Bahan dasarnya adalah batu yang dicampur dengan tanah liat yang
dibakar hingga kering. Temboknya berwarna hitam dan berlumut. Pada
tanggal 9 Agustus 1634, Sultan Gowa ke-14 (I Mangerangi Daeng
Manrabbia, dengan gelar Sultan Alauddin) membuat dinding tembok
benteng dengan batu padas yang berwarna hitam keras. Pada tanggal 23
Juni 1635, dibangun lagi dinding tembok kedua dekat pintu gerbang.
Benteng ini pernah hancur pada masa penjajahan Belanda, meski pada
akhirnya dapat dibangun kembali. Belanda pernah menyerang
Kesultanan Gowa yang pada saat itu dipimpin oleh Sultan Hasanuddin,
yaitu antara tahun 1655 hingga tahun 1669. Tujuan penyerangan
Belanda adalah untuk mengembangkan sayap perdagangannya, sehingga
dengan demikian mereka dapat dengan mudah masuk ke wilayah Banda
dan Maluku, sebagai pusat perdagangan di wilayah timur pada saat itu.
Sejak tahun 1666, berkobarlah perang pertama antara Belanda dan
Kesultanan Gowa. Pada saat itu, armada perang Belanda dipimpin oleh
Gubernur Jenderal Admiral Cornelis Janszoon Speelman. Selama satu
tahun penuh, Kesultanan Gowa diserang. Serangan ini mengakibatkan
Benteng Fort Rotterdam hancur (meski tidak sepenuhnya). Bahkan,
rumah raja yang ada di dalam benteng juga hancur dan dibakar oleh
tentara musuh. Akibat dari kekalahan ini, Sultan Gowa dipaksa untuk
menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.
Gubernur Jenderal Speelman kemudian berinisiatif memerintahkan
bawahannya agar membangun kembali benteng yang telah hancur itu
dengan model arsitektur Belanda. Bentuk benteng yang awalnya berupa
segi empat dengan dikelilingi oleh lima bastion, kemudian ditambahkan
satu bastion lagi yang ada di sisi barat. Nama benteng kemudian
dinamakan Fort Rotterdam, yang merupakan nama tempat kelahiran
Speelman.
Sejak saat itu, benteng ini berfungsi sebagai pusat perdagangan dan
pemerintahan Hindia Belanda di wilayah timur, khususnya kawasan
Sulawesi Selatan. Benteng ini pernah dijadikan sebagai tempat
pengasingan Pangeran Diponegoro ketika dirinya kalah perang dalam
melawan penjajah Belanda di Jawa antara tahun 1925-1930. Ia dibuang
dan diasingkan di dalam benteng ini selama 26 tahun.
2. Lokasi
Benteng ini terletak di Jl. Ujung Pandang No.1, Kota Makassar, Provinsi
Sulawesi Selatan, Indonesia. Letaknya persis di depan pelabuhan laut
Kota Makassar.
3. Deskripsi Benteng
Benteng ini berdiri kokoh menjulang hampir setinggi 5 meter. Pintu
utamanya berukuran kecil. Jika dilihat dari letak yang tinggi, benteng ini
menyerupai bentuk penyu yang hendak masuk ke dalam pantai. Bentuk
penyu ini mengilustrasikan fakta bahwa Kesultanan Gowa pada saat itu
merupakan kerajaan maritim yang memiliki kekuatan perekonomian dan
pelayaran yang sangat besar, sehingga benteng berperan sebagai media
perlindungan atau pertahanan ibukota dari serangan musuh.