Anda di halaman 1dari 5

Pengolahan Tanah Pada Perkebunan Tebu

(Saccharum officinarum L.)

Latar Belakang
Di Indonesia, tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan bahan
utama untuk membuat gula pasir yang dibutuhkan sebagian besar masyarakat.
Pada umumnya tanaman tebu ditanam pada lahan sawah dengan pengairan yang
baik.
Dalam dua dasawarsa terakhir, penanaman bergeser dari lahan sawah ke
lahan kering (tegalan). Hal itu disebabkan antara lain lahan berpengairan
diutamakan untuk produksi pangan, lahan sawah berubah peruntukan menjadi
bangunan, dan lahan sawah berpengairan lebih menguntungkan ditanami tanaman
lain dari pada tanaman tebu. Teknologi penanaman tebu di lahan kering perlu
memperhatikan ketersediaan air hujan, persiapan lahan, pengolahan tanah dan
penanaman tebu pada lahan kering.

Permasalahan
Pengembangan tebu lahan kering di luar pulau Jawa menghadapi sejumlah
kendala terutama sifat tanah yang kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman
semusim. Keberhasilan usaha budidaya tebu di lahan kering selalu dibatasi
dengan faktor alam yang sulit dikendalikan. Salah satu faktor ini adalah iklim
(Premono, 1984). Kondisi iklim yang paling berperan dan sangat berkaitan
dengan masalah ketersediaan air bagi tanaman tebu adalah curah hujan dan laju
penguapan air. Curah hujan memiliki jumlah dan penyebaran yang tidak merata
dalam setiap tahunnya. Jumlah dan penyebaran curah hujan tersebut akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu (Yusuf,
1988).
Pengelolaan air pada budidaya tanaman tebu berkaitan dengan kebutuhan
air yang disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman. Wardojo dan Priyono
(1996) menyatakan bahwa pada masa pertumbuhan, tanaman tebu banyak
memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan banyak
air. Penanaman tebu pada lahan beririgasi dilakukan pada musim kering,

sedangkan untuk lahan yang pengairannya memanfaatkan air hujan, penanaman


dilakukan pada saat musim hujan.
Dalam kondisi jumlah air yang terbatas maka perlu dilakukan pengaturan
guna melakukan optimasi pemanfaatan air irigasi. Ada dua azas yang dapat
digunakan dalam optimasi pemanfaatan air irigasi yaitu : azas prioritas dan azas
proposionalitas (Irianti dan Agus, 2000). Azas prioritas artinya pemanfaatan
airirigasi didasarkan pada prioritas tanaman tanaman yang akan diairi, sedangkan
azas proposionalitas mengetengahkan bahwa penggunaan air dibagi secara
proposional antar tanaman untuk mencari kombinasi optimumnya. Pengaturan
waktu tanam harus disesuaikan dengan kondisi iklim. Pengaturan tata waktu
tanam yang kurang cermat seringkali menimbulkan masalah yang diakibatkan
kelebihan atau kekurangan air sehingga perlu dilakukan pengelolaan air yang
baik.
Menurut Hoffman et. al.(1992) pemberian irigasi dilakukan dengan tujuan
pemberian dan penyimpanan air dalam profil tanah untuk tanaman. Untuk
mencapai keseragaman pertumbuhan tanaman, diperlukan pemberian air yang
merata dalam suatu luasan lahan sehingga air yang diberikan menjadi efisien.
Waktu pemberian irigasi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya fase
pertumbuhan tanaman, kebutuhan evaporasi, ketersediaan air, kapasitas sistem
irigasi, budaya pemberian irigasi, nilai ekomomi tanaman, dan prakiraan cuaca
(Hoffman et. al.,1992)

1. Persiapan lahan
Dalam mempersiapkan lahan kering untuk ditanami tebu, pertama
harus dapat memperkirakan awal musim kemarau dan awal musim hujan. Hal
ini diperoleh dari mempelajari sifat iklim selama 5 - 10 tahun terakhir di
wilayah yang akan ditanami tebu. Sedangkan lahan kering yang dapat
ditanami tebu antara lain: bekas perkebunan, padang alang-alang, padang
rumput, lebak, dan lahan tegalan. Seperti di daerah Kabupaten Kediri

Provinsi Jawa Timur telah menanam tebu pada lahan kering bekas
perkebunan ubi kayu.
Membuka lahan kering untuk ditanami tebu dapat menggunakan
peralatan berat atau ringan asal sesuai dengan kondisi lahan. Peralatan
tersebut untuk membersihkan lahan dari tanaman tahunan, alang-alang atau
rumput, dan lainnya sampai bersih dari sisa-sisa tanaman sebelumnya.
Penting untuk diperhatikan, bahwa lapisan tanah bagian atas yang paling
subur harus dijaga agar jangan sampai hilang terbuang atau hanyut kebawa air
hujan. Persiapan lahan ini dapat dilakukan pada musim kemarau atau musim
hujan, karena waktu pengolahan tanah yang tepat adalah segera setelah
musim hujan selesai atau awal musim kemarau.

2. Pengolahan tanah
Setelah lahan kering bersih, lalu dilakukan pengolahan tanah agar
pertumbuhan tebu baik dan produktivitasnya maksimal. Tahap pertama
pengolahan tanah menggunakan bajak untuk memotong dan membalik tanah,
dan kemudian dilanjutkan dengan garu untuk menggemburkan tanah. Setelah
tanah selesai diolah kemudian dibuat kairan (alur tanaman). Khusus untuk
tanah yang mempunyai lapisan kedap air, pembuatan kairan harus lebih
dalam dari kedalaman lapisan kedap air.
Tahap pertama pengolahan tanah menggunakan bajak untuk
memotong dan membalik tanah, dan kemudian dilanjutkan dengan garu untuk
menggemburkan tanah. Setelah tanah selesai diolah kemudian dibuat kairan.
Untuk mendapatkan hasil olahan tanah yang baik yaitu cukup dalam dan
gembur, tanah harus dalam keadaan cukup air (tidak basah dan tidak terlalu
kering). Berdasarkan hal ini maka saat yang tepat untuk mengolah tanah
adalah segera setelah musim hujan selesai atau awal musim kemarau. Pada
umumnya lahan kering berukuran sempit, maka tenaga untuk pengolahan
tanah yang murah dan efektif adalah dengan menggunakan traktor.

Kemudian pengolahan tanah mengikuti kaidah konservasi lahan,


yaitu: Kemiringan lahan 0-5% menggunakan teras datar, kemiringan lahan
>5-12% menggunakan teras kredit/teras gulud, dan kemiringan lahan >15 25% menggunakan teras bangku. Sedangkan jarak kairan antara 0,95 - 1,25
m, untuk lahan semakin miring, subur dan basah jaraknya semakin sempit.
Panjangnya kairan kira-kira 50 m atau melihat kondisi. Kemudian jarak pusat
ke pusat (PKP) di lahan miring adalah 1,10 atau 1,30 m.
Apabila terjadi kemarau panjang (lebih dari 6 bulan), maka
pengolahan tanah harus dalam dan tanaman perlu diberi mulsa. Bagi tanah
yang pH nya sangat asam, perlu dinetralkan dengan memberi dolomite atau
kapur, terutama untuk jenis tanah podzolik.

3. Penanaman
Penanaman tebu pada lahan kering diperlukan bibit varietas tebu yang
memiliki sifat-sifat, antara lain: tahan kekeringan, mudah berkecambah, cepat
beranak, jangka waktu keluar anakan yang agak panjang dan bertunas
banyak, tahan kepras yang baik, rendemen tinggi, mudah diklentek, dan tahan
roboh.. Untuk mengetahui varietas yang mana yang paling cocok untuk suatu
daerah, dapat dilakukan dengan mengadakan percobaan adaptasi tanaman
terlebih dahulu.
Saat penanaman tebu, kondisi tanah dikehendaki lembab tapi tidak
terlalu basah dan cuaca cerah. Untuk saat ini tanam tebu lahan kering yang
paling tepat adalah masa pancaroba yakni akhir musim kemarau sampai awal
musim hujan atau sebaliknya. Untuk daerah kering (tipe iklim C dan D
Schimdt-Fergusson) saat tanam adalah antara pertengahan OktoberDesember, sedang pada daerah basah (tipe iklim B) adalah awal musim
kemarau.
Pada daerah dengan musim kemarau panjang (daerah kering) tebu
ditanam sebagai bibit stek mata tiga dengan jumlah 8-9 mata tunas per meter
juringan (15.000-20.000 stek per hektar) atau pada prinsipnya mengarah pada
jumlah mata tumbuh 40.000-45.000 per hektar. Stek tebu diletakkan pada
dasar juringan dengan jarak tanam 1,25-1,35 m. Pada daerah dengan musim

kemarau pendek, digunakan stek 3 mata ditanam, bersentuh ujung (end to


end) atau tumpang tindih (overlapped 20 %) pada dasar juringan yang
dangkal. Pada keadaan yang mendesak dan kekurangan tenaga dapat dipakai
tebu lonjoran dengan 5-6 mata, dipotong menjadi dua.

4. Pembukaan Kebun.
a.

Sebaiknya pembukaan dan penanaman dimulai dari petak yang paling


jauh dari jalan utama atau lori pabrik.

b.

Ukuran got standar ; Got keliling/mujur lebar 60 cm; dalam 70 cm, Got
malang/palang lebar 50 cm; dalam 60 cm. Buangan tanah got diletakkan
di sebelah kiri got. Apabila got diperdalam lagi setelah tanam, maka
tanah buangannya diletakkan di sebelah kanan got supaya masih ada
jalan mengontrol tanaman.

c.

Juringan/cemplongan (lubang tanam) baru dapat dibuat setelah got - got


malang mencapai kedalaman 60 cm dan tanah galian got sudah diratakan.
Ukuran standar juringan adalah lebar 50 cm dan dalam 30 cm untuk
tanah basah, 25 cm untuk tanah kering. Pembuatan juringan harus
dilakukan dua kali, yaitu stek pertama dan stek kedua serta rapi.

d.

Jalan kontrol dibuat sepanjang got mujur dengan lebar + 1 m. Setiap 5


bak dibuat jalan kontrol sepanjang got malang dengan lebar + 80 cm.
Pada juring nomor 28, guludan diratakan untuk jalan kontrol (jalan tikus)

Anda mungkin juga menyukai