Anda di halaman 1dari 4

LATAR BELAKANG

Setiap kali membicarakan tentang perkembangan anak, pokok bahasan tidak pernah
lepas dari peran keluarga. Keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal anak dan sangat
berperan bagi perkembangan anak. Melalui keluarga, anak belajar menanggapi orang lain,
mengenal dirinya, dan sekaligus belajar mengelola emosinya. Pengelolaan emosi ini sangat
tergantung dari pola komunikasi yang diterapkan dalam keluarga, terutama sikap orang tua
dalam mendidik dan mengasuh anaknya. Dalam hal ini, orang tua menjadi basis nilai bagi
anak. Nilai-nilai yang ditanamkan orang tua akan lebih banyak dicerna dan dianut oleh anak.
Perlakuan setiap anggota keluarga, terutama orang tua, akan direkam oleh anak dan
mempengaruhi perkembangan emosi dan lambat laun akan membentuk kepribadiannya
(Setyowati, 2005).
Hubungan anak dengan orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan
kepribadian seorang anak. Hubungan yang harmonis antara anak dengan orangtua akan
menimbulkan dampak positif terhadap kepribadian seorang anak, apabila dalam keluarga
menjalin hubungan yang sangat minim akan berpengaruh dampak buruk bagi anak.
Kepedulian orangtua terhadap anak sangat berpengaruh terhadap mental dan kepribadian
anak (Gunarsa, 1995).
Hubungan harmonis dari orang tua juga sangat mempengaruhi emosi seorang anak.
Seorang psikiatris dari Harvard, Armand M. Nicholli II menulis demikian: Bila ada faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan karakter dan stabilitas emosional seorang individu, itu
merupakan kualitas hubungan seseorang dengan kedua orang tuanya, untuk memberi
kontribusi terbanyak pada pertumbuhan emosi seorang anak, yaitu keakraban, kehangatan,
dukungan terus-menerus, dan hubungan abadi dari kedua orang tuanya.. Anak-anak akan
merasa tidak aman bila menyaksikan orang tua bertengkar. Anak-anak dapat merasakan
ketidaksehatian (Gichara, 2010).
Dalam kondisi emosi yang negatif seorang anak tidak dapat menerima input dan
nasehat bahkan titah sekalipun yang dapat mengubah perilaku mereka. Berbeda hasilnya jika
orang tua mampu mengerti dan mengenali perasaan emosi anak terlebih dahulu maka anak
akan terbuka dan mendengarkan saran logis dari orang tua. Anakanak dan remaja akan
melakukan sesuatu jika membuat mereka merasa nyaman atau enak di rasanya atau hatinya
(Wibowo, 2014).

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang tercantum dalam latar belakang di atas, maka permasalahan
yang diangkat adalah:
1.

Hubungan dari orang tua (suami istri) tidak harmonis dan selalu bertengkar didepan anak
sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan karakter menjadi tidak baik
serta emosi anak tidak stabil.

2.

Akibat karakter dan emosi yang tidak stabil anak menjadi tidak terbuka kepada orang
tuanya serta komunikasi antar anak orang tua menjadi renggang sehingga orang tua
berpikir tidak ada masalah pada anak padahal masalah orang tua dirumah dapat pula
mempengaruhi kepribadian anak dilingkungan sosial.

PEMBAHASAN
Hampir semua oarang tua di dunia ini pernah bertengkar. Dan hampir semua anak
berpikir bahwa bertengkar itu menakutkan. Hal terbaik yang dapat anak lakukan adalah
meninggalkan orang tua dan membiarkan mereka menyelesaikan masalah mereka (Jackson,
2005). Tetapi pertengkaran orang tua dapat memicu anak meniru kebiasaan tersebut sehingga
berpengaruh terhadap tumbuh kembang karakter anak tersebut.
Umumnya, karakter keluarga yang harmonis akan membentuk watak dan
kepribadian anak yang harmonis pula, sedangkan karakter keluarga yang kurang harmonis
(misalnya karena perceraian orang tua atau orang tua yang sering bertengkar) juga akan
memberi pengaruh negatif pada watak dan kepribadian anak. Dengan demikian, perilaku
orang tua menjadi sumber keteladanan hidup bagi anak-anaknya. Dari orang tuanya, anakanak belajar langsung dan menirukan perilaku (Purbiatmadi dan Supriyanto, 2010).
Solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang pertama adalah orang tua harus
kompak. Orang tua harus mengusahan tidak marah bahkan bertengkar didepan anak karena
anak akan mengamati dan mempelajari perilaku orang tuanya. Mungkin juga banyak dari
orang tua akan memarahi pembantu atau baby sitter dan jika anak selalu melihat kejadian
tersebut tidak menutup kemungkinan anak akan melakukan hal yang sama terhadap orang
lain bahkan pada orang tua mereka. Kedua, anak harus diarahkan agar meniru hal-hal yang
postif dengan cara dapat dilakukan sambil menunjukkan sifat dan kebiasaan baik.
Bagaimanapun, anak akan meniru perilaku orang-orang yang paling dekat dengan dirinya
yaitu orang tua. Anak akan meniru sikap dan tutur kata, tidak peduli apakah sifat itu positif
atau negatif (Mulyadi, 2004).

Anak dapat menjadi pribadi yang tertutup akibat emosi yang tidak stabil. Salah satu
cara untuk mendekatkan diri kepada anak adalah orang tua harus membentuk diri menjadi
pribadi yang komunikatif. Cara membentuk pribadi komunikatif adalah membiasakan
melakukan komunikasi sehat. Komunikasi sehat adalah kemampuan memahami situasi dan
kondisi diri serta lingkungan dalam menjalani hidup. Komunikasi sehat mendatangkan
kenyamanan dan rasa nyaman memudahkan untuk menerima orang lain. Ketidaknyamanan
diri akan berakibat pada ketidakmampuan mengontrol emosi (Mulyodiharjo, 2010).
Komunikasi antar anak dan orang tua yang tidak baik pun dapat membentuk anak
menjadi pribadi yang penakut, cenderung tertutup, dan kurang percaya diri. Contoh pada
buku The Power of Communication adalah seorang ibu bernama Nita memiliki komunikasi
yang tidak baik dengan orang tuanya menyebabkan dirinya selalu gagal melamar pekerjaan
walaupun prestasinya disekolah bahkan kuliah tergolong sangat baik dikarenakan kepribadian
yang sangat tertutup (Mulyodiharjo, 2010). Komunikasi juga dapat membantu orang tua
untuk membantu anaknya dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi tetapi terlebih
dahulu orang tua harus membiarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri terlebih dahulu.
Dengan turut mengerti perasaan emosi anak dan membiarkan menemukan solusi
masalahnya sendiri maka anak akan merasa dipahami dan nyaman. Serta akan tumbuh rasa
percaya diri dilingkungan yang menghargai dia. Dan berikutnya akan mudah bagi anak untuk
terbuka terhadap orang tuanya, dan sikap saling percaya antara orang tua dan anak akan
terbentuk dengan baik. Orang tua juga dapat membantu anak mencari solusi untuk
menyelesaikan masalahnya. Caranya setelah orang tua mendengar dan mengerti perasaan dan
emosi anak, serta menanyakan solusi terbaik menurut anak (jika anak sudah mampu berpikir
untuk solusi) tanyakan bolehkah Papa/Mama usul? setelah ada ijin dari anak maka orang
tua dapat memberikan masukan yang dirasa paling mujarab. Terkadang cara pandang anak
tidak sama dengan orang tua, kita tahu jika anak memilih solusi yang kurang tepat (menurut
orang tua) dengan nilai, norma yang berlaku di lingkungan sosial maka orang tuanya bisa
menggiringnya dengan mudah, tentunya dengan model komunikasi yang sopan dan tetap
menghargai anak (Wibowo, 2014).

DAFTAR PUSTAKA
Gichara, J., 2010, Ibu Bijak Menghasilkan Anak-Anak Hebat, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta, pp. 96.
Gunarsa, Y. S., 1995, Psikologi praktis : Anak, remaja dan keluarga, Gunung Mulia, Jakarta.
Jackson, J.S., 2005, A Kids Guide to Keeping Family First, Abbey Press, USA, pp. 20.
Mulyadi, S., 2004, Seri Cerdas Emosi : Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya,
Penerbit Erlangga, Jakarta, pp. 52.
Mulyodiharjo, S., 2010, The Power of Communication, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta,
pp. 52-53.
Purbiatmadi, A., dan Supriyanto, M., 2010, Biji Sesawi Memindahkan Gunung, Penerbit
Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta, pp. 60.
Setyowati, Y., 2005, Pola Komunikasi Keluarga dan Perkembangan Emosi Anak, Jurnal
ILMU KOMUNIKASI, 2 (1), 67-68.
Wibowo, T., 2014, Cara Terbaik Memahami Anak, http://www.pendidikankarakter.com/caraterbaik-memahami-anak, diakses tanggal 8 November 2014.

Anda mungkin juga menyukai