Anda di halaman 1dari 7

1.

Paracetamol

Rumus molekul

: C8H9NO2

Nama kimia

: 4-hidroksiasetanilida [103-90-2]

Berat molekul

: 151,16

Kandungan

: Tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%


C8H9NO2dihitung terhadap zat anhidrat.

Pemerian

: Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.

Kelarutan

: Larut dalam air mendidih dan dalamnatriumhidroksida 1 N;


mudah larut dalam etanol (Ditjen POM, 1995).

Farmakologi
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal
dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas (Wilmana, 1995).
Efek analgetik Paracetamol dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan sampai sedang. Paracetamol menghilangkan nyeri, baik secara sentral
maupun secara perifer. Secara sentral diduga Paracetamol bekerja pada
hipotalamus sedangkan secara perifer, menghambat pembentukan prostaglandin
ditempat inflamasi, mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang
mekanik atau kimiawi. Efek antipiretik dapat menurunkan suhu demam. Pada
keadaan demam, diduga termostat di hipotalamus terganggu sehingga suhu badan
lebih tinggi (Zubaidi, 1980).
Senyawa Paracetamol memiliki waktu paruh 1 3 jam, dan tidak

menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atau gangguan asam basa seperti asam


asetilsalisilat, tetapi mempunyai bentuk toksisitas hepatik sedang sampai berat
(Andrianto.P., 1985).

Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum
puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di
hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 %
dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi
melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil
benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya.
Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi
substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein
hati.(Lusiana Darsono 2002).

Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan
Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan
penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi, erosi dan
perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan
pernapasan dan keseimbangan asam basa (Mahar Mardjono 1971).
Semua obat analgetik nonopioid bekerja melalui penghambatan
siklooksigenase. Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat
lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi obat
antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas.

Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer.


Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri ringan sampai sedang.
Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung
prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek
zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam
yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian
pula peningkatan suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik. (Aris 2009).

Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan
nyeri sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang
ringan sampai sedang (Cranswick 2000).

Kontra Indikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif
terhadap obat ini (Yulida 2009).
2. Ibuprofen
Ibuprofen atau asam 2-(-4-Isobutilfenil) propionat dengan rumus molekul
C13H18O2 dan bobot molekul 206.28, rumus bangun dari ibuprofen adalah
sebagai berikut :

Ibuprofen berupa serbuk hablur putih hingga hampir putih, berbau khas
lemah dan tidak berasa dengan titik lebur 75.0 77.5 0C. Ibuprofen praktis tidak
larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton
dan dalam chloroform serta sukar larut dalam etil asetat (Ditjen POM, 1995).
Larutan ibuprofen dalam NaOH 0.1N dengan (A11=18.5a),
memperlihatkan serapan maksimum pada panjang gelombang 265 dan 273 nm
sedangkan pada inframerah memperlihatkan puncak pada 1721, 1232, 779, 1185,
1273 dan 870 cm-1 (Moffat. A. C., dkk., 2005).
Ibuprofen merupakan obat anti radang non steroid, turunan asam arilasetat
yang mempunyai aktivitas antiradang dan analgesik yang tinggi, terutama
digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat peradangan pada berbagai kondisi
rematik dan arthritis. Ibuprofen dapat menimbulkan efek samping iritasi saluran
cerna, diabsorpsi cepat dalam saluran cerna, kadar serum tertinggi terjadi dalam 12 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh 1.8-2 jam, dosis: 400 mg 3-4
dd (Katzung, B.G., 2002; Siswandono dan Soekardjo, B., 2000).
Ibuprofen menimbulkan efek analgesik dengan menghambat secara
langsung dan selektif enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis
biosintesis prostaglandin seperti siklooksigenase sehingga mencegah sensitasi
reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit seperti bradikinin, histamin,
serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion hidrogen dan kalium yang dapat
merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan Soekardjo,
B., 2000).

3. HPLC
Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantarany dua fase, yaitu
fase diam (stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat
padat atau zat cair, sedangkan fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas. Dalam
kromatografi fase bergerak dapat berupa gas atau zat cair dan fase diam dapat
berupa zat padat atau zat cair (Acun, dkk, 2010).

Banyaknya macam-macam kromatografi yang salah satunya adalah HPLC.


Prinsip dasar dari HPLC, dan semua metode kromatografi adalah memisahkan
setiap komponen dalam sample untuk selanjutnya diidentifikasi (kualitatif) dan
dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut (kuantitatif).
Analisa kualitatif bertujuan untuk mengetahui informasi tentang identitas kimia
dari analat dalam suatu sample. Sedangkan analisa kuantitaif untuk mengetahui
jumlah dan konsentrasi analat tersebut dalam sample (Riyadi, 2009).
Teknik HPLC merupakan satu teknik kromatografi cair- cair yang dapat
digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis
kuantitatif dengan teknik HPLC didasarkan kepada pengukuran luas atau area
puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas atau area larutan
standar. Pada prakteknya, perbandingan kurang menghasilkan data yang akurat
bila hanya melibatkan satu standar, oleh karena itu maka perbandingan dilakukan
dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi (Cupritabu, 2010).
HPLC sering digunakan antara lain untuk menetapkan kadar senyawa aktif
pada obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk- produk degradasi
dalam sediaan farmasi. Keterbatasan metode HPLC ini adalah untuk identifikasi
senyawa, kecuali jika HPLC dihubungkan dengan spektometer massa (MS).
Keterbatasan lainnya adalah sampel sangat kompleks maka resolusi yang baik
sulit diperoleh (Cupritabu, 2010).
Menurut Adnan (1997), komponen utama HPLC adalah :
1. Reservoir pelarut : zat pelarut yang dipakai polaritasnya dapat bervariasi
tergantung dari senyawa yang dianalisis, yang perlu diperhatikan adalah
bahwa tempat pelrut tersebut harus memungkinkan untuk proses
menghilangkan gas atau udara yang ada dalam pelarut.
2. Pompa : digunakan untuk mengalirkan pelarut sebagai fase mobile dengan
kecepatan dan tekanan yang tetap.

3. Injektor : saat sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar


pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom.
Injeksi dapat menggunakan syringe.
4. Kolom krmatografi : kolom yang dipakai memiliki panjang 10 25 cm
dan diameter 4,5 5 mm yang diisi dengan fase stasioner beukuran 5-10
mikrometer dan terbuat dari logam atau stainlessteel.
5. Detektor : digunakan untuk mendeteksi sampel. Detektor dibutuhkan
untuk mempunyai sinsitivitas yang tinggi, linear untuk jangka konsentrasi
tertentu dan dapat mendekati eluen tanpa mempengaruhi resolusi
kromatografi.
6. Saat ini, HPLC atau KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima
secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu
sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi; lingkungan;
bioteknologi; polimer; dan industri- industri makanan. Kegunaan umum
HPLC adalah untuk: pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik,
maupun senyawa biologis ; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis
senyawa- senyawa mudah menguap (volatile); penentuan molekulmolekul netral, ionic, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa;
pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hamper sama; pemisahan
senyawa- senyawa dengan jumlah sekelumit (trace elements), dalam
jumlah yang banyak, dan dalam skala proses industry, HPLC merupakan
metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis
kualitatif maupun kuantitatif (Cupritabu, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Acun, Sodiyc. 2010. Kromatografi Gas. 11 November 2010.


Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit
Andi Offset. Yogyakarta.
Cupritabu, 2010. Menghitung Kadar Parasetamol dalam Obat dengan HPLC. 11
November 2010.
Riyadi, W. 2009. Identifikasi signal kromatogram HPLC.

Anda mungkin juga menyukai