Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Kelas
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
Famili
: Solanaceae
Genus
: Solanum
Spesies
: Leuh
Aceh
: Rampai
Sunda
: Leunca pahit
lambung, sistem saraf pusat dan sebagai agen antineoplastik dan memiliki peran
sitoprotektif melawan kerusakan sel ginjal. Rebusan air daunnya juga dapat
melancarkan buang air kecil, menyembuhkan sakit perut, batuk dan mampu pula
menurunkan tekanan darah tinggi serta bermanfaat mengurangi jumlah sel darah
putih dalam tubuh (Supriadi dkk., 2001).
Kandungan metabolit sekundernya seperti Solasodine mempunyai efek
menghilangkan sakit (analgetik), penurunan panas, antiradang, dan antishok.
Solamargine dan solasonine mempunyai efek antibakteri, sedangkan solanine sebagai
antimitosis. Senyawa - senyawa itu bisa mengatasi gangguan kanker, yakni kanker
payudara, leher rahim, lambung dan saluran pernapasan (Robinson, 1995).
2.2.Uraian kimia
2.2.1 Triterpenoid
Triterpenoid
dengan siklik 5 atau berupa 4 siklik, 6 yang mempunyai gugus fungsi pada siklik
tertentu. Sedangkan penamaan disederhanakan dengan memberikan penomoran pada
tiap atom karbon, sehingga memudahkan dalam penentuan substituen pada masingmasing karbon. Senyawa golongan triterpenoid menunjukkan aktivitas farmakologi
yang signifikan, seperti anti-viral, anti-bakteri, anti-inflamasi, sebagai inhibisi
terhadap sintesis kolesterol dan sebagai anti kanker (Nassar et al., 2010).
2.2.2 Steroid
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti
siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin
siklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu, dll.
Tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan
dalam jaringan tumbuhan .Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol terdapat pada
hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu: sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol
(Harborne, 1987).
Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokkan ini
didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa.
Kelompok-kelompok itu adalah sterol, asam-asam empedu, hormon seks, hormon
adrenekortikoid, aglikon kardiak dan sapogenin. Ditinjau dari segi struktur molekul,
perbedaan antara berbagai kelompok steroid ini ditentukan oleh jenis subsituen R1,
R2 dan R3 yang terikat pada kerangka dasar karbon. Sedangkan perbedaan anatara
senyawa yang satu dengan yang lain pada suatu kelompok tertentu ditentukan oleh
panjang rantai karbon R1, gugus fungsi yang terdapat pada substituen R1,R2, dan R3,
jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen dan ikatan rangkap dan konfigurasi dari
pusat-pusat asimetris pada kerangka dasar karbon tersebut (Harborne, 1987).
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:
1. Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol.
2. Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol dan
stigmasterol
3. Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi misalnya ergosterol
pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan analisis, untuk meneliti bahan alam yang
lazimnya berjumlah kecil dan campurannya rumit dan untuk memperoleh cuplikan
yang murni untuk mengkalibrasi kromatografi lapis tipis kuantitatif (Gritter, 1991).
Kromatografi merupakan metoda pilihan untuk pemisahan semua kandungan
yang larut dalam lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana dan klorofil. Satu
kekurangan kromatografi lapis tipis yang asli adalah kerja penyaputan plat kaca
dengan penyerap. Bila kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan kromatografi
kertas, kelebihan kromatografi lapis tipis adalah keserbagunaan, kecepatan dan
kepekaannya. Keserbagunaan kromatografi lapis tipis disebabkan oleh kenyataan
bahwa di samping selulosa, sejumlah penyerap yang berbeda-beda dapat disaputkan
pada plat kaca atau penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi
(Gritter,R.J.dan James., 1991).
Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika gel GF254
dengan ukuran 10 x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi ditotolkan sepanjang plat
pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi dengan
menggunakan eluen yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT analitik. Nodanoda pada permukaan plat diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366
nm,kemudian diamati pada masing-masing hasil nodanya Noda yang diduga
merupakan senyawa golongan triterpenoid dikerok kemudian dilarutkan dalam
pelarut heksana selanjutnya disentrifuge untuk mengendapkan silikanya.Masingmasing supernatan yang diperoleh diuapkan pelarutnya hingga habis menguap
sehingga diperoleh isolat pekat dari masing-masing noda (Sastrohamidjojo, 1985).
Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan di dalam pelarut yang
agak non polar untuk ditotolkan pada lapisan. Pada umumnya, dipakai larutan 0,11%. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai, tetapi yang terbaik yang bertitik
didih 500 dan 1000C. Pelarut yang demikian mudah ditangani dan mudah menguap
dari lapisan. Air hanya dipakai jika tidak ada pilihan lain.
Ada dua kekurangan utama KLT pada kaca objek. Pertama, lapisan nisbi tipis
dibandingkan dengan lapisan buatan sendiri yang ukurannya lebih besar. Kedua, jarak
untuk pengembangan kromatografi jauh lebih pendek. Jadi, kita harus menotolkan
7
cuplikan dengan luas totolan sekecil mungkin. Penotolan dapat dilakukan dengan
memakai kapiler halus yang dibuat dari pipa kaca demikian rupa sehingga besarnya
tidak jauh berbeda dengan peniti. Cuplikan berupa larutan, harus ditotolkan sekitar 810mm dari salah satu ujung kaca objek yang terlapisi sempurna. Beberapa kali
penotolan dapat dilakukan pada tempat yang sama asal saja lapisan kering dulu
sebelum penotolan berikutnya (Gritter, 1991).
Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat
menampung beberapa plat. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara
pengembangan berulang. Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa
berkontak dengan penyerap maka semakin besar kemungkinan penguraian
(Hostettman, 1995).
2.3.1
dengan penambahan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk
identifikasi digunakan harga Rf. Harga Rf didefenisikan sebagai berikut:
Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik penotolan
Jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik penotolan
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan
harga-harga standar.Perlu diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang diperoleh hanya
berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga Rf:
1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
4. Pelarut(dan derajat kemurniannya) fasa bergerak
5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang digunakan
6. Teknik percobaan
7. Jumlah cuplikan yang digunakan
8. Suhu
9. Kesetimbangan
8
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alu, beaker glass cawan
penguap, corong glass, erlenmeyer, gelas ukur, kertas saring, lumpang, penjepit
tabung, pipet tetes, pisau cutter, plastik dan karet, statif dan klem, sudip, tabung
reaksi.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah daun ubi racun (Manihot
esculenta C.), daun jambu biji (Psidium guajava L.), aquadest, larutan asam pikrat,
larutan FecL3.
3.3 Prosedur
3.3.1
sedikit air (air jangan berlebihan), dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Kertas saring
yang telah dibasahi dengan larutan asam pikrat diselipkan dengan bantuan gabus pada
mulut Erlenmeyer. Kemudian dibiarkan terkena sinar matahari (diletakkan dekat
jendela). Timbulnya warna merah pada kertas saring menunjukkan adanya glikosida
sianogenik.
3.3.2
3.4 Flowsheet
3.4.1
3.4.2
Filtrat
Residu
Diencerkan hingga tidak berwarna
Ditambahkan 1-2 tetes larutan FeCl3 10%
Warna Biru
(+) 3 gugus hidroksil
pada inti aromatis tanin
Warna Hijau
(+) 2 gugus hidroksil
pada inti aromatis tanin
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel Hasil Skrining Sianogenik Glikosida dan Tanin Pada Daun Ubi Racun
(Manihot esculenta C.) dan Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)
No.
1.
2.
Golongan
Senyawa Kimia
Sianogenik
Glikosida
Tanin
Pereaksi
Hasil
Kesimpulan
Natrium Pikrat
(Na2CO3)
Warna Merah
(+) Sianogenik
Glikosida
FeCl3 10%
Warna Birukehitaman
(+) Tanin
4.2 Pembahasan
Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui jenis metabolit sekunder apa
yang terkandung dalam sampel. Sampel yang digunakan pada percobaan kali ini
adalah daun ubi racun (Manihot esculenta C.) dan daun jambu biji (Psidium guajava
L.). Berdasarkan hasil skrining fitokimia, diketahui bahwa ekstrak daun ubi racun
mengandung senyawa sianogenik glikosida. Hal ini terlihat dari perubahan warna
merah pada kertas saring yang telah dibasahi dengan larutan asam pikrat yang
kemudian dibiarkan terkena sinar matahari (diletakkan dekat jendela).
Sedangkan skrining fitokimia pada ekstrak daun jambu biji (Psidium Guajava
L.), menunjukkan hasil positif mengandung senyawa tanin. Hal ini terlihat dari
perubahan warna yang terjadi pada saat penambahan larutan FeCl3 10% yaitu warna
biru-kehitaman. Pada penambahan larutan FeCl3 10% diperkirakan larutan ini
bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin. Pereaksi
FeCl3 dipergunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol termasuk tanin
(Robinson, 1995).
11
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Prinsip skrining fitokimia, yaitu jika timbul warna (sesuai dengan warna
masing-masing metabolit sekunder) setelah disemprot atau ditetesi pereaksi
menunjukkan adanya senyawa metabolit sekunder pada sampel tersebut.
Prinsip kromatografi lapis tipis, yaitu pemisahan senyawa metabolit sekunder
dimana sampel yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
atau pita (awal) pada plat KLT. Kemudian setelah plat KLT dimasukkan
kedalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok
(fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).
Selanjutnya, senyawa yang berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl,
1985).
b. Kandungan senyawa kimia dari daun ranti (Solanum nigrum L.) adalah
triterpenoid
c. Hasil kromatogram:
-
Pada kromatogram dengan fase gerak n-heksan-etil asetat (8:2) dan (6:4)
sebelum visualisasi tidak terdapat bercak atau noda
Pada kromatogram dengan fase gerak n-heksan-etil asetat (8:2) dan (6:4),
hasil UV pada masing-masing fase gerak terdapat bercak atau noda
dengan 1 harga Rf yang berwarna ungu
12
5.2 Saran
1. Sebaiknya menggunakan fase diam dan fase gerak yang lainnya agar
diketahui fase diam dan fase gerak mana yang memberikan hasil yang
maksimal
2. Sebaiknya dalam menotolkan sampel ke plat KLT, praktikan harus lebih teliti
dan berhati-hati agar hasil yang didapat sesuai dengan yang diinginkan
3. Sebaiknya menggunakan penampak bercak yang lainnya agar diketahui
perbandingannya
13
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha,S., (2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonsia. Jilid 5. Jakarta :Pustaka
Bunda. Hal. 136-137.
Gritter et al., (1991). Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.
Harborne, J.B., (1987). Metode Fitokimia Tumbuh-tumbuhan, (Penterjemah Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro), terbitan kedua, Penerbit ITB, Bandung.
Lestario, Astuti, Raharjo dan Trenggono. (2005). Sifat Antioksidatif Ekstrak Buah
Duwet (Syzigum cumini). Dalam Nugrahan 2007. Ekstraksi Antosianin dari
Buah Kiara Payung (Filicum decipiens)dengan Menggunakan Pelarut yang
Diasamkan (Kajian jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi). Skripsi Tidak
Diterbitkan. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw.
Nassar, Zeyad.,Abdalrahim, Amin M.S. (2010). The Pharmacological Properties of
terpenoid from Sandoricum Koetjape.Journal Medcentral. Hal 1-11.
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan: K.
Padmawinata.Bandung: Penerbit ITB. Hal. 139, 152-156.
Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi.Edisi I. Cetak pertama.Yogyakarta:Liberty
Hal.29-32, 126-136.
Stahl, E., (1985), Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, penerbit ITB,
Bandung.
Supriadi dkk., (2001), Tumbuhan Obat Indonesia, Penggunaan dan Khasiatnya,
Pustaka Populer Obor, Jakarta.
14