Benign Prostat Hyperplasia
Benign Prostat Hyperplasia
Pendahuluan
Prostat adalah sebuah kelenjar seukuran kacang kenari (walnut) yang merupakan
bagian dari alat kelamin pria. Berat normal pada orang dewasa 20 gram. Kelenjar ini
terdiri dari 2 lobus dan diliputi oleh suatu selaput. Terletak di depan rectum, dibawah
kantung kemih, dan membungkus urethra posterior. Salah satu fungsi prostate yang telah
diketahui adalah untuk memeras cairan ke urethra saat sperma melewati urethra pada saat
orgasme. Cairan ini turut membentuk semen, dan membuat vagina tidak terlalu asam.
BPH adalah pembesaran kelenjar prostat yang bukan merupakan keganasan dan dapat
mengurangi aliran urine dari vesika urinaria.
BPH merupakan proses proliferasi seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan
proliferasi berlebihan epithelial dan stromal, ketidakseimbangan kematian alami dari sel
tersebut (apoptosis) atau keduanya.
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya BPH masih belum diketahui sampai saat ini. Ada
beberapa teori mengenai terjadinya BPH, diantaranya :
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel prostate, dibentuk dari testosterone di dalam sel prostate oleh
enzim 5-alfa reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen membentuk kompleks DHT-RA
pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostate. Penelitian menunjukkan bahwa pria yang
tidak memproduksi DHT tidak akan terkena BPH.
2. Ketidaksimbangan estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relative tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosterone
relative meningkat. Estrogen dalam prostate berperan dalam terjadinya proliferasi
1
ketidaktepatan aktifitas sel stem sehingga terjadi produksi sel stroma maupun sel
epitel yang berlebihan.
Secara mikroskopik perubahan pada prostat yang sudah terjadi pada usia 30-40
tahun, yang bila berlanjut akan menjadi perubahan patologi anatomik. Pada pria berusia
50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. BPH
menimbulkan gejala dan tanda klinis pada 50% kasus.
Patofisiologi
Pada
pembesaran
menyelubunginya
tidak
prostate,
ikut
selaput
membesar
yang
sehingga
adalah fase dekompensasi yang bila berlanjut dapat menyebabkan hidronephrosis (system
pelvocalyxes melebar).
Faktor pencetus dekompensasi antara lain :
1. Volume kandung kemih yang tiba-tiba terisi penuh
2. Massa prostate yang tiba-tiba membesar
3. Akibat konsumsi obat-obatan yang menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang
dapat mempersempit leher buli-buli (antikolinergik atau adrenergic alfa).
Gejala klinis
Besarnya prostate tidak selalu menentukan besarnya sumbatan atau banyaknya
gejala yang muncul. Terkadang seseorang tidak menyadari adanya sumbatan sampai ia
benar-benar tidak bisa berkemih. Keadaan ini disebut retensi urin akut. Dapat dipicu oleh
influenza biasa atau alergi obat. Beberapa obat dekongestan yang adalah simpatomimetik
mungkin dapat juga menyebabkan kandung kemih tidak dapat berelaksasi dan mencegah
pengosongan urin. Pada obstruksi parsial, retensi urin dapat pula disebabkan oleh alcohol,
suhu dingin, dan imobilisasi yang lama. Retensi urin yang berkepanjangan dapat
3
menyebabkan terjadinya ifeksi saluran kemih, batu saluran kemih, kerusakan kandung
kemih atau ginjal. Distensi vesika urinaria dapat teraba pada palpasi dan perkusi.Gejala
BPH biasa disebut sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yang dibedakan
antara gejala obstruktif dengan gejala iritatif.
Gejala obstruktif antara lain : pancaran kencing melemah, rasa tidak lampias
setelah miksi, harus menunggu lama untuk miksi (hesitancy), harus mengedan (staining),
kencing terputus-putus (intermittency), waktu miksi memanjang yang akhirnya berlanjut
menjadi retensio urine dan inkontinen karena overflow (mengompol).
Gejala iritatif antara lain : sering miksi (frekuensi), pada malam hari terbangun
untuk miksi (nokturnuria), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak.(urgensi), nyeri
saat miksi (disuria) karena ada infeksi.
Gejala-gejala ini disusun dalam International Prostate Symptom Score (IPSS) dari WHO:
Pertanyaan
1.
Tidak Sama
Sekali
0
<1-5 kali
Hampir
>15 kali
Selalu
5
2.
tidak lampias
Berapa kali ingin BAK
lagi
dalam
jam
3.
setelah BAK?
Berapa
kali
urin
4.
ini
Sangat
Cukup
Biasa saja
Agak
Tidak
Sangat
seumur
senang
senang
tidak
senang
tidak
menahan BAK?
5.
6.
(mengejan)?
Berapa kali terbangun
malam hari untuk
BAK?
7. Bila
hal
berlangsung
hidup,
bagaimana
senang
senang
perasaan anda?
Nilai 0-7 = gejala ringan, 8-19 = gejala sedang, 20-35= gejala berat.
Gejala dan tanda pada penyakit yang lebih lanjut dapat ditemukan tanda gagal
ginjal; uremia; peningkatan tekanan darah, denyut nadi, respirasi; foetor uremik;
perikarditis; ujung kuku pucat; tanda-tanda penurunan mental; serta neuropati perifer.
Pada pemeriksan colok dubur (Rectal toucher/ Digital rectal exam) perlu
diperhatikan tonus sfingter ani (TSA) atau refleks bulbokavernosus untuk menyingkirkan
adanya buli-buli neurogenik, mukosa rectum, keadaan prostate (konsistensi prostate,
adakah asimetri antar lobus, apakah ada nodul pada permukaan prostate, apakah batas
atas teraba. Colok dubur pada BPH konsistensi prostate kenyal, lobus kanan dan kiri
simetris, tidak ada nodul, sedangkan pada karsinoma prostate, konsistensi keras/teraba
nodul dan mungkin asimetri antar lobus prostate. Bila batas atas teraba, diperkirakan
besar prostat <60 g.
Komplikasi
Pada fase dekompensasi terjadi retensio urin, karena urin terus diproduksi maka
vesika urinaria yang penuh tidak dapat lagi menapung urin lagi akibatnya terjadi
hidroureter, hidronefrosis, berlanjut menjadi gagal ginjal yang dipercepat bila ada infeksi.
Karena ada sisa urin, maka dapat terjadi batu endapan pada vesika urinaria yang
menambah kaluhan iritatif dan menimbulkan hematuria, sistitis, dan bila terjadi refluks
dapat mengakibatkan pielonefritis. Pada waktu miksi pasien sering mengejan, sehingg
lama kelamaan dapat menimbulkan hernia dan hemorrhoid.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksan Laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin untuk melihat lekosit, bakteri dan
infeksi. Bila terdapat hematuria perlu dipikirkan keganasan saluran kemuh, batu, ISK,
meskipun BPH juga dapat menyebabkan hematuria.
Untuk deteksi dini keganasan dan untuk menentukan apakah perlu dilakukan
biopsy, dilakukan pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA). PSA adalah suatu
protein yang dihasilkan oleh sel prostate, dimana kadarnya akan meninggi dalam darah
pada penderita kanker prostate. Bila PSA <4 ng / ml, tidak perlu biopsy. Bila PSA 4-10
ng / ml hitunglah prostate Spesific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA dibagi volume
5
prostate (dengan USG). Bila PSAS 0,15 sebaiknya dilakukan biopsy. Bila PSA >10 ng/
ml, lakukan biopsy.
Sistoskopi untuk memperkirakan volume prostate, disfungsi vesika urinaria dan
residu urin, kelainan lain (batu, hydronephrosis, lesi osteoblastik sebagai tanda metastase
keganasan prostate). Caranya adalah dengan memasukkan sebuah tabung kecil melalui
urethra yang sebelumnya telah dianestesi. Namun cara ini bukanlah indikasi.
Dengan IVP untuk melihat supresi komplit dari fungsi ginjal, hydronephrosis,
hydroureter, fish look appeareance (gambaran ureter yang berbelok-belok di vesika
urinaria seperti pancingan ikan), divertikel, residu urin. Dengan USG rektal dapat untuk
memperkirakan besar prostate, residu urin, batu ginjal, massa ginjal, tumor/batu buli-buli.
Diagnosa Banding
Kelemahan otot detrusor dapat disebabkan oleh kelainan persarafan (neurogenik
bladder) misalnya karena lesi medulla spinal, neuropati diabetes, mielitis transversa
bedah radikal biasanya bedah kebidanan) yang mengenai persarafan pelvis, penggunaan
obat (penenang, penghambat reseptor ganglion, dan parasimpatolitik). Kekakuan leher
buli-buli dapat disebabkan oleh fibrosis. Resistensi urethra dapat disebabkan oleh BPH,
kanker prostate, tumor di leher buli-buli, batu dan striktur urethra.
Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasa untuk pasien dengan gejala ringan, disarankan untuk mengurangi minum
setelah makan malam agar gejala nokturia berkurang, menghindari obat
dekongestan (parasimpatolik), mengurangi minum kopi dan alcohol agar tidak
sering BAK.
2. Medikamentosa
a. Penghambat adrenergic
Prasozin, Doxazosin (Cardura ), Terazosin (Hytrin ), Afluzosin (Uroxatral ),
dosis mulai 1 mg/ hari, yang lebih selektif pada 1a (Tamsulozin/ Flomax )
dosis 0,2-0,4 mg/ hari. Menghambat reseptor di urethra sehingga otot dinding
urethra relaksasi dan tekanan urethra berkurang. Preparat golongan ini merupakan
pilihan terbaik.
b. Penghambat enzim 5 reduktase
Finasteride (Proscar ) vatau Dutasteride (Avodart ) dosis 1x5 mg/ hari.
Menghambat pembentukan dehidrotestoteron (DHT) sehingga prostate mengecil.
Efektif untuk prostate yang sangat besar, menurunkan PSA (masking effect).
Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Finastride dan Doxasozin
secara bersamaan sangat efektif mengurangi pembesaran prostate. Kedua obat ini
dapat menekan laju pertumbuhan prostate sampai 67%, dibandingkan dengan
penggunaan Doxasozin tunggal (menekan sampai 39% saja) dan Finasteride
tunggal (menekan sampai 34% saja).
3. Bedah
Indikasi bedah bila : retensio berulang, hematuria, ada penurunan fungsi
ginjal, ISK berulang, tanda obstruksi berat, (divertikel, hidroureter, hidronefrosis),
ada batu saluran kemih, kelenjar yang terlalu besar, atau bila prosedur trans
urethral tidak dapat dikerjakan. Tindakan ini mengangkat selaput yang
menyelubungi prostate. Sisa dari selaput ini dan jaringan yang dibawahnya
dibiarkan utuh.
jumlah darah yang hilang lebih sedikit dan masa penyembuhannya lebih cepat.
Tindakan ini kurang efektif untuk prostate yang terlalu besar.
Setelah operasi, pasien dipasang kateter
Foley selama beberapa hari.
Kadang-kadang kateter ini menimbulkan
nyeri spasme kandung kemih yang hilang timbul.
Namun hali ini akan berangsur-angsur menghilang.
Diberikan juga antibiotic selama perawatan
di rumah sakit. Setelah operasi, mungkin akan
terdapat darah atau bekuan darah pada urin sejalan
Foley catheter
dengan penyembuhan luka operasinya. Hal ini harus hilang saat pasien meninggalkan
rumah sakit.
Selama masa pemulihan mungkin akan ada beberapa keluhan seperti :
-
Masalah berkemih setelah keteter dilepas, urin akan melewati dareah luka operasi
yang mungkin akan menyebabkan rasa tidak nyaman atau rasa ingin kecing yang
mendadak.
Inkontinensia
Perdarahan. Harus diwaspadai bila darah masih tidak hilang saat apsien
berisitirahat atau minum banyak air putih atau urin telalu merah.
Selama masa pemulihan, adalah penting untuk minum banyak air (8 gelas perhari)
untuk membantu mencuci kandung kemih dan mempercepat penyembuhan. Namun
apabila kandung kemih sudah terlanjur rusak, maka pengobatan tidak akan efektif.
Anjuran
-
Selama masa penyembuhan dirumah, hindari mengedan saat BAB atau gerakan
apapun yang dapat merobek luka operasi
10
Daftar Pustaka
1. Purnomo B . Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta, 2003. 67-85
2. Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI. Kumpulan Ulmu Bedah, FKUI, Jakarta, 1995.
161-170
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi Revisi, EGC, Jakarta,
1997. 1058-1067
4. Mansjoer A, et al. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, Media Auesculapius FKUI,
Jakarta, 2000. 329-334
5. http://cis.nci.nih.gov/fact/5_29.htm.
6. www.emedicine.com/med_topic 1919
7. www.homeinfertility.com
11