Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Program keluarga berencana merupakan salah satu usaha penanggulangan
masalah kependudukan. Keluarga berencana dirumuskan sebagai upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui batas usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera
(BKKBN, 2008).
Juliantoro dalam Zehan Farawati (2009) sejak awal tahun 1950, terutama
tahun 1960, sederetan Negara memasukkan program keluarga berencana kedalam
program pembangunan mereka, antara lain India (Pelita I,1951), Pakistan (1960),
Korea Selatan (1961), Indonesia (1968), Filiphina (1970), Thailand (1970).
Tujuan utama pembangunan ekonomi dan target akseptor secara ekspisit
dicantumkan dalam program.
Royston 2007 (dikutip dalam Zehan Ferawati perbandingan karakteristik
Akseptor Kontrasepsi IUD dan Non IUD di Puskesmas Jati Warna Kecamatan
Pondok Melati Bekasi, 2009 : 1) dari hasil World Fertility Surfey (2007) sekitar
300 juta pasangan yang mengatakan tidak ingin mempunyai anak lagi pada
praktiknya tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun. Suatu analisis dilakukan
terhadap semua kematian ibu di Bangkok pada tahun 2000-2010 memperkirakan
bahwa wanita dengan interval kelahiran sebelumnya kurang dari 2 tahun

mempunyai risiko dua setengah kali lebih besar untuk meninggal disbanding
dengan wanita yang mempunyai interval lebih lama.
Pada awal pelaksanaan program keluarga berencana, angka kesuburan total
atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia relative tinggi, yaitu sebesar 5,61
kelahiran per wanita. Kemudian tahun 1991 menurun menjadi 3,01, turun kembali
menjadi 2,87 pada tahun 1994, tahun 1997 turun menjadi 2,79,turun kembali
menjadi 2,6 pada tahun 2002 (SDKI, 2002). Berdasarkan survey terbaru tahun
2010, TFR turun menjadi 2,4. Dengan demikian, TFR di Indonesia tahun 2010
termasuk dalam tingkat kesuburan sedang (Profil Kesehatan Indonesia, 2010).
Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
Sugiri Syarif, diperkirakan pada tahun 2050 penduduk dunia akan mencapai 9,2
milyar dan penduduk Indonesia 280 juta. Hal tersebut akan terjadi jika TFR
masih berada kisaran 2,5-2,6. Namun bila target nasional tercapai, TFR dapat
diturunkan menjadi 2,1-2,0 pada tahun 2015, maka jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 2050 dapat turun menjadi 245 juta.
Hasil mini survey tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi peserta KB di
Indonesia sebesar 66,2%. Alat atau cara KB yang dominan dipakai adalah
suntikan (34%), dan pil (17%), implant atau susuk KB (4%), Medis Operatif
Wanita/ MOW (2,6%), Medis Operatif Pria/ MOP (0,39%) dan kondom (0,6%)
(Iswarati, 2008).
Rata-rata cakupan peserta KB aktif pada tahun 2010 adalah sebesar 75,4%.
Propinsi dengan persentase Kb aktif adalah Bengkulu (89,9%), Gorontalo
(85,6%), Bali (85,3%), sedangkan persentase KB aktif terendah adalah Papua

(48,4%), Maluku utara (58,2%) dan Kepulauan Riau (64%) Profil Kesehatan
Indonesia, 2010).
Pada tahun 2010 sebesar 76,5% peserta KB aktif masih banyak menggunakan
alat kontrasepsi jangka pendek terutama suntikan (47,19%) dan pil KB (26,81%).
Sebaiknya metode kontrasepsi jangka panjang hanya digunakan oleh 23,5%
peserta KB aktif terutamaMOP (Metode Operatif Pria) yang paling rendah
proporsi penggunaannya yaitu hanya sebesar 0,68% (Profil Kesehatan Indonesia,
2010).
Sedangkan diSulawesi Selatan pada tahun 2011, persentase peserta KB aktif
sebesar 63,57% dan tahun 2012 persentase KB aktif sebesar 65,72%. Berdasarkan
data profil kesehatan Propensi Sulawesi Selatan tahun 2012, persentase trtinggi
metode KB yang dipakai peserta KB aktif adalah Pil (43,03%), kemudian
Suntikan (39,51%), IUD (8,27%), Implant (7,32%), MOP / MOW (1,75%),
Kondom (0,12%). Sedangkan persentase penggunaan kontraspsi bagi peserta KB
baru yang terbanyak selama tahun tersebut masing-masing Suntikan (48,69%), Pil
(40,90%), Implant (7,57%), IUD (1,68%), Kondom (0,73%), MOP /MOW
(0,43%) (Profil Kesehatan Sulawesi Selatan, 2009).
Tahun 2013 disebutkan bahwa PUS 6.413 pasangan, sedangkan akseptor KB
aktif seluruhnya 422 orang, yang menggunakan pil 196 orang (46,44%), suntikan
164 orang (38,86%), IUD 21 orang (4,97%), kondom 20 orang (4,73%),
implant21 orang (4,97%). Sedangkan tahun 2011 akseptor KB aktif berkurang
menjadi 245 orang, yang terbagi dalam akseptor yang menggunakan suntik 121

orang (49,38%), pil 107 orang (43,67%), IUD 8 orang (3,26%), implant 3 orang
(1,22%), kondom 6 orang (2,44%).
Sedangkan data yang didapatkan dari laporan bulanan Puskesmas Bajeng
Kabupaten Gowa pada bulan januari sampai dengan bulan maret 2014 akseptor
KB sebanyak 57 orang, yang terbagi dalam akseptor yang menggunakan IUD 14
orang (24,56%), suntik 13 orang (22,80%), pil 15 orang (26,31%), kondom 2
orang (3,50%),implant 13 orang (22,80%) (data bulanan Puskesmas Bajeng
Kabupaten Gowa April 2014). Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa di wilayah
kerja Puskesmas Bajeng Kabupaten Gowa metode kontrasepsi yang popular
digunakan beragam dari tahun ke tahun.
Berdasarkan gambaran di atas maka penulis ingin melakukan penelitian
gambaran megenai pemilihan jenis kontrasepsi pada akseptor KB di wilayah kerja
Puskesmas Bajeng Kabupaten Gowa.

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dirumuskan masalah sebagai berikut
: Bagaimanakah gambaran pemilihan jenis kontrasepsi pada akseptor KB di
wilayah kerja Puskesmas Bajeng Kabupaten Gowa.

C.

Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi pada
akseptor KB di Kelurahan Limbung wilayah kerja Puskesmas Bajeng
Kabupaten Gowa.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan terhadap pemilihan jenis
kontrasepsi di Kelurahan Limbung wilayah kerja Puskesmas Bajeng
Kabupaten Gowa.
b. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan terhadap pemilihan jenis
kontrasepsi di Kelurahan Limbung wilayah kerja puskesmas Bajeng
Kabupaten Gowa.
c. Diketahuinya hubungan tingkat status sosial ekonomi terhadap pemilihan
jenis kontrasepsi di Kelurahan Limbung wilayah kerja puskesmas Bajeng
Kabupaten Gowa.

D.

Manfaat Penelitian
Informasi tentang faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi
pada akseptor KB diharapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi Pemerintah
Sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan, baik
pemerintah maupun swasta dan sebai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan-kebijakan dalam usaha untuk mengatur kelahiran
dan pertumbuhan jumlah penduduk.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan serta dapat digunakan sebagai bahan pustaka atau bahan
perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Profesi keperawatan


Sebagai bahan masukan untuk pengembangan profesi keperawatan
dalam bidang kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan NKKBS
(Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera).
4. Bagi Penelitian
Sebagai sumber data atau informasi dan bahan acuan yang
diharapkan bermanfaat dan mendorong bagi pihak yang berkepentingan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai