Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu yang Memiliki Anak Usia SD


tentang Penyakit Cacingan di Kelurahan Pisangan Baru, Jaktim
SEKARTINI R.*, WAWOLUMAYA C.**, KESUME W., MEMY Y.D., YULIANTI, SYIHABUL S., DAN
PRASETYO T.H.***
*Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPNCM
**Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI
***Mahasiswa Tingkat V FKUI

Abstrak

Abstract

Penyakit cacingan masih


merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di
Indonesia. Dari penelitian
Subahar pada 1995 didapatkan
prevalensi penyakit cacingan
sebesar 60-70%. Anak usia
Sekolah Dasar (SD) adalah
kelompok yang rentan terhadap
penularan penyakit ini. Ibu
memegang peranan penting
dalam kehidupan seorang anak.

Helminthiasis is still one of the


social healthy problems in
Indonesia. According to Subahars
research in 1995, the prevalence
of helminthiasis is still high (6070%). Children in elementary
scholl are a group, which has a
high risk to get this disease.
Mothers hold a special role in
childrens life. The purpose of this
study is to know the knowledge,
attitude and practise of mothers
about helminthiasis. This is a
descriptive cross sectional study.
The respondents had been
recruited by purposive sampling
from RW 01 and RW 02, in
Pisangan Baru district, East
Jakarta. The data was obtained by
interview from questioner. Of the
109 respondents, 59,6% had high
knowledge, 54,1% respondents
have good attitude and 67% of
them have good practise. There
was a significant relationship
(p<0,05) between knowledge and
practice.

Tujuan penelitian ini untuk


mengetahui tentang pengetahuan,
sikap, dan perilaku ibu tentang
penyakit cacingan pada anak usia
SD. Penelitian ini merupakan studi
deskriptif cross sectional dengan
populasi ibu yang mempunyai
anak usia sekolah dasar.
Pengambilan responden
dilakukan dengan cara purposif
dari RW 01 dan RW 02 Kelurahan
Pisangan Baru, Jakarta Timur.
Data diperoleh dari responden
dengan wawancara dan
kuesioner. Dari 109 responden,
didapatkan 59,6% memiliki
Key words: helminthiasis
pengetahuan yang baik, 54,1%
knowledge, attitude and practise
memiliki sikap yang baik, dan 67% of the mother
memiliki perilaku yang baik.
Terdapat hubungan bermakna
(p<0,05) antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku
responden.
Kata kunci: penyakit cacingan
pengetahuan, sikap dan perilaku
ibu

Pendahuluan
Penyakit cacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Dari hasil
penelitian ternyata prevalensi penyakit cacingan masih tinggi, yaitu 60-70%.1 Tingginya prevalensi ini
disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara tinggi di Indonesia, yang merupakan lingkungan yang
baik untuk perkembangan cacing, serta kondisi sanitasi dan higiene yang buruk. 1-4
Infeksi cacing dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namun prevalensi tertinggi ditemukan
pada anak balita dan usia SD, terutama kelompok anak yang mempunyai kebiasaan defekasi di saluran
air terbuka dan sekitar rumah, makan tanpa cuci tangan, dan bermain-main di tanah yang tercemar telur
cacing tanpa alas kaki. 5,6
Beberapa hasil survei infeksi cacing di SD di daerah kumuh pada 1986-1991 menunjukkan hasil sebesar
60-80% siswa terinfeksi.6 Pemeriksaan yang dilakukan pada 1986 di sebuah sekolah di Jakarta Timur
mendapatkan prevalensi 82,5%. 1 Penelitian di wilayah DKI yang lain seperti di Bungur I dan II (1979)
serta Jembatan Besi (1984) menunjukkan angka yang cukup tinggi untuk masing-masing sekolah, yaitu
73,9%, 90,8%, dan antara 82,4-90,6%. Sedangkan di Joglo (1985) dan Duren Sawit (1986), prevalens
ascariasis antara 34-64% dan 60,1%; trikuriasis 60,3-80% dan 21,55%; serta cacing tambang 6,9-29,4%
dan 0,6%. 2
Penyakit cacingan sendiri jarang menyebabkan kematian, namun pada keadaan kronis pada anak dapat
menyebabkan kekurangan gizi yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan akhirnya menimbulkan
gangguan tumbuh kembang anak. Khusus pada anak usia sekolah, keadaan ini akan berakibat buruk
pada kemampuannya dalam mengikuti pelajaran di sekolah. 2
Dalam usaha pencegahan dan pengobatan penyakit cacingan, pemerintah dan masyarakat telah
melaksanakan berbagai program pemberantasan penyakit cacingan, terutama di SD-SD di DKI Jakarta.
Kegiatan tersebut meliputi penyuluhan kepada murid, guru, dan orangtua murid mengenai penyakit
cacingan yang ditularkan melalui tanah, termasuk penyebab, pencegahan, dan cara penanggulangan
serta pengobatan secara selektif. Selain itu, juga dilakukan upaya edukatif penunjang berupa lomba
kebersihan antar sekolah, lomba menggambar dan mengarang dari murid peserta program.3
Sasaran penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar karena biasanya ibulah yang
paling berperan dalam kehidupan seorang anak. Ibu merupakan model atas tingkah laku sosial bagi si
anak, juga dalam berperilaku sehat, khususnya dalam pencegahan penyakit cacingan. 2
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah yang diteliti adalah bagaimana
pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu yang memiliki anak usia SD tentang cacingan. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan usaha peningkatan
pengetahuan masyarakat terhadap infeksi cacingan.
Bahan dan Cara Kerja
Penelitian ini menggunakan metode yang bersifat deskriptif cross sectional mengenai pengetahuan,
sikap, dan perilaku ibu yang memiliki anak usia SD tentang cacingan dan faktor yang berhubungan di
Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, pada 20 Agustus sampai 14 September
2001. Populasi penelitian adalah semua ibu yang memiliki anak usia SDD yang bertempat tinggal di
Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, pada saat penelitian. Sampel diambil
dengan cara purposif dengan besar sampel sejumlah 106 orang.
Kriteria inklusi adalah semua ibu yang memiliki satu atau lebih anak usia sekolah dasar yang bersedia
ikut penelitian. Kriteria eksklusi adalah responden yang tidak dapat ditemui dalam maksimal tiga kali
perjanjian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara kuisioner dan wawancara. Variabel yang diteliti
mencakup pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu yang mempunyai anak usia SD terhadap penyakit

cacingan (variabel terikat). Sebagai variabel bebas adalah usia, pendidikan, pekerjaan, tingkat
pendapatan, aktivitas, sumber informasi, dan jumlah anak.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer, yaitu dengan program statistik EpiInfo 6 dan
Epijoedo. Terhadap data yang telah diolah dilakukan uji statistik menggunakan uji Chi-Square dan
Kolmogorov-Smirnov. Interpretasi data dilakukan secara deskriptif korelatif antar variabel yang
ditentukan.
Hasil Penelitian
Proses pengumpulan data dilakukan sejak 31 Agustus sampai 7 September 2001 di RW 01 dan RW 02
Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Jumlah responden yang diperoleh
sebanyak 109 orang, terdiri dari 35 responden berasal dari RW 01 dan 74 responden dari RW 02.
Karakteristik demografi
Dari 109 responden diperoleh sebanyak 84 responden (77,1%) berusia lebih dari atau sama dengan 30
tahun. Responden berpendidikan rendah sebanyak 64 orang (58,7%), ibu rumah tangga 84 orang
(77,1%), berada di atas garis kemiskinan 60,6%, memiliki anak lebih dari 2 orang sebanyak 59 orang
(54,1%), dan ibu yang tergolong aktif sebanyak 74 responden (67,9%) (tabel 1).
Keterangan:
*Pendidikan tinggi: tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat; sedang: tamat SMU atau
sederajat, tidak tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat; rendah: tidak tamat SD atau
sederajat, tidak tamat SMP atau sederajat, tidak tamat SMA atau sederajat
**Pendapatan di atas garis kemiskinan bila pendapatan perkapita per bulan > Rp 96.959,00; di bawah
garis kemiskinan bila pendapatan perkapita per bulan < Rp 96.959,00
***Aktivitas, aktif bila mengikuti kegiatan minimal 6 kali dalam 6 bulan terakhir, misalnya pengajian, kader
posyandu, arisan, PKK,dll; tidak aktif bila mengikuti kegiatan kurang dari 6 kali dalam 6 bulan terakhir
Karakteristik responden berdasarkan sumber informasi
Tabel 2 menunjukkan sebaran responden menurut sumber informasi yang diperoleh mengenai penyakit
cacingan dan sumber informasi menurut kategori baik, cukup, dan kurang. Sebanyak 35 responden
(32,1%) mendapatkan sumber informasi yang paling berkesan dari TV. Sebanyak 48,6% responden
mendapat sumber informasi dengan kategori baik.
Pengetahuan, sikap, dan perilaku responden
Pada tabel 3 dapat dilihat sebaran responden berdasarkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu yang
memiliki anak usia SD tentang cacingan. Sebanyak 65 responden (59,6%) memiliki tingkat pengetahuan
baik, 54,1% mempunyai sikap baik, dan 67% mempunyai perilaku baik.
Penelitian ini tidak juga menemukan variabel bebas yang memiliki hubungan yang bermakna dengan
sikap responden. Juga tidak ada variabel yang berhubungan secara bermakna dengan perilaku
responden.
Hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan sikap responden tentang pencegahan
penyakit cacingan pada anak usia SD tidak ditemukan . Hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku responden terhadap pencegahan penyakit cacingan pada anak usia SD

dapat dilihat pada tabel 5. Namun, antara tingkat pengetahuan dengan perilaku responden terhadap
pencegahan penyakit cacingan pada anak usia SD tidak bermakna (tabel 6).
Diskusi
Sebagian besar responden dalam penelitian ini (59,6%) ternyata memiliki tingkat pengetahuan yang baik
mengenai cacingan. Sedangkan yang memiliki pengetahuan cukup hanya 30,3% dan sisanya 10,1%
memiliki tingkat pengetahuan kurang. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Subahar, di mana
sebanyak 93,06% responden memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang penyakit cacingan. 1 Tingkat
pengetahuan responden yang baik (59,6%) ternyata tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
beberapa variabel yang diteliti, yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak, dan
aktivitas. Hal ini dikaitkan dengan semakin banyaknya informasi yang dapat diperoleh responden. Jika
dibandingkan dengan penelitian Luska (1993), penelitian ini menunjukkan adanya perbaikan
pengetahuan responden mengenai pencegahan dan pemberantasan penyakit cacingan.2 Penelitian
Subahar (1995) di Duren Sawit, Jakarta Timur, menunjukkan rendahnya pengetahuan responden
mengenai penyakit cacingan (93,05%). 1 Dua hal tersebut dapat dihubungkan dengan semakin
banyaknya informasi yang diterima oleh responden dan cukup berhasilnya program pemberantasan
penyakit cacingan di SD-SD di Kelurahan Pisangan Baru dalam meningkatkan pengetahuan orangtua,
khususnya ibu, tentang pencegahan dan pemberantasan cacingan.
Sebagian responden (54,1%) mempunyai sikap yang baik terhadap pencegahan dan pemberantasan
penyakit cacingan pada anak, sedangkan 36,7% mempunyai sikap cukup. Tanggapan atau sikap positif
ini dapat dikaitkan dengan hal-hal seperti (a) responden sudah mengetahui bahwa pemberian obat cacing
secara teratur atau program pemberantasan penyakit cacingan di SD merupakan upaya pencegahan dan
pengobatan penyakit cacingan pada anak; (b) penyakit cacingan pada anak meskipun jarang
menyebabkan kematian, namun pada keadaan kronis dapat menyebabkan kekurangan gizi yang akan
menurunkan daya tahan tubuh dan akhirnya menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak. Dengan
demikian, responden memilih upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit cacingan untuk
mengantisipasi terjadinya akibat yang lebih buruk pada anak-anak mereka.
Dari ketujuh variabel yang dipikirkan memiliki hubungan dengan sikap responden, ternyata tidak ada satu
pun yang berhubungan bermakna. Begitu pula dengan hubungan antara pengetahuan dan sikap
responden yang memberikan hasil tidak bermakna setelah dilakukan uji statistik. Ini berarti baiknya sikap
responden tidak didasarkan atas pengetahuan yang dimilikinya. Sikap yang baik dimiliki oleh responden
tersebut lebih didasarkan atas kebiasaan yang telah dilakukan sehari-hari meskipun tanpa pengetahuan
yang memadai sekalipun. Sikap responden jika dibandingkan dengan penelitian Liska (1993)
memberikan hasil yang tidak jauh berbeda.
Setelah dilakukan pengolahan data, diperoleh hasil bahwa kelompok terbesar dari responden (67%)
termasuk kategori baik. Hal ini dapat dikaitkan dengan keikutsertaan 74,3% anak responden dalam
program pemberantasan cacingan di sekolah, sehingga responden dapat dengan mudah mengetahui
apakah anaknya terinfeksi cacing atau tidak. Apabila anak responden tersebut terinfeksi cacing maka
akan segera diberi obat cacing.
Pekerjaan responden sebagian besar (77,1%) adalah ibu rumah tangga. Hal ini mempermudah
pengawasan terhadap anaknya dalam hal kebersihan, terutama yang berkaitan dengan cacingan
(mencuci tangan sebelum makan, menggunakan alas kaki setiap bermain di luar rumah, dan perhatian
akan kebersihan kuku anak). Dari penelitian ini didapatkan pula data bahwa responden terbesar yang
berperilaku baik (50,45%) adalah ibu rumah tangga. Sebagian besar responden (60,6%) berada di atas
garis kemiskinan dan 75,76% responden tersebut berperilaku baik.
Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku. Kelompok terbesar
responden (58,7%) berpendidikan rendah dan kelompok terbesar berperilaku baik adalah juga responden
dengan pendidikan rendah (36,7%). Baiknya perilaku responden ini berhubungan dengan baiknya

pengetahuan responden, walaupun mereka berpendidikan rendah. Terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan responden dengan perilaku responden. Tidak terdapat pula hubungan yang
bermakna antara aktivitas dan perilaku responden. Hal ini dapat dikaitkan dengan jenis aktivitas ibu yang
tidak berhubungan dengan kesehatan.
Sebagian besar responden (48,6%) memiliki sumber informasi yang baik. Sumber informasi yang paling
berkesan menurut responden adalah TV ((32,1%). Hal ini menunjukkan kesamaan jika dibandingkan
dengan hasil penelitian Ismid di Kelurahan Utan Kayu, Jakarta Timur, yang menunjukkan bahwa sumber
informasi terbanyak mengenai penyakit cacingan diperoleh ibu-ibu rumah tangga melalui media massa.1
Selain itu, hal ini juga memberikan gambaran bahwa peran Puskesmas dalam memberikan informasi
kepada masyarakat masih kurang, dimana hanya 20,2% responden yang mengatakan bahwa sumber
informasi paling berkesan berasal dari Puskesmas.
Kesimpulan dan Saran
Dari penelitian ini diperoleh gambaran bahwa sebanyak 48,6% responden mendapatkan informasi yang
baik, dan informasi yang paling berkesan didapat dari televisi (32,1%). Tingkat pengetahuan yang baik
terhadap penyakit cacingan diperoleh pada 59,6% responden, sedangkan sikap yang baik dimiliki oleh
54,1% responden serta perilaku yang baik sebanyak 67% responden. Terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan responden dengan perilaku.
Disarankan agar responden mendapat penyuluhan lebih lanjut tentang usaha-usaha yang harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit cacingan, dan penggunaan obat cacing sebagai
upaya pencegahannya. Puskesmas sebagai lini terdepan pelayanan kesehatan masyarakat perlu
meningkatkan peranannya sebagai sumber informasi bagi responden, khususnya mengenai penyakit
cacingan. Sekolah juga perlu melibatkan lebih jauh peran orangtua dalam usaha pencegahan dan
pemberantasan penyakit cacingan.
Daftar Pustaka
1. Subahar R, Mahfudin H, Ismid IS.Pendidikan dan pengetahuan orangtua murid sehubungan
dengan upaya pemberantasan penyakit cacing usus di Duren Sawit Jakarta Timur. Majalah
Kesehatan Masyarakat Indonesia; 1995:4-21.
2. Prasetya L. Pengaruh program pemberantasan kecacingan terhadap perilaku orangtua murid SD
di Kelurahan Pisangan Baru Jakarta Timur tahun 1993. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia;
1993:2-6, 48-107.
3. Sasongko A. Program pemberantasan cacingan di sekolah-sekolah dasar DKI Jakarta 19871995. Dalam: Seminar Parasitologi Nasional VIII dan Kongres P4I VII, Medan; 1996:2-3.
4. Mahmoud AAF. Helminths. Dalam: Saunders WB. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16.
Philadelphia: WB Saunders; 2000. h. 854-6.
5. Refirman DJ. Faktor pendukung transmisi soil transmitted helminths pada murid SD di dua dusun
Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Jakarta: Universitas Indonesia; 1998: 8-29.
6. Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W. Parasitologi kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta: BP FKUI;
1998. h. 8-29.
7. Helmi D, Herriyanto, Inswiasri. Penyakit cacingan di unit pemukiman transmigrasi Propinsi
Bengkulu pada sekolah dasar. Media Litbang Kesehatan; 2000: 10.
8. Margono S. Mencerdaskan masyarakat di bidang parasitologi dengan memperhatikan masalah
lingkungan, Jakarta: Universitas Indonesia; 1992: 4-8.

9. Margono S. Dampak cacingan terhadap kesehatan anak. Disampaikan pada seminar sehari
pendidikan dan kesehatan, Yayasan kusuma buana, 14 Nopember 2000.
10. Neva, Franklin A. Basic clinical parasitology, edisi keenam. Connecticut: Appleton and Lange;
1994. h. 136-42.
11. Miyazaki I. Helminthic zoonoses. Tokyo, Japan; 1991: 4, 295.
12. Wawolumaya C. Survei epidemiologi sederhana. Jakarta; 1997.
13. Margono S, Sukardi W, Ismid IS, Abidin SAN. Cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak
sekolah dasar di sekitar klinik sanitasi di Lombok Timur, Nusatenggara Barat. Sari pediatri 2000;
2:188-92.

Anda mungkin juga menyukai