Anda di halaman 1dari 10

MIKROBIOLOGI PERIODONTAL

Dalam jaringan periodontal (gusi sekitarnya), ternyata mengandung banyak sekali kehidupan
mikroorganisme didalamnya. Bakteri flora normal ataupun bakteri yang sekedar numpang lewat,
ramai dan berinteraksi di dalam jaringan periodontal kita. Sehat tidaknya jaringan gusi kita
sangat tergantung dari keseimbangan dan harmonisasi dari host dan bakteri. Mikrobiologi
periodontal merupakan penjelasan singkat tentang kehidupan makhluk kecil di jaringan
periodontal kita.
Secara umum, berdasarkan hubungan dengan gingiva margin plak terbagi menjadi :
1.Plaque supra gingiva :
2.Plaque subgingiva
Plak Supragingiva :
Terdiri atas :
plaque coronal : berkontak hanya dengan permukaan gigi
plaque marginal : berkontak pada permukaan gigi bagian gingival margin.
Plaque supra gingiva dapat dideteksi secara klinik bila telah mencapai ketebalan tertentu, akan
tetapi dalam jumlah yang kecil tidak dapat dilihat kecuali dengan disclosing solution. Plaque
teridiri dari : terutama MO yang berfloriferasi bersama dengan sel epitel yang tersebar, leukosit
dan makrofag pada suatu matrix interseluler. Plaque mengandung 70-80% bakteri .Dalam 1 mg
plaque mengandung 108 bakteri dan mempunyai susunan yang sangat kompleks.
Jumlah plque supra gingiva dapat ditemukan dalam waktu 1 jam setelah gigi dibersihkan dan
akumulasi dari plak berhubungan dengan kecepatan pembentukan dan akumulasi dari plaque.
Dimana kecepatan pembentukannya berbeda diantara individu baik pada gingiva yang berbeda
dalam satu mulut dan pada permukaan yang berbeda dalam satu gigi.
Hal ini dipengaruhi oleh :
Makanan
Umur
Oral hygiene
Susunan gigi
Penyakit sistemik
Faktor host
Bagian plaque yang bukan bakteri disebut sebagai matriks inter bakteri meliputi hampir 20-30%
vol. Plaque. Bagian organik dari matriks ini adalah : protein dan polisakarida 30% dan lipid 15%.
DEXTRAN : merupakan komponen karbohidrat terdapat dalam jumlah besar dalam matriks
plaque supragingival. Kemudian komponen matriks lainnya adalah : levan,galaktosa dan
metylpentosa dalam bentuk rhamnosa. Komponen anorganik matriks plaque supra gingival
:kalsium.phosfor, dan sejumlah kecil maghnesium,potassium dan sodium.
Sebelum bakteri berkolonisasi pada permukaan gigi, didahului oleh suatu lapisan yang disebut
pellicle. Pellicle merupakan struktur organik yang dapat berubah menjadi plaque dengan sangat

cepat. Kolonisasi pertama adalah Coccus, dengan sejumlah kecil sel epitel dan
polimorphonuclear leukosit. Mikroorganisme yang pertama membentuk lapisan monosel baik
tunggal atau dalam kelompok kecil. Selanjutnya terjadi pertumbuhan bakteri bertambah dalam
hal vol. Dan luas selanjutnya bergabung dengan sekitarnya.
Selama lima jam pertama bakteri melekat berproliferasi dan membentuk koloni kecil dari coccus
yang disebut makro koloni yang selanjutnya plaque yang sudah sempurna ditandai dengan
kompleksitasnya.
Perlekatan bakteri mulut sangat berbeda-beda dalam kemampuannya untuk melekat dengan
permukaan mulut. Kemampuan ini bukan di sebabkan karena perbedaan kemampuan kecepatan
pertumbuhan tetapi karena perbedaan kemampuan perlekatan bakteri.
Pada perkembangan plak 2 proses adhesi yang diperlukan
1.Bakteri harus melekat pada permukaan pellicle dan menjadi cukup melekat untuk
menanggulangi tekanan pembersihan mulut.
2.Harus tumbuh dan melekat satu sama lain untuk memungkinkan penimbunan plak.
Perlekatan bakteri terjadi interaksi antara bakteri spesifik dan pellicle pada proses interaksi ini
ditunjang oleh proses kimia dan fisik yaitu :
1.Tekanan elektrostatis : perlekatan bakteri pada pellicle email dapat terjadi melalui interaksi
elektrostatis.
2.Interaksi hidrofobik : hubungan ini di dasarkan pada kesesuaian struktur yang dekat antara
molekul-molekul.
3.Organik absolut : komponen organik dalam saliva dan cairan jaringan lainnya mempunyai
pengaruh terhadap adhesi dan kolonisasi.
Interaksi molekul plak pada permukaan plak sel bakteri mempunyai reseptor spesifik yang
disebut ADHESIN dan reseptor ini bertindak sebagai bahan yang menyerupai LECTIN. Lectin
bakteri akan mengenali struktur karbohidrat spesifik dalam pellicle. Semua mekanisme ini
penting dalam perlekatan bakteri untuk tetap hidup dalam lingkungan yang kompleks.
Pertumbuhan dan Proliferasi bakteri.
Bila pellicle menjadi penuh dengan tempat ikatan bakteri pertumbuhan selanjutnya akan
menyebabkan pertumbuhan abkteri dan meningkatkan massa plak. Komposisi dan patogenesis
plak gigi tergantung faktor bakteri, lingkungan dan hostnya.
Contoh beberapa mikroorganisme :
S. Sanguis
S. Mutans
S. Mitis
S. Salivarius
Dan beberapa spesies laktobasilus mempunyai kemampuan untuk membentuk polymer ekstra
seluler dari KH dalam bahan makanan. Polisakarida ekstraseluler ini tidak larut dan
menyebabkan meningkatnya adhesi bakteri salah satu polisakarida ekstraseluler yang dihasilkan
S. Mutans. Glucan yang sifatnya lengket dan tidak larut sehingga menyebabkan media

terperangkapnya MO nonspesifik lainnya dari cairan mulut yang dapat menyebabkan


peningkatan penimbunan bakteri-bakteri lainnya.
Fermentasi KH menghasilkan PH yang rendah dan lingkungan yang bersifat asam, jadi hanya
bakteri yang dapat hidup dalam lingkungan seperti itu akan membentuk koloni yang banyak
jumlahnya yang menyebabkan plak supra gingiva menjadi kariogenik. (terjadi karies). Oksigen
yang dihasilkan merupakan ekologi penting karena mempengaruhi kemampuan bakteri plak
untuk tumbuh dan bertambah banyak. Contoh streptococcus dan laktobacillus tumbuh pada
keadaan fakultatif dimana menggunakan sebagian besar oksigen dan menghasilkan produk
destruktif yang sangat reaktif.
Bila terjadi penimbunan bakteri seperti dalam plak yang sudah sempurna, jumlah oksigen
menjadi sangat kecil yang memungkinkan pertumbuhan bakteri yang sudah didominasi oleh
anaerob obligatif.
Pembentukan plak supragingiva hampir semua nutrien disediakan saliva Streptococcus dan Sp.
Actynomices menggunakan KH dari saliva sebagai nutrisi.Selanjutnya setelah mendapat tempat
yang tetap, bakteri ini akan menghasilkan senyawa yang dapat merupakan nutrisi penting dan
faktor pertumbuhan untuk MO lain. Interaksi nutrisi diantara bakteri penting untuk keberhasilan
bacteriosin oleh species tertentu akan dapat mempengaruhhi ekologi bakteri dengan
meningkatkan atau menghambat inflantasi bakteri tertentu.
Faktor Host
Mekanisme pembersihan seperti aliran saliva, pengunyahan dan gerakan lidah dan pipi, penting
dalam mengontrol plak supragingival.Saliva memberikan efek utama terhadap metabolisme dan
komposisi mikroba plak gigi. Selain pasokan KH sebagai nutrisi penting untuk bakteri spesifik,
saliva sendiri mengandung beberapa bahan penghambat bakteri seperti :
Laktoperoksidase
Laktoferin
Lyzosym
Semuanya untuk mencegah tetapnya organisme yang sensitif. Respon imun host juga
mempengaruhi komposisi plak gigi. Komponen imun berasal dari sekresi mulut, terutama Ig.A
.Antibodi
dalam caoran crevicular, bersama-sama dengan leukosit dan komponen imun lainnya seperti,
komplemen berfungsi : terutama dalam subgingival sebagai suatu respon oleh adanya antigen
dalam lingkungannya (mikro).
Makna klinis plak supragingival.
Apabila kumpulan mikroba ini pada permukaan gigi dapat dicegah, maka gingiva menjadi sehat.
Apabila plak dibiarkan bertumbuh maka akan mengakibatkan gingivitis. Selain itu dapat pula
mengakibatkan pembentukan lingkungan MO yang memungkinkan perkembangan plak
supragingival.
Itulah sebabnya plak supragingival sangat mempengaruhi pertumbuhan, penimbunan patologi
dari plak subgingival, khususnya tahap awal gingivitis dan periodontitis.

Plak Subgingiva
Kolonisasi organisme subgingival dan poket periodontal , berbeda dengan organisme plak
supragingival. Gambaran morfologi sulkus gingiva dan poket periodontal menyebabkan
mekanisme pembersihan alami kurang terlibat didalamnya. Hal ini menyebabkan maturasi dari
penimbunan plak supragingiva, yang menyebabkan perubahan inflamasi yang dimodifikasi
hubungan anatomi dari gingival margin dan permukaan gigi. Menghasilkan lingkungan baru
yang terlidungi supragingival dan terdapat cairan gingival. (crevicular fluid).
Epithel, sel inflamasi dan produk akhir bakteri akan mempengaruhi proporsi MO
subgingival.Organisme dapat melekat pada bakteri lain, gigi, lumen poket, epitel poket. Pada
lumen poket MO akan langsung berhubungan dengan nutrien yang terdapat dalam cairan
gingiva. Lingkungan yang mereduksi oksigen sedikit yang dapat menyebabkan hanya MO yang
anaerob dapat tumbuh dengan cepat.
Perlekatan baktei supragingival pada permukaan gigi. Pada bagian ini struktur dari plak
subgingival = supragingival. Lapisan sebelah dalam yang melekat pada permukaan gigi
didominasi oleh flora, garam positif bentuk batang dan cocci. S. Mitis,S.Sanguis, Eubakterium,
Bifidobacterium, Bakterioma Mathruchotii dan spesies lain. MO gram negatif bentuk batang dan
cocci yang selalu ditemukan pada perlekatan plak ini. Komponen dari subgingival plak
berhubungan dengan deposisi dari garam mineral dan pembentukan kalkulus, karies akar. Bila
organisme berlebihan pada tempat ini misalnya. A. Israelli, A.Naeslundii ditambah
karies akar, hilangnya tulang alv. Tampak oleh adanya penekanan pada osteoblas.
Plak subgingival yang berhubungan dengan epitelium. Komponen dari plak subgingival yang
tidak melekat erat terletak pada hubungan langsung dengan epitel gingiva ke gingival margin
sampai ke epitel junction. Satu bagian berkontak dengan epitel dan bagian lain pada lumen poket
yang mengandung bakteri gram negatif bentuk batang cocci, bakteri berflagel dan spirochaeta.
Organisme ini tidak tersusun dalam pola spesifik. Berbeda dengan komponen non bakteri
lainnya.
Bila organisme dari subgingival ditanam pada binatang percobaan yang bebas kuman dengan
monokontaminan --> periodontitik phatik. Proporsi zona subgingival tampak berkaitan dengan
sifat dan aktifitas penyakit yang ada pada tempat tertentu. Pada lesi yang berkembang cepat
seperti localized juvenile periodontitis, komponen plak subgingival yang berkaitan dengan gigi
tampak sedikit.
Poket periodontal ini mengandung hampir seluruh organisme gram negatif yang membentuk
zona plak subgingival yang berkontak dengan epitel bertambah luas. Beberapa peneliti telah
menunjukkan bahwa plak yang berdekatan dengan epitel sulcus dan junctional epitel merupakan
s

-masing komponen.

Merupakan hal yang penting untuk memahami hubungan kelompok MO tertentu dengan
penyakit plak subgingival yang berkaitan dengan gigi --> penting dalam pembentukan kalkulus,

karies akar subgingival dan destruksi periodontal yang berkembang lambat. Sedangkan
komponen bakteri yang tidak melekat berkaitan dengan destruksi periodontal cepat.
Karies akar subgingival berasal dari plak subgingival yang berkontak dengan permukaan akar.
Plak pada permukaan kalku
karena iritasi dan trauma terhadap epitel poket tipis telah mengalami inflamasi yang disebabkan
oleh kalkulus.
HALITOSIS
Etiologi dan patogenesis halitosis
Halitosis didefinisikan sebagai bau tidak enak yang keluar dari rongga mulut, tanpa
melihat sumber bahan odorus dalam nafas baik dari oral maupun non- oral.Klasifikasi halitosis
dibagi menjadi genuine halitosis, pseudo halitosis dan halitofobia. Berdasarkan penyebabnya,
halitosis dapat dikelompokkan menjadi intraoral atau faktor lokal dan ekstraoral atau faktor
sistemik. Dalam rongga mulut, bau mulut biasanya disebabkan karena kebersihan mulut yang
buruk, gingivitis, periodontitis, soket gigi yang terinfeksi, sisa darah post bedah, debri yang
melekat pada bahan alat gigi, ulser mulut, serostomia dan tongue coating.
Secara normal, rongga mulut merupakan tempat hidup yang baik bagi banyak spesies
baik bakteri, jamur, maupun virus, namun pada pasien halitosis intraoral, lebih banyak
ditemukan variasi bakteri dari kokobasilus batang gram negatif dan batang gram positif.
Walaupun tidak ditemukan hubungan yang pasti antara genus bakteri dengan halitosis, namun
dengan adanya peningkatan diversitas spesies dalam subyek halitosis, menunjukkan bahwa
interaksi dari beberapa spesies yang justru menimbulkan halitosis.
Klasifikasi Bau mulut
Klasifikasi Halitosis
Berdasarkan faktor etiologinya, halitosis dibedakan atasa halitosis sejati,(genuine)
pseudohalitosis dan halitophobia. Halitosis sejati dibedakan lagi atas fisiologis dan patologis .
Halitosis fisiologis merupakan bersifat sementara dan tidak membutuhkan perawatan, sebaliknya
halitosis patologis merupakan halitosis bersifat permanen dan tidak dapat diatasi hanya dengan
pemeliharaan oral hygiene saja , tetapi membutuhkan suatu penanganan dan perawatan sesuai
dengan sumber penyebab halitosis.
1. Genuine Halitosis (halitosis sejati)
Halitosis Fisiologis
Halitosis fisiologis merupakan halitosis yang bersifat sementara dan tidak membutuhkan
perawatan. Pada halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisi patologis yang menyebabkan
halitosis. Contohnya adalah morning breath, yaitu bau nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan
ini disebabkan tidak aktifnya otot pipi dan lidah serta berkurangnya aliran saliva selama tidur.
Bau nafas ini dapat diatasi dengan merangsang aliran saliva dan menyingkirkan sisa makanan di
dalam mulut dengan mengunyah, menyikat gigi atau berkumur.
Halitosis Patologis
Hali tosis patologis merupakan halitosis yang bersifat permanen dan tidak dapat diatasi hanya
dengan pemeliharaan oral higiene saja, tetapi membutuhkan suatu penanganan dan perawatan
sesuai dengan sumber penyebab halitosis. Adanya pertumbuhan bakteri yang dikaitkan dengan

kondisi oral higiene yang buruk merupakan penyebab halitosis patologis intraoral yang paling
sering dijumpai. Tongue coating, karies dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama
halitosis berkaitan dengan kondisi tersebut.Infeksi kronis pada rongga nasal dan sinus paranasal,
infeksi tonsil(tonsilhlith), gangguan pencernaan, tukak lambung juga dapat menghasilkan gas
berbau. Selain itu, penyakit sistemik seperti diabetes ketoasidosir, gagal ginjal, dan gangguan
hati juga dapat menimbulkan bau nafas yang khas. Penderita diabetes ketoasidosis mengeluartan
nafas berbau aseton. Udara pernafasan pada penderita kerusakan ginjal berbau amonia dan
disertai dengan keluhan dysgeusi, sedangkan pada penderita gangguan hati dan kantung empedu
seperti sirosis hepatis akan tercium bau nafas yang khas, dikenal dengan istilah foetor hepaticus.
2. Pseudo Halitosis (Halitosis Semu)
Pada kondisi ini, pasien merasakan dirinya memilki bau nafas yang buruk, namun hal ini tidak
dirasakan oleh orang lain disekitarnya ataupun tidak dapat terdeteksi dengan tes ilmiah. Oleh
karena tidak ada masalah pernapasan yang nyata, maka perawatan yang perlu diberikan pada
pasien berupa konseling untuk memperbaiki kesalahan konsep yang ada (menggunakan
dukungan literature, pendidikan dan penjelasan hasil pemeriksaan) dan mengingatkan perawatan
oral hygiene yang sederhana.
3. Halitophobia
Pada kondisi ini, walaupun telah berhasil mengikuti perawatan genuine halitosis maupun telah
mendapat konseling pada kasus pseudo halitosis, pasien masih kuatir dan terganggu oleh adanya
halitosis. Padahal setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti baik kesehatan gigi dan mulut
maupun kesehatan umumnya ternyata baik dan tidak ditemukan suatu kelainan yang
berhubungan dengan halitosis, begitu pula dengan tes ilmiah yang ada tidak menunjukkan hasil
bahwa orang tersebut menderita halitosis. Pasien juga dapat menutup diri dari pergaulan sosial,
sangat sensitif terhadap komentar dan tingkah laku orang lain. Maka dari itu, diperlukan
pendekatan psikologis untuk mengatasi masalah kejiwaan yang melatar belakangi keluhan ini
yang biasanya dapat dilakukan oleh seorang ahli seperti psikiater ataupun psikolog.
Penyebab Halitosis
Bau mulut (Halitosis) dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor fisiologis dan patologis.
1. Faktor fisiologis terdiri dari :
a. Kurangnya aliran ludah selama tidur
Air liur sangat penting untuk menjaga kesegaran nafas. Pengeluaran air liur akan berkurang
ketika tidur, hal ini menyebabkan mulut kering dan menimbulkan bau mulut.
b. Makanan
Bau mulut dapat terjadi karena pengaruh makanan. Beberapa jenis makanan yang dapat
menyebabkan bau mulut (Halitosis), diantaranya adalah makanan yang mengandung sulfur
seperti bawang putih, kubis, brokoli serta makanan yang berbau khas seperti petai, jengkol, dan
durian .
c. Minuman atau alkohol
Alkohol dapat mengurangi produksi air ludah sehingga mengiritasi jaringan mulut yang akhirnya
semakin memperparah bau mulut.
d. Kebiasaan merokok

Merokok dapat memperburuk status kebersihan gigi dan mulut sehingga bisa memicu terjadinya
radang gusi dan dapat berakibat terjadinya bau mulut (Soemantri, 2008).
e. Menstruasi
Wanita dalam masa haid (menstruasi) dapat mengalami bau mulut (halitosis) disebabkan karena
sekresi air ludah dalam mulut berkurang sebagai akibat kekacauan endokrin yang pada
kenyataannya menguntungkan pertumbuhan kuman anaerob, sehingga halitosis sudah pasti akan
terjadi
2. Faktor patologis terdiri dari :
a. Oral hygiene buruk
Kebersihan mulut yang tidak baik dapat menyebabkan terjadinya halitosis, misalnya karena sisasisa makanan yang menempel dan sulit dibersihkan terutama pada gigi berbehel.
b. Plak
Plak adalah suatu deposit lunak yang terdiri atas kumpulan bakteri yang berkembangbiak diatas
suatu matrik yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi apabila seseorang
mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya.
c. Karies
Karies gigi adalah suatu penyakit yang merupakan interaksi dari 4 faktor yaitu:Host (penjamu),
Agent (penyebab), Enviorenment (lingkungan) dan Time (waktu) yang menghasilkan kerusakan
pada jaringan keras gigi yang tidak bisa pulih kembali yaitu email, dentin dan sementum.
Gigi yang terserang karies (rusak atau berlubang) dapat menjadi salah satu sumber bau mulut.
Lubang pada gigi tersebut dapat menjadi penyimpanan makanan yang menjadi tempat kuman
memperoleh media untuk proses makanan serta menjadi tempat kuman memperoleh media untuk
proses pembusukan dan berkembangbiak. Bau dari gigi berlubang secara langsung dapat
dirasakan sendiri oleh individu yang bersangkutan.
d. Bakteri
Bakteri adalah penyebab utama Halitosis. Bakteri ini hidup dan berkembangbiak di dalam mulut
dengan memakan sisa protein makanan yang melekat di celah gigi dan gusi.
Bakteri dalam ludah bukan karena kuman tersebut ikut diproduksi bersama ludah dalam kelenjar
ludah, tetapi oleh karena mulut selalu berhubungan dengan udara terbuka maka memudahkan
masuknya berbagai kuman dari udara luar tersebut. Kuman di dalam mulut yang terbanyak
adalah berada didalam plak. Kuman plak terdapat 100 kali lebih banyak dibanding yang ada
dalam ludah.
e. Gingivitis
Gingivitis adalah awal penyakit gusi akibat kuman yang berada dalam plak ditandai dengan gusi
merah, bengkak dan berdarah. Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang menunjukkan
adanya tanda-tanda penyakit/kelainan pada gingiva. Gingivitis disebabkan oleh plak dan di
percepat dengan adanya faktor-faktor iritasi lokal dan sistemik
4) Rongga hidung dan sinus, baik oleh benda asing yang tertinggal di dalam maupun dari infeksi
yang menghasilkan nanah. Jika infeksi dalam sinus, pernanahan dalam sinus bisa
berkepanjangan, bau yang dihasilkan sebenarnya dari rongga hidung tapi bisa terkesan dari
mulut. Dibutuhkan antibiotika jangka panjang, atau irigasi sinus sampai bersih.
f.

Tonsil (amandel)

Ada 2 tipe bau asal tonsil: @ infeksi tonsil, bau busuk; dikelola dengan antibiotika dan kumur
kerongkongan dengan air garam. @ endapan di dalam celah (cekungan kecil) pada permukaan
tonsil, serupa pengapuran; baunya tajam. Dikelola dengan kumur kerongkongan dengan air sirih
disusul dengan air garam, dengan harapan dapat menyebabkan pengerutan mukosa tonsil dan
mendesak endapan itu keluar, yang akan dibasuh air garam. Jika tak berhasil terpaksa harus
dilakukan evakuasi (endapan dicungkil keluar dengan sonde). Sering bau dari endapan tonsil ini
menjengkelkan karena berkali-kali timbul, sulit dikelola tuntas, dan baunya yang tajam dan khas
itu bisa sampai menimbulkan rasa rendah diri. Dalam kondisi begini perlu pertimbangan
pengambilan tonsil, terutama jika ada pembengkakan.
g.

Esofagus (kerongkongan) dan lambung (maag)

Seharusnya antara esophagus dan maag ada klep yang mencegah asam lambung naik, tapi
beberapa kasus ada kebocoran misalnya pada kasus hernia, atau fungsi klep terganggu misalnya
pada kasus stres yang berkepanjangan atau adanya kelainan esophagus misalnya adanya kantong
yang menahan sebagian makanan sebelum masuk lambung. Bau nafas menjadi nyata pada orang
yang berpuasa atau beberapa jam tidak makan/minum karena asam lambung yang tidak
teralirkan ke dalam usus. Pada kasus begini bau hilang ketika makan dan minum walau dalam
porsi kecil saja. Bau petai dan bawang disebabkan karena sebagian hasil metabolismenya
disekresi lewat air liur sehingga hanya bisa hilang dengan makan mentimun, yang sama-sama
disekresi air liur sehingga bisa membantu menetralkan. Hanya saja mentimun harus segera
dimakan (bersamaan) dengan petai dan bawangnya.
Kedelai dan produk kedelai (tahu, tempe) hasil metabolismenya juga bisa menimbulkan bau jika
orang tidak mempunyai ensim pemecah kedelai, seperti halnya susu dan keju pada mereka yang
tidak cukup ensim pemecah susu.
h.

Bau karena penyakit umum


gangguan hati
infeksi jalan nafas/paru, terutama pada kasus bronki-ektasis
gangguan ginjal
diabetes
kanker
gangguan penyakit lain berbagai jenis penyakit. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
bau mulut antara lain: a) gingivitis ulseratif nekrotisasi akut, b) mukositis ulseratif nekrotisasi
akut, c) penyumbatan usus, d) infeksi tenggorokan, e) sinusitis.
Terapi
Untuk mengatasi halitosis intraoral, dapat dilakukan kontrol terhadap kebersihan mulut,
kesehatan jaringan lunak dan keras mulut faktor-faktor pendukung timbulnya halitosis,
penggunaan bakteri lain untuk menekan bakteri anaerob gram negatif, dan terapi antimikrobial.
Upaya menghilangkan faktor lokal dapat dilakukan secara :
1) mekanis dengan cara penyikatan lidah dan gigi, dan
2) kimiawi melalui penggunaan obat kumur, pasta gigi, permen karet; dan sistemik
kontrol diet dan terapi biologis dengan menggunakan probiotik.
Pembersihan gigi dan mulut secara mekanis bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba
patogen dari biofilm dan tongue coating, sehingga pembentukkan karies dihambat, kadar

halitosis menjadi rendah dan risiko penyakit sistemik dapat berkurang.Secara kimiawi,
penggunaan obat kumur klorheksidin diglukonat juga memberikan hasil yang baik terhadap
timbulnya halitosis. Bahan lain yang juga dapat memperbaiki kondisi halitosis antara lain zinc
chloride dan sodium chloride, TCF (triclosan, copolimer dan NaF), oxygen release device,
oxohalogen
oxidant (campuran chlorite anion dan chlorine dioxide) serta minyak esensial. Kombinasi terapi
mekanik dan kimiawi ternyata dapat memperbaiki kondisi halitosis oral, ditandai dengan
penurunan kadar komponen sulfur volatil dan organoleptik.
Contohnya, pada pasien dengan gigi tiruan, penyikatan gigi tiruan saja ternyata tidak
dapat mengurangi halitosis, tetapi penyikatan gigi yang disertai perendaman gigi tiruan dalam
larutan antiseptik, ternyata jauh lebih efektif. Dahulu permen karet sering digunakan untuk
menghilangkan bau mulut, tetapi ternyata permen karet tidak bergula justru akan meningkatkan
kadar metil merkaptan. Rasa mint dalam permen, tidak menurunkan konsentrasi metil
merkaptan, tetapi hanya menutupi malodor oral saja.
Modifikasi faktor pendukung timbulnya halitosis, dapat dilakukan dengan mengurangi
diet protein. Adanya keseimbangan diet protein dan karbohidrat akan mengurangi pembentukan
bahan odor. Daging yang masih berdarah, daging ikan, susu fermentasi, dapat meningkatkan
metabolisme protein sehingga bahan odor yang terbentuk akan meningkat pula. Makanan yang
banyak mengandung mineral sulfat, juga dapat menimbulkan halitosis. Berdasarkan penelitian,
jika makanan yang banyak mengandung bahan odor dianginkan pada udara kering maka akan
mengurangi jumlah mikroorganisme anaerob yang ada didalamnya. Dewasa ini, dengan
banyaknya penelitian rekayasa genetik, banyak bakteri normal maupun patogen, dirancang untuk
tidak lagi menimbulkan kondisi patogen bagi tubuh. Bakteri ini dapat menjadi probiotik.
Penggunaan probiotik sudah lama dilakukan pada kondisi sistemik, tetapi untuk rongga mulut,
hal ini masih relatif baru.
Bagaimana cara mendeteksi bau mulut?
Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa dirinya memiliki masalah bau mulut atau
dalam dunia medis dikenal dengan halitosis. Wajar memang jika orang tidak menyadari punya
masalah bau mulut, karena otak terbiasa dengan aroma pribadi sehingga otak mengira bau seharihari adalah bau yang wajar. Sebenarnya ada cara mudah untuk mendeteksi bau mulut. Agar bisa
terdeteksi sejak awal Anda mendeteksi bau mulut sendiri dengan cara sebagai berikut:
-

Cek lidah : Mulailah dengan mengecek lidah. Bila lidah berwarna pink atau merah muda
dan mengkilap, berarti menunjukkan napas Anda segar. "Namun bila lidah berwarna
putih dan bersisik, maka itu pertanda bau mulut," jelas Dr Harold Katz, seorang
bakteriologi dan pendiri California Breath Clinic.

Jilat punggung tangan : "Mencium napas sendiri di tangan bukan cara terbaik untuk
memeriksa halitosis," kata Dr Katz. Menurutnya, cara terbaik adalah dengan menjilat
punggung tangan atau mengusapkan sendok pada lidah, biarkan kering selama beberapa
detik dan kemudian cium permukaannya. Bila berbau tak sedap, maka Anda mengalami
halitosis. Dr Katz menjelaskan, bau mulut memang identik dengan kondisi kesehatan gigi
yang buruk. Namun bukan berarti orang yang dengan kondisi gigi baik, tidak berlubang,
tidak bisa mengalami halitosis.

Tanya sahabat yang mengasihi anda sehingga berani berterus terang apakah anda
mengidap bau mulut atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai