Anda di halaman 1dari 3

Pada negara dengan pemasukan yang rendah seperempat kematian ibu disebabkan

oleh perdarahan pada bidang obstetrik.


Alasan utama penyebab kematian oleh karena perdarahan postpartum adalah
"terlalu sedikit,terlambat" yang berarti intervensi atau penanganannya tidak dalam
waktu yang tepat dan tidak cukup oxiticin dan cairan, termasuk darah yang
diberikan.

HAEMOSTASIS disediakan sebagai langkah-langkah penanganan perdarahan


postpartum dan untuk mencegah keterlambatan dalam penanganan klinis. Sebelum
algoritma ini dikenalkan pada tahun 2005, penanganan perdarahn post partum
dilakukan dengan urutan yang berbeda. Pelatihan yang diberikan pada ketrampilan
kegawatan obstetrik diberikan kepada staff RS Goerge, London UK, sehingga
langkah-langkah pada algoritma dapat dilakukan dengan cepat hingga perdarahan
dapat dihentikan. Detail mengenai tahap penanganan : help (meminta tambahan
tenaga bantuan (spesialis obstetri, bidan, spesialis anestesi dan spesialis
perdarahan) dan menilai jalan lahir, pernafasan, sirkulasi, dan tanda vital); establish
etiology (menentukan penyebab (tonus, jaringan, trauma, trombin) dan memastikan
ketersediaan darah dan agen yang menyebabkan kontraksi uterus (oxitocin bolus,
oxitocin dan ergometrin, dan ergometrin); massage the uterus (pijat uterus)
oxytocin infusion and prostaglandins (infus oxitocin dan prostaglandin) intravena,
per rectal, intramuskular, atau intramiometerial); shift to operating theater
(bergeser ke ruang operasi) dengan uterus bimanual/kompresi aorta atau anti syok
selama perpindahan: tamponade test (jaringan, trauma, dan permasalahn
pembekuan darah harus disingkirkan sebelum proses uji tamponade); apply
compression suture (melakukan kompresi jahitan) B-Lynch atau modifikasi kompresi
jahitan); systematic pelvic devascularization (devascularisasi pelvis) uterus,
ovarium, quadruple, internal iliac; interventional radiology (intervensi radiologi) jika
memungkingkan, embolisasi arteri uterud); subtotal/total abdominal histerektomi.

Bahan dan Metode


Analisis retrospektif digunakan pada penelitian ini, pada wanita yang mengalami
perdarahan masive postpartum (total darah yang hilang >1500 mL) antara 1 Januari
dan 31 Desember 2008 di RS St. George. Data wanita yang dicatat terdiri dari umur,
paritas, gravida, umur kehamilan (minggu), total kehilangan darah; faktor resiko
perdarahan postpartum, cara melahirkan, komplikasi stadium tiga, penyebab
perdarahan post partum, komplet atau inkomplet plasenta dan membran, cairan IV,
darah atau pengganti darah, pengobatan dan tidakan bedah, pengiriman ke ICU,
kode biru (kode bagi konsultan obstetri dan anestesi) dilakukan, dan tahap
HEMOSTSIS yang dilakukan.
Kasus dibagi menjadi 2 kelompok, yang pertama dibagi berdasarkan banyaknya
kehilangan darah (dihitung secara estimasi visual) sebanyak 1500-2000 mL, dan
yang kedua ditentukan dengan kehilangan darah lebih dari 2000mL. Analisis
dilakukan dengan cara ini dikarenakan, meskipun konsultan dokter kandungan

dapat dipanggil setiap saat di rumah sakit, namun protokol tetap mewajibkan untuk
kode biru para seluruh tim untuk hadir apabila ada wanita yang kehilangan darah
sebanyak 2000 mL. Onset perdarahan dan inisiasi menghubungj dan kedatangan
konsultan tidak dicatat dengan detaul analisis yang baik. Untuk pengukuran semua
hasil, cohort tidak dibagj menjadi group. Persalinan yang lama didefinisikan sebagai
tahap pertama lebih dari 12 jam, tahap kedua lebih dari 3 jam, dan tahap ketiga
lebih dari 30 menit. Semua data di analisis menggunakan Microsoft Excel (Microsoft,
Redmond, WA, USA).

3. Hasil
Selama periode penelitian, didapatkan 5015 persalinan di RS St. George. Sebanyak
114 (2,3%) wanita mengalami perdarahan postpartum massive primer. Sebanyak 95
(83,3%) wanita dijadikan subjek penelitian. Pada wanita ini, 64 (67,3%) wanita
kehilangan darah sebanyak 1500-2000 mL dan 31 (32,6%) kehilangan darah lebih
dari 2000 mL. Tercatat 84% kasus perdarahan lebih dari 2000 mL meminta bantuan
(kode biru).
Median umur wanita pada penelitian adalah 33 tahun (rentang 15-48 tahun). Wanita
nulipara 52 (54,7%) dibandingkan dengan 43 (45,3%) wanita multipara. Median
umur kehamilan pada saat persalinan 40 minggu (rentang 26-42%) dan median
hilangnya darah sebanyaj 1775 mL (rentang 1500-15000 mL).
Sebanyak 88 (92,6%) wanita setidaknya memiliki 1 faktor resiko terjadinya
perdarahan postpartum, dimana 7 (7,4%) wanita tidak memiliki. Faktor resiko yang
paling banyak ditemukan adalah persalinan cesar pada kehamilan (64,2%),
persalinan lama (35,8%), manual plasenta (25,3%), riwayat cesar (16,8%),
kehamilan multiple (8,4%), penggunaan alat pada saat persalinan (8,4%), plasenta
previa (6,3%), fibroid uterus (5,3%), perdarahan prepartum (4,2%), riwayat
perdarahan postpartum (3,2%), infeksi/pireksia (2,1%), plasenta akreta (2,1%), dan
polihidroamnion (1,1%).
Dari 61 (64,2%) kasus persalinan cesar, 50 (82,0%) adalah kegawat daruratan dan
11 (18,0%) adalah elektif. Managemen aktif tahap 3 pada persalinan (dilakukan
bersamaan dengan pijat uterus) dilakukan pada tiap kasus. Oksitosin dan
ergometrin dibeberapa kasus (diantaranya dengan hipertensi), hanya dengan
menggunakan oksitosin untuk tonus uterus.
Manual plasenta merupakan komplikasi yang sering muncul pada tahap ketiga,
muncul sebanyak 24 (25,3%) kasus. Sebanyak 12 (12,6%) wanita dengan jaringan
yang tertahan, tetapi tidak ada yang mengalami inversi uterus. Atonia uterus
merupakan penyebab tersering terjadinya perdarahan postpartum pada 61 (64,2%).
Pada data yang didapatkan sebanyak 95 wanita mendapatakan cairan IV, 25
(26,3%) menerima koloid, dan 38 (40,0%) menjalani transfuai darah, 17 orang
diantaranya (44,7%) mendapatkan plasma beku dan 8 (21,2%) mendapatkan
platelet. Wanita yang mendapatkan plasma beku dan platelet mengalami total
perdarahan lebih dari 2000mL.

Semua wanita mendapatkan 40 unit oksitosin dalam 500 mL normal saline. Wanita
yang mendapatkan infus oksitosin sebanyak 26 (27,4%) dan tidak membutuhkan
obat atau pembedahan lain untuk mencapai hemostasis. Wanita yang mendapatkan
misoprostrol rectal 800 mikro gram sebanyak 37 (38,9%).
Sejumlah 32 (33,7%) wanita membutuhkan tindakan pembedahan, 24 (75,0%)
diantaranya membutuhkan jahitan vagina (19 (79,2%) hanya dilakukan penjahitan
vagina, dan 5 (20,8%) dilakukan penjahitan vagina dan pemasangan tamponade
balon untuk menghentikan perdarahan). Dari 13 (13,7%) kasus pemasangan
tamponade balon 10 (76,9%) diantaranya berhasil. Sisa 3 kasus lainnya dilakukan
laparotomi karena sulitnya menghentikan perdarahan, 1 wanita membutuhkan
jahitan kompresi uterus, 1 wanita membutuhkan ligasi uterus dan cabang uterus
pembuluh ovarium dan 1 wanita menjalani histerektomi. Tidak ada wanita yang
menjalani ligasi pembuluh darah iliaka, embolisasi iliaka interna atau ateri uterina
atau subtotal histerektomi. Sebanyak 5 (5,3%) wanita dirawat di ICU. Tidak
didapatkan kematian ibu.

Anda mungkin juga menyukai