Anda di halaman 1dari 2

Optimasi Teknologi Penanganan Panen Pasca Panen Padi Jagung dan Kedelai

Secara Mekanis di Pasang Surut (1999)


Ananto, E.Eko; Sutrisno; Astanto
Balai Penelitian Tanaman Padi
Penelitian pada tahun anggaran sebelumnya (1998/1999) menunjukkan bahwa optimasi penangan panen
dan pasca panen padi dapat memperpendek masa panen dari 62 hari menjadi 30 hari. Dengan demikian
peluang untuk mengembangkan sistem usahatani dengan pola tanam padi-pala\vija (jagung atau kedelai)
menjadi lebih besar. Masalah utama pengembangan sistem usahatani di lahan pasang surut ialah kekurangan
tenaga. Oleh karena itu bantuan alsintan sebagai substitusi kekurangan tenaga sangat diperlukan.
Pengembangan tanaman palawija (jagung dan kedelai), meskipun baru berkembang di beberapa wilayah,
juga perlu ditangani sejak dini agar menghadapi masalah panen dan pasca panen seperti padi.
Penangan panen dan pasca panen palawija, sebagai halnya padi, perlu didasarkan pada sistem pananganan
panen dan pasca panen palawija, sebagi halnya padi, perlu didasarkan pasa sistem penanganan yang telah
berlaku di petani lahan pasang surut agar pengembangannya lebih adaptif. Oleh karena itu teknologi
penanganan panen dan pasca panen palawija memerlukan survei sistem penanganan panen dan pasca panen
palawija yang berlaku di petani dan parameter sistem untuk menyusun optimasi sistem penanganan panen
dan pasca panen palawija. Pengamatan dilakukan dengan cara survei terhadap responden yang terdiri dari
petani jagung dan petani kedelai di Sumatera Selatan dan Jambi. Lokasi survei di Sumatera Selatan meliputi
Air Sugihan Kiri, Delta Saleh, Karang Agung Tengah, Pulau Rimau, Karang Agung Ulu, dan Bertak. Lokasi
survei di Jambi meliputi Harapan Makmur dan Tantau Jaya. Parameter sistem yang diamati mulai panen
sampai menjadi biji kering.
Model sistem disusun berdasar fenomena dan parameter sistem lapang. Model sistem disusun dalam dua
katagori: sistem lapang dan sistem yang memasukkan parameter alsin panen dan pasca panen. Model sistem
diuji dengan simulasi yang menggunakan compiler QBASIC.
Percobaan pengeringan jagung dilaksanakan di Sumatera Selatan dengan menggunakan mesin pengering
(dryer). Jagung tongkol yang digunakan varietas Bisma sebanyak 1840 kg ditempatkan ke dalam bak
pengering membentuk tumpukan setebal 27 cm. Kedelai varietas Wilis dipanen dalam bentuk brangkasan.
Berat kedelai brangkasan 1000 kg. Pengering buatan yang digunakan adalah box dyer, bak pengeringnya
berbentuk kotak dengan ukuran, panjang 6,5 m; lebar 2 m; dan tinggi 45 cm. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa optimasi penanganan panen dan pasca panen jagung didapat pada sistem B3 dengan pola : panen
tongkol kering di pohon perontokan - angkutan biji - penjemuran biji. Tenaga yang digunakan untuk
panen adalah tenaga harian dan perontokan dengan power thresher. Sistem tersebut menghasilkan kebutuhan
tenaga kebutuhan biaya terendah, berturut-turut 27,4 HOK (hari orang kerja) dan Rp.353.999,-/ha. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tenaga panen secara harian lebih murah dibanding tenaga gotong
royong. Demikian juga penggunaan power thresher lebih murah dibanding tenaga pemukul dengan orang.
Optimasi penanganan panen dan pasca panen kedelai didapat pada sistem Cl dengan pola: panen brangkasan
kering di pohon-perontokan -angkutan biji-penjemuran biji. Tenaga yang digunakan untuk panen adalah
tenaga gotong royong dan perontokan dengan power thresher. Sistem tersebut menghasilkan kebutuhan
tenaga kebutuhan biaya terendah, berturut-turut 31 HOK (hari orang kerja) dan Rp.323.557,-/ha. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tenaga panen secara gotong royong lebih murah dibanding tenaga
harian. Demikian juga penggunaan power thresher lebih murah dibanding tenaga pemukul dengan orang.
Pengering jagung yang di awali dengan jagung tongkol-pemipilan pengeringan jagung pipil, kurang efisien.
Faktor penyebabnya antara lain. (1) tumpukan jagung tongkol mempunyai rongga-rongga yang ukurannya
relatif besar, sehingga kecepatan aliran udara pengering di dalam tumpukan tidak merata. Pada tumpukan
jagung tongkol yang terletak pada posisi jauh dan blower kecepatannya lebih besar, kemudian berangsurangsur menurun pada posisi semakin mendekati blower. Agar jagung tongkol dapat kering bersamaan, maka
perlu dilakukan penggeseran atau pembalikan, (2) rendemen jagung pipil basah (k.a. pipil) terhadap jagung
tongkol (k.a. pipil) adalah 72,34 %, (3) Proses pengeringan berjalan pada kapasitas tidak penuh.
Pengeringan jagung pipil, mudah untuk mendapatkan tumpukan yang rapat dan homogen sehingga
kecepatan aliran udara pengering relatif sama di semua titik pada penampang melintang bak pengering.

Dengan demikian pada pengeringan jagung pipil tidak perlu dilakukan pembalikan.
Pengeringan jagung tongkol 1849 kg dengan kadar air awal 26,4% menjadi 19,0 % memerlukan waktu 6
jam. Proses pengeringannya sendiri berlangsung dengan suhu rata-rata 47,8C. Kadar air rata-rata akhir
pengeringan jagung tongkol 19,0 % didapat dengan kadar air lapisan bawah 17,9 %; tengah 18,7 %; dan atas
20,5 %.
Pengeringaan jagung pipil sebanyak 1331 kg dengan kadar air rata-rata 19,0 % menjadi 14.3 % memerlukan
waktu 3 jam. Proses pengeringannya berlangsung pada suhu rata-rata 47,OC. Dengan beroperasi pada
kapasitas tidak penuh, yaitu 1331 kg jagung pipil (45 % dari kapasitas maksimum), biaya operasi cukup
tinggi yaitu Rp. 57,00/kg, jagung pipil kering atau Rp.38,32/kg jagung tongkol basah.
Sebagai pembanding, pengeringan dengan kapasitas 3500 kg jagung pipil. biayanya Rp. 15,00/kg jagung
pipil. Kadar air jagung sekitar 19,5 % mengandung resiko tinggi untuk disimpan, sebaliknya jagung dengan
kadar air 15 - 16% masih aman setelah 2 bulan disimpan. Dari mutu awal 94,19 %, jagung berkadar air 1516% setelah disimpan selam 2 bulan, mutu menurun menjadi 89 - 71 %, sebaliknya yang berkadar air 19,5
% menurun menjadi 20,50 %.
Box dryer dengan bahan bakar minyak tanah dan menggunakan sistem pemanasan langsung (direct heating)
dapat digunakan untuk mengeringkan kedelai bentuk brangkasan, tanpa mengganggu aroma produk
keringnya. Kedelai brangkasan 1000 kg dengan kadar air awal 26,6 % dikeringkan menjadi 16 %
memerlukan waktu 11 jam, dengan pembalikan sekali yaitu setelah proses pengeringan berlangsung selama
5 jam. Box dryer yang dirancang dengan kapasitas maksimum 3000 kg gabah basah, dapat digunakan untuk
pengeringan kedelai brangkasan dengan kapasitas maksimum sekitar 1200 kg basah, atau sekitar 40 % dari
berat gabah basah.
Power threser buatan "Aceh" atau power threser "TH-6" dapat digunakan untuk perontokan kedelai,
sedangkan power threser lain, seperti power threser buatan Telang dan power threser tipe kecil tidak dapat
digunakan untuk merontok kedelai. Proses pembalikan yang dilakukan, mempunyai dampak terhadap
penyeragaman kadar air kedelai antar lapisan ( bawah. tengah, dan atas) pada akhir pengeringan, walaupun
pekerjaan ini dapat menyita waktu dan tenaga. Namun demikian pembalikan harus dilakukan dalam
pengeringan kedelai brangkasan karena sukar untuk mendapatkan tumpukan brangkasan yang homogen.

Hak Cipta 2011


Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
Tromol Pos 2 Serpong, Tengerang, Banten - 15310, Indonesia
Telp. (021) 70936787 Fax. (021) 71695497 e-mail: bbpmektan@litbang.pertanian.go.id &
bbpmektan@yahoo.co.id

Anda mungkin juga menyukai