Patofisiologi Hepatitis A
HAV masuk ke hati dari saluran pencernaan
melalui aliran darah, menuju hepatosit, dan
melakukan replikasi di hepatosit yang
melibatkan RNA-dependent polymerase. Dari
hepar HAV dieliminasi melalui sinusoid,
kanalikuli, masuk ke dalam usus sebelum
timbulnya gejala klinis maupun laboratoris.
Patofisiologi Hepatitis B
Virus Hepatitis B adalah suatu virus DNA dengan struktur genom
yang sangat kompleks (Isselbacher, 2000). Virus Hepatitis B berupa
virus DNA beruntai ganda, termasuk family Hepadnaviradae, yang
mempunyai tiga jenis antigen. Ketiga jenis antigen tersebut yaitu
Antigen Surface Hepatitis (HbsAg) yang terdapat mantel (envelope
virus), antigen core Hepatitis B (HbcAg) dan antigen e Hepatitis
B (HbeAg) yang terdapat pada nucleocapsid virus. Ketiga jenis
antigen ini dapat merangsang timbulnya antibodi spesifik masing
masing yang disebut anti HBs, antiHBc dan anti HBe (Sulaiman,
1995).
Bagian virus Hepatitis B terdiri dari selubung luar HbsAg, inti
pusatnya (HbcAg), pembawa sifat (DNA), dan enzim pelipat ganda
DNA (DNA polimerase) dan serpihan virus (HbeAg). HbsAg terdiri
dari 4 sub tipe penting yang mempunyai subdeterminan yang sama
yaitu a dan 4 subdeterminan yang berlainan, yaitu d, y, w dan r
(Isselbacher, 2000).
Patofisiologi Hepatitis C
Menurut Underwood (1999), mula-mula virus tersebut melekatkan diri
pada reseptor-reseptor spesifik yang terletak pada membran sel hepar.
Setelah perlekatan tersebut, virus melakukan penetrasi dan memasukkan
sitoplasma sel hepar. Di dalam sitoplasma, sel hepar virus melepaskan
kapsulnya dan terbentuk nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid
menembus dinding sel hati sampai memasuki inti hati tersebut. Di dalam
inti sel hati, asam nukleat virus akan keluar dari nukleokapsid dan
menempel pada DNA. DNA akan merangsang hepar untuk membentuk
protein dan asam nukleat bagi virus. Pada akhirnya terbentuk virus baru
dan akibat nekrosis sel-sel hati, maka virus baru akan dilemparkan ke
dalam peredaran darah.
Gejala ikterus pada hepatitis timbul sebagai akibat adanya obstruksi
duktus bilier maupun kerusakan sel-sel parenkim, sehingga terdapat
peningkatan bilirubin direk maupun indirek. Bukti lain menandakan
adanya obstruksi bilier adalah peningkatan serum alkali fosfatase,snukleotidase atau glutamil transpeptidase. Pelepasan enzim-enzim dari
hati yang rusak ke dalam aliran darah ikut menentukan luasnya infeksi.
Patofisiologi Hepatitis D
Menurut Price (1994), Silalahi (2004), Smeltzer (2001), patofisiologi
penyakit hepatitis D adalah sebagai berikut :
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi atau super-infeksi
dengan HBV. Ko-infeksi berarti infeksi HDV dan HBV terjadi bersamaan.
Adapun super-infeksi terjadi karena penderita hepatitis B kronis atau
pembawa HBsAg terinfeksi oleh HDV. Ko-infeksi umumnya menyebabkan
hepatitis akut dan diikuti dengan penyembuhan total. Koinfeksi dengan
hepatitis D meningkatkan beratnya infeksi hepatitis B, perjalanan
penyakitnya lebih membahayakan dan meningkatkan potensi untuk
menjadi penyakit hati kronik. Sementara super-infeksi sering berkembang
ke arah kronis dengan tingkat penyakit yang lebih berat dan sering
berakibat fatal.
Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor spesifik
yang terletak pada membran sel-sel hepar kemudian melakukan replikasi.
Untuk dapat bereplikasi, virus tersebut memerlukan keberadaan virus
hepatitis B.
Patofisiologi Hepatitis E
Hepatitis E adalah untai tunggal RNA virus
non-enveloped. The HEV mirip dengan HAV
dalam virus didapatkan dalam kotoran yang
terkontaminasi, sehingga menginfeksi orang
melalui rute fecal-oral. Tingkat HEV tinggi di
empedu sering pelepasan virus yang cepat
dalam tinja. Tingkat keparahan kerusakan hati
tergantung pada strain HEV.