Anda di halaman 1dari 2

A.

Latar Belakangan
Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan mandat
yuridis Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Bank Indonesia, Tugas
mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang. OJK
dibentuk dengan inspirasi dari Financial Supervisory Agency (FSA) di
Inggris. Padahal, terbukti kemudian, FSA gagal total dalam melaksanakan
tugas & wewenangnya. Sarat korupsi dan akibat kehancuran ekonomi
Inggris.
Undang-Undang Bank Indonesia yang menjadi dasar pembentukan
OJK sendiri adalah dasar yang melanggar hukum. Sebenarnya adalah
undang-undang yang dimaksudkan untuk menetapkan peraturan terkait
dengan tugas pengawasan bank semata dan bukan undang-undang yang
mengatur pengawasan sektor jasa keuangan non-bank dan jasa keuangan
lain. Karena itu, Undang-Undang Bank Indonesia baik secara keseluruhan
meupun secara khusus melalui pasal 34 ayat (1)-nya keliru dan tidak dapat
dijadikan dasar sebagai pembuatan undang-undang yang mengatur sektor
jasa keuangan non-bank dan jasa keuangan lain. Sektor jasa keuangan
non-bank dan jasa keuangan lainnya telah diatur oleh UU yg khusus
mengatur sektor dimaksud berikut pengawasannya.
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Bank Indonesia juga bukan
produk hukum/ dasar hukum/ sumber hukum yang lebih tinggi
kekuatannya atau lebih besar mandatnya dibandingkan dengan UU yang
secara khusus mengatur sektor jasa keuangan non-bank dan jasa keuangan
lain, dan berikut seluruh perangkat tugas dan kewenangan pengawasannya.
Dengan kata lain, UU yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan
dan jasa lain memiliki dasar konstitusional yang lebih kuat, Tapi malah
dinegasikan dan dikalahkan oleh Undang-Undang OJK yang sama sekali
tidak

memiliki

landasan

konstitusional.

Fungsi

pengawasan

dan

pengaturan bank sejatinya merupakan tugas konstitusional Bank


Indonesia, Dimana kewenangannya diturunkan langsung dari ketentuan
Pasal 23D UUD 1945 & diatur melalui UU No. 23 & No. 6/2009 ttg Bank
Indonesia. Dengan demikian, Bank Indonesia lebih memiliki landasan
konstitusional dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
bank. Sementara itu, OJK merangkum fungsi, tugas, kewenangan, dan
institusi pengaturan dan pengawasan bank tanpa berdasarkan Konsititusi.
OJK mengatur kegiatan jasa keuangan pasar modal, perasuransian, dana
pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga jaskeu lain tanpa dasar
hukum atau berdasarkan UU yang cacat hukum dan cacat konstitusi
(inkonstitusional).
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, maka dapat diambil beberapa permasalahan:
1. Legalkah Otoritas jasa Keuangan mengambil alih wewenang Bank
Indonesia dan beberapa lembaga keuangan negara lainnya yang
pengaturannya diturunkan langsung oleh Undang-Undang Dasar yang
mana OJK hanya bersandar pada UU BI dan UU OJK itu sendiri?
2. Bagaimanakah kedudukan hukum Otoritas Jasa Keuangan bila ditinjau
dalam hierarki peraturan perundang-undangan?

Anda mungkin juga menyukai