeda dg eritromisin
tetapi mempunyai kesamaan dalam hal : aktivitas, mekanisme
kerja, pola resistensi & dapat terjadi resistensi silang &
antagonisme antara linkomisin & klindamisin dg eritromisin.
Eritromisin sebagai bakteristatik terhadap Gram positif,
spektrum kerjanya mirip penisilin G shg digunakan sbg pilihan
yg realistik jika pasien alergi terhadap penisilin.
Efek samping : kemungkinan kerusakan hati (pd ibu) &
gangguan sal.G.I.
t singkat shg diberikan 4 dd (diminum 1 jam a.c. / 2 jam p.c.).
KLORAMFENIKOL
(antibiotik Lain Yg Penting)
Antibiotik spektrum luas, digunakan khusus untuk infeksi Salmonella typhi
(tifus) dan meningitis (H. influenzae).
Sebagai pilihan ke-2 pada bentuk sediaan topikal (salep kulit & salep / tetes
mata) jika fusidat & tetrasiklin tidak efektif.
Sediaan salep/tetes mata tidak boleh diberikan lebih dari 10 hari
Efek samping : depresi sumsum tulang (2 bentuk anemia),
yaitu :
Penghambatan pembentukan sel darah (eritrosit, trombosit).
Anemia aplastis
Dosis untuk tifus : permulaan 1-2 g kemudian 4 dd 500-750 mg, p.c.
Penggunaan pada ibu hamil dan menyusui
Penggunaan tidak dianjurkan khususnya pada minggu terakhir kehamilan
(trimester ke-3) karena menyebabkan hypotermia & cyanosis pada neonatus
(grey baby sindrom) hal ini juga terjadi pada tiamfenikol (obat sejenis
kloramfenikol). Obat dapat melintasi plasenta & masuk ASI maka tidak boleh
diberikan selama laktasi.
ANTIBIOTIK GOLONGAN
SULFONAMIDA & QUINOLON
Pencegahan ISK
Minum air lebih banyak
Berkemih lebih sering
Adakalanya infeksi menahun dan menjadi kronis maka
perlu kur antibiotika selama 3-6 bulan dg dosis
separuhnya, digunakan obat obat yang tak
menimbulkan resistensi misalnya nitrofurantoin
50-100mg atau kotrimoksazol 1 tablet 480 mg.
Obat-obat ini sebaiknya diminum malam hari karena
kuman-kuman ini lebih mudah memperbanyak diri
pada saat kandung kemih penuh.
Pengobatan ISK
ISK bagian bawah
pengobatan dianjurkan selama 7-10 hari
Amoksisilin (3 x 250-500mg)
Trimetoprim (2 x 200mg)
Nitrofurantoin (3 x 50-100mg)
Dari kelompok quinolon digunakan asam nalidiksat dan
pipemidinat atau suatu fluorquinolon (siprofloksasin,
norfloksasin)
ISK bagian atas
pengobatan dianjurkan sampai sekitar 3 minggu
Kotrimoksasol
Amoksisilin + asam klavulanat
Fluorquinolon (siprofloksasin dan norfloksasin)
kombinasi sulfonamida
Trisulfa, merupakan kombinasi dari 3 sulfonamida yaitu
sulfadiazin, sulfamerazin dan sulfamezatin dengan
perbandingan yang sama.
Kotrimoksazol, adalah kombinasi sulfametoksazol dan
trimetoprim dg perbandingan 5:1 (400+80 mg) berkhasiat
sebagai bakterisid terhadap sebagian besar bakteri gram positif
dan gram negatif, kombinasi ini memperkuat khasiatnya
(potensiasi) dan menurunkan resiko resistensi.
Kombinasi sulfa lain dan trimetoprim dengan sifat dan
penggunaan mirip kotrimoksazol adalah :
Supristol (sulfamoxol 200 mg + trimetoprim 40 mg)
Kelfiprim (sulfalen 200 mg + trimetoprim 250 mg)
Lidatrim (sulfametrol 400 mg + trimetoprim 80 mg)
Penggunaan sulfonamida
Infeksi saluran kemih : sulfametizol, sulfafurazol dan
kotrimoksazol.
Infeksi mata
: sulfasetamida, sulfadikramida,
sulfametizol, digunakan topikal pd mata
Radang usus
: sulfasalazin (kombinasi sulfapiridin &
aminosalisilat)
Malaria tropika
: fansidar (kombinasi sulfadoksin dan
pirimetamin)
Meningitis
: sulfadiazin (daya penetrasi ke CCS
kuat), tetapi karena timbul resistensi maka obat ini sering
diganti dengan ampisilin atau rimfampisin.
tifus, infeksi saluran pernafasan atas, radang paru-paru, &
gonorhoe
: kotrimoksazol, sama efektifnya dg
ampisilin.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
I.
II.
Pengkajian
1.
Mengkaji pasien bila ada tanda & gejala infeksi sebelum,
selama, & setelah terapi dg antibiotika.
2.
Pastikan bila sebelumnya ada riwayat hipersensitivitas
terhadap penisilin / sefalosporin.
3.
Ambil spesimen untuk kultur & sensitifitas tes sebelum
terapi dimulai. Dosis pertama dapat diberikan sebelum
hasil tes diperoleh.
Implementasi
sebaiknya antibiotik diberikan dalam waktu 24 jam untuk
mempertahankan kadar terapetik obat dalam serum & untuk
mencegah kambuhnya penyakit, dilanjutkan 2-3 hari setelah
gejala menghilang.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
III.
1.
2.
3.
4.
IV.
Contoh dermatomikosis
dan cara pengobatannya
1. Kuku kapur / onychomycose
Ciri : kuku menebal, mengeras dan mudah patah,
berwarna keputih-putihan adakalanya tidak lurus.
Sering menular dari kuku ke kuku.
Bila seluruh kuku sudah terinfeksi harus dicabut
disusul pengobatan dengan terbinafin oral 1dd 250
mg terapi minimal 6-12 bulan.
5.
candidiasis
2. Candidiasis usus
Lanj
Pasangan pasien juga harus diobati karena
kemungkinan juga terinfeksi oleh jamur yang sama.
Pada kandidiasis yang terus kambuh, terapi dapat
dilakukan secara intermiten untuk rentang waktu
panjang (lokal atau oral). Misal : 6 malam ovula,
istirahat 2 minggu, dst, selama 3-6 bulan.
Vaginitis yg lain disebabkan oleh protozoa
trichomonas vaginalis (gejala mirip candidiasis), terapi
menggunakan metronidazol 2 g single dose selama 6
hari (tidak boleh diberikan pada kehamilan dan
laktasi).
4. Candidiasis kulit
5. Candidiasis sistemik
1. ANTIBIOTIKA
1.1. Griseofulvin
berkhasiat fungistatis (per oral), tidak aktif
terhadap candida & pityriasis versikolor, efektif
untuk infeksi kulit & kuku yang menahun,
penyembuhan lambat (2-3 bulan).
Tidak boleh diberikan pada pasien hamil
(berefek teratogen dan keguguran)
Dosis 4 dd 125 mg atau 500 mg single dose p.c
1.2. Nistatin
Digunakan pd candidiasis mulut, vagina, usus.
Selain BSO oral, juga topikal (salep/krim) dg efek
lokal, tidak untuk parenteral karena toksik.
Efek samping : (oral) mual , muntah, dapat
diberikan pada ibu hamil
Dosis oral 3 dd 0,5-1MU; vaginal selama 14 hari 1
tablet 100.000 UI; salep/bedak tabur 100.000 UI/g,
2-3 dd.
2. DERIVAT IMIDAZOL
2.1. Mikonazol
berkhasiat fungisid kuat dg spektrum luas, efektif
terhadap dermatofit biasa dan candida.
Terutama digunakan untuk infeksi kulit & kuku.
Dosis : infeksi kulit 1-2 dd salep 2% selama 3-5
minggu, krem vaginal 2% malam hari selama 2
minggu, infeksi kuku 1-2 dd tingtur 2%.
Efek samping : iritasi, alergi, dan rasa terbakar
dikulit.
Dapat digunakan untuk wanita hamil dg BSO krem
vaginal / tablet vaginal.
2.1.a). Isokanazol
Merupakan isomer mikonazol terutama digunakan untuk
kandidiasis vaginal (keputihan)
Dosis tunggal 600 mg tablet vaginal malam hari, atau krim
vaginal 1%.
2.1.b). Ekonazol
Derivat mikonazol, terutama untuk infeksi candida
Dosis : 1 ovula selama 3 hari pada malam hari
Dapat digunakan untuk ibu hamil
2.2. Klotrimazol
Berkhasiat fungistatis dg spektrum sempit.
Untuk vaginitis Candida : tablet vaginal 200 mg selama 3
hari pd malam hari atau single dose 1 tablet vaginal 500 mg
malam hari.
Untuk infeksi kulit (panu) : krim / lotion 1% (jangan terkena
selaput lendir / mata).
Dapat digunakan untuk ibu hamil
2.3. Ketokonazol
Fungistatik imidazol pertama yang digunakan peroral,
spektrumnya luas mirip mikonazol, digunakan untuk infeksi
jamur sistemis parah & kronis, secara lokal pd ketombe
hebat.
Efek samping : gangguan alat cerna, pusing, gatal-gatal.
Efek yang paling serius adalah hepatotoksik yang
mengakibatkan hepatitis, bila digunakan peroral lebih dari 2
minggu harus dipantau fungsi hati setiap 14 hari.
Penggunaan dosis > 600 mg per hari pada pria
menyebabkan terganggunya produksi sperma dan
impotensi.
Dosis: oral 1 dd 200 mg pada waktu makan sampai 7 hari
setelah gejala hilang.
Ibu hamil & laktasi tidak dianjurkan menggunakan
ketokonazol karena data teratogenik belum mencukupi.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a. Mengkaji kondisi pasien untuk adanya tanda / gejala infeksi pd kulit &
membran mukosa yg terkena sebelum & selama terapi secara
periodik.
b. Bila perlu dilakukan pengambilan spesimen untuk kultur sebelum
terapi dimulai. Terapi dapat dimulai sebelum hasil diperoleh.
c. Pertimbangan tes laboratorium : jika ES antimikotika mengarah ke
hepatotoksik (menaikkan konsentrasi SGOT & SGPT). Sebaiknya
fungsi hati harus dipantau sebelum & secara periodik selama terapi.
2.
IMPLEMENTASI
a. Secara umum : karena antimikotika tersedia dalam berbagai BSO
maka untuk petunjuk pemakaian dilihat pd masing-masing obat.
b. Topikal : konsultasi dg dokter / apoteker tentang cara pembersihan
area infeksi sebelum obat dioleskan. Gunakan sarung tangan sebelum
mengoleskan obat.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
3.
4.
EVALUASI
keberhasilan terapi fungistatika ditandai dg :
a. Hilangnya tanda & gejala infeksi (indikasi klinis & laboratorium adanya
infeksi jamur).
b. Lama pengobatan untuk candidiasis minimal 1-2 minggu, untuk
mikosis sistemik lainnya 6 bulan. Infeksi tinea memerlukan lama terapi
2 4 minggu.
2.
3.
4.
5.
dg lawan bicara.
PENGOBATAN TBC
Pengobatan TBC terdiri dari 2 fase, yaitu :
1. Fase intensif
- kombinasi isoniazida (INH) dg rifampisin &
pirazinamida, selama 2 bulan.
- pencegahan resistensi ditambahkan etambutol
(lebih disukai karena dapat digunakan peroral &
tidak ototoksik), atau streptomisin.
2. Fase pemeliharaan
- kombinasi INH bersama rifampisin, selama 4
bulan, shg lama pengobatan seluruhnya 6
bulan. Sudah terbukti kur singkat tersebut sama
efektifnya dg kur lama yaitu 2 + 7 bulan.
KLASIFIKASI TUBERKULOSTATIKA
1. Obat primer
Obat yg paling efektif & paling rendah
toksisitasnya, tapi cepat resisten bila
digunakan sbg obat tunggal, maka untuk
terapi TBC digunakan kombinasi 3 4 obat.
Kombinasi yg sering digunakan : INH,
rifampisin, & pirazinamid.
Lanj. INH
efek samping : radang saraf / polineuritis /
neuropati perifer (gejala : kejang &
gangguan penglihatan, letih, lemah),
disebabkan persaingan dg piridoksin endogen.
Dicegah dg pemberian vitamin B6 (piridoksin)
10-20 mg
sehari bersama vitamin B1
(aneurin) 100 mg. Efek samping lain adalah
kerusakan hati (hepatitis & ikterus), secara
periodik dipantau gejala hepatitis.
1.b. RIFAMPISIN
Berkhasiat bakterisid pd fase istirahat, shg penting
untuk membasmi basil & mencegah kambuhnya TBC.
Cara kerja : menghambat sintesis RNA dg
menghambat transkripsi RNA pada mikroorganisme
yg peka.
Penggunaan rifampisin untuk TBC bermanfaat karena
lama terapi dapat dipersingkat dari 2 tahun menjadi
6 12 bulan.
Distribusi rifampisin ke jaringan, cairan tubuh, & CCS
sangat baik. Hal ini terlihat dari warna jingga/merah pd
air seni, tinja, ludah, keringat, & air mata.
Dosis untuk TBC : oral 1 dd 450 600 mg (dewasa &
remaja), pagi hari, a.c., dikombinasi dg INH, untuk 2
bulan pertama ditambah dg pirazinamid setiap hari.
Dosis anak : 7,5 15 mg/kg BB.
Lanj. Rifampisin
Efek samping : sakit kuning (ikterus), nyeri ulu hati &
abdomen, mual, muntah, flatulen, diare terutama bila
dikombinasi dg INH, dan perubahan warna menjadi
merah / jingga pada cairan tubuh.
Kehamilan : rifampisin dapat diberikan pd ibu hamil,
penggunaanya pd akhir kehamilan menimbulkan
perdarahan postnatal ibu & bayi, dicegah dg
pemberian vitamin K . Rifampisin masuk ASI, namun
ibu diperbolehkan menyusui.
3. PIRAZINAMIDA
Spektrum sempit, hanya M. tuberculosis. Aktivitasnya
tergantung pH & kadarnya dalam darah, jk pH asam
maka bekerja sbg bakterisid.
Efeknya diperkuat oleh INH, khusus digunakan pd
fase intensif.
Efek samping : kerusakan hati (ikterus), hentikan
pengobatan bila ada tanda kerusakan hati.
Pirazinamid menghambat pengeluaran asam urat shg
kadarnya dalam darah meningkat dan menimbulkan
gout.
Resistensi cepat terjadi jk digunakan sbg monoterapi.
Sebaiknya dikombinasi dg INH &/ rifampisin.
Dosis : oral 1 dd 15 - 30 mg/kg BB selama 2 4
bulan, maksimal 2 gram sehari.
2. Obat sekunder
Terdiri dari : klofazimin, fluorkinolon, sikloserin,
rifabutin, & asam p-aminosalisilat (PAS).
Obat tsb memiliki efek yg lebih lemah & biasanya
digunakan bila terdapat resistensi / intoleransi
terhadap obat primer.
Kehamilan & laktasi : ibu hamil penderita TBC aktif
boleh diobati dg INH, rifampisin, & pirazinamid.
Etambutol untuk keadaan tertentu.
Streptomisin dilarang karena ototoksik pd janin. Obat
TBC sekunder belum memiliki data yg cukup untuk ibu
hamil & laktasi. Kebanyakan obat TBC masuk ASI,
namun bayi dapat disusui.
KATEGORI I
Fase Intesif
2HRZE diberikan selama 2 bulan, HRZE @ diberikan setiap hari.
2.
Fase Penyembuhan
4H3R3 diberikan selama 4 bulan, HR @ diberikan 3x seminggu.
Khusus untuk :
II.
1.
KATEGORI II
Fase Intensif
2HRZES / HRZE diberikan selama 3 bulan, terdiri dari
2 bulan dg HRZES setiap hari kemudian dilanjutkan 1 bulan
dg HRZE setiap hari.
2.
Fase Lanjutan
5H3R3E3 selama lima bulan dg HRE diberikan
masing-masing 3x seminggu.
Fase Intensif
2 HRZ diberikan selama 2 bulan, setiap hari @ HRZ.
2.
Fase Lanjutan
4H3R3 diberikan selama 4 bulan, HR diberikan @ 3x
seminggu.
Khusus untuk :
Berat badan 10 20 kg
Berat badan 20 33 kg
INH
50 mg
100 mg
200 mg
Rifampisin
75 mg
150 mg
300 mg
Pirazinamid
150 mg
300 mg
600 mg
Nama obat
IMPLIKASI KEPERAWATAN
I.
1.
2.
3.
4.
PENGKAJIAN
Melakukan pemeriksaan mikobakterium & tes kepekaan sebelum &
secara berkala selama terapi untuk mengantisipasi adanya
resistensi.
Mengkaji fungsi paru & karakter serta jumlah sputum secara periodik
selama terapi.
Tes laboratorium (terutama pasien 50 tahun ke atas), untuk
mengevaluasi fungsi hati (sebelum & selama terapi, tiap bulan).
IMPLIKASI KEPERAWATAN
II.
IMPLIKASI
INH & Rifampisin, diberikan p.o., saat perut kosong (1 jam a.c. / 2
jam p.c.). Bila ada gangguan lambung, berikan bersama makanan
(d.c.) walaupun absorpsi INH turun akibat makanan. Atau berikan
antasida 1 jam p.c. sebelum obat diminum.
III.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
III.2.
3.
4.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
5.
6.
7.
IV.
Selama terapi dg rifampisin, saliva, aputum, keringat, air mata, urin &
feses berubah warna menjadi merah / jingga / merah-coklat. Bila
memakai lensa kontak sebaiknya dilepas karena berubah secara
permanen.
Selama terapi dg rifampisin, pasien wanita sebaiknya memakai
kontrasepsi non hormonal karena rifampisin mempercepat metabolisme
& mengurangi efektifitas kontrasepsi oral & estrogen.
Pasien harus memahami pentingnya pemeriksaan tindak lanjut yg
kontinu untuk memantau keberhasilan terapi & mengantisipasi ES.
EVALUASI
Keberhasilan terapi dicapai dg tanda-tanda :
1.
Hilangnya gejala klinis TBC.
2.
Kultur sputum negatif / jumlah BTA dalam sampel sputum berkurang.
3.
Membaiknya hasil rontgen toraks.
TERIMA KASIH