Anda di halaman 1dari 91

MUHIMMATUN NMAH

PSIK/AA/2009

DEFINISI

Kemoterapi :
terapi mengunakan obat obat kimiawi untuk
memberantas penyakit infeksi yg disebabkan
mikroorganisme : bakteri, fungi, virus, protozoa, sel
sel kanker (obat sitostatika), termasuk juga dalam
golongan ini adalah obat cacing.
Antibiotik :
zat zat kimia yang (dihasilkan oleh fungi & bakteri),
memiliki khasiat mematikan atau menghambat
pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi
manusia relatif kecil.

KLASIFIKASI ANTIBIOTIKA
I.

Berdasarkan mekanisme kerja, aktivitas antibiotik,


dibagi :
1. Bakterisid, yaitu antibiotik yang pada dosis biasa
berkhasiat mematikan kuman (bakteri).
1.1.
bekerja pada fase tumbuh
contoh : gol. Beta laktam (penisilin,
sefalosporin), gol. Polipeptida (polimiksin,
basitrasin); rifampicin; asam nalidiksat, dan
gol. Kinolon.
1.2.
bekerja pada fase istirahat
contoh : gol. Aminoglikosida, nitrofurantoin,
INH, kotrimoksazol.

KLASIFIKASI ANTIBIOTIKA

2. Bakteriostatis, yaitu antibiotik yang pada dosis


biasa berkhasiat menghentikan / menghambat
pertumbuhan dan perbanyakan kuman,
pemusnahan kuman dilakukan oleh sistem imun
dari tubuh sendiri (inang/hospes) dg jalan
fagositosis (dimakan oleh limfosit).
contoh obat : sulfonamid, kloramfenikol,
tetrasiklin, makrolida, linkomisisn, asam fusidat,
PAS (p-aminosalisilat).

KLASIFIKASI ANTIBIOTIKA
II. Berdasarkan luas aktivitasnya
1. Antibiotik spektrum sempit (narrow-spectrum)
yaitu antibiotika yang aktif terhadap beberapa
jenis kuman saja, contoh : penisilin G & V,
eritromisin, klindamisin, kanamisin, asam fusidat
(hanya bekerja terhadap kuman gram-positif);
streptomisin, gentamisin, polimiksin-B, dan asam
nalidiksat (hanya aktif terhadap bakteri gram
negatif)
2. Antibiotik spektrum luas (broad-spectrum),
yaitu antibiotik yang bekerja terhadap lebih
banyak jenis kuman baik bakteri gram positif
maupun gram negatif. Contoh obat : sulfonamida,
ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasikiln,
rifampisin.

KLASIFIKASI BAKTERI
Pengolongan bakteri yang mempunyai makna
(manfaat) dalam poses terapi adalah pengolongan
menurut dr. Gram, secara garis besar bakteri
dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
Bakteri gram positif : yaitu bakteri dengan struktur
dinding sel tertentu sehingga memberikan warna
(positif) terhadap pengecatan gram

Bakteri gram negatif : yaitu bakteri dengan struktur


dinding sel tertentu yang negatif terhadap
pengecatan gram.

MEKANISME KERJA ANTIBIOTIKA


1.

Penghambatan sintesis dinding sel


jika sintesis dinding sel terganggu maka dinding sel menjadi
kurang sempurna & tekanan osmotik dalam sel kuman lebih
tinggi daripada di luar sel shg terjadi kerusakan dinding sel
kuman, akibatnya pecah/lisis.
contoh obat : penisilin, sefalosporin, basitrasin, sikloserin,
vankomisin.

2.

Penghambatan fungsi membran sel


molekul lipoprotein di dalam dinding sel yg semi permeabel
diganggu sintesisnya shg menjadi lebih permeabel. Akibatnya
zat-zat penting (isi sel) dapat merembes keluar maka sel
rusak / mati.
contoh obat : polimiksin, polien (nistatin, amfoterisin B), azol /
imidazol (mikonazol, ketokonazol, klotrimazol).

MEKANISME KERJA ANTIBIOTIKA

3.

Penghambatan sintesis protein sel


sintesis protein bakteri di ribosom diganggu oleh antibiotik dg
berbagai cara.
contoh obat : aminoglikosida, tetrasiklin, makrolida
(eritromisin), kloramfenikol, linkomisin.

4.

Penghambatan sintesis asam nukleat / asam inti (DNA,


RNA).
contoh : rifampisin berikatan dg enzim polimerase-RNA shg
menghambat sintesis RNA & DNA oleh enzim tsb.

5.

Penghambatan metabolisme sel bakteri (antagonisme


kompetitif).
antibiotik menyaingi zat-zat penting untuk metabolisme
kuman shg pertukaran zatnya terhenti, dihasilkan efek
bakteriostatik.
contoh : sulfonamid, trimetoprim, PAS, INH, pirimetamin.

PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

Jika harus dipilih beberapa obat antibiotika yang mempunyai


aktivitas dan sifat farmakokinetik kurang lebih sama maka
dipilih obat dengan pertimbangan :
1. Antibiotik bakterisid lebih dipilih daripada bakteriostatik
2. Antibiotik dengan daya penetrasi kuat ke dalam organ atau
CCS lebih disukai karena obat lebih mudah diserap
ketempat infeksi, contoh obat dg penetrasi baik ke dalam
jaringan : amoksisilin, linkomisin, rifampisin. Spiramisin
berpenetrasi baik khusus ke dalam jaringan mulut dan
tenggorokan. Sulfonamid, kloramfenikol, rifampisin, adalah
obat dg penetrasi baik ke dalam CCS shg menjadi pilihan
utama pd meningitis.
3. Antibiotik dengan pemakaian 1-2 kali sehari lebih disukai
dari pada 3-4 kali sehari (meningkatkan kepatuhan minum
obat).
4. Antibiotik yang terikat protein plasma rendah lebih
diutamakan, karena prosentase obat bebas besar shg yg
didistribusikan ketempat infeksi juga besar.

PEDOMAN PENGGUNAAN OBAT


1.

Dosis obat dipilih yg tinggi hingga kadar obat di tempat infeksi


melampui MIC (Minimum Inhibitory Concentration) untuk
kuman.

2.

Frekuensi pemakaian tergantung t obat (ukuran kecepatan


eliminasi). Antibiotik dg t pendek, pemberiannya sampai 5x
sehari, sedangkan obat dg t panjang, pemberiannya 1x
sehari bahkan 1x seminggu.

3.

Lama terapi dg kemoterapetik harus cukup panjang untuk


menjamin semua parasit mati
&
menghindarkan kambuhnya penyakit, biasanya terapi terus
dilanjutkan 2-3 hari setelah gejala hilang, untuk lepra dan tbc
sering kali butuh waktu bertahun-tahun.

EFEK SAMPING ANTIBIOTIK

Pengunaan antibiotika yang tidak tepat skema penakarannya


dapat menggagalkan terapi dan menimbulkan efek samping
sbb :

1. Resistensi sel bakteri : suatu sifat tidak terganggunya


kehidupan sel bakteri oleh antibiotik. (resistensi primer,
sekunder, episomal, & resistensi silang).
Bahaya resistensi bakteri : pengobatan infeksi lebih sulit,
lama sakit bertambah, komplikasi, kematian meningkat.
Pencegahan resistensi bakteri :
a. dosis obat relatif tinggi (dibanding dosis efektif minimal),
selama waktu agak singkat, sbg ganti kur panjang tanpa
istirahat. Bila mungkin, lama terapi maksimal 5 hari.
b. penggunaan kombinasi (2 / lebih antibiotika), terutama pd
TBC, lepra, kanker.
c. pembatasan penggunaan antibiotika hanya untuk penyakit
infeksi parah (karena kuman berbahaya) & tidak untuk
membasmi kuman biasa (mis : sakit tenggorokan, radang
telinga luar).

EFEK SAMPING ANTIBIOTIK

2.

Sensitasi

antibiotik menjadi lebih peka setelah dipakai topikal shg


pasien menjadi hipersensitif. Bila antibiotik yg sama
digunakan sistemik (p.o. / parenteral) terjadi alergi (gatal,
kemerahan, bentol, demam, kelainan darah, shock
anafilaktis, fatal !).

Pencegahan sensitasi : jangan menggunakan antibiotik


tertentu (penisilin, kloramfenikol, sulfonamid) sbg BSO topikal
(lotion, krim, salep).

Contoh obat yg jarang menimbulkan sensitasi & banyak


digunakan secara topikal : framisetin, fusidat, tetrasiklin.

EFEK SAMPING ANTIBIOTIK

3.

Supra-infeksi

infeksi sekunder dg parasit berlainan (parasit yg berubah patogenitasnya) yg


timbul di atas infeksi primer.

Penyebab supra infeksi : terapi antibiotik jangka lama; dosis antibiotik yg kurang;
sistem imun pasien pengguna antibiotik terganggu; karena penggunaan antibiotik
spektrum luas sehingga mengganggu keseimbangan antar bakteri di dalam usus,
sal. nafas, & kemih. Kelompok mikroorganisme yg lebih kuat & resiten kehilangan
saingan shg menjadi lebih dominan & terjadi infeksi baru.

Contoh obat yang menimbulkan supra-infeksi : ampisilin, kloramfenikol, tetrasiklin.

Gejala supra infeksi : stomatitis; radang saluran nafas, usus, saluran kencing;
infeksi kulit & kandidiasis, bahkan diare.

Pencegahan supra infeksi : awasi adanya gejala supra infeksi, pemberian


antibiotik spektrum sempit lebih dianjurkan dari pada spektrum luas, waktu
penggunaan antibiotik sebaiknya 1 minggu (maksimal 5 hari) dg dosis rasional.

EFEK SAMPING ANTIBIOTIK

4.

Toksisitas antibiotik yg langsung pd organ.


Beberapa antibiotik menimbulkan kerusakan pd organ tertentu.
Tabel : toksisitas organ yg ditimbulkan oleh beberapa antibiotik & hal-hal
yg perlu diwaspadai.
Antibiotik
Penisilin
Sefalosporin

Tempat
toksisitas
Otak

Hal yg perlu diwaspadai


1.
2.

Gentamisin
Vankomisin
Eritromisin (jarang)

Telinga bagian
dalam (ototoksik)

1.

2.

3.

Hndari pemberian dg injeksi intratekal /


spinal.
Lakukan pemantauan terhadap pasien dg
riwayat konvulsi & gagal ginjal, jika diberi
antibiotik tsb.
Jangan menggunakan bersamaan dg
obat lain yg menggeanggu fungsi telinga,
mis : diuretik furosemid.
Pastikan sebelum, selama & setelah
terapi, bahwa fungsi pendengaran &
keseimbangan pasien tetap baik.
Bila pasien mengalami tinitus (telinga
berdenging), segera laporkan pd
prescriber.

Lanj. Tabel

Antibiotik

Tempat toksisitas

Hal yg perlu diwaspadai

Tetrasiklin

Tulang & gigi yg


sedang tumbuh

Jangan memberikan antibiotik ini pd


ibu hamil & anak < 8 tahun.

Eritromisin
Rifampisin
Tetrasiklin
Sefalosporin (jarang)

Hepar (jepatotoksik)

1.

2.

Kotrimoksazol

Pankreas

1.

2.
Tetrasiklin
Asiklovir

Kulit (fotosensitifitas)

Penggunaan jangka lama,


sebaiknya dilakukan tes
laboratorium sebelum & selama
terapi secara teratur untuk
memantau fungsi hati (awasi
kenaikan SGPT & SGOT).
Hindari penggunaannya pd
pasien dg riwayat abuse alkohol
atau mengalami fatty liver pd
kehamilannya.
Hati-hati terhadap gejala vomitus
berat & nyeri yg menjalar ke
punggung.
Lakukan pemantauan kadar
glukosa darah.

Hindari kulit terkena sinar matahari


langsung, gunakan krim tabir
surya (sunscreen).

Lanj. tabel

Antibiotik

Tempat toksisitas

Hal yg perlu diwaspadai

Gentamisin
Kotrimoksazol
Vankomisin
Sefalosporin (jarang)
Penisilin
Tetrasiklin

Ginjal (nefrotoksik)

Sebaiknya melakukan
pemeriksaan darah untuk
memantau nilai fungsi ginjal, atau
menggunakan obat alternatif lain
bila pasien menderita gangguan
fungsi ginjal.

Kloramfenikol
Kotrimoksazol
Sefalosporin (jarang)
Asiklovir

Sumsum tulang belakang

1.

2.

Hindari penggunaannya pd
pasien dg riwayat kelainan
sumsum tulang belakang &
sedang menggunakan obat
lain (mis : karbimazol) yg
berpotensi toksik terhadap
sumsum tulang belakang.
Sebaiknya melakukan
hitung sel darah lengkap.

EFEK SAMPING ANTIBIOTIK

5.

Alergi &/ hipersensitifitas.

Antibiotik dianggap sebagai antigen / alergen oleh tubuh, shg


tubuh membentuk antibodi (IgE) yg berikatan dg antigen tsb.
Ikatan Ag-Ab tsb mengikatkan diri pd mast cels (a.l. di mata ,
hidung, sal. nafas, & kulit) & kelamaan mast cels pecah
(degranulasi) serta melepaskan mediator (a.l. histamin) dg
akibat : ruam kulit, urtikaria, pruritus, bronkokonstriksi,
udema, hipersekresi mukus. Apabila pelepasan mediator tsb
secara menyeluruh (general release) maka dapat terjadi syok
anafilaktik, dg gejala : kolaps vaskuler, udema larings,
bronkospasme & henti jantung bahkan kematian). Contoh
obat yg sering menimbulkan syok anafilaktik : injeksi penisilin
( 20 menit sesudah injeksi).

EFEK SAMPING ANTIBIOTIK

1.

Lanj. Alergi
Cara menangani alergi / hipersensitifitas antibiotika :
Mengkaji riwayat alergi obat dg cermat, bila perlu lakukan uji
kepekaan obat.
2. Segera hentikan penggunaan obat bila ada gejala alergi
ringan/berat.
3. Gejala alergi ringan diatasi dg pemberian antihistamin /
kortikosteroid (p.o.).
4. Syok anafilaktik diatasi dg :
pemberian injeksi adrenalin i.m., diulang tiap 5 menit
sampai ada perbaikan TD & denyut nadi).
Pemberian O2 dan antihistamin (klorfeniramin) i.v.
Pada anafilaktik parah / berulang kali dianjurkan
pemberian injeksi hidrokortison i.m. / i.v.

PENGGUNAAN KOMBINASI ANTIBIOTIK


Pada umumnya penggunaan kombinasi antibiotik tidak
dianjurkan tetapi beberapa kombinasi dapat bermanfaat, yaitu :
Infeksi campuran
: (basitrasin +
polikmiksin), BSO topikal.
Untuk memperoleh potensiasi
: (sulfamotoksazol +
trimetropin = kotrimoksazol)
Untuk mengatasi resistensi
: (amoksisilin + asamKlavunolat)
Untuk menghambat resistensi
: khususnya pada infeksi
menahun TBC (rifampisin + INH + ethambutol)
Untuk mengurangi toksisitas
: (trisulfa = sulfadiazin,
sulfamerazin, sulfametazin, dan sitostatika).

ANTAGONISME & SINERGISME


Pada umumnya penggunaan kombinasi antibiotik dari
berbagai kelompok menghasilkan potensiasi/adisi
(sinergisme) tetapi dapat juga menimbulkan
antagonisme (penurunan / peniadaan efek terapi).
Contoh adisi : kombinasi penisilin dan sulfa.
Contoh antagonisme : kombinasi penisilin /
sefalosporin dengan tetrasiklin / kloramfenikol, hal ini
karena penisilin/sefalosporin aktif ketika bakteri
tumbuh (bakterisid) sedangkan
tetrasiklin/kloramfenikol merupakan bakteriostatik.

ANTIBIOTIK GOLONGAN BETA-LAKTAM


(PENISILIN & SEFALOSPORIN)
I.

GOLONGAN PENISILIN

Penisilin-G dan turunannya merupakan bakterisid terutama


terhadap gram positif, hanya beberapa kuman gram negatif.
Tak dapat dikombinasikan dengan bakteriostatik
(tetrasiklin,kloramfenikol, eritromisin dan asam fusidat).
Efek samping yang perlu diwaspadai adalah reaksi alergi
karena hipersensitasi dan dapat menimbulkan shock
anafilaksis bahkan kematian.
Semua penisilin dianggap aman untuk ibu hamil & laktasi.

Contoh obat gol. Penisilin :


1. Benzil penisilin (penisilin-G)
untuk radang paru-paru, radang otak, pencegahan
sifilis, gonorhoe.
Tidak tahan asam diberikan infus i.v. atau injeksi i.m.
Distribusi ke jaringan intraseluler bagus, penetrasi ke
jaringan otak buruk tetapi menjadi lebih baik jika ada
radang selaput otak
Dosis infeksi umum i.v./i.m 1-4 MU 4-6 dd dari garam
long aktingnya.

Contoh obat gol. Penisilin :

2. Ampisilin
Mempunyai spektrum luas & tahan asam.
Banyak digunakan untuk infeksi pernafasan (bronkitis kronis),
saluran cerna , saluran kemih, telinga, gonore, kulit dan
jaringan lunak.
absorpsinya dari usus 30-40% (dikurangi oleh makanan),
plasma t 1-2 jam.
dosis : infeksi umum (oral) 4dd 500 -1000 mg, a.c ; ISK : 3-4 dd
500 mg; gonorhoe: 1x3,5 g + probenesid 1 g, tifus 4 dd 1-2 g
selama 2 minggu.
Efek samping : gangguan lambung-usus, alergi

Contoh obat gol. Penisilin :

3. Amoksisilin
Merupakan derivat hidroksi dari ampisilin
absorpsinya dari usus 80%
Plasma - tnya hampir sama dengan ampisilin, tetapi penetrasi
kejaringan tubuh lebih baik, ekskresi bentuk utuhnya pada urin
jauh lebih besar 70% sehingga lebih layak digunakan untuk
infeksi saluran kencing dibanding ampisilin.
Dosis oral 3 dd 375-1000 mg, anak 3-10 thn 3 dd 250 mg,13thn 3xsehari 125mg, 0-1 tahun 3xsehari 100mg, juga
diberikan i.m. / i.v.
Efek samping : alergi, gangguan saluran G.I.

II. GOLONGAN SEFALOSPORIN


Termasuk golongan beta laktam yang struktur, khasiat
dan sifatnya mirip penisilin.
Merupakan antibiotik semi sintetik.
Termasuk antibiotik spektrum luas & bakterisid pada
fase pertumbuhan kuman.
Tidak terlalu peka terhadap beta-laktamase.
Efek samping mirip dengan penisilin (obat oral : diare,
mual, muntah; alergi; gangguan ginjal pd generasi I).
Resistensi dapat timbul dengan cepat jadi tidak boleh
digunakan sembarangan, cadangan untuk infeksi
berat.
Resistensi silang dg penisilin dapat terjadi.

Penggolongan sefalosporin menurut khasiat dan


ketahanan/resistensinya terhadap
beta-laktamase :
Generasi ke-1: sefalotin, sefazolin,sefadrin, sefaleksin
dan sefadroksil. Tidak tahan beta-laktamase.
Generasi ke-2 : sefaklor, sefamandol, sefmetazol,
sefuroksim. Agak kuat tahan beta-laktamase.
Generasi ke-3 : sefoperazon,sefotaksim, seftitokzim,
seftriakson, sefotiam, sefiksim. Lebih kuat tahan betalaktamase.
Generasi ke-4 : sefepim dan sefpirom. Sangat
resisten / tahan beta-laktamase.

Penggunaan sefalosporin
Sebagian besar sefalosporin diberikan parental terutama di RS
Zat generasi ke-1 sering digunakan peroral pada infeksi
saluran kemih ringan dan obat pilihan ke-2 untuk infeksi saluran
pernafasan dan kulit yang tidak serius dan bila terdapat alergi
untuk penisilin.
Zat generasi ke-2 / ke-3 digunakan parental pada infeksi
serius yg resisten amoksisilin dan sefalosforin generasi ke-1,
biasa dikombinasi dengan aminoglikosida untuk memperkuat
aktivitasnya & untuk profilaksis bedah jantung, usus, dan
ginekologi.
Zat generasi ke-3 seftriakson & sefotaksim sebagai obat
pilihan pertama untuk gonorhoe.
Penggunaan pada kehamilan hanya sefalotin dan sefaleksin,
yang lain belum ada cukup data. Obat generasi I, sefaklor,
sefotaksim, seftriakson dianggap aman untuk bayi.

ANTIBIOTIK GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA


Dapat digolongkan menjadi :
Streptomisin
Kanamisin, amikasin, dibekasin, gentamisin, netilmisin,
tobramisin
Neomisin, framisetin, dan paromomisin
Merupakan antibiotik spektrum luas pengunaan untuk terapi
TBC (streptomisin & kanamisin).
Aktivitasnya adalah bakterisid.
Efek samping : (parenteral) terjadi kerusakan organ
pendengaran (irreversibel)dan merusak ginjal (reversibel).
Toksisitas tsb tidak tergantung dosis melainkan dari lama
pemakaian & jenis aminoglikosida, sebaiknya diberikan 1 2
dd.
Obat golongan ini tidak dianjurkan selama hamil karena dapat
melewati plasenta dan merusak ginjal & ketulian pada janin.
Dapat diberikan selama laktasi.

ANTIBIOTIK GOLONGAN TETRASIKLIN


Merupakan antibiotik spektrum luas dg aktivitas
bakteriostatik.
Penggunaan untuk infeksi saluran nafas, saluran
kemih, kulit dan mata
Efek samping : (oral) mual, muntah, diare; suprainfeksi; kerusakan pada tulang & gigi yg sedang
tumbuh; fotosensitasi (kulit peka cahaya, jangan kena
sinar matahari); kemungkinan hepatotoksik (pd ibu).
Tetrasiklin tidak boleh diberikan bersama makanan yg
kaya Fe, Ca, & Zn (khususnya susu) & antasida.
Sebaiknya tetrasiklin diminum 1 jam a.c. atau 2 jam
p.c.
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil terutama setelah
bulan ke-4, menyusui dan anak dibawah 8 tahun.

ANTIBIOTIK GOLONGAN
MAKROLIDA & LINKOMISIN
Golongan makrolida terdiri dari : eritromisin, klaritromisin,
roksitromisin, azitromisin, & diritromisin.
Spiramisin juga termasuk gol.makrolida karena mempunyai
rumus struktur serupa (cincin lakton besar & terikat turunan
gula).
Linkomisin & klindamisin secara kimiawi berbeda dg eritromisin
tetapi mempunyai kesamaan dalam hal : aktivitas, mekanisme
kerja, pola resistensi & dapat terjadi resistensi silang &
antagonisme antara linkomisin & klindamisin dg eritromisin.
Eritromisin sebagai bakteristatik terhadap Gram positif,
spektrum kerjanya mirip penisilin G shg digunakan sbg pilihan
yg realistik jika pasien alergi terhadap penisilin.
Efek samping : kemungkinan kerusakan hati (pd ibu) &
gangguan sal.G.I.
t singkat shg diberikan 4 dd (diminum 1 jam a.c. / 2 jam p.c.).

KLORAMFENIKOL
(antibiotik Lain Yg Penting)
Antibiotik spektrum luas, digunakan khusus untuk infeksi Salmonella typhi
(tifus) dan meningitis (H. influenzae).
Sebagai pilihan ke-2 pada bentuk sediaan topikal (salep kulit & salep / tetes
mata) jika fusidat & tetrasiklin tidak efektif.
Sediaan salep/tetes mata tidak boleh diberikan lebih dari 10 hari
Efek samping : depresi sumsum tulang (2 bentuk anemia),
yaitu :
Penghambatan pembentukan sel darah (eritrosit, trombosit).
Anemia aplastis
Dosis untuk tifus : permulaan 1-2 g kemudian 4 dd 500-750 mg, p.c.
Penggunaan pada ibu hamil dan menyusui
Penggunaan tidak dianjurkan khususnya pada minggu terakhir kehamilan
(trimester ke-3) karena menyebabkan hypotermia & cyanosis pada neonatus
(grey baby sindrom) hal ini juga terjadi pada tiamfenikol (obat sejenis
kloramfenikol). Obat dapat melintasi plasenta & masuk ASI maka tidak boleh
diberikan selama laktasi.

ANTIBIOTIK GOLONGAN
SULFONAMIDA & QUINOLON

Sulfonamida dan quinolon adalah golongan


antibiotik yang penting untuk pengobatan
infeksi saluran kemih (ISK).
Antibiotika lain untuk ISK adalah golongan
penisilin/sefalosforin dan aminoglikosida.

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)


Penyebab : bakteri aerob flora usus.
Wanita (15-60 th) >>> menderita ISK dp pria.
Jenis & gejala ISK :
1. ISK bagian bawah (tanpa komplikasi), umumnya radang
kandung kemih (cystitis) dg saluran kemih normal, gejalanya :
Sering kencing siang dan malam
Sukar kencing (menetes)
Perasan sakit atau terbakar pada saat berkemih
Nyeri perut dan pinggang
Ada darah dalam urin
Urin yang baunya abnormal
2. ISK bagian atas (dg komplikasi), karena infeksi & kerusakan
saluran kemih shg terjadi kerusakan ginjal. Gejalanya : demam
(kadang menggigil) dan sakit pinggang di lokasi ginjal.

Faktor-faktor resiko timbulnya ISK


Jarang berkemih
Gangguan pengosongan kandung kemih, misal
karena ada batu ginjal.
Hygiene pribadi kurang baik (misal penggunaan
pembalut pada wanita) bisa menyebabkan kolonisasi
kuman uropatogen disekitar uretra
Penggunaan kateter, hubungan seksual, dan karena
adanya suatu infeksi lokal misal vaginitis
Diabetes, pada diabetes akan meningkatkan daya
lekat bakteri pada epitel saluran kemih.

Pencegahan ISK
Minum air lebih banyak
Berkemih lebih sering
Adakalanya infeksi menahun dan menjadi kronis maka
perlu kur antibiotika selama 3-6 bulan dg dosis
separuhnya, digunakan obat obat yang tak
menimbulkan resistensi misalnya nitrofurantoin
50-100mg atau kotrimoksazol 1 tablet 480 mg.
Obat-obat ini sebaiknya diminum malam hari karena
kuman-kuman ini lebih mudah memperbanyak diri
pada saat kandung kemih penuh.

Pengobatan ISK
ISK bagian bawah
pengobatan dianjurkan selama 7-10 hari
Amoksisilin (3 x 250-500mg)
Trimetoprim (2 x 200mg)
Nitrofurantoin (3 x 50-100mg)
Dari kelompok quinolon digunakan asam nalidiksat dan
pipemidinat atau suatu fluorquinolon (siprofloksasin,
norfloksasin)
ISK bagian atas
pengobatan dianjurkan sampai sekitar 3 minggu
Kotrimoksasol
Amoksisilin + asam klavulanat
Fluorquinolon (siprofloksasin dan norfloksasin)

ANTIBIOTIKA GOLONGAN SULFONAMIDA


Merupakan zat antibakteri dengan rumus molekul
H2N-C6H4-SO2NHR, dan kelompok obat pertama
yang digunakan sebagai antibakteri.
Kadar dalam urin 10x kadar dalam plasma sehingga
layak untuk pengobatan ISK.
Beraktivitas sbg bakteriostatik & berspektrum luas.
Mekanisme kerja : menghambat pembentukan
(dihidro)folat kuman dg cara antagonisme saingan dg
PABA (p-aminobenzoic acid = H2N-C6H4-COOH).

kombinasi sulfonamida
Trisulfa, merupakan kombinasi dari 3 sulfonamida yaitu
sulfadiazin, sulfamerazin dan sulfamezatin dengan
perbandingan yang sama.
Kotrimoksazol, adalah kombinasi sulfametoksazol dan
trimetoprim dg perbandingan 5:1 (400+80 mg) berkhasiat
sebagai bakterisid terhadap sebagian besar bakteri gram positif
dan gram negatif, kombinasi ini memperkuat khasiatnya
(potensiasi) dan menurunkan resiko resistensi.
Kombinasi sulfa lain dan trimetoprim dengan sifat dan
penggunaan mirip kotrimoksazol adalah :
Supristol (sulfamoxol 200 mg + trimetoprim 40 mg)
Kelfiprim (sulfalen 200 mg + trimetoprim 250 mg)
Lidatrim (sulfametrol 400 mg + trimetoprim 80 mg)

Penggunaan sulfonamida
Infeksi saluran kemih : sulfametizol, sulfafurazol dan
kotrimoksazol.
Infeksi mata
: sulfasetamida, sulfadikramida,
sulfametizol, digunakan topikal pd mata
Radang usus
: sulfasalazin (kombinasi sulfapiridin &
aminosalisilat)
Malaria tropika
: fansidar (kombinasi sulfadoksin dan
pirimetamin)
Meningitis
: sulfadiazin (daya penetrasi ke CCS
kuat), tetapi karena timbul resistensi maka obat ini sering
diganti dengan ampisilin atau rimfampisin.
tifus, infeksi saluran pernafasan atas, radang paru-paru, &
gonorhoe
: kotrimoksazol, sama efektifnya dg
ampisilin.

Efek samping sulfonamida


kerusakan parah pada sel-sel darah (agranulositosis
& anemia hemolitis), oleh karena itu bila sulfonamida
diberikan lebih dari 2 minggu perlu dilakukan
monitaring darah.
reaksi alergi (urticaria), fotosensitasi shg selama terapi
sebaiknya pasien jangan terlalu banyak terkena sinar
matahari.
Gangguan saluran cerna
Kristaluria di dalam tubuli ginjal, sering terjadi pada
sulfa yang sukar larut dalam air seni yang asam (mis :
sulfadiazin & turunannya) resiko ini dapat dikurangi
dengan penggunaan trisulfa atau pemberian zat alkali
(natrium bikarbonat) atau banyak minum air.

Penggunaan sulfonamida pada kehamilan &


laktasi :
Harus dihindari penggunaan pada bulan terakhir
kehamilan karena resiko timbulnya icterusinti pada
neonatus (akibat pembebasan bilirubin dari ikatan
protein plasma)
Penggunaan pada awal kehamilan belum cukup
data
sulfonamida masuk ke dalam ASI shg mungkin
menyebabkan icterus, hiperbilirubinemia, & alergi
pd bayi yg diberi ASI dari ibu yg minum
sulfonamida.
Kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada usia di
bawah 6 bulan dan pada penderita gangguan fungsi
hati dan ginjal.

ANTIBIOTIKA GOLONGAN QUINOLON

Digolongankan menjadi 2 serta derivat long-actingnya yaitu :


1. Zat generasi pertama (asam nalidiksinat dan
pipemidinat).
2. Zat generasi kedua, (senyawa fluorquinolon :
norfloksasin, pefloksasin, siprofloksasin, ofloksasin,
lomefloksasin, dan fleroksasin), lebih luas spektrumnya,
kadar dalam darah lebih tinggi, t-nya lebih panjang.
Digunakan juga untuk infeksi sistemis yang lain.
3. Zat-zat long acting (sparfloksasin, trovafloksasin,
grepafloksasin) spektrumnya sangat lebar dan meliputi
lebih banyak gram positif.
Aktivitasnya sbg bakterisid pada fase pertumbuhan kuman.
Mekanisme kerja : menghambat kerja enzim DNA-gyrase
bakteri (hanya dimiliki bakteri), shg sintesis DNA bakteri tidak
terjadi.

Penggunaan gol. Quinolon


Asam nalidiksinat dan pipemidat (generasi I) hanya
digunakan pada ISK bawah tanpa komplikasi.
Gol. Fluorquinolon digunakan untuk ISK atas
berkomplikasi oleh kuman-kuman multi resisten
misalnya jaringan ginjal, juga untuk infeksi saluran
nafas serius, prostalitis kronis, infeksi kulit dan
jaringan lunak oleh kuman-kuman gram negatif.
Untuk menghambat meluasnya reisistensi,maka obat
gol. fluorquinolon disarankan digunakan sebagai
terapi cadangan untuk pengobatan terhadap kumankuman yang resisten terhadap obat-obat standar.
Sebagai pilihan pertama untuk ISK tanpa komplikasi
sebaiknya digunakan trimetoprim, nitrofurantoin,
sulfametizol.

Efek samping gol. quinolon


gangguan lambung-usus, reaksi alergi, efek neurologi,
efek psikis hebat.
Penggunaan pada kehamilan dan laktasi belum cukup
data. Ada indikasi kelainan tulang rawan dan
persendian pada binatang percobaan, sehingga tidak
dianjurkan penggunaan pada wanita hamil dan
selama laktasi karena senyawa ini dapat masuk ke
dalam air susu ibu (nalidiksinat & siprofloksasin).
Senyawa gol. quinolon tidak boleh diberikan pada
anak di bawah 16 th karena menimbulkan
penyimpangan tulang rawan terutama asam
nalidiksinat (jarang siprofloksasin dan ofloksasin).

IMPLIKASI KEPERAWATAN
I.

II.

Pengkajian
1.
Mengkaji pasien bila ada tanda & gejala infeksi sebelum,
selama, & setelah terapi dg antibiotika.
2.
Pastikan bila sebelumnya ada riwayat hipersensitivitas
terhadap penisilin / sefalosporin.
3.
Ambil spesimen untuk kultur & sensitifitas tes sebelum
terapi dimulai. Dosis pertama dapat diberikan sebelum
hasil tes diperoleh.
Implementasi
sebaiknya antibiotik diberikan dalam waktu 24 jam untuk
mempertahankan kadar terapetik obat dalam serum & untuk
mencegah kambuhnya penyakit, dilanjutkan 2-3 hari setelah
gejala menghilang.

IMPLIKASI KEPERAWATAN

III.
1.
2.

3.

4.

IV.

KIE (komunikasi, informasi & edukasi) pada pasien & keluarganya.


Pasien diharuskan minum antibiotik dalam 24 jam meskipun gejala
yg dirasakan sudah membaik.
Pasien dianjurkan lapor ke dokter bila ada tanda / gejala supra
infeksi (stomatitis; radang saluran nafas, usus, saluran kencing;
infeksi kulit & kandidiasis, bahkan diare) dan alergi.
Bila pasien mengalami diare (feses mengandung pus, darah &
lendir), serta demam, segera hubungi dokter. Sarankan pada pasien
untuk tidak mengobati diare tsb tanpa konsultasi dg dokter.
Pasien disarankan menghubungi dokter bila gejala yg dialami tidak
membaik.
Evaluasi
keberhasilan terapi menggunakan kemoterapetik (antibiotika)
ditunjukkan dg :
Hilangnya tanda & gejala infeksi.
Lamanya waktu untuk pemulihan tergantung pada organisme
penyebab & tempat infeksi serta kepatuhan pasien pd regimen dosis.

Jamur (fungi) adalah tumbuhan yang tak berklorofil, sehingga


tak mampu fotosintesis untuk hidup. Jamur hidup sbg parasit
pada organisme hidup lain atau saprofit pada organisme mati.
Penyebarluasan infeksi jamur :
penggunaan antibiotika spektrum luas yang mengganggu
keseimbangan flora normal.
penggunaan kortikosteroid dpt menurunkan kekebalan
tubuh.
pemakain hormon kelamin misalnya pil anti hamil akan
menstimulasi infeksi jamur.
faktor hygiene (pribadi & lingkungan) yg kurang baik.
bertambahnya kontak internasional di bidang pariwisata dan
perdagangan.
Cara penularan infeksi jamur : Spora dan serpihan kulit
penderita infeksi jamur merupakan sumber utama penularan.

Tindakan umum untuk menghindari infeksi jamur : menjaga


kebersihan pribadi sebaik-baiknya terutama ketika berada pada
tempat yang potensial sbg sumber infeksi (kolam renang,
kamar ganti pakaian, ruang olah raga & fasilitas umum lainnya).
Diagnosa (spesifik) dg tes KOH : pd serpihan kulit, kuku,
rambut diberi beberapa tetes larutan KOH 10-20%, diamati di
bawah mikroskop ada/tidaknya jamur (hyphen & spora), untuk
menentukan jenis jamur dilakukan pembiakan.

Infeksi jamur pada manusia dibagi 2 yaitu :


1. Mycose umum (sistemis), jamur atau ragi tersebar di
seluruh tubuh atau menyebabkan infeksi dalam organ tubuh
yg kadang dapat membahayakan jiwa. Contoh :
actinomycose, aspergillose dan candidiasis (infeksi candida
pada saluran cerna dan alat pernafasan).
2. Mycose permukaan (tinea), infeksi terbatas pada kulit,
rambut, kuku, & mukosa. Infeksi ini mencakup
dermatomycose, candidiasis vaginal, mulut dan alat cerna.

Contoh dermatomikosis
dan cara pengobatannya
1. Kuku kapur / onychomycose
Ciri : kuku menebal, mengeras dan mudah patah,
berwarna keputih-putihan adakalanya tidak lurus.
Sering menular dari kuku ke kuku.
Bila seluruh kuku sudah terinfeksi harus dicabut
disusul pengobatan dengan terbinafin oral 1dd 250
mg terapi minimal 6-12 bulan.

2. Kutu air / tinea pedis


Kutu air disebabkan oleh jenis trichophyton &
merupakan dermatofit yang paling banyak timbul.
Gejala : gatal diantara jari kaki, kemudian terbetuk
gelembung dan pecah mengeluarkan cairan. Kulit
menjadi lunak dan terkelupas sehingga
memungkinkan infeksi sekunder.
Pengobatan dengan krem mikonazol atau salep
whitfield (as. Benzoat 5%, as.salisilat 5% dalam
lanolin-vaselin), untuk kasus yang sulit dapat
digunakan griseofulvin atau ketokenazol peroral.

3. Panu (pityriasis versicolor)


Infeksi jenis ini banyak terjadi di daerah tropis, infeksi
berupa bercak putih dan kecoklatan merah pada
tengkuk, dada, punggung dan lengan. Terutama
hipopigmentasi di muka merupakan suatu masalah
kosmetik.
Penyebabnya adalah malassezia furfur
Pengobatan : dioles dengan larutan salisilat 5-10%
dalam spiritus dilutus, atau krem mikonazol /
ketokonazol selama 2-3 minggu.

4. Ketombe (dandruff, pityriasis capitis)


Ciri : terlepasnya serpihan kulit kepala berlebihan
disertai gatal-gatal.
Penyebabnya adalah pityrosporum ovale, penghuni
normal kulit kepala yang meningkat jumlahnya.
Pengobatan : dg shampo yang mengandung selenium
sulfida 2,5 %, seng-pirithion 2%, dan piroctone
olamine. Pada kasus hebat dianjurkan menggunakan
gel ketokenazol 2%.

5.

candidiasis

Penyebab : candida albicans, flora normal selaput lendir pada


saluran pernafasan, pencernaan, dan vagina.
Macam-macam candidiasis :
1. Candidiasis mulut (sariawan)
Merupakan infeksi di mulut, dg gejala : luka perih dan bercakbercak putih pada mukosa mulut & lidah yang dapat menjalar
ke tenggorokan & oesophagus; kadang ada radang di sudut
mulut (cheilitis).
Sering terjadi karena penggunaan antibiotika spektrum luas,
kortikostreroid dan sitostatika, pada pasien AIDS.
Pengobatan : flukonazol oral, pilihan kedua adalah itrakonazol
dan ketokonazol oral dan pilihan ketiga adalah penggunaan
lokal (suspensi nystatin, tablet hisap amfoterisin).

2. Candidiasis usus

Gejalanya adalah diare, nyeri perut, obstipasi, dan


terbentuknya banyak gas.
Penyebabnya adalah pemakaian antibiotik spectrum
luas, kortikosteroid, juga penderita diabetes.
Pengobatan dengan nistatin oral 3 dd 0,5 -1 MU
(= one million unit).

3. Candidiasis vagina (vaginitis)

Infeksi pada alat kelamin wanita dg gejala : iritasi,


keputihan, gatal-gatal dan rasa terbakar.
Penyebab : candida albicans, kehamilan, hygine yg
kurang, pil antihamil.
Pengobatan dengan mikonazol, klotrimazol dan
ketokonazol dalam bentuk ovula, insert (suppo.
Vaginal) selama 2-6 malam hari. Sama efektifnya
dengan penggunaan oral dari ketokonazol,
itrakonazol, flukonazol sebagai single dose atau
terbagi 2 dosis dengan interval 8 jam.

Lanj
Pasangan pasien juga harus diobati karena
kemungkinan juga terinfeksi oleh jamur yang sama.
Pada kandidiasis yang terus kambuh, terapi dapat
dilakukan secara intermiten untuk rentang waktu
panjang (lokal atau oral). Misal : 6 malam ovula,
istirahat 2 minggu, dst, selama 3-6 bulan.
Vaginitis yg lain disebabkan oleh protozoa
trichomonas vaginalis (gejala mirip candidiasis), terapi
menggunakan metronidazol 2 g single dose selama 6
hari (tidak boleh diberikan pada kehamilan dan
laktasi).

4. Candidiasis kulit

Timbul pada tubuh yg lembab dan hangat, misalnya


ketiak dan lipatan paha. Kebanyakan infeksi
menghinggapi orang gemuk dan penderita diabetes.

Gejala : kulit memerah dan mengeluarkan cairan.

Pengobatan dengan krem mikonazol / ketokonazol.

5. Candidiasis sistemik

Ciri : rasa penat dan lemah, keletihan kronis dan disertai


perasaan ngantuk, lemah ingatan, nyeri otot dan persendian.
Pada sindroma ini candida menjadi parasit dan ganas.
Setelah menembus mukosa usus, candida melalui sirkulasi
darah menyebar ke seluruh organ dan jaringan ikat.
Diagnosa tidak lagi dg tes KOH, tapi secara mikroskopis dg
pewarnaan preparat darah.
Pengobatan secara sistemis dengan ketokonazol atau
itrakonazol ditunjang dengan diet ketat untuk menghambat
perbanyakan jamur terutama gula dan produk yg
mengandung ragi (roti, tempe, kue, oncom), buah-buahan
manis, alkohol, susu dan daging babi.
Obat alternatif adalah penggunaan asam kaprilat dosis 2 dd
680 mg selama minimal 1 tahun.

KLASIFIKASI FUNGISTATIKA / ANTIMIKOTIKA

1. ANTIBIOTIKA
1.1. Griseofulvin
berkhasiat fungistatis (per oral), tidak aktif
terhadap candida & pityriasis versikolor, efektif
untuk infeksi kulit & kuku yang menahun,
penyembuhan lambat (2-3 bulan).
Tidak boleh diberikan pada pasien hamil
(berefek teratogen dan keguguran)
Dosis 4 dd 125 mg atau 500 mg single dose p.c

KLASIFIKASI FUNGISTATIKA / ANTIMIKOTIKA

1.2. Nistatin
Digunakan pd candidiasis mulut, vagina, usus.
Selain BSO oral, juga topikal (salep/krim) dg efek
lokal, tidak untuk parenteral karena toksik.
Efek samping : (oral) mual , muntah, dapat
diberikan pada ibu hamil
Dosis oral 3 dd 0,5-1MU; vaginal selama 14 hari 1
tablet 100.000 UI; salep/bedak tabur 100.000 UI/g,
2-3 dd.

KLASIFIKASI FUNGISTATIKA / ANTIMIKOTIKA

2. DERIVAT IMIDAZOL
2.1. Mikonazol
berkhasiat fungisid kuat dg spektrum luas, efektif
terhadap dermatofit biasa dan candida.
Terutama digunakan untuk infeksi kulit & kuku.
Dosis : infeksi kulit 1-2 dd salep 2% selama 3-5
minggu, krem vaginal 2% malam hari selama 2
minggu, infeksi kuku 1-2 dd tingtur 2%.
Efek samping : iritasi, alergi, dan rasa terbakar
dikulit.
Dapat digunakan untuk wanita hamil dg BSO krem
vaginal / tablet vaginal.

KLASIFIKASI FUNGISTATIKA / ANTIMIKOTIKA

2.1.a). Isokanazol
Merupakan isomer mikonazol terutama digunakan untuk
kandidiasis vaginal (keputihan)
Dosis tunggal 600 mg tablet vaginal malam hari, atau krim
vaginal 1%.
2.1.b). Ekonazol
Derivat mikonazol, terutama untuk infeksi candida
Dosis : 1 ovula selama 3 hari pada malam hari
Dapat digunakan untuk ibu hamil
2.2. Klotrimazol
Berkhasiat fungistatis dg spektrum sempit.
Untuk vaginitis Candida : tablet vaginal 200 mg selama 3
hari pd malam hari atau single dose 1 tablet vaginal 500 mg
malam hari.
Untuk infeksi kulit (panu) : krim / lotion 1% (jangan terkena
selaput lendir / mata).
Dapat digunakan untuk ibu hamil

KLASIFIKASI FUNGISTATIKA / ANTIMIKOTIKA

2.3. Ketokonazol
Fungistatik imidazol pertama yang digunakan peroral,
spektrumnya luas mirip mikonazol, digunakan untuk infeksi
jamur sistemis parah & kronis, secara lokal pd ketombe
hebat.
Efek samping : gangguan alat cerna, pusing, gatal-gatal.
Efek yang paling serius adalah hepatotoksik yang
mengakibatkan hepatitis, bila digunakan peroral lebih dari 2
minggu harus dipantau fungsi hati setiap 14 hari.
Penggunaan dosis > 600 mg per hari pada pria
menyebabkan terganggunya produksi sperma dan
impotensi.
Dosis: oral 1 dd 200 mg pada waktu makan sampai 7 hari
setelah gejala hilang.
Ibu hamil & laktasi tidak dianjurkan menggunakan
ketokonazol karena data teratogenik belum mencukupi.

KLASIFIKASI FUNGISTATIKA / ANTIMIKOTIKA

3. DERV. TRIAZOL (ITRAKONAZOL & FLUKONAZOL)


Penggunaan pd ibu hamil tidak dianjurkan karena
penelitian pd hewan ternyata merugikan janin.
4. ASAM ORGANIK
Asam salisilat berkhasiat fungisid terhadap berbagai
fungi pada konsentrasi 3-6 % dalam salep, juga
bekerja keratolitik pada konsentrasi 5-10%, seringkali
dikombinasi dengan asam benzoat (fungistatis) dan
sulfur (bakteriostatik)
Biasanya digunakan untuk obat luar pada infeksi
jamur yang ringan.

IMPLIKASI KEPERAWATAN
1.

PENGKAJIAN
a. Mengkaji kondisi pasien untuk adanya tanda / gejala infeksi pd kulit &
membran mukosa yg terkena sebelum & selama terapi secara
periodik.
b. Bila perlu dilakukan pengambilan spesimen untuk kultur sebelum
terapi dimulai. Terapi dapat dimulai sebelum hasil diperoleh.
c. Pertimbangan tes laboratorium : jika ES antimikotika mengarah ke
hepatotoksik (menaikkan konsentrasi SGOT & SGPT). Sebaiknya
fungsi hati harus dipantau sebelum & secara periodik selama terapi.

2.

IMPLEMENTASI
a. Secara umum : karena antimikotika tersedia dalam berbagai BSO
maka untuk petunjuk pemakaian dilihat pd masing-masing obat.
b. Topikal : konsultasi dg dokter / apoteker tentang cara pembersihan
area infeksi sebelum obat dioleskan. Gunakan sarung tangan sebelum
mengoleskan obat.

IMPLIKASI KEPERAWATAN

3.

KIE pasien / keluarga


a. Jelaskan kepada pasien / keluarga cara penggunaan obat fungistatika
dg benar.
b. Pasien disarankan melapor ke dokter bila setelah menggunakan obat
terjadi iritasi kulit, gejala infeksi tidak membaik dalam 2-4 minggu, atau
mengalami keluhan yg tidak semestinya (mis : nyeri perut, demam,
diare berat, atau gejala hepatitis, yaitu : kelelahan, anoreksia, mual,
muntah, urin berwarna gelap, feses pucat, ikterik).

4.

EVALUASI
keberhasilan terapi fungistatika ditandai dg :
a. Hilangnya tanda & gejala infeksi (indikasi klinis & laboratorium adanya
infeksi jamur).
b. Lama pengobatan untuk candidiasis minimal 1-2 minggu, untuk
mikosis sistemik lainnya 6 bulan. Infeksi tinea memerlukan lama terapi
2 4 minggu.

TBC (tuberkulosis) : penyakit menular yg sering terjadi


di paru-paru, disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis (bakteri tahan asam = BTA).
Gejala TBC : batuk kronis, demam, berkeringat malam
hari, keluhan pernafasan, perasaan letih, malaise,
hilang nafsu makan, BB turun, nyeri di dada. Dahak
penderita berupa lendir & mengandung darah.
Penyakit TBC tersebar di seluruh dunia, prevalensi
terbesar di negasa Asia & Afrika. Indonesia
menduduki peringkat ke-3 dunia setelah Cina & India.
Penularan TBC : ditularkan dari orang ke orang
melalui saluran pernafasan dg menghisap / menelan
tetes-tetes ludah / dahak yg mengandung basil &
dibatukkan oleh penderita; atau ada kontak langsung
antara tetes ludah / dahak dg lukia di kulit.

PENCEGAHAN PENULARAN TBC


1.

penderita TBC jika batuk / bersin hendaknya menutup mulut-hidung dg


kertas tissue / saputangan, kemudian didesinfeksi dg lysol / dibakar.

2.

bila penderita berbicara, jangan terlampau dekat

3.

ventilasi ruangan yg baik

4.

Reaksi mantoux (reaksi tuberkulin), untuk menentukan belum / sudahnya


seseorang terinfeksi TBC. Cara : injeksi tuberkulin intradermal.
Reaksi positif : tampak kemerahan setempat (terdapat antibodi basil TBC
dalam darah), berarti yg bersangkutan pernah mengalami infeksi primer /
telah mendapat vaksinasi BCG.
Reaksi negatif : orang bersangkutan belum pernah mengalami infeksi
primer, lebih mudah diserang TBC daripada orang dg reaksi positif,
dianjurkan vaksinasi BCG.

5.

dg lawan bicara.

Vaksinasi BCG, vaksin BCG mengandung basil TBC sapi yg sudah


dihilangkan keganasannya; memberikan kekebalan terhadap infeksi
primer selama 3 6 tahun. Dosis : dewasa & anak 0,1 ml intradermal;
bayi 0,05 ml intradermal.

PENGOBATAN TBC
Pengobatan TBC terdiri dari 2 fase, yaitu :
1. Fase intensif
- kombinasi isoniazida (INH) dg rifampisin &
pirazinamida, selama 2 bulan.
- pencegahan resistensi ditambahkan etambutol
(lebih disukai karena dapat digunakan peroral &
tidak ototoksik), atau streptomisin.
2. Fase pemeliharaan
- kombinasi INH bersama rifampisin, selama 4
bulan, shg lama pengobatan seluruhnya 6
bulan. Sudah terbukti kur singkat tersebut sama
efektifnya dg kur lama yaitu 2 + 7 bulan.

Keuntungan terapi kombinasi (yg tsb di atas) :


1. berefek potensiasi
2. menghindari terjadinya resistensi
3. praktis, karena dapat diberikan serentak
dalam dosis tunggal 1 dd, dg efek samping
ringan.
Kesetiaan/kepatuhan pasien minum obat, merupakan
faktor penting keberhasilan terapi. Kegagalan terapi
TBC biasanya karena pasien kurang/tidak patuh
minum obat yg secara terus-menerus selama 6 bulan,
& mengakibatkan basil TBC resisten terhadap
tuberkulostatika.
Untuk meningkatkan kesetiaan pasien minum obat
klinik khusus dg supervisi langsung & pemberian
intensif program DOTS (directly observed therapy
short course), di Indonesia sejak 1995.

KLASIFIKASI TUBERKULOSTATIKA

1. Obat primer
Obat yg paling efektif & paling rendah
toksisitasnya, tapi cepat resisten bila
digunakan sbg obat tunggal, maka untuk
terapi TBC digunakan kombinasi 3 4 obat.
Kombinasi yg sering digunakan : INH,
rifampisin, & pirazinamid.

Obat primer terdiri dari :


1.a. ISONIAZID (INH)
- sbg tuberkulostatik terkuat, bersifat bakterisid pd
fase tumbuh.
- cara kerja : menghambat sintesis dinding sel
mikobacterium & mengganggu metabolismenya.
- berdifusi dg baik ke dalam jaringan & cairan tubuh,
bahkan menembus jaringan yg sudah mengeras,
shg penting juga untuk pengobatan tuberculous
meningitis.
- dosis : dewasa (oral/i.m.) 1 dd 300-400 mg; anak
(oral/i.m.) 1 dd 10 mg/kg/hari (tidak boleh lebih
dari 300 mg), sbg single dose atau kombinasi dg
rifampisin, pagi hari, a.c. atau p.c. bila ada
gangguan lambung.

Lanj. INH
efek samping : radang saraf / polineuritis /
neuropati perifer (gejala : kejang &
gangguan penglihatan, letih, lemah),
disebabkan persaingan dg piridoksin endogen.
Dicegah dg pemberian vitamin B6 (piridoksin)
10-20 mg
sehari bersama vitamin B1
(aneurin) 100 mg. Efek samping lain adalah
kerusakan hati (hepatitis & ikterus), secara
periodik dipantau gejala hepatitis.

1.b. RIFAMPISIN
Berkhasiat bakterisid pd fase istirahat, shg penting
untuk membasmi basil & mencegah kambuhnya TBC.
Cara kerja : menghambat sintesis RNA dg
menghambat transkripsi RNA pada mikroorganisme
yg peka.
Penggunaan rifampisin untuk TBC bermanfaat karena
lama terapi dapat dipersingkat dari 2 tahun menjadi
6 12 bulan.
Distribusi rifampisin ke jaringan, cairan tubuh, & CCS
sangat baik. Hal ini terlihat dari warna jingga/merah pd
air seni, tinja, ludah, keringat, & air mata.
Dosis untuk TBC : oral 1 dd 450 600 mg (dewasa &
remaja), pagi hari, a.c., dikombinasi dg INH, untuk 2
bulan pertama ditambah dg pirazinamid setiap hari.
Dosis anak : 7,5 15 mg/kg BB.

Lanj. Rifampisin
Efek samping : sakit kuning (ikterus), nyeri ulu hati &
abdomen, mual, muntah, flatulen, diare terutama bila
dikombinasi dg INH, dan perubahan warna menjadi
merah / jingga pada cairan tubuh.
Kehamilan : rifampisin dapat diberikan pd ibu hamil,
penggunaanya pd akhir kehamilan menimbulkan
perdarahan postnatal ibu & bayi, dicegah dg
pemberian vitamin K . Rifampisin masuk ASI, namun
ibu diperbolehkan menyusui.

3. PIRAZINAMIDA
Spektrum sempit, hanya M. tuberculosis. Aktivitasnya
tergantung pH & kadarnya dalam darah, jk pH asam
maka bekerja sbg bakterisid.
Efeknya diperkuat oleh INH, khusus digunakan pd
fase intensif.
Efek samping : kerusakan hati (ikterus), hentikan
pengobatan bila ada tanda kerusakan hati.
Pirazinamid menghambat pengeluaran asam urat shg
kadarnya dalam darah meningkat dan menimbulkan
gout.
Resistensi cepat terjadi jk digunakan sbg monoterapi.
Sebaiknya dikombinasi dg INH &/ rifampisin.
Dosis : oral 1 dd 15 - 30 mg/kg BB selama 2 4
bulan, maksimal 2 gram sehari.

4. STREPTOMISIN (lihat antibiotik gol. Aminoglikosida).


5. ETAMBUTOL
Kerja bakteriostatiknya sama kuat dg INH, tetapi pd dosis terapi
kurang efektif dibanding obat primer lainnya.
Efek samping : radang saraf mata yg mengakibatkan gangguan
penglihatan (ketajaman penglihatan kurang, buta warna
terhadap warna merah-hijau), reversibel bila terapi segera
dihentikan, jika diteruskan terjadi kebutaan. Jangan diberikan
pd anak kecil, karena gangguan penglihatan sulit dideteksi.
Dianjurkan periksa mata secara periodik. Etambutol
meningkatkan kadar asam urat plasma akibat ekskresinya di
ginjal menurun.
Etambutol dapat diberikan pd ibu hamil & etambutol masuk
ASI.
Dosis : oral (sekaligus) 20-25 mg/kg BB/hari, selalu dikombinasi
dg INH. Infus i.v. 1 dd 15 mg/kg dalam 2 jam.

2. Obat sekunder
Terdiri dari : klofazimin, fluorkinolon, sikloserin,
rifabutin, & asam p-aminosalisilat (PAS).
Obat tsb memiliki efek yg lebih lemah & biasanya
digunakan bila terdapat resistensi / intoleransi
terhadap obat primer.
Kehamilan & laktasi : ibu hamil penderita TBC aktif
boleh diobati dg INH, rifampisin, & pirazinamid.
Etambutol untuk keadaan tertentu.
Streptomisin dilarang karena ototoksik pd janin. Obat
TBC sekunder belum memiliki data yg cukup untuk ibu
hamil & laktasi. Kebanyakan obat TBC masuk ASI,
namun bayi dapat disusui.

REGIMEN PENGOBATAN TBC


Regimen pengobatan TBC mempunyai kode standar yg
menunjukkan tahap dan lama pengobatan, jenis obat anti TBC
(OAT), cara pemberian (harian / selang), dan kombinasi OAT
dg dosis tetap.
Kode huruf tsb adalah akronim dari nama obat yg dipakai :
H =
INH / Isoniazid
R =
Rifampisin
Z =
Pirazinamid
E =
Etambutol
S =
Streptomisin
Kode angka di depan huruf lama pengobatan.
Kode angka di belakang huruf frekuensi pemakaian obat.
Con : 2HRZE digunakan selama 2 bulan, setiap hari satu
kombinasi HRZE.
Con : 4H3R3 masing-masing H & R dipakai 3x seminggu,
selama 4 bulan.

KOMBINASI OBAT ANTI TBC (OAT)


YG DIGUNAKAN DI INDONESIA
I.
1.

KATEGORI I
Fase Intesif
2HRZE diberikan selama 2 bulan, HRZE @ diberikan setiap hari.

2.

Fase Penyembuhan
4H3R3 diberikan selama 4 bulan, HR @ diberikan 3x seminggu.

Khusus untuk :

Pasien baru TB paru BTA positif.

Pasien baru TB paru BTA negatif, rontgen positif yg sakit berat


(gambaran foto rontgen thorax menunjukkan kerusakan paru yg luas &/
keadaan umum pasien buruk).

Pasien TB ekstra paru berat (TB meningitis, millier, TB perikarditis, TB


peritonitis, TB pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kencing & kelamin).

II.
1.

KATEGORI II
Fase Intensif
2HRZES / HRZE diberikan selama 3 bulan, terdiri dari
2 bulan dg HRZES setiap hari kemudian dilanjutkan 1 bulan
dg HRZE setiap hari.

2.

Fase Lanjutan
5H3R3E3 selama lima bulan dg HRE diberikan
masing-masing 3x seminggu.

Khusus untuk pasien TB paru BTA positif yg sebelumnya pernah


diobati, yaitu :

Pasien kambuh (relaps).

Pasien gagal (failure).

Pasien dg pengobatan setelah lalai (after default).

III. KATEGORI III

Fase Intensif
2 HRZ diberikan selama 2 bulan, setiap hari @ HRZ.
2.

Fase Lanjutan
4H3R3 diberikan selama 4 bulan, HR diberikan @ 3x
seminggu.

Khusus untuk :

Pasien baru BTA negatif & rontgen positif yg sakit ringan.

Pasien TB ekstra paru ringan (TB kelenjar limfe, TB pleuritis


eksudativa unilateral, TB tulang (kecuali tulang belakang),
sendi & kelenjar adrenal).

OAT SISIPAN (HRZE)


jika pada akhir fase intensif terapi pasien baru BTA positif dg
kategori I atau pasien BTA positif pengobatan ulang kategori II,
hasil pemeriksaan dahak masih menunjukkan BTA positif,
maka diberikan obat sisipan (HRZE), setiap hari selama satu
bulan.
KOMBINASI OAT
sediaan bentuk paket kombipak, bertujuan untuk
memudahkan pemberian obat & menjamin kontinuitas
pengobatan sampai selesai.
Satu paket kombipak untuk satu pasien dalam satu masa
pengobatan, gratis, disediakan oleh institusi pengobatan
pemerintah.

PENGOBATAN TBC PADA ANAK


Pemberian obat anti TBC pada anak, baik pada fase intensif maupun
lanjutan / penyembuhan harus setiap hari !
Dosis obat harus sesuai berat badan masing-masing anak.
Kombinasinya / paduannya :
2HRZ / 4HR pengobatan selama 2 bulan, HRZ diberikan setiap hari
(fase intensif), dilanjutkan fase lanjutan / penyembuhan selama 4 bulan, HR
diberikan setiap hari.
Dosis obat anti TBC untuk anak.
Berat badan < 10 kg

Berat badan 10 20 kg

Berat badan 20 33 kg

INH

50 mg

100 mg

200 mg

Rifampisin

75 mg

150 mg

300 mg

Pirazinamid

150 mg

300 mg

600 mg

Nama obat

IMPLIKASI KEPERAWATAN
I.
1.

2.
3.

4.

PENGKAJIAN
Melakukan pemeriksaan mikobakterium & tes kepekaan sebelum &
secara berkala selama terapi untuk mengantisipasi adanya
resistensi.
Mengkaji fungsi paru & karakter serta jumlah sputum secara periodik
selama terapi.
Tes laboratorium (terutama pasien 50 tahun ke atas), untuk
mengevaluasi fungsi hati (sebelum & selama terapi, tiap bulan).

Jika ada kenaikan SGOT , SGPT & bilirubin serum menandakan


hepatitis karena obat (khususnya penggunaan INH, rifampisin,
pirazinamid, & etambutol).

Memantau peningkatan asam urat serum selama terapi, pada


penggunaan pirazinamid & etambutol artritis gout.
Memantau fungsi penglihatan selama terapi dg etmbutol, terutama
jika pasien mengalami penglihatan kabur, lapang pandang mengecil,
perubahan persepsi warna, gangguan penglihatan yg tidak terdeteksi
kebutaan permanen.

IMPLIKASI KEPERAWATAN

II.

IMPLIKASI

INH & Rifampisin, diberikan p.o., saat perut kosong (1 jam a.c. / 2
jam p.c.). Bila ada gangguan lambung, berikan bersama makanan
(d.c.) walaupun absorpsi INH turun akibat makanan. Atau berikan
antasida 1 jam p.c. sebelum obat diminum.

Etambutol, diminum p.o. d.c. atau ditambah susu untuk mengurangi


iritasi lambung.

III.

KIE PASIEN & KELUARGA


1.
Nasihati pasien untuk minum obat sesuai resep.
a.
Jangan melewatkan / menggandakan dosis yg terlupa.
b.
Segera minum dosis yg terlupa disaat ingat, kecuali jika waktunya
sudah berdekatan dg jadwal minum dosis berikutnya.
c.
Satu program terapi TBC perlu waktu berbulan-bulan shg pasien
harus melanjutkan terapi meskipun gejalanya sudah menghilang
& jangan menghentikan terapi tanpa instruksi dokter.

IMPLIKASI KEPERAWATAN

III.2.

pasien dianjurkan untuk segera lapor ke dokter bila :


Mengalami gejala hepatitis (mata & kulit kuning, mual, muntah,
anoreksia, urin gelap, malaise), terutama pd pemakaian INH,
rifampisin, & pirazinamid.
Mengalami gejala neuritis perifer (kejang, kesemutan, penurunan
penglihatan, letih, lemah). Atasi dg pemberian vit.B6 10 20 mg / hari
untuk mencegah neuropati perifer akibat penggunaan INH.

3.

Peringatkan pasien, selama terapi tidak boleh menggunakan alkohol


meningkatkan resiko hepatotoksik, terutama pd pemakaian INH,
rifampisin, & pirazinamid.

4.

Selama terapi dg INH, hindari konsumsi keju, ikan tuna, makanan yg


mengandung tiramin (alpukat, pisang, bir, minuman berkafein, coklat,
sosis fermentasi, hati, buah sangat matang, anggur merah, ikan
asap/asam, ragi, yoghurt) menyebabkan kemerahan / gatal pd kulit,
rasa panas, denyut jantung cepat / berdebar, berkeringat, menggigil,
keringat dingin, sakit kepala, kunang-kunang).

IMPLIKASI KEPERAWATAN

5.

6.

7.

IV.

Selama terapi dg rifampisin, saliva, aputum, keringat, air mata, urin &
feses berubah warna menjadi merah / jingga / merah-coklat. Bila
memakai lensa kontak sebaiknya dilepas karena berubah secara
permanen.
Selama terapi dg rifampisin, pasien wanita sebaiknya memakai
kontrasepsi non hormonal karena rifampisin mempercepat metabolisme
& mengurangi efektifitas kontrasepsi oral & estrogen.
Pasien harus memahami pentingnya pemeriksaan tindak lanjut yg
kontinu untuk memantau keberhasilan terapi & mengantisipasi ES.
EVALUASI
Keberhasilan terapi dicapai dg tanda-tanda :
1.
Hilangnya gejala klinis TBC.
2.
Kultur sputum negatif / jumlah BTA dalam sampel sputum berkurang.
3.
Membaiknya hasil rontgen toraks.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai