Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM BIOLOGI UMUM


KONSEP KEHIDUPAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
ANGGOTA KELOMPOK :
1. DENIK SEPDIYANTO

1211015017

2. DIAN KUMALA PRATIWI

1211015095

3. MARWANI KURNIA

1211015061

4. VINA RISKI WARTINA

1211015009

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak dahulu hingga saat ini, setiap kali orang mempelajari asal-usul
terjadinya kehidupan di bumi ini, selalu bermula dari masalah mengenai dari
mana awal terbentuknya kehidupan, darimana asalnya dan bagaimanakah
terjadinya hidup ini. Dapat dikatakan bahwa tidak seorangpun mengetahui
darimana asal kehidupan di bumi ini, dikarenakan nenek moyang kita sekalipun
sekalipun tidak pernah apresiasi untuk menceritakan asal-usul kehidupan yang
dialaminya (Drost,1992).
Manusia memiliki kemampuan berfikir yang sangat tinggi sehingga dapat
menelusuri kembali jejak-jejak kehidupan masa lampau, mengawasi peristiwaperistiwa atau gejala hidup saat ini dan menghubungkannya dengan gejala hidup
dan alam pada masa lampau, sehingga muncul beberapa hipotesis asal-usul
kehidupan (Drost,1992).
Hipotesis-hipotesis ini senantiasa didukung dengan fakta-fakta agar
manusia yakin tentang terjadinya kehidupan di bumi. Namun meskipun didukung
dengan fakta tetap saja manusiabertanya darimana datangnya sebuah kehidupan.
Untuk membuktikan bahwa asal-usul makhluk hidup berdasarkan teori
biogenesis, yaitu teori yang menyatakan makhluk hidup berasal dari benda hidup
pula. Dimana teori ini didukung oleh oleh para ahli, seperti Louis Pasteur, Lazzaro
Spallanzani, Francesco Redi, Van Helmont, Harold Urey dan Oparin (Drost,1992).
Namun dari beberapa teori-teori tentang asal-usul kehidupan khususnya
makhluk hidup dapat dibuktikan dengan berbagai percobaan, misalnya percobaan
Lazzaro Spallanzani dan Francesco Redi. Maka dilakukanlah percobaan kali ini
untuk membuktikan teori apa yang benar tentang asal-usul makhluk hidup.

1.2 Tujuan Percobaan

Mempelajari asal-usul kehidupan berdasarkan teori biogenesis

Mengetahui perbedaan percobaan Spallanzani pada toples selai


tertutup dan terbuka

Mengetahui perbedaan percobaan Redi pada toples selai yang ditutup


dengan kain kasa dan terbuka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Manusia gemar mencari asal mula atau permulaan sesuatu. Bagi para ahli
biologi asal-mula kehidupanlah yang menjadi objeknya, sehingga pernyataan
apakah hidup dan dari manakah asalnya kehidupan merupakan pertanyaan yang
selalu ada dari abad ke abad. Penemuan dan catatan tentang fosil tidak dapat
memberi petunjuk tentang asal mula kehidupan, karena fosil-fosil tertua yang
pernah ditemukan adalah organisme-organisme yang rumit. Jadi para ahli biologi
terpaksa memilih lagi bermacam-macam petunjuk yang tidak langsung. Kemudian
berdasarkan anggapan-anggapan disusun pemikiran mengenai asal mula
terjadinya kehidupan (Purnama, 2003).
Ada berbagai pendapat berupa hipotesis ataupun teori untuk menjawab
pertanyaan mengenai asal-usul kehidupan, yaitu Generatio Spontanea, Cosmozoa,
Omne Vivum Ex Ovo, Omne Ovo Ex Vivo, Omne Vivum Ex Ovo, teori Uray,
teori Oparin-Halden dan lain-lain (Purnama, 2003).
Generatio Spontanea merupakan teori yang muncul sebelum abad ke-17
yang menyatakan bahwa makhluk hidup terbentuk secara spontan atau dengan
sendirinya. Contohnya, ulat timbul dengan sendirinya dari bangkai tikus, cacing
timbul dengan sendirinya dari dalam lumpur, dan dari gudang padi muncullah
tikus. Paham ini disebut juga paham abiogenesis artinya makhluk hidup berasal
dari benda mati. Paham ini dipelopori oleh seorang filsuf Yunani yaitu Aristoteles
(Ahmadi, 2000).
Cosmozoa merupakan paham yang beranggapan bahwa makhluk hidup ini
berasal dari luar bumi, mungkin dari planet lain. Benda hidup yang mungkin
terbentuk spora yang aktif jatuh ke bumi lalu berkembang biak. Pendapat ini
terlalu lemah karena tidak didukung oleh fakta-fakta dan tidak menjawab asalusul terjadinya kehidupan (Ahmadi, 2000).
Omne Vivum Ex Ovo merupakan teori yang dicetuskan oleh ahli biologi
berkebangsaan Italia pada tahun 1626-1597 oleh Redi yang membuktikan bahwa
ulat pada bangkai tikus berasal dari telur lalat yang meletakkan telurnya dengan

sengaja. Dari berbagai percobaannya yang serupa ia memperoleh kesimpulan


bahwa asal mula kehidupan berasal dari telur (Ahmadi, 2000).
Omne Ovo Ex Vivo merupakan teori yang dicetuskan oleh ahli
berkebangsaan Italia yaitu Lazzaro Spallanzani (1729-1799) yang percobaannya
terhadap kaldu, membuktikan bahwa jasad renik atau mikroorganisme yang
mencemari kaldu dapat masuk ke kaldu itu. Bila kaldu ditutup rapat setelah
mendidihmaka tidak terjadi pembusukan. Ia mengambil kesimpulan bahwa
untukadanya telur harus ada jasad hidup terlebih dahulu (Ahmadi, 2000).
Omne Vivum Ex Vivo merupakn teori yang dicetuskan oleh seorang
sarjana kimia Perancis bernama Louis Pasteur (1822-1895). Pasteur melanjutkan
percobaan Spallanzani dengan berbagai mikroorganisme, tumbuh kehidupan yang
baru. Teori ini disebut teori biogenesis dengan konsep dasar bahwa yang hidup itu
berasal dari yang hidup juga. Sehingga dengan teori biogenesis ini maka teori
abiogenesis ditinggalkan orang. Akan tetapi, dengan demikian asal mula
kehidupan itu mulai kembali menjadi masalah yang belum terungkap, namun
hampir semua para ahli berpendapat bahwa asal mula kehidupan itu timbul dari
bumi kita ini, bukan dari angkasa luar seperti planet (Ahmadi, 2000).
Teori Uray merupakan teori yang disetuskan oleh seorang ahli kimia dari
Amerika Serikat yang bernama Harold Uray pada tahun 1893 yang
mengemukakan bahwa atmosfir bumi pada awalnya kaya akan gas metana (NH4),
amoniak (NH3), hidrogen (H2) dan air (H2O). Zat-zat itu merupakan unsur-unsur
penting yang terdapat dalam tubuh makhluk hidup. Diduga karena adanya energi
dari aliran listrik halilintar dan radiasi sinar kosmos unsur-unsur itu mengadakan
reaksi-reaksi kimia membentuk zat-zat hidup. Zat hidup yang mula-mula
terbentuk kira-kira sama dengan keadaan virus yang kita kenal sekarang. Zat ini
berjuta-juta berkembang menjadi berbagai macam jenis organisme (Ahmadi,
2000).
Teori

Oparin-Haldane.

A.I

Oparin

adalah

seorang

ahli

biologi

berkebangsaan Rusia yang pada tahun 1924 mempublikasikan pendapatnya


tentang asal mula kehidupan namun tidak mendapat sambutan para ahli. Pendapat
tersebut baru dapat ditanggapi serius ketika diterbitkan pada tahun 1936 dalam

berbagai bahasa. J.B.S Haldane adalah seorang ahli biologi bahasa Inggris yang
secara terpisah juga memiliki pendapat yang serupa dengan Oparin. Rangkuman
dari pendapat tersebut singkatnya adalah jasad renik hidup terbentuk dari semua
senyawa kimiawi dalam laut pada masa dimana atmosfir bumi belum
mengandung oksigen bebas. Senyawa organik ini antara lain, asam-asam amino
sederhana, purin dan basa pirimidin serta senyawa-senyawagolongan gula.
Kemudian terbentuk pula senyawa-senyawa polipeptida asam-asam polinukleat
dan polisakarida yang semuanya dapat terbentuk karena bantuan sinar ultraviolet,
kilatan listrik atau petir, panas dan radiasi sinar. Jasad hidup pertama disebut
protobiont diperkirakan hidup didalam laut kira-kira 5 sampai 10 meter di bawah
permukaan laut karena tempat itulah mereka terlindungi dari sinar ultraviolet
intensitas tinggi dan matahari yang mematikan. Baru setelah jasad hidup itu
berkembang menjadi lebih sempurna dan mampu memproduksi oksigen, maka
lama-kelamaan terdapat lapisan pelindung berupa ozon di atmosfer bumi, lalu
kehidupan mampu menyerap di pantai-pantai dan yang terakhir memenuhi suatu
daratan. Bila kita melihat pada teori-teori terdahulu maka sepertinya teori OparinHaldane ini kembali kepada Generatio Spontanea tetapi melalui proses evolusi
ratusan juta tahun lamanya. Melengkapi teori ini, pada tahun 1953 Stanley E.
Miller, seorang murid dari Harold Uray membuat percobaan yang sangat berhasil
untuk menguji anggapan bahwa pada kondisi awal dari atmosfer bumi yang kaya
akan metana, air, amoniak dan hidrogen dengan bantuan kilatan listrik dan suhu
yang cukup maka dapat terbentuk senyawa-senyawa organik termasuk asam
amino, purin, pirimidin gula ribosa maupun deoksiribosa, asam nukleat maupun
nukleosida seperti ATP (Ahmadi, 2000).
Percobaan Miller berlangsung selama seminggu dan diperoleh hasil yaitu
bedanya makhluk hidup dengan benda mati. Pertama adalah bentuk dan
ukurannya. Makhluk hidup memiliki bentuk dan ukuran tertentu, sedangkan
benda mati tidak. Contohnya, ada batu yang berukuran sebesar butir pasir maupun
sebesar dari sebuah gunung, sedangkan manusia misalnya bentuk dan ukuran
tertentu. Komposisi kimia merupakan perbedaan yang kedua. Ini dinyatakan
dengan makhluk hidup memiliki komposisi kimia tertentu, yaitu terdiri atau

terdapat unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang, pospor dan


sedikit mineral. Benda mati komposisi kimianya tidak tertentu. Ketiga adalah
organisasi. Setiap makhluk hidup terbentuk dari sel-sel. Sel-sel ini membentuk
jaringan, jaringan membentuk suatu organ. Sistem organ ini membentuk proses
hidup. Pada benda mati misalnya batu, susunan sedemikian rupa adalah hasil dari
unsur pokoknya. Keempat adalah metabolisme. Ini menyatakan pada makhluk
hidup terjadi pengambilan dengan penggunaan makanan, respirasi atau
pernapasan, sekresi serta ekskresi. Benda mati tidak mengalami hal-hal tersebut.
Kelima adalah iritabilitas. Makhluk hidup dapat memberikan reaksi terhadap
perubahan sekitarnya, misalnya cahaya, gerakan, kelembaban dan suhu. Besarnya
reaksi seimbang dengan aksi. Contohnya besi yang terkena panas akan memuai
sesuai dengan panas yang datang. Keenam adalah reproduksi. Ini menyatakan
bahwa pada makhluk hidup terdapat sebuah kemampuan untuk membuat makhluk
hidup menjadi banyak, sedangkan benda mati tidak. Dan yang terakhir adalah
tumbuh dan memiliki daur hidup. Setiap makhluk hidup mengalami proses
pertumbuhan dan memiliki daur hidup artinya melalui proses kelahiran, tumbuh
dewasa dan mati. Benda mati membesar karena faktor luar seperti halnya pada
kristal. Ketujuh dari pasal tersebut diatas merupakan perbedaan yang umum
terdapat antara makhluk hidup dan benda mati, bukan suatu kriteria untuk
menetapkan apakah sesuatu itu adalah makhluk hidup atau bukan. Untuk
menentukan apakah sesuatu itu adalah makhluk hidup hanya diperlukan tiga buah
pasal, yaitu mampu mengadakan metabolisme termasuk dalam respirasi
(bernapas), mampu mengadakan reaksi terhadap rangsangan dengan tujuan
defensi atau mempertahankan diri dan mampu untuk mengadakan pertumbuhan da
reproduksi (Ahmadi, 2000).
Persengketaan

tentang

teori

abiogenesis.

Setelah

Leewenhoek

menyingkapakan tentang rahasia alam tentang mikroba, timbul rasa ingin tahu
ilmuwan tentang asal-usul mikroba. Ada dua kelompok yang berpendapat
mengenai hal ini. Beberapa orang percaya bahwa mereka terbentuk dari benih
yang selalu ada di udara. Pendapat mengenai pembentukan makhluk hidup dari

benda tak hidup dikenal dengan doktrin Generati Spontanea atau abiogenesis.
Teori ini dianut begitu sja sampai zaman Renaissance (Kimball, 1983).
Sebenarnya teori abiogenesis sudah sejak lama ada. Hal ini terbukti
Aristoteles (300 SM) telah berpendapat bahwa makhluk kecil terjadinya begitu
saja dan benda mati. Pendapat ini juga dianut oleh Needham, seorang
berkebangsaan Polandia selama lima tahun mengadakan eksperimen-eksperimen
dengan berbagai rebusan padi-padian, jagung, daging dan lain-lain. Meskipun air
rebusan tersebut disimpan dalam botol tertutup, namun masih timbul
mikroorganisme dengan kata lain organisme atau kehidupan baru dapat timbul
dari suatu barang yang telah mati (Kimball, 1983).
Pengetahuan tentang organisme semakin bertambah, sedikit demi sedikit
bahwa Generatio Spontanea pada makhluk hidup sama sekali tidak ada. Hal ini
dibuktikan pada tahun 1665 oleh Francesco Redi, seorang dokter berkebangsaan
Italia dari hasil percobaannya. Ditujukan bahwa ulat berkembang biak dalam
daging busuk tidak akan terjadi bila daging disimpan di suatu tempat tertutup
dengan kasa halus sehingga lalat tidak dapat menaruh telurnya pada daging yang
ada di dalam tempat itu (Waluyo, 2004).
Orang yang juga menambahkan pendapat Aristoteles untuk membantahnya
adalah Lazzaro Spallanzani pada tahun 1978. dia mengatakan bahwa perebusan
dan penutupan botol-botol berisi air rebusan yang dilakukan oleh Needham tidak
sempurna. Spallanzani sendiri merebus sepotong daging sampai berjam-jam
lamanya, kemudian air tersebut ditutupnya rapat-rapat dalam botol. Dengan
perlakuan demikian dia tidak memperoleh organisme baru. Hasil eksperimen
Spallanzani belum menyakinkan benar, setengah orang pada waktu itu
berpendapat bahwa tutup botol yang rapat itu tidak memungkinkan masuknya
udara (Waluyo, 2004).
Schultze pada tahun 1836 memperbaiki eksperimen Spallanzani dengan
mengalirkan udara lewat suatu asam atau basa yang keras ke dalam botol berisi
kaldu yang telah direbus dengan baik terlebih dahulu. Schwan pada tahun 1837
membuat percobaan serupa dengan mengalirkan udara lewat pipa yang dipanasi
menuju botol yang berisi kaldu yang telah dipanasi berjam-jam lamanya. Maka

baik Schultz maupun Schwann tidak menemukan mikroorganisme di dalam


kaldunya. Namun orang masih menaruh keberatan terhadap eksperimen kedua
sarjana tersebut dengan mengemukakan bahwa udara yang lewat asam atau basa
maupun lewat pipa panas tersebut telah mengalami perubahan sedemikian rupa
sehingga tidak memungkinkan timbulnya kehidupan makhluk-makhluk baru
(Waluyo, 2004).
Schroeder dan Th. Von Dusch tahun 1854 menemukan suatu akal untuk
menyaring udara yang menuju ke dalam sebuah botol yang berisi kaldu, udara itu
dilewatkan suatu pipa berisi kapas yang steril. Dengan cara denikian, ia
mendapatkan mikroorganisme baru di dalam kaldu dan tumbanglah teori
abiogenesis. Hal ini dapat diyakinkan oleh Louis Pasteur pada tahun 1865, dimana
ia menggunakan suatu botol berisi kaldu yang ditutup oleh pipa melengkung
seperti leher angsa. Dengan akal yang istimewa ini Pasteur dapat menyakinkan
khalayak bahwa tidak ada kehidupan baru yang timbul dari benda mati (Waluyo,
2004).
Serangkaian

percobaan

lain

berusaha

menyakinkan

bahwa

teori

abiogenesis tidaka benar adalah percobaan John Tyndall. Ia merupakan seorang


ahli fisika Inggris dan merupakan seorang pendukung pasteur. Tyndall melakukan
serangkaian percobaan dengan kaldu yang terbuat dari daging dan sayuran segar.
Ia memperoleh cara sterilisasi dengan menaruh tabung-tabung kaldu dalam air
garam yang mendidih selama 5 menit. Akan tetapi ketika ia melakukan percobaan
yang sama dengan sari jerami kering, suatu cara sterilisasi ini sama sekali tidak
sempurna. Demikian pula ketika kemudian ia mengulangi percobaan ini dengan
menggunakan bermacam sari lain (Waluyo, 2004).
Setelah melakukan berbagai macam percobaan, akhirnya Tyndall
menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Jerami kering mengandung spora bakteri
yang ternyata beberapa kali lebih tahan panas daripada mikroba apapun yang
dijumpainya. Setelah memahami hal tersebut ia melanjutkan pekerjaannya untuk
meneliti batas daya tahan spora-spora bakteri di jerami itu yang sebenarnya. Ia
menemukan bahwa pemanasan sari jerami samapai 5,5 jam pun tidak dapat
menjadi steril. Dari hal tersebut disimpulkan bahwa pada bakteri ada fase-fase

tertentu, yang satu relatif termolabil dan yang lain termoresisten sampai batas
yang tidak masuk akal. Kesimpulan ini dibenarkan oleh botaniwan Jerman,
Ferdinand Cohn, yang menunjukkan bahwa bakteri jerami dapat membentuk
endospora yang bisa membedakan secara mikropis dan yang sangat resisten
terhadap panas (Waluyo, 2004).
Tyndall melanjutkan penelitiannya dengan mengembangkan suatu cara
sterilisasi dengan pemanasan tertentu, yaitu terputus yang disebut tyndalisasi.
Tyndall mendapatkan bahwa dengan pendidihan terputus selama 1 menit, lima
kali berturut-turut akan menghasilkan kaldu yang steril, sedangkan pendidihan
secara terus-menerus selama 1 jam tidak menghasilkan kaldu yang steril. Dalam
hal ini pengenalan spora bakteri yang tahan sekali terhadap panas sangat penting
untuk mendapatkan sterilisasi yang cocok (Waluyo, 2004).
Bila senyawa gula fosfat-purut-pirimidin, asam amino itu semakin panjang
dan kompleks, maka terbentuklah DNA dan kemudian terbentuk virus. Adanya
suatu zat hidup yang menyelinap ke dalam substansi serupa virus yang kemudian
menyebabkan kehidupan selalu dapat dipersoalkan yang tak pernah habis. Akan
tetapi kenyataan adanya kehidupan tak akan pernah lagi untuk terbantahkan (Aly,
1993).

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1

Waktu dan Tempat


Pada

praktikum

Biologi

Umum

mengenai

Konsep

Kehidupan

dilaksanakan pada hari Senin, 12 November 2012 pada pukul 13.00-15.00 WITA,
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman, Samarinda.
3.2

Alat dan Bahan


3.2.1

3.2.2

3.3

Alat
-

Mikroskop biologi

Toples selai

Kain kasa

Karet

Pisau

Panci

Kaca preparat

Kaca penutup

Pinset

Pipet tetes

Bahan
-

Daging mentah

Air

Cara Kerja
3.3.1

Percobaan Lazzaro Spallanzani


1. Direbus daging dengan perbandingan 1:3 untuk daging dan air
sehingga diperoleh kaldu
2. Dimasukkan air kaldu ke dalam 2 toples selai, 1 toples selai
ditutup dengan rapat dan toples selai lain dibiarkan terbuka.

3. Dibiarkan selama seminggu dan diamati perubahan yang terjadi


pada kaldu tersebut.
4. Diambil kaldu sekitar 1 tetes yang telah diinkubasi seminggu
dan diletakkan pada kaca preparat serta ditutup dengan kaca
penutup.
5. Diamati kaldu dengan mikroskop biologi
6. Digambar spesies yang terlihat dan dicatat bentuk serta
warnanya.
3.3.2

Percobaan Francesco Redi


1. Diiris daging mentah sekitar 5 gram dan diletakkan masingmasing ke dalam 2 toples selai bersih.
2. Diletakkan daging yang diiris tipis dalam 2 toples selai, satu
toples selai ditutup dengan kain kasa dan toples selai yang lain
dibiarkan terbuka.
3. Dibiarkan daging selama seminggu dan diamati perubahan
yang terjadi.
4. Diambil daging yang telah diinkubasi selama seminggu dan
diletakkan pada kaca preparat serta ditutup dengan kaca
penutup.
5. Diamati daging dengan mikroskop biologi.
6. Digambar spesies yang terlihat dan dicatat bentuk serta
warnanya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Hasil Percobaan
4.1.1
NO

Percobaan Lazzaro Spallanzani


GAMBAR

KETERANGAN
TOPLES SELAI TERBUKA

1.

Sp1 warna : hitam


bentuk : titik-titik
Sp3 warna : coklat kemerahan
bentuk : spiral
Ciri-ciri media : kaldu keruh, kental,
bau busuk, ada belatung di
dalamnya.
TOPLES SELAI TERTUTUP

2.

Sp1 warna : hitam


bentuk : titik-titik
Sp3 warna : coklat kemerahan
bentuk : spiral
Sp4 warna : hitam
bentuk : bulatan
Ciri-ciri media : kaldu bening, cair,
tidak bau busuk, tidak ada belatung
di dalamnya.

4.1.2

Percobaan Francesco Redi

NO

GAMBAR

KETERANGAN
TOPLES SELAI TERBUKA

1.

Sp1 warna : hitam


bentuk : titik-titik
Sp2 warna : coklat kemerahan
bentuk : basil
Ciri-ciri media : warna daging coklat
tua, tidak hancur tapi mengecil,
busuk, ada banyak belatung.
TOPLES SELAI TERTUTUP

2.

Sp1 warna : hitam


bentuk : titik-titik
Sp3 warna : coklat kemerahan
bentuk : spiral
Ciri-ciri media : warna daging coklat
tua, hancur, busuk, tidak terdapat
belatung.

4.2

Pembahasan
Pada percobaan Lazzaro Spallanzani diperoleh data sebagai berikut, yaitu

pada toples selai terbuka air kaldu berwarna coklat muda atau sedikit keruh,
bentuknya cair dan lebih kental, aromanya berbau busuk, ada belatung dan
terdapat dua bentuk spesies yang diberi nama Sp1 dan Sp3. Sp1 berwarna hitam
serta berbentuk titik-titik sedangkan Sp3 berwarna coklat kemerahan dan
berbentuk spiral. Pada toples tertutup, air kaldu berwarna bening, bentuknya cair,
aromanya berbau tidak menyengat, tidak terdapat belatung dan terdapat tiga
spesies yang diberi nama Sp1, Sp3, dan Sp4. Sp1 berwarna hitam serta berbentuk
titik-titik, Sp3 berwarna coklat kemerahan dan berbentuk spiral dan Sp 4 berwarna
hitam dan berbentuk bulatan. Sedangkan pada percobaan Francesco Redi
diperoleh data sebagai berikut, yaitu pada toples selai terbuka daging berwarna

coklat tua, bentuknya mengecil dari ukuran semula, aromanya berbau busuk,
terdapat banyak belatung dan terdapat tiga spesies yang diberi nama Sp1, Sp2 dan
Sp3. Sp1 berwarna hitam dan berbentuk titik-titik, Sp2 berwarna coklat kemerahan
dan berbentuk basil, serta Sp3 berwarna coklat kemerahan dan berbentuk spiral.
Pada toples selai tertutup dengan kain kasa diperoleh daging yang berwarna coklat
tua, bentuknya hancur, aromanya berbau busuk, terdapat belatung dan terdapat
dua spesies yang diberi nama Sp1 dan Sp3. Sp1 berwarna hitam serta berbentuk
titik-titik sedangkan Sp3 berwarna coklat kemerahan dan berbentuk spiral.
Teori abiogenesis merupakan teori yang menyatakan bahwa makhluk
hidup berasal dari benda mati dan terjadi begitu saja atau secara spontan yang
dikenal dengan istilah Generatio Spontanea. Teori dicetuskan oleh Aristoteles,
seorang ahli filsafat zaman Yunani Kuno (384-322 SM ) yang menemukan ada
belatung yang muncul secara tiba-tiba pada daging yang membusuk. Dan belatung
itu menjadi lalat. Sehingga ia berkesimpulan bahwa makhluk hidup muncul secara
tiba-tiba. Teori ini didukung oleh Antonie Van Leeuwenhoek pada abad ke-18.
Dimana Antonie Van Leeuwenhoek merupakan seorang pedagang Belanda, tidak
pernah mengenyam pendidikan formal dan hanya mengetahui bahasa Belanda.
Namun meskipun demikian, ia dapat membuat lensa mikroskop sendiri meskipun
dengan perbesaran yang terbatas, yaitu 200-300 kali. Dengan mikroskopnya ia
melihat jasad renik di dalam air bekas rendaman jerami sehingga ia berkesimpulan
bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati. Pendapat lain yang begitu ekstrim
juga, yaitu ulat berasal dari bangkai, kecebong berasal dari lumpur, bahkan dari
gandum dapat langsung menjadi seekor tikus yang hanya membutuhkan waktu
satu malam.
Teori biogenesis merupakan teori yang menyatakan bahwa makhluk hidup
berasal dari benda hidup pula atau berasal dari makhluk hidup sebelumnya. Teori
ini dicetuskan oleh tiga ahli, yaitu Francesco Redi, Lazzaro Spallanzani dan Louis
Pasteur. Pertama adalah Francesco Redi merupakan orang pertama yang
berkebangsaan Italia yang menentang teori abiogenesis. Redi melakukan dua
percobaan. Percobaan pertama ia menggunakan dua toples, toples pertama didisi
daging dan dibiarkan terbuka sedangkan toples kedua diisi daging kemudian

ditutup rapat agar tidak berhubungan dengan udara luar. Setelah beberapa hari
hasil percobaan Redi adalah pada toples pertama daging busuk dan terdapat
banyak larva sedangkan pada toples kedua tidak ditemukan adanya larva. Namun
hasil percobaan Redi yang pertam ini disanggah oleh penganut abiogenesis
dikarenakan mereka menganggap bahwa pada toples kedua tidak adanya daya
hidup yang masuk karena tidak kontak langsung dengan udara luar. Untuk
menjawab sanggahan tersebut, Redi melakukan percobaan yang kedua, yaitu
dengan menaruh daging pada ke dalam toples yang ditutup dengan kain kasa
sehingga masih terjadi kontak dengan udara luar. Hasil yang diperoleh dari
percobaan ini adalah daging membusuk, pada daging ditemukan sedikit larva dan
pada kain kasa ditemukan lebih benyak larva. Sehingga Redi berkesimpulan
bahwa larva bukan berasal dari daging melainkan dari lalat yang menaruh
telurnya. Kedua Lazzaro Spallanzani yang melakukan percobaan dengan
menggunakan air kaldu dengan perlakuan pada sebuah alat yang disebut labu.
Dimana labu pertama diisi air kaldu dan dipanaskan pada suhu 15C selama
beberapa menit dan dibiarkan terbuka sedangkan labu kedua diisi kaldu dan
dipanaskan sampai mendidih dan ditutup rapat agar tidak berhubungan dengan
udara luar. Setelah seminggu diperoleh hasil percobaan, yaitu pada labu pertama,
air kaldu keruh, berbau busuk dan mengandung banyak mikroorganisme.
Sedangkan pada labu kedua, air tetap jernih, tidak berbau busuk, namun jika labu
dibuka dan dibiarkan agak lama lagi air kaldu akan menjadi keruh danberbau
busuk seperti labu pertama. Sehingga Spallanzani berkesimpulan bahwa pada
tabung yang terbuka dan tertutup kasa terdapat kehidupan yang berasal dari
mikroorganisme yang ada di udara. Ini membuktikan bahwa kehidupan bukan
berasal dari air kaldu. Ketiga adalah Louis Pasteur, seorang yang berhasil
menumbangkan teori abiogenesis sehingga tak tersanggahkan lagi. Pasteur
menyempurnakan percobaan Spallanzani. Pasteur menggunakan labu berbentuk
seperti angsa. Adapun percobaannya, yaitu labu berleher seperti angsa diisi
dengan air kaldu. Leher angsa ini berguna untuk menjaga hubungan antara labu
dengan udara luar. Selanjutnya labu dipanaskan untuk mensterilkan air kaldu dari
mikroorganisme. Kemudian labu didinginkan sehingga udara dapat masuk ke

dalam labu. Karena bentuk pipa seperti leher angsa, debu dan mikroorganisme
dari luar terperangkap didasar leher angsa, sehingga udara yang masuk ke dalam
labu adalah udara yang steril. Jadi, di percobaan Pasteur ini masih ada daya hidup
seperti yang dipersoalkan para penganut abiogenesis sebelumnya. Setelah
dibiarkan beberapa hari, air kaldu tetap jernih dan tidak mengandung
mikroorganisme. Kemudian labu yang berisi air kaldu jernih tersebut dipecahkan
leher angsanya, sehingga berhubungan secara langsung dengan udara luar. Setelah
beberapa hari kemudian air kaldu menjadi busuk dan terdapat banyak
mikroorganisme. Sehingga berdasarkan percobaan Pasteur ini tercetuslah teori
biogenesis dan melenyapkan teori abiogenesis.
Dari hasil percobaan Spallanzani dengan menggunakan air kaldu dalam
dua toples selai. Dimana toples selai pertama dibiarkan terbuka dan toples selai
kedua ditutup rapat. Setelah seminggu diinkubasi diperoleh pada botol selai
terbuka, air kaldu berwarna coklat muda dan sedikit keruh, berbau busuk serta
terdapat belatung. Sedangkan pada toples selai tertutup, air kaldu bening, berbau
tidak menyengat dan tidak terdapat belatung. Sedangkan pada hasil percobaan
Francesco Redi dengan menggunakan daging yang dimasukkan ke dalam dua
toples selai. Dimana toples selai pertama dibiarkan terbuka dan toples selai kedua
ditutup dengan menggunakan kain kasa. Setelah seminggu diinkubasi diperoleh
pada toples selai terbuka, daging mengecil dari ukuran semula, berbau busuk dan
terdapat banyak belatung. Sedangkan pada toples selai yang ditutup dengan kain
kasa, bentuk daging hancur, berbau busuk dan ditemukan belatung. Sehingga dari
percobaan yang telah dilakukan merupakan suatu pembuktian bahwa paham
abiogenesis tidak benar adanya yang menyatakan kehidupan berasal dari benda
mati dan terjadi secara spontan. Dan dengan percobaan Lazzaro Spallanzani dan
Francesco Redi maka tumbanglah teori abiogenesis dan digantikan dengan teori
biogenesis.
Faktor-faktor kesalahan dalam melakukan percobaan adalah perbesaran
yang digunakan, pencahayaan, maupun udara dari lingkungan sekitar. Perbesaran
yang digunakan, apabila ingin hasil pengamatan yang sempurna sesuai dengan
percobaan para ahli maka perlu diperhatikan objek yang akan diamati. Apabila

objek yang diamati tipis dan sangat halus maka gunakanlah perbesaran berkisar
100-1000. Hal ini disebabkan semakin halus dan semakin tipis objek yang diamati
maka semakin besar perbesaran yang digunakan. Kemudian pencahayaan yang
merupakan alat yang membantu dari objek dalam hal penerangan. Pencahayaan
sangat dibutuhkan dalam hal pengamatan karena apbila tidak terdapat
pencahayaan, objek akan gelap bahkan tidak tampak. Namun pada dasarnya
pencahayaan juga dapat menyebabkan kesalahan dalam suatu pengamatan.
Contohnya, apabila praktikan memilih pencahayaan yang sedikit redup naka
warna yang diperoleh juga sedikit redup. Misalnya praktikan yang satu
menyatakan bahwa bahwa objek yang ia amati berwarna coklat sedangkan
praktikan yang lain yang emnggunakan pencahayaan lebih terang menyatakan
bahwa objek yang ia amati berwarna orange. Dan faktor yang terkhir adalah udara
dari luar. Udara dari luar juga dapat menyebabkan kesalahan pengamatan. Hal ini
dikarenakan mungkin pada saat melakukan pengamatan angin berhembus kencang
dan ruang yang digunakan bersifat terbuka maka hal ini dapat menyebabkan objek
yang diamati semula berisi air agar menghasilkan pengamatan yang sempurna
atau maksimal tiba-tiba menjadi kering sehingga dihasilkan suatu pengamatan
yang kurang maksimal.

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
-

Asal usul kehidupan dapat dibuktikan berdasarkan teori biogenesis,


yaitu makhluk hidup baral dari benda hidup pula dan berasal dari
makhluk hidup sebelumnya yang dikenal dengan slogan Omne Vivum
Ex Ovo yang dapat dibuktikan berdasarkan percobaan Lazzaro
Spallanzani dan Francesco Redi.

Pada percobaan Lazzaro Spallanzani, kaldu yang terdapat dalam toples


selai yang tertutup memiliki warna kaldu yang bening, bentuknya cair,
aromanya tidak menyengat dan tidak terdapat belatung. Sedangkan
pada kaldu yang terdapat dalam toples selai terbuka memiliki memiliki
warna kaldu yang coklat atau sedikit keruh, bentuk kaldunya lebih
kental, aromanya berbau busuk dan terdapat belatung.

Pada percobaan Francesco Redi, daging yang terdapat dalam toples


selai tertutup dengan kain kasa memiliki warna daging coklat tua,
bentuknya mengecil dari ukuran semula, aromanya berbau busuk dan
tidak terdapat belatung. Sedangkan daging yang terdapat dalam toples
selai terbuka memiliki warna coklat tua, bentuknya hancur, aromanya
berbau busuk dan terdapat banyak belatung didalamnya.

5.2

Saran
Diharapkan

sebaiknya

pada

praktikum

selanjutnya

tidak

hanya

berdasarkan percobaan Louis Pasteur dan Lazzaro Spallanzani saja tetapi


percobaan para ahli yang lain juga, seperti Louis Pasteur.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A dan Supatmo, A.2000.Ilmu Alamiah Dasar.Rineka Cipta:Jakarta
Ali, a dan E. Rahma.1993.Ilmu Alamiah Dasar.Bumi Aksara:Jakarta
Drost, J.1992.Ilmu Alamiah Dasar.Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
Kimball, J.W.1983.Biologi Edisi 5 Jilid 3.Erlangga:Jakarta
Purnama, H.2003. Ilmu Alamiah Dasar. Rineka Cipta:Jakarta
Waluyo, L.2004.Mikrobiologi Umum.UMM Press:Malang

Anda mungkin juga menyukai