Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

PESTISIDA PERTANIAN

ACARA

: PENGUJIAN HERBISIDA

DISUSUN OLEH:

NAMA

: MOH ALI WAFA

NIM

: 131510501230

GOLONGAN

:E

NILAI

LABORATORIUM PENYAKIT TUMBUHAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi tanaman pertanian, baik yang diusahakan dalam bentuk pertanian
rakyat atau pun perkebunan besar ditentukan oleh beberapa faktor antara lain
hama, penyakit dan gulma. Kerugian akibat gulma terhadap tanaman
budidayabervariasi, tergantung dari jenis tanamannya, iklim, jenis gulmanya, dan
tentu sajapraktek pertanian di samping faktor lain. Di negara yang sedang
berkembang, kerugian karena gulma tidak saja tinggi, tetapi juga mempengaruhi
persediaan pangan dunia. Tanaman perkebunan juga mudah terpengaruh oleh
gulma, terutama sewaktu masih muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan
sama sekali, makakemungkinan besar usaha tanaman perkebunan itu akan rugi
total.
Oleh karena itu diperlukan pengendalian gulma secara efektif dan
efisien.Pengendalian dapat berbentuk pencegahan dan pemberantasan. Mencegah
biasanya lebih murah tetapi tidak selalu lebih mudah. Di negara-negara yang
sedang membangun kegiatan pengendalian yang banyak dilakukan orang adalah
pemberantasan. Pengendalian gulma dapat dilakukandengan cara-cara Preventif
(pencegahan), Pengendalian gulma secara fisik, Pengendalian gulma dengan
sistem budidaya, Pengendalian gulma secara biologis, Pengendalian gulma secara
kimiawi, dan Pengendalian gulma secara terpadu.
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor
penghambat bagi keberhasilan usaha budidaya tanaman yang dilakukan.
Keberadaan dan aktivitas Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada lahan
budidaya tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan hasil dari produk
pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut menyebabkan
manusia menjadi perlu untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT) tersebut sehingga produktivitas tanaman dapat terjaga. Salah satu cara yang
paling banyak digunakan adalah dengan menggunakan pestisida.
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata
caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai

pembunuh hama. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan


peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan
kimia yang digunakan untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan
hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk serangga
penyebar penyakit, dengan tujuan kesejahteraan manusia.
Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur
tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang
digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6tahun 1995). USEPA
menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk
mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan,
tanaman, dan mikroorganisme penggangu tanaman.
Salah satu jenis pestisida yang umum digunakan adalah herbisida.
Herbisida merupakan pengendali gulma karena memiliki bahan aktif yang dapat
menjadi racun terhadap gulma tersebut. Pestisida ini memiliki bahan aktif yang
dapat menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan dan penggunanya
apabila proses pengaplikasiannya dilakukan dengan kurang tepat. Oleh karena itu
diperlukan kajian tentang teknik aplikasi herbisida sehingga herbisida yang
diaplikasikan dapat efektif mengendalikan populasi gulma sasaran serta tidak
menimbulkan efek negative terhadap lingkungan dan penggunanya.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui cara kerja dari masing-masing herbisida terhadap pertumbuhan
gulma.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengujian herbisida.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Penggunaan pestisida secara intensif di Indonesia telah berlangsung sejak
lama. Pengendalian gulma selama ini terbatas pada penggunaan herbisida tunggal
dengan satu jenis bahan aktif dan spesifik. Jenis herbisida selektif hanya mampu
mengendalikan satu jenis gulma, dimana apabila salah satu gulma dikendalikan,
maka gulma jenis lain yang lebih tahan akan menjadi dominan pada lahan, dan
dapat menimbulkan masalah baru.(Guntoro. dan Trisnani. 2013).
Gulma merupakan masalah utama pada sistem tanam benih langsung.
Pengendalian gulma sejak awal sebelum tanam sangat diperlukan untuk
mengurangi resiko kerugian akibat gulma. Pengendalian gulma dapat dilakukan
dengan cara penyiangan yaitu dengan mekanik, pencabutan atau cara kimia.
Kendala yang dihadapi petani padi di lahan pasang surut adalah masih tingginya
biaya yang dikeluarkan petani untuk mengendalikan gulma Saat ini petani tidak
lepas dari penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma. Berbagai jenis
herbisida dengan bahan aktif yang berbeda serta dosis yang sangat tinggi biasa
dilakukan oleh petani di lahan pasang surut. Pengendalian cara mekanis
memerlukan biaya pengendalian gulma lebih mahal namun cara kimia dapat
menyebabkan polusi lingkungan dan resistensi gulma terhadap herbisida Untuk
itu, penggabungan cara pengendalian gulma yang mampu bersinergi antara yang
satu dengan lainnya, baik fisik(jenis gulma dan tanaman budi daya maupun
ekonomi dan sosial, yang disebut pengendalian gulma secara terpadu.(Marpaung.
dkk. 2013)
Pada areal pertanaman sering ditemui kendala yang disebabkan oleh
keberadaan Organisme Pengganggu Tanaman, khususnya gulma. Gulma
merupakan salah satu Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang menghambat
partumbuhan, perkembangan dan produktivitas tanaman. Kehadiran gulma
disekitar tanaman budidaya tidak dapat dihindarkan, terutama jika lahan tersebut
ditelantarkan. Beberapa herbisida yang diformulasikan untuk pengendalian gulma
pada tanaman jagung, diantaranya herbisida berbahan aktif atrazina dan
mesotriona. Herbisida dapat diaplikasi secara pra tumbuh maupun pasca tumbuh
dengan cara kerja menghambat transpor elektron pada fotosistem II, sedangkan

herbisida mesotriona adalah menghambat fungsi dari enzim yang esensial bagi
kehidupan tanaman yaitu enzim HPPD (p-hidroksi-fenil-piruvat dehidrogenase)
yang menyebabkan pigmen karotenoid tidak terbentuk, sehingga mengganggu
fotosin-tesis yang pada akhirnya akan menimbul-kan gejala bleaching kemudian
mati. (Hasanuddin. 2013).
Pengendalian gulma ialah proses membatasi investasi gulma sedemikian
rupa sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien.
Pengendalian gulma bertujuan untuk menekan populasi gulma sampai tingkat
populasi yang tidak merugikan secara ekonomis dan sama sekali tidak bertujuan
menekan populasi gulma sampai dengan nol. Untuk menjaga pertumbuhan
tanaman yang baik, perlu dilakukan pengendalian pertumbuhan gulma yang
tumbuh di sekitar tanaman karena bisa menjadi pesaing terutama dalam hal
penyerapan memperoleh hara atau makanan. Penggunaan media non tanah dapat
mengurangi tumbuhnya gulma pada tanaman yang ditanam dalam pot.
Pengendalian gulma juga secara tidak langsung mencegah gangguan hama dan
penyekit pada tanaman. Gulma atau rumput liar dapat menjadi tempat tumbuhnya
berbagai serangga yang berfungsi sebagai vektor. Pengendlian secara kimiawi
dapat dilakukan bila tanaman yang dimiliki berjumlah banyak, yakni dengan
memperhatikan gejala serangan gulma, kemudian menentukan jenis pestisida
yang dapat digunakan, tentunya dengan dosis dan cara aplikasi yang tepat
(Ratnasari, 2008).
Herbisida ini mengendalikan seperti hormon auksin yang kemudian
terakumulasi pada batang dan daun. dengan demikian akan menyebabkan
pertumbuahn tanaman yang tidak terkendali hingga akhirnya mati sehingga
jumlah gulma yang diambil untuk dihitung berat keringnya akan sedikit.
Pengendalian organisme pengganggu dengan pestisida banyak digunakan secara
luas oleh masyarakat, karena mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan
cara pengendalian yang lain. herbisida sistemik selektif digunakan untuk
mengendalikan gulma kayuan dan berdaun lebar. Triklopir berdampak sedikit atau
tidak sama sekali pada rerumputan. Triklopir mengendalikan gulma dengan

meniru hormone auksin tanaman, menyebabkan tanaman tidak terkendali


pertumbuhannya (Hafiz. dkk. 2014).
Aplikasi herbisida dengan dosis dan konsentrasi yang lebih tinggi
memberikan pengaruh lebih baik dalam menekan pertumbuhan gulma Konsentrasi
dan dosis herbisida yang terlalu rendah menyebabkan rendahnya efektivitas
herbisida dalam membunuh gulma Hal ini juga bahwa herbisida lebih efektif
dalam mengendalikan gulma bila dibandingkan dengan glifosat. (Utomo.
dkk.2014).
Pemberantasan OPT dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida yang
meliputi insektisida, fungisida, herbisida, dan bakterisida. Herbisida adalah semua
zat kimia dan bahan lain serta jasad renik, serta virus yang dipergunakan untuk
memberantas atau mencegah tanaman liar atau gulma yang dapat menyebabkan
kerugian pada manusia. Peranan Pestisida dalam upaya penyelamatan produksi
pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman masih sangat besar, terutama
apabila telah melebihi ambang batas pengendalian atau ambang batas ekonomi.
Namun demikian, mengingat pestisida juga mempunyai resiko terhadap
keselamatan manusia dan lingkungan maka Pemerintah berkewajiban dalam
mengatur

pengadaan,

peredaran

dan

penggunaan

Pestisida

agar

dapat

dimanfaatkan secara bijaksana (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011).


Beberapa herbisida pra tumbuh efektif digunakan untuk mengendalikan
gulma, terutama untuk gulma rumput semusim. Herbisida dapat menimbulkan
efek pada hama khususnya tanaman pengganggu, namun herbisida dapat
mempengaruhi mekanisme yang penting bagi bentuk kehidupan yang lebih tinggi
seperti manusia dan hewan. Dalam dosis kecil, herbisida tidak berbahaya bagi
manusia dan hewan karena ukurannya yang jauh lebih besar dari hama tanaman
pengganggu, namun apabila dosis kecil tersebut terakumulasi dalam jumlah
tertentu akan membahayakan manusia dan hewan. Kontak dengan herbisida akan
mengakibatkan efek bakar yang langsung dan dapat terlihat pada penggunaan
kadar tinggi karena kandungan asam sulfat 70 %, besi sulfat 30 %, tembaga sulfat
40 %, dan paraquat (Riadi. Dkk. 2011)

BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum

Pestisida

Pertanian

yaitu

acara

Pengujian

Herbisida

dilaksanakan pada hari Senin tanggal 27 Oktober 2014 pukul 11.00 WIB sampai
selesai bertempat di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Timba plastik
2. Mangkok plastik
3. Alat semprot/hand sprayer
4. Gelas ukur
3.2.2 Bahan
1. Benih kacang tanah, kedelai, jagung, bibit padi
2. Herbisida Saber 720 EC/Weedrol 720 EC, Ally 20 WDG, Ronstar 250 EC
3. Tanah tegalan
4. Tanah sawah
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Perlakuan Benih Kacang Tanah, Kedelai, Jagung

1.

Menyiapkan media tanam untuk kedelai, kacang tanah, dan jagung pada
mangkuk plastik dengan menggunakan tanah tegal yang diperkirakan terdapat
biji-biji gulma.

2.

Membasahi media tanam sampai kapasitas lapang, selanjutnya menanam


benih kedelai, jagung, kacang tanah ditanam pada mangkuk masing-masing
10 benih.

3. Membuat perlakuan herbisida sebagai berikut:

4.

Saber 720 EC konsentrasi 1 cc/l air, 2 cc/l air, dan 3 cc/l air.
Ally 20 WDG konsentrasi 1g/l, 2 g/l, dan 3 g/l.
Ronstar 250 EC dosis 2 cc/l, 4 cc/l, dan 6 cc/l.
Kontrol tanpa perlakuan herbisida

Menyemprotkan herbisida tersebut pada benih yang sudah ditanam.


Menyiram tiap-tiap perlakuan setiap hari untuk menjaga kelembaban.

5.

Melakukan pengamatan 14 hari setelah perlakuan, yaitu persentase kecambah


benih, kecamabah yang mengalami keracunan, dan pertumbuhan kecambah
gulma.

3.3.1 Perlakuan pada Bibit Padi


1.

Menyiapkan media tanam padi sawah dengan menggunakan timba


plastik/polybag.

2.

Menanam bibit padi umur 25 30 hari.

3.

Melakukan penyemprotan setelah tanaman tumbuh dengan baik dengan


menggunakan:
Ally 20 WDG dengan 3 level dosis
Saber 720 EC dengan 3 level dosis

4.

Melakukan pengamatan terhadap keracunan tanaman padi dan pertumbuhan


gulma

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1 Tabel Pengamatan Pengujian Herbisida
No

Perlakuan

Gulma rumputrumputan

Gulma
Teki

Gulma
berdaun lebar

Tanah sawah

30

Tanah tegalan

Tanah sawah

20

Tanah tegalan

Tanah sawah

Tanah tegalan

Tanah sawah

Tanah tegalan

Tanah sawah

Tanah tegalan

Tanah sawah

Tanah tegalan

Tanah sawah

Tanah tegalan

Tanah Sawah
8

Tanah Tegal

4.2 Pembahasan
Hasil praktikum pengujian herbisida di jelaskan dalam tabel di atas untuk
melakukan pengujian pada 2 jenis tanah tegalan dan tanah sawah, pada dengan
perlakuan yaitu, tanah sawah dan tanah tegalan. Berdasarkan dari hasil
pengamatan terhadap masing-masing perlakuan selama 14 hari maka dapat
diperoleh data seperti pada tabel hasil diatas. Hasil tabel di atas menunjukkan,
diketahui bahwa tanah dengan perlakuan kontrol memiliki jumlah pertumbuhan
gulma yang paling banyak di karenakan tanpa ada perlakuan penyemprotan
herbisida pada kontrol. Gulma yang paling banyak tumbuh adalah gulma dari
golongan rumput-rumputan pada kelompok 1 yang berjumlah 30 pada tanah
sawah. Pada tanah yang mendapat perlakuan pemberian herbisida, pertumbuhan
gulmanya lebih sedikit pada kelompok 2 berjumlah 20 gulma rumput-rumputan
pada kelompok 3 berjumlah 5 gulma, kelompok 7 berjumlah 3 gulma dan
kelompok 8 berjumlah 7 gulma dari hasil penyemprotan herbisida menunjukkan
jumlah gulma pada tanah sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada
praktikum yang dilakukan penyemprotan herbisida pada tanah sawah dan tegalan
efektif dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan gulma. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa penggunaan herbisida pada lahan pertanian baik lahan sawah
maupun tegalan sangat diperlukan dalam menghambat perkembangan gulma
supaya tidak mengganggu pertumbuhan tanman budidaya.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama 14 hari, di jelaskan pada
tabel di atas, data yang telah diperoleh juga dapat terlihat bahwa tanah sawah
merupakan tanah yang paling rawan terhadap gangguan gulma. Pertumbuhan
gulma pada tanah sawah sangat jelas terlihat dibandingkan dengan pertumbuhan
gulma pada tanah tegalan. Tanah sawah lebih subur dan banyak kandungan bahan
organik pada tanah sawah sehingga menyebabkan tumbuhnya gulma sangat cepat.
Gulma pada tanah sawah lebih tahan terhadap racun pada herbisida yang
digunakan. Tingginya jumlah pertumbuhan gulma pada tanah sawah tersebut
dapat terjadi karena penggunaan tanah sawah yang kurang memperhatikan aspek
berkelanjutan dengan tidak dilakukannya pengelolaan lahan secara maksimal dan
pengontrolan atau menggunakan sistem PHT, penggunaan senyawa kimia yang

berlebihan dan terkadang tidak memakai bahan kimia untuk memusnahkan


gulma . Selain itu, pengambilan sample tanah sawah juga sangat rentan terhadap
masuknya benih gulma yang pada saat

kemudian dapat sumber terhadap

pertumbuhan gulma. Kondisi tanah sawah yang senantiasa lembab dan banyak
kandungan bahan organik dan lebih subur dari tanah tegalan menyebabkan gulma
dapat berkembang dengan baik pada tanah ini.
Herbisida selektif, adalah herbisida yang beracun untuk tumbuhan tertentu
dari pada tumbuhan lainnya. Secara ideal, herbisida selektif adalah herbisida yang
mempu mengendalikan gulma sasaran tanpa meracuni tanaman budidaya untuk di
basmi. Herbisida non-selektif, adalah herbisida yang beracun bagi semua spesies
tumbuhan yang ada. Oleh karena itu, herbisida jenis ini diaplikasikan pada saat
tidak ada tanaman utama yang sengaja dibudidayakan, sebelum tanaman utama di
sebar maka perlakuan herbisida non-selektif bisa diterapkan terlebih dahulu .
Pada perlakuan penyemprotan pada kelompok 5 memakai herbisida
Gramaxone 276 Sl dengan bahan aktif parakuat diklorida 276 Sl. Gramoxone 276
SL adalah herbisida kontak non selektif yang bekerja cepat untuk mengendalikan
berbagai jenis gulma pada tanaman perkebunan, pertanian dan sayuran.
Gramoxone bekerja sangat cepat menghentikan kompetisi gulma, tidak
terpengaruh oleh hujan dan dengan pengendalian gulma yang sangat luas.
Formulasi Gramoxone mengandung 3 bahan pengaman yaitu pembau , pemuntah
dan pewarna. Secara umum, herbisida dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu
berdasarkan waktu aplikasi, cara aplikasi, bentuk molekul, dan cara kerja.
Berdasarkan waktu aplikasinya atau berdasar pada ada tidaknya gulma pada lahan,
herbisida dapat dibagi menjadi dua yaitu herbisida pratumbuh dan herbisida pasca
tumbuh. Herbisida pratumbuh (pre-emergence herbicides) merupakan herbisida
yang diaplikasikan pada tanah sebelum gulma tumbuh. Semua herbisida pratumbuh adalah soil acting herbicide atau herbisida tanah dan bersifat sistemik
(translocated herbicides). Sedangkan herbisida pascatumbuh (post-emergence
herbicides) merupakan herbisida yang diaplikasikan saat gulma sudah tumbuh.
Oleh karena itu, semua herbisida pasca-tumbuh adalah foliage applied herbicide.
Herbisida pasca-tumbuh ada yang bersifat sistemik dan ada pula yang non-

sistemik. Dipandang dari ada atau tidaknya tanaman pokok waktu herbisida
diaplikasikan, dikenal adanya herbisida yang diaplikasikan sebelum tanaman
pokok ditanam (preplanting) dan herbisida yang diaplikasikan sesudah lahan
ditanami (postplanting). Herbisida preplanting bisa saja preemergence atau
postemergence, demikian pula herbisida postplanting bisa emergence atau
postemergence.
Klasifikasi herbisida berdasarkan pada perbedaan derajat respon
tumbuh - tumbuhan terhadap herbisida selektivitas. Herbisida selektif merupakan
herbisida yang bersifat lebih beracun untuk tumbuhan tertentu dari pada tumbuhan
lainnya. Contoh herbisida Selektif adalah 2,4 D, ametrin, diuron, oksifluorfen,
klomazon, dan karfentrazon. Sedangkan herbisida nonselektif merupakan
herbisida yang beracun bagi semua spesies tumbuhan yang ada. Herbisida selektif
sangat penting bagi sistem produksi tanaman. Jalur aplikasi herbisida yang lain
adalah melalui tanah baik dilakukan dengan cara penyemprotan pada permukaan
tanah, dicampur dengan tanah, maupun disuntikkan ke dalam tanah. Herbisida
yang diaplikasikan melalui tanah diarahkan untuk mengendalikan gulma sebelum
gulma tersebut tumbuh (pra-tumbuh). Herbisida yang termasuk kelompok ini
diantaranya adalah diuron, bromacil, 2,4-D, oksidiazon, oksifluorfen, ametrin,
butaklor, dan metil metsulfuron. Herbisida selektif sangat diperlukan dalam sistem
produksi tanaman. Dengan sifat yang dimilik herbisida selektif tersebut, dapat
dipilih herbisida yang dapat mengendalikan gulma dengan baik tanpa meracuni
tanaman utama. Sedangkan herbisida non-selektif, merupakan herbisida yang
dapat mematikan atau bersifat racun pada hampir semua gulma dan tanaman lain
yang terkena herbisida tersebut termasuk tanaman utama yang dibudidayakan,
contoh: Paraquat, Glifosat.
Klasifikasi herbisida berdasarkan pada waktu aplikasinya Ada dua tipe
herbisida berdasarkan aplikasinya yaitu herbisida pratumbuh (preemergence
herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama
disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar. Biasanya
herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan
yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya.

Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan
pokoknya. Berdasarkan cara kerjanya atau efek yang ditimbulkan terhadap
mempengaruhi gulma, herbisida dapat dibedakan menjadi 5 diantaranya:
1. Herbisida yang mempengaruhi respirasi gulma, contohnya dinoseb (kelompok
dinitrofenol), bromoksinil, dan toksinil (kelompok hidroksibenzonitril).
2. herbisida yang mempengarhi proses fotosintesis gulma, contohnya sebagai
berikut: Intervensi aliran elektron, contohnya bromoksinil (hidroksibenzonitril),
propanil (anilide), asulam, fenmedifam (karbamat), ametrin, simazine, metribuzin,
sianazine (triazin), klorbromuron, diuron, dan linuron (urea), penghambat sisntesis
karotenoid, contohnya kelompok aminotriazol; dan menghambat akseptor elektron
dalam fotosintesis.
3. Herbisida penghambat perkecambahan dapat dibedakan lagi menjadi
penghambat mikrotubula, contohnya trifluralin (dinitroanilin), asulam, barban,
klorprofan (karbamat) serta penghambat perkecambahan yang mekanisme
kerjanya belum jelas. Beberapa contohnya adalah alaklor, butaklor, metolaklor,
propaklor (kloroasetanilida).
4. Herbisida yang memiliki efek terhadap sintesis asam amino, contohnya adalah
glifosat (organofosfat), klorsulforon, sulfumeturon (sulfonilurea), imazapir,
imazakuin (imadazolinon).
5. Herbisida yang mempengaruhi metabolisme lipida, contohnya dalapon (asam
alifalik), molinat, dan tiobenkarb (tiokarbamat).
Klasifikasi herbisida berdasarkan media atau jalur aplikasinya Herbisida
tertentu dapat diaplikasikan melalui daun. Herbisida yang termasuk dalam
kelompok ini adalah herbisida pasca tumbuh, yaitu herbisida yang diaplikasikan
pada saat gulma sudah tumbuh. Beberapa contoh herbisida pasca tumbuh adalah
glifosat, paraquat, glufosinat, propanil, dan 2,4-D. Jalur aplikasi herbisida yang
lain adalah melalui tanah, baik dilakukan dengan cara penyemprotan pada
permukaan tanah maupun dicampur/diaduk dengan tanah. Herbisida yang
diaplikasikan melalui tanah diarahkan untuk mengendalikan gulma sebelum
gulma tersebut tumbuh.

Klasifikasi berdasarkan tipe translokasi herbisida dalam tumbuhan Secara


umum herbisida dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu herbisida kontak (tidak
ditranslokasikan) dan sistemik (ditranslokasikan).
a. Herbisida kontak dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan
bagian gulma yang terkena/kontak langsung dengan herbisida karena sifat
herbisida ini tidak ditranslokasikan atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma.
Semakin banyak organ gulma yang terkena herbisida akan semakin baik daya
kerja herbisida tersebut. Oleh sebab itu, herbisida kontak umumnya diaplikasikan
dengan volume semprot tinggi sehingga seluruh permukaan gulma dapat
terbasahi. Daya kerja herbisida tersebut kurang baik bila diaplikasikan pada gulma
yang memiliki organ perkembangbiakan dalam tanah.
b. Herbisida sistemik merupakan suatu herbisida yang dialirkan atau
ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama dengan herbisida ke
bagian lainnya, biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut
metabolisme tumbuhan paling aktif berlangsung. Herbisida ini dapat diaplikasikan
melalui daun /pasca tumbuh atupun melalui tanah/pratumbuh.
Dari cara kerjanya herbisida ada 2 macam, herbisida kontak dan herbisida
sistemik. Herbisida kontak adalah herbisida yang berguna untuk menyiang gulma
dengan cara langsung mengganggu tanaman untuk berfotositensis, gulma yang
secara langsung terkena herbisida kontak akan mati. Di dalam jarinngan
tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan.
Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Karena hanya
mematikan bagian gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat terjadi sangat
cepat. Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi singkat. Herbisida kontak
memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata ke
seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang lebih
baik. Keistimewaannya, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah
disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat
jika waktu penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan
tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini

tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma.
Contoh herbisaida kontak : Herbisida Kontak : NOXONE 297SL
. Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya dengan
mengganggu enzim yang berperan dalam membentuk asam amino yang
dibutuhakan tanaman, dan mudah menyerap ke seluruh jaringan tanaman, gulma
akan mati sampai akar-akarnya. contoh Herbisida Sistemik : Rambo Gold 480SL.
Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke
seluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran
atau sebaliknya. Cara kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk
membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak
langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara
menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan
tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh,
tunas sampai ke perakarannya. Keistimewaannya, dapat mematikan tunas tunas
yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efek
terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun
sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi
sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang).
Penggunaan herbisida sistemik ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu,
tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua
jenis alat semprot, termasuk sistem ULV (Micron Herbi), karena penyebaran
bahan aktif ke seluruh gulma memrlukan sedikit pelarut.
Sedangkan herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan
jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida, terutama
bagian gulma yang berwrna hijau, serta gulma yang memilikki perakaran tidak
meluas. Herbisida ini akan membunuh gulma bila cairan herbisida yang
disemprotkan langsung mengenai gulma tersebut. Di dalam jaringan tumbuhan,
bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan. Jika ada,
bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Karena hanya mematikan bagian
gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat terjadi sangat cepat. Dengan
demikian, rotasi pengendalian menjadi lebih singkat. Cuntoh herbisida kontak

diantaranya: Gramoxone (bahan aktif paraquat), Paracol (bahan aktif paraquat dan
diuron) dan Agroxone (bahan aktif MCPA).
Herbisida yang

selektif terhadap suatu tanaman belum tentu selektif

terhadap tanaman lainnya. Contohnya herbisida berbahan aktif atrazin dan ametrin
sangat selektif bagi tanaman jagung, tebu, dan nanas, tapi tidak selektif terhadap
padi. Di sisi lain, propanil, triasulforan, dan metsulfuron metil sangat selektif
terhadap padi, tetapi belum tentu selektif terhadap tanaman lainnya.
Selektivitas herbisida dipengaruhi oleh dua hal, yaitu :
a. Faktor tanaman yang berhubungan dengan herbisida, terdiri dari selektivitas
fisiologis dan selektivitas fisik.
Selektivitas fisiologis dapat dikatakan selektivitas bawaan bahan aktif
herbisida tersebut dalam memilih tumbuhan sasarannya yang akan dibunuh.
Suatu tanaman dapat mengubah bahan aktif herbisida dalam takaran tertentu
menjadi bahan yang tidak meracuni tanaman tersebut. Contoh kasusnya adalah
atrazin pada tanaman jagung, dimana tanaman ini mampu mendetoksifikasi
atrazin sehingga tidak beracun bagi jagung.
Selektivitas fisik terjadi karena adanya zat penghalang atau lapisan tertentu pada
tanaman yang mampu menahan herbisida sehingga tidak bisa mencapai bagian
tanaman yang peka. Contoh kasusnya adalah lapisan kayu pada pohon dewasa,
sehingga herbisida yang non-selektif sekali pun dapat digunakan untuk
mengendalikan gulma pada tanaman perkebunan yang sudah berkayu.
b. Faktor teknik penggunaan, terdiri dari selektivitas posisional dan selektivitas
teknik penyemprotan.
Selektivitas posisional memanfaatkan perbedaan posisi dari bagian-bagian
tanaman dan gulma yang peka terhadap herbisida. Contoh kasusnya adalah
herbisida pra-tumbuh yang aktif di dalam tanah (soil acting) sesudah diaplikasikan
pada tanah, akan segera membentuk semacam lapisan herbisida dengan
kedalaman tertentu di lapisan tanah bagian atas. Biji-biji gulma yang kebanyakan
berada di lapisan ini akan terpapar oleh herbisida dan tidak akan berkecambah.
Jika berkecambah pun, kecambah akan segera mati. Sementara benih tanaman
utama yang ditanam lebih dalam tidak terpapar herbisida dan akan tetap tumbuh.

Selektivitas teknik penyemprotan, berdasarkan pada tata cara aplikasi yang tepat,
sehingga herbisida yang non-selektif pun bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan
gulma pada beberapa jenis tanaman. Contoh kasusnya adalah penggunaan
herbisida non-selektif yang bukan sistemik bisa digunakan untuk mengendalikan
gulma diantara barisan beberapa jenis tanaman dengan teknik directed spray
menggunakan sungkup atau corong. Faktor-faktor selektifitas yang terpenting
adalah :
1. Perbedaan struktur atau morfologi
2. Penyerapan,
3. Translokasi dan
4. Perbedaan fisiologi
5. Formulasi herbisida

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum dan pengamatan acara Pengujian Herbisida yang
telah dilakukan selama 14 hari, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Herbisida merupakan jenis pestisida atau senyawa kimia buatan yang dapat
digunakan sebagai pengendali bagi gulma pada lahan pertanian.
2. Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh diketahui bahwa penggunaan
herbisida efektif dalam menghambat pertumbuhan tanaman pada tanah sawah
dan tanah tegalan.
3. Tanah sawah lebih rentan terhadap gangguan gulma karena memiliki keadaan
yang optimal bagi pertumbuhan gulma.
4. Herbisida dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu berdasarkan waktu aplikasi,
cara aplikasi, bentuk molekul, dan cara kerja.
5. Herbisida selektif yaitu herbisida yang dapat mematikan atau menghambat
jenis-jenis gulma tertentu sedangkan herbisida non selektif bersifat racun pada
hampir setiap jenis tanaman diluar gulma itu sendiri.
6. Cara kerja herbisida dapat secara sistemik dan secara kontak.
5.2 Saran
Kegiatan praktikum untuk kesediaan air harus dibantu karena pada saat
praktikum dan pengamatan melakukan penyiraman sulit air

DAFTAR PUSTAKA
Abdi Hafiz, A. Edison, P, B. Sengli J. Damanik. 2014. Efikasi Beberapa Herbisida
Secara Tunggal dan Campuran Terhadap Clidemia hirta (L.) D. Don. Di
Perkebunan Kelapa Sawit, Jurnal Online Agroekoteknologi, 4 (2) 1578
1583.
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan
Pestisida. Jakarta: Direktorat Pupuk dan Pestisida.
Dwi Wahyu Sulistyo Utomo, D, W, S. Agung, N.dan Husni Thamrin, S. 2014.
Pengaruh Aplikasi Herbisida Pra Tanam Cuka (C2h4o2), Glifosat Dan
Paraquat Pada Gulma Tanaman Kedelai (Glycine Max L), Jurnal
Produksi Tanaman, 3 (2) :213-220.
Guntoro, D. dan Trisnani, Y, F. 2013. Aktivitas Herbisida Campuran Bahan Aktif
Cyhalofop-Butyl dan Penoxsulam terhadap Beberapa Jenis Gulma Padi
Sawah, Bul. Agrohorti, 1 (1) :140 148.
Hasanuddin. 2013. Aplikasi Beberapa Dosis Herbisida Campuran Atrazina Dan
Mesotriona Pada Tanaman Jagung: I. Karakteristik Gulma, J Agrista, 17
(1) :36-41.
Imelda S. Marpaung, I, S. Yakup, P.dan Erizal, S. 2013. Evaluasi Kerapatan
Tanam dan Metode Pengendalian Gulma pada Budidaya Padi Tanam
Benih Langsung di Lahan Sawah Pasang Surut, Jurnal Lahan
Suboptimal, 1 (2)1:93-99.
Muh. Riadi, M. Rinaldi, S. Elkawakib, S. 2011. Herbisida Dan Aplikasinya,
Makassar :Program Studi Agroteknologi Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Ratnasari, Juwita. 2008. Galeri Tanaman Hias Daun. Depok: Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai