Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Rokok sekarang ini sudah menjadi trend gaya hidup masa kini.
Permintaan akan rokok saat ini sangat berkembang pesat tidak hanya di
Indonesia tetapi di seluruh dunia. Perusahaan rokok berlomba-lomba
memberikan hasil yang terbaik bagi kepuasan konsumen rokok. Untuk
memperoleh keuntungan tentunya tidak lepas dari kinerja positif para pekerja
di tiap departemen yang saling terintegrasi satu sama lain. Di suatu
perusahaan tentunya memiliki departemen-departemen yang bertugas untuk
menjalankan proses bisnis perusahaan. Untuk masing-masing departemen
memiliki tugasnya masing-masing, yang berbeda antara departemen satu
dengan yang lainnya. Dalam menjalankan proses bisnis perusahaan tentunya
kinerja setiap departemen saling berhubungan dan terintegrasi, maka dari itu
diperlukan keaktifan dan konsistensi antar departemen agar proses bisnis
dapat berjalan baik dan dengan waktu yang optimal.
Di PT. Djarum pun tentunya proses bisnis perusahaan tidak lepas dari
kinerja dan sinkronisasi antar departemennya. Jika terdapat departemen yang
kurang berjalan baik, maka tentunya akan menghambat jalannya proses bisnis
perusahaan. Hal inilah yang ditemukan pada bagian pengendalian kinerja
sebagai faktor penghambat kinerja departemen. Salah satunya adalah
departemen Giling dan Pak yang merupakan departemen yang berperan
sebagai proses pembuatan batang rokok serta pengepakan yang nantinya akan
diteruskan dan diolah oleh departemen dan bagian yang lainnya.
SKT MEGAWON-2 adalah perusahaan yang memproduksi rokok
kretek tangan dengan merk DJARUM COKLAT dengan daerah pemasaran
meliputi jawa barat, bandung, dan daerah sekitarnya. Kualitas olahannya
menjadi faktor utama serta focus karyawan untuk mengawasi dan membenahi
system yang ada. Hal ini memunculkan ide untuk melakukan penelitian
terhadap karyawan/buruh mandor di PT DJARUM untuk membuktikan
kemungkinan adanya beban mental pada mandor tersebut. Berikut ini hasil
evaluasi pada pengawas buruh di SKT MEGAWON-2:
1

Gambar 1.1 Grafik Indikasi Beban Mental

Dari grafik tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar dari jumlah


mandor buruh di perusahaan rokok olahan tangan SKT MEGAWON-2
mengalami overload (secara subjektif). hal ini dapat disimpulkan, dari aspek
beban kerja mental yaitu Mental Demand (MD) ,Physical Demand (PD),
Temporal Demand (TD), Performance (OP), Frustation Level Effort (EF),
yang paling berpengaruh terhadap berlebihnya beban kerja mental pada
karyawan mandor buruh rokok adalah aspek Mental Demand dan Frustation
Level, sedangkan yang memicu beban kerja mental berlebih, yaitu: tingkat
pengawasan yang tinggi, jumlah defect yang tinggi, penataan lantai produksi
yang kurang efektif dan efisien, sulit untuk mencari pengganti.
Permasalahan yang terjadi di SKT MEGAWON-2 dapat
diidentifikasi dengan menggunakan metode NASA-TLX. Dimana metode ini
digunakan untuk mengetahui penyebab beban mental yang ditanggung
karyawan dan akan berpengaruh pada kinerja karyawan, efisiensi dan
efektivitas kerja.

1.2

Rumusan Masalah
Permasalahan yang terjadi pada PT. Djarum SKT-MEGAWON 2 yang
diangkat dalam laporan kerja praktek ini adalah :
a.

Bagaimana mengetahui adanya beban kerja mental pada departemen


produksi Giling dan Pak.

b.

Seberapa besar beban kerja mental yang ditanggung oleh tenaga kerja di
departemen produksi giling dan pak.

c.

Penyelesaian yang seperti apa yang dapat diterapkan pada karyawan yang
mengalami beban kerja mental.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.

Mampu menjelaskan beban kerja mental yang terjadi pada departemen


Giling dan Pak di PT. DJARUM SKT-Megawon 2.

b.

Mampu memberikan rekomendasi mengenai akibat beban kerja mental


yang terjadi pada karyawan di departemen Giling dan Pak agar
terciptanya sistem kerja yang optimal yang dapat digunakan oleh PT.
DJARUM SKT-Megawon 2.

c.

Mampu memberikan rekomendsi karyawan yang sesuai dengan


pekerjaan yang dilakukan.

1.4

Batasan Masalah
a.

Data yang digunakan ialah data dari hasil kuisoner yang diberikan
kepada 20 mandor buruh di departemen Giling dan Pak SKT-Megawon
2.

b.

Pengolahan data menggunakan metode NASA-TLX dan diuji dengan uji


keseragaman, uji kecukupan, dan uji kenormalan.

c.

Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2013 di departemen


Giling dan Pak SKT-Megawon 2.

1.5

Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek


Kerja praktek ini dilakukan di :

1.6

Nama

: PT. DJARUM

Alamat

: JL. Mejobo 106, kel. megawon kec. jati, kudus

Waktu Pelaksanaan

: 19 Agustus 30 September 2013

Sistematika Penulisan
Dalam menyusun laporan kerja praktek, penulis menggunakan
sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan
kerja praktek, batasan masalah yang digunakan, lokasi dan waktu
pelaksanaan kerja praktek, dan sistematika penulisan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BAB III

Bab ini berisi dasar-dasar teori yaitu beban kerja mental, Konsep
Ergonomi, Human Mental Workload, Teknik Analisis untuk
Peningkatan Produktivitas Kerja dll, yang dijadikan sebagai referensi
sesuai dengan bidang kajian yang diambil.
TINJAUAN SISTEM
Bab ini berisi tentang profil perusahaan, sejarah singkat perusahaan,
lokasi perusahaan, struktur organisasi dan sistem kerja yang dijalankan
perusahaan.

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang kerangka pemecahan masalah yang
meliputi studi pendahuluan, perumusan masalah, tujuanpenelitian,
pembahasan (pengumpulan, pengolahan data,analisa) serta kesimpulan
dan saran.

BAB V

PEMBAHASAN DAN ANALISIS


Bab ini berisi tentang pengumpulan data, pengolahan data tersebut
untuk memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi, serta
analisisnya.

BAB VI

PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari laporan yang dibuat dan saran yang
dapat diberikan setelah melakukan kerja praktek.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon dan nomos, dapat juga

didefinisiskan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan


kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering dan
desain/perancangan. Ergonomi berhubungan pula dengan optimasi, efisiensi,
kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah ataupun
di tempat rekreasi.
Ergonomi juga disebut dengan human factor yang berarti menyesuaikan
suasan kerja dengan manusianya. Penerapan ergonomic pada umumnya merupakan
aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat
meliputi perangkat keras maupun perangkat lunak (digilib.petra.ac.id, 2011).

2.2 Tujuan Ergonomi 43

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka, dkk, 2004) adalah
sebagai berikurt:
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan
mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif
maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek
teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang
dilakukan sehingga tercipta kualitas hidup yang tinggi.

2.3

Konsep Kesimbangan Dalam Ergonomi


Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya untuk

menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan
segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat berkarya secara optimal tanpa
pengaruh buruk dari pekerjaannya. Dari sudut pandang ergonomi, antara tuntutan
tugas dengan kapasitas kerja harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga
dicapai performansi kerja yang tinggi. Dalam kata lain, tuntutan tugas tidak boleh
terlalu rendah (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload).
Karena keduanya, baik underload maupun overload akan menyebabkan stress.
Konsep keseimbangan antara kapasitas kerja dengan tuntutan tugas tersebut
dapat diilustrasikan pada Gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1 Konsep Dasar Ergonomi (Sumber : Manuaba, 2004)

Kemampuan kerja seseorang ditentukan oleh :


1. Personal Capacity (Karakteristik Pribadi); meliputi faktor usia, jenis
kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status sosial, agama
dan kepercayaan.
2. Physicological

Capacity

(Kemampuan

Fisiologis);

meliputi

kemampuan dan daya tahan cardio-vaskuler, syaraf otot, panca indera.


3. Biomechanical Capacity (Kemampuan Biomekanik) berkaitan dengan
kemampuan dan daya tahan sendi dan persendian, tendon dan jalinan
tulang.

Tuntutan tugas pekerjaan/aktivitas tergantung pada :


1. Task and Material Characteristic (Karakteristik tugas dan Material);
ditentukan oleh karakteristik peralatan dan mesin, tipe, kecepatan dan
irama kerja.
2. Organization Characteristic; berhubungan dengan jam kerja dan jam
istirahat, shift kerja, cuti dan libur, manajemen.
3. Environmental Characteristic; berkaitan dengan teman setugas,
kondisi lingkungan kerja fisik, norma, adat kebiasaan dan sosio
budaya.
Performansi seseorang sangat tergantung pada rasio dari besarnya
kemampuan yang bersangkutan. Dengan demikian, apabila :
1. Bila rasio tuntutan tugas (Task Demand) > Kapasitas kerja (Work
Capacity), maka hasil akhirnya berupa: ketidaknyamanan overstress,
kelelahan, kecelakaan, cidera, rasa sakit dan tidak produktif.
2. Bila rasio tuntutan tugas (Task Demand) < Kapasitas kerja (Work
Capacity), maka hasil akhirnya berupa: undertress, kebosanan,
kejemuan, kelesuan, sakit dan tidak produktif.
3. Agar penampilan menjadi optimal maka perlu adanya keseimbangan
dinamis (task demand = Work capacity) sehingga tercapai kondisi
lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan produktif.

2.4

Manusia sebagai Komponen Manusia dan Mesin


Sutalaksana et al.(2006) menjelaskan bahwa yang dimaksud komponen

manusia dan mesin adalah kombinasi antara satu atau beberapa manusia dengan
satu atau beberapa mesin dan salah satu mesin dengan lainnya saling berinteraksi
untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukan-masukan yang
diperoleh. Oleh karena itu apabila suatu pekerja berinteraksi dengan bidang
kerjanya yang menangani satu bidang teknis seperti menangani mesin pesawat,
motor dan lain sebagainya dapat dikatakan pula hal itu termasuk interaksi manusia
sebagai komponen manusia dan mesin Apabila kita perhatikan dengan seksama
dalam kehidupan sehari-haripun banyak kita jumpai interaksi manusia dengan
7

mesin yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Interaksi yang


terjadi pada manusia adalah kemampuan manusia apabila dihadapkan pada suatau
mesin maka mereka mampu untuk menggunakan dan menyesuaikan diri dengan
mesin yang akan digunakan. Manusia hidup tidak terlepas dari alat yang membantu
kita setiap hari sehingga interaksi yang terjadi adalah dapat dipastikan akan terjadi
setiap saat dan setiap waktu. Dengan mengetahui bahwa manusia menjadi salah satu
faktor atau komponen sistem manusia dan mesin maka diharapkan kita mengetahui
fungsi manusia dengan dengan segala keterbatasannya dalam hubungan untuk
merancang sistem manusia dam mesin yang terdiri dari manusia, peralatan, dan
lingkungan kerja. Salah satu hal yang dapat menghasilkan informasi tentang
kemampuan manusia dengan segala keterbatasannya akan dibagi dalam beberapa
hal yang telah dijelaskan Sutalaksana et al.(2006) sebagai berikut :
1. Penelitian tentang displai
Yang dimaksud dengan displai adalah bagian dari lingkungan yang
mengakomodasikan keadaannya kepada manusia. Sebagai contoh adalah
indikator kecepatan pesawat yang telah ada alatnya di pesawat terbang.
2. Penelitian mengenai hasil kerja manusia dan proses pengendaliannya.
Pada bagian ini meneliti bagaimana aktivitas-aktivitas manusia ketika
bekerja dan kemudian mempelajari cara mengukur aktivitas tersebut.
Penelitian ini banyak dipengaruhi oleh Ilmu faal kerja dan biomekanika.

3. Penelitian tempat kerja


Tempat kerja yang baik dalam artian sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia dapat diperoleh apabila ukuran-ukuran dari tempat
kerja tersebut sesuai dengan tubuh manusia.Hal-hal ini dipelajari dalam
Antopometri.
4. Penelitian tentang lingkungan fisik
Yang dimaksud di sini adalah meliputi ruangan dan fasilitas-fasilitas yang
biasa digunakan oleh manusia, serta lingkungan kerja seperti klimat,
kebisingan dan pencahayaan.

2.5

Fisiologi Kerja
Fisiologi kerja adalah ilmu yang mempelajari fungsi (faal) tubuh manusia

pada saat bekerja. Fisiologi kerja merupakan dasar dari berkembangnya ergonomi.
Dengan mempelajari pengukuran kerja secara fisiologis akan diketahui beberapa
faktor-faltor dalam fisiologi kerja yang diharapkan mampu meringankan beban
kerja seorang pekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Pengetahuan dasar
mengenai fisiologi kerja memungkinkan suatu evaluasi sistem kerja yang efektif.
Meski teknologi telah kian maju dan pekerjaan yang menggunakan kekuatan
otot berangsur digantikan oleh kekuatan mesin yang dapat diatur dan mengatasi
pekerjaan berat namun studi mengenai konsumsi energi manusia tetapmenjadi
prioritas utama, tujuannya antara lain :
1. Pemilihan frekuensi dan periode istirahat pada manajemen waktu kerja.
2. Perbandingan metode alternative pemilihan peralatan untuk mengerjakan
suatu jenis pekerjaan.
Tubuh manusia dirancang untuk melakukan aktivitas serhari-hari, adanya
masa otot yang bobotnya lebih dari separuh tubuh memungkinakan manusia untuk
dapat menggerakkan tubuh dan melakukan kerja. Dari sudut pandang ergonomic,
setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap
kemampuan fisik, kognitif, maupun keterbatasan manusia menerima beban tersebut.
Menurut
bahwa kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari yang satu dengan
lainnya, dan sangat tergantung pada ketrampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi,
jenis kelamin, usia, dan ukuran tubuh pekerja yang bersangkutan
(Tarwaka, Solichul, H.A Bakri, 2004)

2.6

Beban Kerja (Workload)


Beban kerja (work load) diartikan Hancock dan Meshkati sebagai suatu

bentuk perkiraan awal yang mewakili beban yang disebabkan oleh operator untuk
mencapai suatu level performansi tertentu. Selain itu Hancock dan Meshkati (1988)
menjelaskan pula bahwa beban kerja (work load) diartikan sebagai suatu beban
yang dipusatkan pada manusia bukan pada suatu pekerjaan. Beban kerja bukan
suatu properti yang melekat tetapi merupakan suatu yang muncul dari interaksi
9

antara kebutuhan pekerjaan yang dipengaruhi oleh pekerjaan yang ditampilkan.


Beban kerja (work load) adalah sejumlah energi yang dikeluarkan dari suatu sistem
kerja yang dilakukan oleh manusia pada suatu pekerjaan tertentu. Oleh sebab itu
beban kerja lebih ditekankan kepada personal atau manusia yang melakukan suatu
pekerjaan pada suatu waktu tertentu dengan kondisi tertentu pula.
Nurmianto,E. (2010) menjelaskan bahwa pengukuran beban kerja baik psikologis
maupun fisik, secara umum sangat tergantung pada konstruksi sumberdaya. Artinya
ada suatu tingkat kapabilitas dan sikap tertentu (yang terukur) yang dibutuhkan oleh
suatu pekerjaan. Dengan demikian beban kerja (workload) merupakan persentase
tertentu dari sumber daya yang dimiliki, yang digunakan untuk melakukan
serangkaian tugas. Bila kapasitas seseorang dalam melakukan pekerjaan terpakai
sampai 100%, akan mengakibatkan tekanan bagi pekerja, baik secara fisik maupun
secara psikologis. Sebaliknya bila kapasitas sebenarnya, akan terjadi kapasitas
residu. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2.1.

Kapasitas
untuk
melakukan
pekerjaan
Proporsi yang didibutuhkan dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan

Gambar 2.2 Kapasitas Kerja Manusia

(Nurmianto,E. 2010)

Beban kerja dalam perkembangannya dibagi menjadi dua, secara garis besar
dalam McCormick dan Sanders (2003) dijelaskan bahwa kegiatan-kegiatan kerja
manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak).
Pemisahan ini tidak dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapat hubungan
yang erat antara satu sama lainnya.

10

2.7

Macam-macam Fisiologi Kerja

2.7.1 Kerja Fisik


Dengan bertambah kompleksnya aktivitas otot, maka beberapa hal yang patut
dijadikan pokok bahasan dan analisa terhadap manisfestasi kerja berat tersebut
antara lain adalah :
Denyut jantung
Tekanan darah
Cardiac Output
Komposissi kimia darah (kandungan asam laktat)
Temperatur tubuh
Kecepatan berkeringat
Pulmonary ventilation
Konsumsi Oksigen
Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan
konsumsi energi. Di antara sekian banyak kriteria, untuk penentuan konsumsi
energi, maka denyut jantung adalah variabel yang paling mudah diukur. Akan tetapi
hanya merupakan pengukuran konsumsi energi secara tidak langsung. Sedangkan
konsumsi oksigen, merupakan faktor dari proses metabolisme yang dianggap
berhubungan langsung dengan konsumsi energi. Oleh karena itu, faktor tersebut
dianggap sebagai faktor pengukur yang valid, meskipun pengukurannya sendiri
sedikit mengganggu subyek (orang) yang diamati (Nurmianto,2010), misalnya :
Masker yang harus dipakai dapat mengganggu proses pernafasan, jika
tidak dipasang dengan sempurna
Peralatan ukur yang dipasang di punggung bisa dianggap terlalu berat,
sehingga dapat mempengaruhi kebebasan gerakannya
Selain itu, pengukuran dengan metode konsumsi oksigen hanya dapat mengukur
dalam waktu yang singkat dan diperlukan alat yang cukup mahal.
Kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme, respirasi suhu
tubuh dan denyut jantung dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1, sedangkan jumlah
konsumsi oksigen maksimum berdasarkan usia pekerja dapat dilihat dari Tabel 2.2
(Rakhmaniar, 2007).
Tabel 2.1 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh dan Denyut
Jantung

11

Kategori

Konsumsi

Ventilasi

Beban

Oksigen

Paru

Kerja

(l/min)

(l/min)

Ringan

0.5 - 1.0

20-Nov

Sedang

1.0 - 1.5

20 - 30

Berat

1.5 - 2.0

31 - 43

Sangat
Berat
Sangat
Berat
Sekali

2.0 - 2.5

43 - 56

2.5 - 4.0

60 - 100

Suhu

Denyut

Rektal
(C

Jantung
(denyut/min)

)
37.5

75 - 100

37.5 38.0
38.0 38.5
38.5 39.0

100 - 125
125 - 150
150 - 175

> 39

> 175

Tabel 2.2 Konsumsi Oksigen Maksimum

Kategori

Sangat
buruk

Umur (tahun)
< 30

30 - 39

40 -49

> 50

< 25.0

< 25.0

< 25.0

25.0 Buruk

33.7
33.8 -

Biasa

42.5
42.6 -

Baik

51.5

Sangat baik

> 51.6

25.0 30.1

25.0 26.4

30.2 39.1

26.5 35.4

25.0 33.7

39.2 48.0

35.5 45.5

33.8 43.0

> 48.1

25.0

> 45.1

> 43.1

(Widyaswara, wiwied, 2007)

2.7.1.1 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja


Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu metode
untuk menilai cardiovasculair strain. Derajat beban kerja hanya tergantung
pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada
pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat
jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relative terhadap sejumlah besar
12

otot. Beberapa hal yang berkaitan dengen pengukuran denyut jantung adalah
sebagai berikut :
1. Astrand dan Christensen meneliti pengeluaran energi dari tingkat denyut
jantung dan menemukan adanya hubungan langsung antara keduanya.
Tingkat pulsa dan denyut jantung permenit dapat digunakan untuk
menghitung pengeluaran energi.
( Hart, Staveland, 2008 )
2. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan denyut jantung dan
pernapasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan oleh lingkungan,
atau tekanan akibat kerja keras, di mana ketiga faktor tersebut
memberikan pengaruh yang sama besar. Pengukuran berdasarkan criteria
fisiologis ini bisa digunakan apabila faktor-faktor yang berpengaruh
tersebut dapat diabaikan atau situasi kegiatan dalam keadaan normal.

Meningkatnya denyut jantung adalah dikarenakan oleh:


1. Temperatur sekeliling yang tinggi,
2. Tingginya pembebanan otot statis, dan
3. Semakin sedikitnya otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja.
Pengukuran denyut jantung dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
1. Merasakan denyut jantung yang ada pada arteri radial pada pergelangan
tangan.
2. Mendengarkan denyut jantung dengan stethoscope.
3. Menggunakan ECG ( Electrocardiograph ), yaitu mengukur signal elektrik
yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada.
Salah satu yang dapat digunakan untuk menghitung denyut jantung adalah
telemetri dengan menggunakan rangsangan ElectroardioGraph (ECG). Apabila
peralatan tersebut tidak tersedia dapat memakai stopwatch dengan metode 10
denyut. Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai
berikut

13

Denyut Jantung (Denyut/Menit) =

Selain metode

denyut

10 Denyut
60
Waktu Perhitungan

jantung tersebut,

dapat juga dilakuakan

penghitungan denyut nadi dengan menggunakan metode 15 atau 30 detik.


Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringanya beban kerja memiliki
beberapa keuntungan. Selain mudah, cepat, dan murah juga tidak memerlukan
peralatan yang mahal, tidak menggangu aktivitas pekerja yang dilakukan
pengukuran. Kepekaan denyut nadi akan segera berubah dengan perubahan
pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika, maupun
kimiawi. Denyut nadi untuk mengestimasi index beban kerja terdiri dari
beberapa jenis, Memberikan definisi sebagai berikut :
a. Denyut jantung pada saat istirahat ( resting pulse ) adalah rata-rata denyut
jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.
b. Denyut jantung selama bekerja ( working pulse ) adalah rata-rata denyut
jantung pada saat seseorang bekerja.
c. Denyut jantung untuk bekerja ( work pulse ) adalah selisish antara senyut
jantung selama bekerja dan selama istirahat.
d. Denyut jantung selama istirahat total ( recovery cost or recovery cost )
adalah jumlah aljabar denyut jantung dan berhentinya denyut pada suatu
pekerjaan selesai dikerjakannya sampai dengan denyut berada pada
kondisi istirahatnya.
e. Denyut kerja total ( Total work pulse or cardiac cost ) adalah jumlah
denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan samapi dengan denyut
berada pada kondisi istirahatnya ( resting level ).
( Nurmianto,E 2010 )
Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di dalam
peningkatan cardio output dari istirahat sampai kerja maksimum, peningkatan
tersebut oleh Rodahl (1989) didefinikan sebagai heart rate reserve (HR
reserve). HR reserve tersebut diekspresikan dalam presentase yang dihitung
dengan menggunakan rumus :
14

Denyut nadi kerja

Denyut nadi istirahat

% HR Reserve =

100
Denyut nadi maksimum

Denyut nadi istirahat

Lebih lanjut Manuaba & Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi


beban kerja berdasakan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan
dengan denyut nadi maskimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasiculair
= %CVL) yang dihitung berdasarkan rumus di bawah ini :
100 (Denyut nadi ker ja

Denyut Nadi Istirahat)

%CVL
Denyut nadi maksimum

Denyut nadiistirahat

Di mana denyut nadi maskimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan


(200umur) untuk wanita.
Dari perhitungan % CVL kemudian akan dibandingkan dengan klasifikasi
yang telah ditetapkan sebagai berikut :

< 30%
0-<60%

= Tidak terjadi kelelahan


= Diperlukan perbaikan

60-<80

= Kerja dalam waktu singkat

80-<100%

= Diperlukan tindakan segera

>100%
= Tidak diperbolehkan beraktivitas
Selain cara-cara tersebut di atas, mengusulkan bahwa cardiovasculair

strain dapat diestimasi denjgan menggunakan denyut nadi pemulihan (hearth


rate recover) atau dikenal dengan metode Brouba. Keuntungan dari metode
ini adalah sama sekali tidaj mengganggu atau menghentikan aktivitas kegiatan
selama bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik pada
menit pertama, ke dua, dan ke tiga. P 1, 2, 3 adalah rata-rata dari ketiga nilai
tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai
berikut :

Jika P1 P3 10, atau P1, P2, P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan normal

Jika rata-rata P1 tercatat 110, dan P1 P3 10, maka beban kerja tifak
berlebihan

Jika P1 P3< 10, dan jika P3> 90 perlu redesain pekerjaan


(Tarwaka, Solichul, H.A Bakri, 2004)
15

Jika denyut jantung dipantau selama istirahat, maka waktu pemulihan


untuk beristirahat meningkat sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan yang
ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup sehingga
mengalami kelelahan yang kronis. Formulasi untuk menentukan waktu istirahat
sebagai kompensasi dari pekerjaan fisik :
Jika K < S maka R 0

Jika S < K < 2S maka R


Jika K > 2S maka

k
k s
( ) x100
s
k Bm
2

T ( k s)
k Bm

(Mustafa Pulat,2002)

Dimana :
R

= Waktu istirahat

T = Total waktu kerja


W = Konsumsi energi
kilokalori / menit
S

= Pengeluaran

yang dibutuhkan dalam menit


dalam menit
ratarata untuk bekerja dalam
energi

cadangan

direkomendasikan

yang
dalam

kilokalori / menit (biasanya 4 atau 5 kkal / menit)

Untuk merumuskan hubungan antara energi ekspenditure dengan


kecepatan denyutjantung, dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan energi
ekspenditure kecepatan denyut jantung dengan menggunakan analisis regresi.
Denyut jantung dapat digunakan untukmengestimasi pengeluaran energi atau
kapasitas aerobik.
Penelitian yang dilakukan oleh Widyasmara [2007] menunjukkan bahwa
dengan menggunakan regresi dapat diketahuihubungan antara denyut jantung,
tinggi badan, berat badan, dan usia dengan energy. Regresiantara denyut
jantung dengan konsumsi oksigen dapat dilihat pada persamaan berikut:

16

Dengan:
VO2: Konsumsi oksigen (liter/menit) HR : Denyut jantung (denyut / menit)
h : Tinggi badan (cm) w : berat badan (kg) a : usia (tahun)
(Widyasmara,2007)
Sedangkan nilai VO2 max untuk wanita dapat diukur secara tidak langsung
dengan menggunakan rumus :

(Rakhmaniar, 2007)
Sedangkan menurut strand dan Rodahl (2003), energi ekspenditure
dapatdihitungdengan persamaan:

1 liter O2 = 5 kkal.
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk
energi, maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan
dalam bentuk energi, maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu dapat
dituliskan dalam bentuk sebagai berikut :

KE = Et Ei
Dimana :
KE = Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu (kilokalori / menit
Et

= Pengeluaran energi pada saat waku kerja tertentu (kilokalori / menit)

Ei

= Pengeluaran energi pada saat waktu istirahat (kilokalori / menit)


Untuk menghindari kerugian pengukuran pekerja ketika bekerja, dapat

digunakan perubahan tingkat denyut selama pemulihan. Kurva pemulihan


tingkat denyut jantung menunjukkan :
Tekanan fisiologis
Aptitude fisik dari subjek
Keberadaan kelelahan fisiologis
17

Kelelahan fisiologis saat rangkaian periode kerja diamati


Dengan melakukan pengukuran pada titik dapat ditunjukkan bahwa :
a. Untuk melakukan pemulihan normal : pengukuran dari denyut pertama ke
denyut ketiga sama atau lebih besar dari 10 denyut per menit. Ketiga
denyut nadi sama atau lebih kecil dari 90 per menit.
b. Tanpa pemulihan : penurunan dari denyut pertama ke denyut ketiga atau
lebih kecil dari 10 denyut / menit. Denyut nadi ketiga di atas 90 denyut/
menit.
Tabel 2.3 Penentuan Beban Kerja Berdasarkan Konsumsi Energi

Tingkat
Pekerjaan

Energi Ekspenditur
Kkal / menit

Kkal / 8 jam

Detak
Jantung detak
/ menit

Konsumsi
Oksigen
Liter/menit

Unduly
Heavy
Very Heavy

> 12,5

> 6000

> 175

> 2.5

10 12,5

4800 6000

150 175

2 2.5

Heavy

7,5 10

3600 4800

125-150

1.5 2

Moderate

5 7,5

2400 3600

100 125

1 1.5

Light

2,5- 5

1200 - 2400

60 100

0.5 1

Very Light

< 2,5

< 1200

< 60

< 0.5

(http://ilestar.blogspot.com/p/climate-chamber.html)

2.7.2 Beban Kerja Mental


2.7.2.1 Definisi Beban Kerja Mental
Aspek psikologi dalam suatu pekerjaan berubah setiap saat. Banyak
faktor yang mempengaruhi perubahan psikologi tersebut. Faktor-faktor
tersebut dapat berasal dari dalam diri pekerja (internal) atau dari luar diri
pekerja/lingkungan (eksternal) (Hancock dan Mesahkati, 1988). Baik faktor
internal maupun eksternal sulit untuk dilihat secara kasat mata, sehingga
dalam pengamatan hanya dilihat dari hasil pekerjaan atau faktor yang dapat
diukur secara obyektif, atau pun dari tingkah laku dan penuturan si pekerja
sendiri yang dapat diidentifikasikan. Selain itu beberapa individu memiliki
kondisi tubuh dan melakukan yang sama, secara objektif menunjukkan
tingkat performansi yang sama (Susilowati, 2000).

Sebagian individu
18

berpendapat bahwa pekerjaan yang dilakukan ringan dan tidak menguras


otak, sementara individu lainnya berpendapat sebaliknya. Hal ini yang
mendasari munculnya ide mengenai beban kerja mental (Susilowati, 2000).
2.7.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beban Mental
Menurut Hancock and Meshakti (2003) pelaksanakan pengukuran
beban kerja mental memiliki beberapa kriteria, yaitu:
1. Sensitivity
Dalam pengukuran beban kerja mental seharusnya mencirikan suatu yang
berbeda dalam situasi pekerjaan tertentu.
2. Selectivity
Pengukuran beban mental sebaiknya tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor
selain dari beban mental itu seperti beban fisik dan emosional.
3. Interference
Dalam pelaksanaan pengukuran beban kerja mental hendaknya tidak
mempengaruhi atau menginterupsi kepada beban kerja yang telah
diprediksi.
4. Reliability
Mengukur beban kerja hendaknya dapat dipercaya hasil pengukurannya.
5. Acceptability
Hasil pengukuran beban kerja dapat diterima masyarakat pada umumnya
dan khususnya untuk tempat diambilnya penelitian.

2.7.2.3 Pengukuran Beban Kerja Mental


Pengukuran beban kerja mental atau psikologi dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu pengukuran beban mental secara objektif dan pengukuran
beban mental secara subjektif.
(Hancock and Meshakti, 2003)
1. Pengukuran beban mental secara objektif
Pengukuran beban kerja psikologis secara objektif dapat dilakukan dengan
beberapa metode, yaitu :
19

a.Pengukuran denyut jantung


Secara

umum,

peningkatan

denyut

jantung

berkaitan

dengan

meningkatnya level pembebanan kerja.


b.Pengukuran waktu kedipan mata
Secara umum, pekerjaan yang membutuhkan atensi visual berasosiasi
dengan kedipan mata yang lebih sedikit, dan durasi kedipan lebih pendek.
c.Pengukuran dengan metoda lain
Pengukuran dilakukan dengan alat flicker, berupa alat yang memiliki
sumber cahaya yang berkedip makin lama makin cepat hingga pada suatu
saat sukar untuk diikuti oleh mata biasa.
2. Pengukuran beban mental secara subyektif
Pengukuran beban kerja psikologis secara subjektif dapat dilakukan dengan
beberapa metode, yaitu :
a.NASA-Task Load Index (TLX)
b.Subjective Workload Assesment Technique (SWAT)
c.Modified Cooper Harper Scaling (MCH)
Dari beberapa metode tersebut metode yang paling banyak digunakan
dan terbukti memberikan hasil yang cukup baik adalah NASA-TLX dan
SWAT (Hancock dan Meshkati, 1988).

2.7.2.3.1 Metode NASA-TLX


Metode NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra G. Hart dari
NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose
State University pada tahun 1998 (Hancock dan Meshkati, 2003).
Metode ini berupa kuesioner dikembangkan berdasarkan munculnya
kebutuhan pengukuran subjektif yang lebih mudah namun lebih
sensitif pada pengukuran beban kerja.
Hancock

dan

Meshkati

(2003)

menjelaskan

beberapa

pengembangan metode NASA-TLX yang ditulis dalam Susilowati


(2000), antara lain:
1. Kerangka Konseptual
20

Beban kerja timbul dari interaksi antara kebutuhan tugas dan


pekerjaan, kondisi kerja, tingkah laku, dan persepsi pekerja
(teknisi). Tujuan kerangka konseptual adalah menghindari variabelvariabel yang tidak berhubungan dengan beban kerja subjektif.
Dalam kerangka konseptual, sumber-sumber yang berbeda dan halhal yang dapat mengubah beban kerja disebutkan satu demi satu
dan dihubungkan.
2. Informasi yang Diperoleh dari Peringkat (Rating) Subjektif
Peringkat subjektif merupakan metode yang paling sesuai untuk
mengukur beban kerja mental dan memberikan indikator yang
umumnya paling valid dan sensitif. Peringkat subjektif merupakan
satusatunya

metode yang memberikan informasi mengenai

pengaruh tugas secara subjektif terhadap pekerja atau teknisi dan


menggabungkan pengaruh dari kontributor-kontributor beban kerja.
3. Pembuatan Skala Rating Beban Kerja
1.1. Memilih kumpulan subskala yang paling tepat.
1.2.Menentukan bagaimana menggabungkan subskala tersebut
untuk memperoleh nilai beban kerja yang sensitif terhadap
sumber dan definisi beban kerja yang berbeda, baik di antara
tugas maupun di antara pemberi peringkat.
1.3.Menentukan prosedur terbaik untuk memperoleh nilai terbaik
untuk memperoleh nilai numerik untuk subskala tersebut.
4. Pemilihan Subskala
Ada tiga subskala dalam penelitian, yaitu skala yang
berhubungan dengan tugas, dan skala yang berhubungan dengan
tingkah laku (usaha fisik, usaha mental, performansi), skala yang
berhubungan dengan subjek ( frustasi, stres, dan kelelahan).
Susilowati (2000) juga menjelaskan beberapa subskala yang
ditulis Hart dan Staveland (1999), antara lain:
21

1. Skala yang berhubungan dengan tugas


Peringkat yang diberikan pada kesulitan tugas memberikan
informasi langsung terhadap persepsi kebutuhan subjek yang
dibedakan oleh tugas. Tekanan waktu dinyatakan sebagai faktor
utama dalam definisi dan model beban kerja yang paling
operasional, dikuantitatifkan dengan membandingkan waktu
yang diperlukan untuk serangkaian tugas dalam eksperimen.
2. Skala yang berhubungan dengan tingkah laku
Faktor usaha fisik memanipulasi eksperimen dengan faktor
kebutuhan

fisik

sebagai

komponen

kerja

utama.

Hasil

eksperimen menunjukkan bahwa faktor usaha fisik memiliki


korelasi yang tinggi tapi tidak memberi kontribusi yang
signifikan terhadap beban kerja semuanya. Faktor usaha mental
merupaka kontributor penting pada beban kerja pada saat jumlah
tugas operasional meningkat karena tanggung jawab pekerja
berpindah-pindah dari pengendalian fisik langsung menjadi
pengawasan. Peringkat usaha mental berkorelasi dengan
peringkat beban kerja keseluruhan dala setiap katagori
eksperimen dan merupakan faktor kedua yang paling tinggi
korelasinya dengan beban kerja keseluruhan.
3. Skala yang berhubungan dengan subjek
Frustasi merupakan beban kerja ketiga yang paling relevan.
Peringkat frustasi berkorelasi dengan peringkat beban kerja
keseluruhan secara signifikan pada semua katagori eksperimen.
Peringkat stres mewakili manipulasi yang mempengaruhi
peringkat beban kerja keseluruhan dan merupakan skala yang
paling indenpenden.
Hancock dan Meshkati (2003) menjelaskan langkah-langkah
dalam pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode
NASATLX, yaitu:

22

a. Penjelasan indikator beban mental yang akan diukur


Indikator tersebut adalah
Tabel 2.4 NASA-TLX

SKALA

RATING

KETERANGAN

MENTAL
DEMAND (MD)

Rendah,
tinggi

Seberapa besar aktivitas mental dan


perseptual yang dibutuhkan untuk melihat,
mengingat dan mencari. Apakah pekerjaan
tersebut mudah atau sulit, sederhana atau
kompleks, longgar atau ketat .

PHYSICAL
DEMAND (PD)

Rendah,

Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan

Tinggi

(misalnya: mendorong, menarik,


mengontrol putaran)
Jumlah tekanan yang berkaitan dengan
waktu yang dirasakan selama elemen
pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan
perlahan atau santai atau cepat dan
melelahkan

TEMPORAL
DEMAND (TD)

Rendah,
tinggi

PERFORMANCE

Tidak

Seberapa besar keberhasilan seseorang di

(OP)

tepat,

dalam pekerjaannya dan seberapa puas

FRUSTATION

Sempurna
Rendah,tin
ggi

dengan hasil kerjanya


Seberapa tidak
aman, putus asa,
tersinggung, terganggu, dibandingkan
dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan
kepuasan diri yang dirasakan.

Rendah,
tinggi

Seberapa keras kerja mental dan fisik yang


dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan

LEVEL (FR)

EFFORT (EF)

b. Pembobotan
Pada bagian ini responden diminta untuk melingkari salah satu
dari dua indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan
beban kerja mental terhadap pekerjaan tersebut.

23

Kuesioner NASA-TLX yang diberikan berbentuk perbandingan


berpasangan yang terdiri dari 15 perbandingan berpasangan. Dari
kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang
dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally ini kemudian akan
menjadi bobot untuk tiap indikator beban mental.
c. Pemberian Rating
Pada bagian ini responden diminta memberi rating terhadap
keenam indikator beban mental. Rating yang diberikan adalah
subjektif

tergantung pada beban mental yang dirasakan oleh

responden tersebut. Rating yang diberikan adalah subjektif


tergantung pada beban mental yang dirasakan oleh responden
tersebut. Untuk mendapatkan skor beban mental NASA-TLX,
bobot dan rating untuk setiap indikator dikalikan kemudian
dijumlahkan dan dibagi 15 (jumlah perbandingan berpasangan).
Menurut Hancock dan Meshkati (2003) data dari tahap
pemberian (rating) untuk memperoleh beban kerja (mean weighted
workload) Hancock dan Meshkati (2003) adalah sebagai berikut:
1.

Menghitung produk.
Produk diperoleh dengan cara mengalikan rating dengan bobot
faktor untuk masing-masing deskriptor. Dengan demikian
dihasilkan 6 nilai produk untuk 6 indikator ( MD, PD, TD, CE,
FR, EF).
Produk = rating x bobot faktor

2.

Menghitung Weighted Workload ( WWL).


WWL diperoleh dengan cara menjumlahkan keenam nilai produk.
WWL =

3.

Menghitung rata-rata WWL.

24

Rata-rata WWL diperoleh dengan cara membagi WWL dengan


jumlah bobot total.
bobot rating
skor
4.

15
Interpretasi Hasil Nilai Skor
Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland (1981) dalam teori
NasaTLX, skor beban kerja yang didapatkan terbagi dalam tiga
bagian yaitu pekerjaan menurut para responden tergolong agak
berat (di mana nilai > 80 menyatakan beban pekerjaan agak berat,
nilai 50-80 menyatakan beban pekerjaan sedang, dan nilai < 50
menyatakan
beban pekerjaan agak ringan).

2.7.2.3.2 Subjective Workload Assesment (SWAT)


Hancock dan Meshkati (2003) menjelaskan bahwa metode ini
dikembangkan oleh Reid dan Nygren pada Amstrong Aerospace
Medical Research Laboratory pada tahun 1981 dengan dasar metode
penskalaan konjoin. SWAT dibuat sedemikian rupa sehimgga
tanggapan hanya diberikan dengan melalui tiga deskriptor pada
masing-masing tiga factor atau dimensi.
(Wignjosoebroto, 2008) dalam Susilowati (2000) mejelaskan
bahwa tiga faktor yang digunakan dalam SWAT dikembangkan
berdasarkan

teori

untuk

mendefinisikan

beban

kerja

pilot.

Perkembangan terakhir SWAT tidak hanya digunakan pada pilot saja


tapi dikembangkan dalam hal yang lebih luas. Tiga faktor menurut
Sheridan dan Simpson (2003) adalah:
1. Beban Waktu (Time Load)
Menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring tugas. Dimensi beban waktu ini tergantung
dari ketersediaan waktu dan kemampuan melangkahi (overlap) dalam
menjalankan suatu aktivitas. Hal ini berkaitan erat dengan analisis batas
25

waktu (timeline analysis) yang merupakan metoda primer untuk


mengetahui apakah subyek dapat menyelesaikan tugas dalam batas-batas
waktu yang diberikan. Tiga tingkatan dalam SWAT adalah Susilowati
(2000):
a. Selalu memiliki waktu luang. Interupsi dan melakukan secara
bersamaan (overlap) diantara aktivitas tidak terjadi atau jarang
terjadi.
b. Kadang-kadang memiliki waktu luang. Interupsi dan melakuka
secara bersamaan (overlap) diantara aktivitas sering terjadi.
c. Tidak memiliki waktu luang. Interupsi dan melakukan bersamaan
diantara akitvitas sering terjadi.

2. Beban Usaha Mental (Mental Effort Load)


Memperkirakan seberapa banyak usaha mental dalam perencanaan yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. Dimensi beban usaha
mental merupakan indikator besarnya kebutuhan mental dan perhatian
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu aktivitas. Semakin
meningkatnya beban ini, maka konsentrasi dan perhatian yang
dibutuhkan meningkat pula. Peningkatan ini sejalan dengan tingkat
kerumitan pekerjaan dan jumlah informasi yang diproses oleh subyek
untuk

melaksanakan

perhitungan,

pekerjaan

pembuatan

dengan

keputusan,

baik.

Aktifitas

mengingat

seperti

informasi,

dan

penyelesaian maslah merupakan contoh usaha mental. Susilowati (2000)


menjelaskan deskriptor yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat kecil.aktivitas


yang dilakukan hampir otomatis dan tidak membtutuhkan perhatian.
2. Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sedang. Kerumitan
aktivitas sedang hinga tinggi sejalan dengan ketidakpastian,
ketidakmampuprediksian,

dan

keyidakkenalan

(unfamilirity).

Perhatian tambahan dibutuhkan.


26

3. Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat besar dan


diperlukan

sekali.

Aktivitas

yang

sangat

kompleks

dan

membutuhkan perhatian total.


3. Beban Tekanan Psikologis (Psychological Stress Load)
Mengukur jumlah resiko, kebingungan, frustasi yang dihubungkan
dengan performansi. Dimensi ini berkaitan dengan kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya kebingungan, frustasi dan ketakutan selama
melaksanakan suatu pekerjaan. Pada keadaan stres rendah, manusia akan
cenderung merasa santai. Namun sejalan dengan meningkatnya stres,
maka akan terjadi pengacauan konsentrasi yang disebabkan oleh faktor
individual subyek seperti antara lain: motivasi, kelelahan, ketakutan,
tingkat keahlian, suhu, kebisingan, getaran dan kenyamanan. Sebagian
besar dari faktor-faktor tersebut mempengaruhi performansi subyek
secara langsung, apabila pada tingkatan yang tinggi. Tingkat spesifik
dari beban ini adalah (Susilowati, 2000):

1. Kebingungan , resiko,dan kegelisahan dapat diatasi dengan mudah.


2. Stres yang muncul dan berkaitan dengan kebingungan, frustasi, dan
kegelisahan menambah beban kerja yang dialami. Kompensasi
tambahan perlu dilakukan untuk menjaga performansi.
3. Stres yang tinggi dan intens berkaitan dengan kebingungan, frustasi,
dann kegelisahan. Membutuhkan pengendalian diri yang sangat
besar.

2.7.2.4 Dampak Beban Kerja Mental Berlebih


Ada beberapa hal yang merupakan hasil dari kelebihan beban mental,
seperti yang diterangkan oleh Hancock dan Mesahkati (2003), yaitu:
1.

Kebingungan, resiko, frustasi dan kegelisahan.

27

2.

Stres yang muncul dan berkaitan dengan kebingungan, frustasi, dan


kegelisahan.

3.

Stres yang tinggi dan intens berkaitan dengan kebingungan, frustasi,


dan kegelisahan. Sehingga stress membutuhkan suatu pengendalian
yang sangat besar.

Beban usaha mental merupakan indikasi yang memberikan gambaran


besarnya kebutuhan mental dan perhatian untuk menyelesaikan tugas.
Susilowati (2000) menjelaskan bahwa dengan beban usaha mental rendah dan
performansi cenderung otomatis. Sejalan dengan meningkatnya beban usaha
mental maka konsentrasi dan ketelitian akan meningkat pula. Usaha mental
yang tinggi membutuhkan keseluruhan konsentrasi dan perhatian sesuai
dengan kerumitan pekerjaan dan informasi yang harus diproses (Susilowati,
2000). Dalam pekerjaan pemeliharaan pesawat menangani bebagai komponen
yang membutuhkan tingkat ketelitian dan pekerja harus mengurangi resiko
kesalahan dalam pemeliharaan, oleh sebab itu diperkirakan beban mental
yang diterima oleh pekerja relatif sangat tinggi. Menurut Wickens et al.(2004)
beban kerja mental yang tinggi dapat menyebabkan kejenuhan dan rasa lelah
yang berlebihan, rasa kelelahan yang terjadi menyebabkan para pekerja dapat
mengantuk.
2.8 Pengujian Data
2.8.1 Uji Keseragaman
Uji keseragaman data adalah uji yang menyeragamkan data-data agar tidak
berada di luar batas kontrol. Dimana langkah-langkah melakukan uji keseragaman
data
(Sutalaksana et al, P132) adalah sebagai berikut :
1. Hitung rata-rata sub group

.......................................... (i)

28

Dimana :
x = Harga nilai rata-rata dari sub group ke-i n = Besarnya sub group
2. Hitungan harga rata-rata dari rata-rata sub group

......................................... (ii)
Dimana :
N = Jumlah pengamatan
3. Hitung standar deviasi

........................................ (iii)

4. Hitung Standar Deviasi dari distribusi harga rata-rata sub group X

.......................................... (iv)
5. Penentuan batas-batas control
BKA = x + 38x
BKA = x - 38 x
Batas-batas kontrol tersebut menunjukkan batas keseragaman atau tidaknya
suatu sub group. Dalam perhitungan selanjutnya data yang akan digunakan adalah
datadata yang berada dalam batas kontrol tersebut.
29

2.8.2. Uji Kecukupan Data


Hal yang terakhir dalam pengujian data pengukuranadalah uji kecukupan
data. Jumlah pengukuran yang diperlukan sangat berkaitan erat dengan tingkat
ketelitian dan tingkat keyakinan yang dikehendaki. Sedangkan data dan jumlah
pengukuran yang dipergunakan dalam uji kecukupan data merupakan data
merupakan data dan jumlah dari pengukuran yang seragam.
Dimana langkah-langkah melakukan uji kecukupan data adalah sebagai
berikut :

........................(v)
Dimana :
N = Jumlah pengamatan minimum
N = Jumlah pengamatan yang telah dilakukan
K = Tingkat keyakinan
S = Tingkat ketelitian
Jika N < N, maka pengamatan yang dilakukan dianggap cukup dan
dilanjutkan dengan perhitungan waktu baku. Tetapi jika N > N, maka dengan
tingkat keyakinan dan ketelitian yang demikian perlu dilakukan pengamatan lagi
sebanyak N dikurangi N.
2.8.3 Uji Kenormalan Data
Uji kenormalan data bertujuan untuk menentukan apakah data-data yang
diperoleh telah terdistribusi normal atau tidak. Uji yang dipakai adalah uji kebaikan
suai (Goodness of Fit Test), uji kebaikan suai digunakan untuk mengetahui apakah
suatu populasi mengikuti suatu distribusi teoritik tertentu. Uji ini didasarkan pada
30

seberapa baik kesesuaian antara frekuensi yang teramati dalam sampel dengan
frekuensi harapan yang didasarkan pada distribusi yang dihipotesiskan.
(Walpole, P632)
Untuk mengetahui apakah data yang akan digunakan sudah berdistribusi
normal atau tidak, maka perlu dilakukan uji normalitas dengan uji kolmogorov
Smirnov menggunakan program SPSS.
Ketentuan yang digunakan dalam uji Kolmogorov Smirnov adalah :
1. Jika probabilitas (Asymp. Sig) > 0.05 maka data berdistribusi normal.
Jika probabilitas (Asymp. Sig) < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.

2.8.4 Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan


Yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalah
waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Karena waktu penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnya maka harus
diadakan

pengukuran-pengukuran.

Yang

ideal

tentunya

dilakukan

pengukuran-pengukuran yang sangat banyak, karena dengan demikian


diperoleh jawaban yang pasti, namun sebaliknya jika tidak dilakukan
beberapa kali pengukuran dapat diduga hasilnya sangat kasar, sehingga yang
diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu,
tenaga, dan biaya yang besar tetapi hasilnya tidak dapat dipercaya.
Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali ini,
pengukuran akan kehilangan sebagian kepastian akan ketepatan atau rata-rata
waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan tingkat
keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh
pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat
banyak.
Tingkat

ketelitian

menunjukan

penyimpangan

maksimum

hasil

pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan


dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari).
31

Sedangkan tingat ketelitian menunjukan besarnya keyakinan pengukur bahwa


hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi (inipun dinyatakan
dalam persen). Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%
memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya
penyimpang sejauh 10% dari ratarata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil
mendapatkan hasil ini adalah 95%.
Untuk tingkat kepercayaan 68% harga k adalah 1
Untuk tingkat kepercayaan 95% harga k adalah 2
Untuk tingkat kepercayaan 99% harga k adalah 3
(Wignjosoebroto, 2007)

BAB III
TINJAUAN SISTEM
3.1

Profil Perusahaan
PT. Djarum adalah salah satu perusahaan rokok di Indonesia. Perusahaan ini

mengolah dan menghasilkan jenis rokok kretek dan cerutu. Ada tiga jenis rokok
yang kita kenal selama ini. Rokok Cerutu (terbuat dari daun tembakau dan
dibungkus dengan daun tembakau juga), rokok putih adalah jenis rokok yang
terbuat dari daun tembakau dan dibungkus dengan kertas sigaret, serta rokok kretek
yang terbuat dari tembakau ditambah dengan cengkeh dengan pembungkus kertas
sigaret.
Rokok kretek merupakan pertemuan atau perpaduan antara budaya dari Barat
dan budaya dari Timur. Pengaruh pemerintah kolonial Belanda sangat besar dalam
mempengaruhi terbentuknya rokok kretek ini. Munculnya rokok kretek yaitu pada
akhir abad ke-19 atau pada awal 1880an, di mana pada saat itu bapak Hj.
32

Djamahari penduduk asli Kudus yang pada saat itu menderita penyakit asma
menggunakan cengkeh sebagai obat analgesic ringan yang dicampur dalam
tembakau dan dijadikan sebuah rokok. Dari percobaan tersebut menghasilkan
sebuah rokok yang disebut dengan istilah rokok kretek, alasan disebutnya rokok
kretek dikarenakan letupan api yang membakar rokok campuran cengkeh tersebut
menghasilkan bunyi kretek-kretek. Penemu rokok kretek ini sendiri yaitu Bapak
Haji Djamhari meninggal dunia di Kudus pada tahun 1890.
Pada awalnya perdagangan rokok kretek hanya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Kudus dan beberapa daerah disekitarnya akan produk rokok
kretek ini. Namun dalam perkembangannya rokok kretek ini diminati oleh daerahdaerah lainnya sehingga dalam waktu singkat produk rokok kretek ini menjangkau
berbagai daerah di pulau Jawa. Perusahaan rokok kretek pertama kali muncul pada
tahun 1905 yang didirikan oleh M. Nitisemito, perusahaan rokok kretek ini
dinamakan Tjap Bal Tiga yang secara resmi terdaftar dalam kantor perdagangan
Hindia Belanda. Permintaan pasar terhadap produk rokok kretek ini sangat
berkembang pesat, hal ini dibuktikan dengan berkembangnya beberapa perusahaan
rokok kretek yang ada di daerah Kudus.
PT. Djarum adalah salah satu perusahaan yang memproduksi rokok kretek
sejak tahun berdirinya yaitu sekitar tahun 1951 tapatnya pada tanggal 21 april
1951. Pendiri Djarum adalah Oei Wie Gwam dengan 17 pekerja yang mengawali
bisnisnya dengan memasok rokok kretek untuk Dinas Pembekalan Angkatan Darat.
Sejarah Djarum berawal dari usaha pembelian usaha kecilk rokok kretek
yang bernama Djarum Gramaphone pada tahun 1951 oleh Oei Wie Gwan dan
merubah nama Djarum Gramaphone menjadi Djarum. Oei mulai memasarkan
rokok kretek dengan merk dagang Djarum di pasaran dan ternyata rokok kretek
produksi Djarum ini cukup sukses dipasaran. Namun setelah kebakaran yang
hampir memusnahkan perusahaan pada tahun 1963, Bapak Oei Wie Gwam
meninggal dunia. Djarum kembali bangkit dan mulai memodernisasi peralatan
produksi yang ada di pabriknya dalam upaya untuk memaksimalkan hasil produksi
rokok kretek Djarum. Pada tahun 1972 Djarum mulai mengekspor produk
rokoknya ke luar negeri. Saat ini Djarum dipimpin oleh Budi Hartono dan
Bambang Hartono yang dua-duanya merupakan putra Oei. Pada tahun 1983 secara
resmi Djarum menjadi Perseroan Terbatas (PT).
Perkembangan industri rokok terutama PT. Djarum Kudus itu sendiri dimulai
dari variasi produk rokok yang dihasilkan dan diproduksi oleh perusahaan PT.
33

Djarum Kudus. Sebagai produk awal berdirinya PT. Djarum Kudus adalah produk
rokok kretek tangan saja, namun pada tahun 1985 PT. Djarum Kudus berkembang
dan mulai memproduksi rokok Djarum Lights. Perkembangan variasi produk terus
dilakukan dengan mulai memproduksi rokok cerutu untuk memenuhi pasar rokok
cerutu di Indonesia sehingga pada tahun 1990 diproduksinya Djarum Cigarilos.
Perkembangan inovasi produk yang paling memiliki kesan yang sangat baik bagi
perusahaan PT. Djarum Kudus adalah diproduksinya rokok kretek mesin dengan
merk dagang LA dan Djarum Black pada tahun 1996.
Secara spesifik di SKT Megawon II PT.Djarum Kudus yang memproduksi
rokok kretek tangan dengan merk dagang Djarum Coklat 12 ini mengalami
perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Perkembangan yang cukup
signifikan adalah adanya multi proses yang terjadi dalam proses pengerjaan rokok
kretek tangan ini, maksud dari adanya multi proses adalah dalam satu brak atau
satu tempat sudah terjadi proses secara lengkap dari penggilingan, pembatilan,
pengepakan serta pengepresan sampai produk terkirim semuanya terdapat dalam
satu atap sehingga diharapkan mutu batangan rokok ini tetap terjaga serta mampu
mengefisienkan biaya yang ditimbulkan. Kebijakan ini dimulai sekitar tahun 2010,
awalnya di brak SKT Megawon II hanya terpusat pada penggilingan dan
pembatilan sedangkan bagian pengepakan dan pengepresan terdapat di brak I dan
III, keadaan ini menyebabkan sistem kerja tidak efisien sehingga menimbulkan
pembengkakan biaya selain itu mutu rokok juga akan menurun karena sudah
terjadi campur tangan orang banyak.
3.2 Visi dan Misi Perusahaan
3.2.1 Visi
Menjadi yang terbesar dalam nilai penjualan dan profitabilitas di industri rokok
Indonesia.
3.2.2 Misi
Kami hadir untuk memuaskan kebutuhan merokok para perokok.
3.2.3

Nilai Inti
a. Fokus pada pelangan (mendengarkan pelanggan, memenuhi kebutuhan
pelanggan). Karakteristik.
34

1. Orientasi pada pelayanan


2. Kualitas perbaikan berkesinambungan
3. Inovasi
4. Konsep pemasar
a. Profesionalisme (orang bekerja harus dengan sikap baik melakukan dengan
sikap baik, cara baik dan perhatian yang serius). Karakteristik:
1. Kompeten
2. Integritas
3. Sinergis
4. Komitmen
5. Orientasi
6. Rasa tanggung jawab
7. Excellent
b. Orang yang terus belajar (belajar dari karyawan internal, pelanggan eksternal,
dan lingkungan). Karakteristik:
1. Belajar kepentingan seluruh jenjang
2. Sikap keterbukaan
3. Saling percaya
c. Satu keluarga (pertalian khas dan mau hidup bersama dengan tata cara sesuai
konsensus). Karakteristik:
1. Setiap orang memiliki nilai dan peran
2. Rasa memiliki
3. Saling mendukung
4. Kebanggan
5. Saling memperhatikan
6. Saling menghormati
d. Tanggung jawab sosial (peka dan peduli terhadap kepentingan masyarakat).
Karakteristik:
1. Kepedulian terhadap lingkungan
2. Menjadi warga Negara yang baik
3. Rasa tanggung jawab terbatas sesuai dengan kemampuan perusahaan
3.2.4 Visi masa depan

35

Visi masa depan yang menjadi salah satu visi yang nantinya akan diupayakan
maksimalisasi pencapaiannya antaralain sebagai berikut:
a. Kepemimpinan dalam pasar dengan cara menghasilkan produk produk
produk yang berkualitas tinggi secara konsisten dan inovatif untuk memuaskan
konsumen.
b. Penciptaan citra positif yang kuat untuk perusahaan dan merekmerek kita.
c. Manajemen professional yang berdedikasi serta sumber daya manusia yang
kompeten

3.3

Lokasi dan Tata Letak

Lokasi dan tata letak perusahaan berkaitan langsung dengan upaya serta
strategi yang nantinya akan di terapkan oleh perusahaan pada masing-masing unit
yang ada. Lokasi perusahaan memiliki hubungan yang erat dengan tujuan
perusahaan dalam hal lokasi pendirian perusahaan apakah dekat dengan daerah
pemasaran, bahan baku, maupun dekat dengan tempat pembuangan limbahnya.
Sementara itu tata letak perusahaan berkaitan dengan bagaimana susunan dari
alat-alat produksi dalam upaya untuk mengefisienkan berjalannya proses produksi
dalam upaya untuk menjaga kualitas dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Semakin baik susunan atau tata letak alat-alat produksi dalam suatu perusahaan
maka dapat dipastikan proses produksi dapat berjalan dengan baik.
Lokasi perusahaan dalam pelaksanaan magang ini dilaksanakan di PT.
Djarum Kudus, namun penempatan lokasi magang secara spesifik yaitu pada 1
departemen yaitu bagian produksi rokok kretek tangan Djarum Cokelat 12 di SKT
Megawon II.
3.3.1 Lokasi dan Tata Letak SKT Megawon II
PT. Djarum merupakan perusahaan rokok yang memiliki cakupan lokasi
terbesar di Kabupaten Kudus. Kantor pusat PT. Djarum Kudus terletak di jalan
Ahmad Yani No. 28. Sedangkan lokasi tiap unitunit perusahaan PT. Djarum
Kudus tersebar di berbagai lokasi di Kudus, Demak, Jepara dan Pati. PT. Djarum
Kudus selalu berupaya untuk selalu melakukan pemekaran wilayah produksi
terutama untuk bagian Sigaret Kretek Tangan yang bertujuan yaitu untuk
pemaksimalan keuntungan dan berupaya untuk semakin banyak menyerap tenaga

36

kerja yang banyak dengan harapan peningkatan kesejahteraan masyarakat disekitar


perusahaan.
PT. Djarum kudus memiliki berbagai cabang salah satunya adalah PT.
Djarum Kudus SKT II Megawon yang beralamat di Jalan Mejobo 106, Desa
Megawon, Kec. Jati, Kab. Kudus. SKT Megawon II ini merupakan salah satu
anggota Megawon Group yang berada langsung di bawah naungan PT.Djarum
Kudus.
Tata letak atau denah lokasi pabrik merupakan suatu peletakan pabrik beserta
instrument lain yang dipengaruhi keadaan lingkungan dan pola pelaksanaan usaha.
Penyusunan tata letak dan lokasi atau denah lokasi sangat berkaitan dengan
kesuksesan serta keberhasilan berjalannya proses perusahaan dengan harapan
tercapainya tujuan utama perusahaan. Adapun tata letak atau gambaran denah
lokasi perusahaan PT. Djarum Kudus di brak SKT Megawon II dapat dilihat pada
Gambar 2.1 di bawah ini:

37

Layout SKT Megawon II PT.Djarum Kudus

Local

Area

Giling

BARAT

&

MA

TA

TIMUR

G
U

10

1
1
1

N N
12
G

D TA
A MA

M
Gambar 3.1. Layout atau Tata Letak Di SKT Megawon II PT. Djarum Kudus
A
T
E
RI
A
L

38

3.4 Keadaan Iklim Organisasi Ketenagakerjaan


Terdapat beberapa macam cara dalam mengidentifikasikan iklim
organisasi, salah satu definisi yang paling banyak dipergunakan adalah
iklim organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja
baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada karyawan
dan pekerjaannya dimana tempat mereka bekerja dengan asumsi akan
berpengaruh pada motivasi dan perilaku karyawan. Pendapat lain
mengatakan bahwa iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi
yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada
persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari
karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan
organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota
dalam memandang organisasi.
3.4.1 Keadaan Iklim Organisasi Ketenagakerjaan SKT Megawon II
Iklim organisasi di SKT Megawon II yang memproduksi rokok kretek
tangan Djarum Coklat 12 adalah manajemen sumber daya manusia di
mana dalam sistem ini pihak manajemen SKT Megawon II berupaya
untuk memberdayakan tenaga kerja manusia secara maksimal dengan
39

tidak mengenyampingkan hak dan kewajiban dari para karyawannya


dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan. Selain karyawan tetap
bulanan SKT Megawon II Djarum Kudus juga mempekerjakan karyawan
harian sebanyak 66 orang serta karyawan borongan bagian penggilingan,
pembatilan, pengepakan dan pengepresan. Sebagian besar karyawan di
SKT Megawon II adalah perempuan terutama untuk bagian penggilingan,
pembatilan, pengepakan dan pengepresan.
Tenaga kerja dianggap sebagai aset perusahaan yang sangat penting hal
ini dikarenakan setiap proses dalam upaya memproduksi rokok batangan
kretek tangan semua dilakukan oleh manusia, oleh karena itu pihak
manajemen perusahaan berupaya untuk mengayomi dan memfasilitasi
semua karyawannya. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya hubungan
kekeluargaan dalam setiap karyawan di semua bagian atau unit kerja yang
ada. Pola hubungan kekeluargaan ini mampu menciptakan lingkungan
kerja yang nyaman sehingga diharapkan semua karyawan dapat bekerja
dengan maksimal sesuai dengan tanggung jawab dan beban kerja yang
telah diberikan oleh pihak manajemen perusahaan. Setiap karyawan saling
menasehati dan menegur kepada karyawan lain apabila terjadi beberapa
kesalahan dalam upaya produksi rokok kretek tangan ini sehingga
program manajemen untuk melaksanakan Total Quality Control (TQC)
dapat berjalan dengan baik.
SKT Megawon II juga melakukan hubungan yang baik dengan anggota
Megawon Group yang lain, seperti SKT Megawon I dan SKT Megawon
III. Semua perusahaan ini berupaya bekerja bersama-sama untuk
maksimalisasi proses produksi baik dari segi kualitas maupun kuantitas
sehingga tujuan perusahaan secara umum dapat tercapai dengan sangat
baik.

3.5 Sarana dan Prasarana SKT Megawon II


40

Sarana dan prasarana merupakan salah satu hal yang fungsinya menjadi
sangat penting dalam upaya untuk menunjang kesuksesan dan
keberhasilan proses produksi dalam suatu perusahaan. Sarana dan
prasarana bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam menjalankan
semua tahapan-tahapan kegiatan dalam memproduksi suatu produk dalam
hal ini produk dari PT. Djarum Kudus.

Sarana dan prasarana yang terdapat di SKT Megawon II PT. Djarum


Kudus yang memproduksi rokok kretek Djarum Coklat 12, sebagai
berikut:
1. Bangunan Pabrik
Bangunan pabrik merupakan semua bangunan yang ada di lingkungan
pabrik rokok kretek tangan di SKT Megawon II PT. Djarum Kudus yang
memproduksi rokok kretek Djarum Coklat 12 seperti; kantor, ruang
meeting, gudang bahan baku, gudang pengiriman, gudang material,
gudang rokok batangan, toilet karyawan, bengkel kayu, musholla,
poliklinik, dapur, parkir kendaraan roda dua dan pos satpam.
2. Alat kerja bagian bengkel kayu
Bengkel kayu merupakan salah satu unit kerja yang bertugas untuk
membuat serta memperbaiki alat kerja yang digunakan dalam proses
pembuatan rokok kretek tangan Djarum Coklat 12, baik itu alat kerja
dalam bagian penggilingan maupun bagian pengepakan. Alat-alat yang
ada di dalam bengkel kayu ini antaralain : gergaji, obeng, gerinda, palu,
pisau, penghalus kayu serta alat-alat pertukangan lainnya.
3. Alat kerja bagian gudang bahan baku
Bagian atau unit kerja ini bertugas untuk menerima bahan baku serta
membagi jatah tembakau kepada karyawan bagian penggilingan melalui
karyawan harian bagian pengawas atau mandor. Alat yang dibutuhkan
41

oleh bagian ini antaralain; kontainer tembakau, karung goni, karung


plastik, pallet, serta timbangan dan ampal kontainer.
4. Alat kerja bagian penggilingan
Bagian penggilingan merupakan salah satu unit kerja dalam SKT
Megawon II yang memproduksi rokok kretek tangan Djarum Coklat 12.
Bagian ini memiliki peranan yang cukup penting dalam proses
pembentukan main produk yang memiliki kualitas yang bermutu. Alat-alat
kerja yang ada di bagian ini antaralain; alat kerja giling, kipingan, solet
lem, helm, tong tembakau, ember, tempat lem, rak rokok, tempat sampah,
dampar atau meja kerja, kursi, palu kayu, longsong, alat perata kepala dan
ekor batangan rokok kretek tangan, alat pengukur diameter kepala dan
ekor rokok batangan, gelas plastik tempat sampah atau gagang tembakau.
5. Alat kerja bagian pembatilan
Bagian pembatilan merupakan unit kerja yang terdapat karyawan
borongan bagian pembatilan yang bertugas untuk memotong kelelebihan
tembakau pada bagian kepala atau ekor rokok batangan Djarum Coklat 12
produksi SKT Megawon II. Alat-alat yang digunakan dalam proses
pembatilan antaralain; gunting dan ember.
6. Alat kerja bagian pengepackan atau contong
Bagian pengepackan merupakan salah satu unit kerja yang di dalamnya
terdapat karyawan borongan bagian pengepakan yang bertugas untuk
mengepak batangan rokok kretek Djarum Cokelat 12 yang sudah digiling
dan disetor ke bagian gudang rokok oleh karyawan borongan bagian
penggilingan. Alat yang dibutuhkan untuk mengepak rokok kretek tangan
ini antaralain; elemen, etiket, OPP luar dan OPP dalam, Pita cukai, tempat
lem, solet, cetakan, alas elemen, cetakan etiket atau slope, kotak tempat
OPP luar, OPP dalam serta etiket, kotak tempat etiket yang sudah dicetak,
tempat batangan rokok, tempat pak rokok, meja dampar, kursi.

42

7. Alat kerja bagian pengepresan


Bagian pengepresan merupakan salah satu unit kerja yang bertugas
untuk mengepres rokok kretek Djarum Cokelat 12 yang sudah mengalami
proses pengepakan, bagian ini dikerjakan oleh karyawan borongan bagian
pengepakan. Alat yang digunakan dalam proses pengepresan ataralain;
meja kerja atau dampar, kursi, kardus pres, tempat lem, bak lem, kuas lem,
bosh, tempat atau talam kardus yang berisi pak rokok.
8. Alat kerja bagian gudang pengiriman dan penerimaan barang
Bagian gudang ini karyawan harian yang bertugas untuk memasukkan
rokok yang telah dipack pada 1 pres yang berisi 20 pack rokok Djarum
Cokelat 12 ke dalam box besar yang setiap 1 box berisi 4 pres rokok
Djarum Cokelat 12 siap kirim, selain itu tugas dari unit kerja ini adalah
untuk menerima dan melakukan proses pengiriman barang. Alat kerja
yang digunakan oleh bagian atau unit kerja ini antaralain; ampal, box,
plester besar, alat untuk plester.
9. Alat transportasi
Alat transportasi dalam hal ini adalah alat transportasi yang digunakan
untuk melakukan produksi rokok kretek tangan Djarum Coklat 12 di SKT
Megawon II adalah pallet.
10. Poliklinik
Poliklinik ini adalah sarana dan prasarana yang berupa fasilitas yang
berguna sebagain fasilitas penunjang yang dikhususkan untuk karyawan
borong, karyawan harian serta karyawan bulanan. Poliklinik ini
menyediakan dokter umum, dokter gigi dan bidang, serta apotek.
Poliklinik ini beroperasi selama proses produksi mulai jam 07.00 s/d jam
14.00.

3.6

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan


43

Struktur organisasi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
upaya untuk mencapai kesuksesan tercapaian tujuan perusahaan itu
sendiri. Aktivitas perusahaan dapat berjalan dengan baik apabila
perusahaan terdapat struktur organisasi yang baik dan jelas. Struktur
organisasi merupakan kerangka yang skematis tentang hubungan kerja
antara orang-orang, bidang kerja, wewenang dan tanggung jawab yang
terdapat pada suatu badan organisasi yang berfungsi untuk mencapai
tujuan organisasi.

3.6.1

Struktur Organisasi PT. Djarum Kudus


44

Gambar 3.2 Struktur Organisasi PT. Djarum Kudus

45

Gambar 2.4. Struktur Organisasi PT. Djarum Kudus

Adapun tugas dari masing-masing bagian dalam struktur PT. Djarum Kudus yang
memproduksi rokok Djarum antara lain sebagai berikut:
1. Chief Executive Officer (C.E.O)
Jabatan C.E.O merupakan jabatan tertinggi dalam struktur organisasi
perusahaan. Bertugas mengawasi jalannya perusahaan dalam segala bidang dan
mengontrol perkembangan perusahaan. Tahapan tugas dan tangung jawab C.E.O
a. Merumuskan kebijakan umum yang akan berlaku untuk periode berikutnya.
b. Menyusun rencana kerja dan anggaran belanja perusahaan untuk periode
c.

yang akan datang serta menetapkan anggaran belanja dalam satu periode.
Menetapkan, membina, mengarahkan kebijakan perusahaan pada bawahan,
mendelegasikan fungsi karyawan secara tepat dan melakukan pengawasan

secara keseluruhan.
2. Chief Operating Officer (C.O.O)
Jabatan C.O.O bertugas menjalankan perusahaan agar dapat berjalan dengan
baik. Bertanggung jawab terhadap laju perkembangan perusahaan menuju
kearah kesuksesan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Jabatan C.O.O
bertanggung jawab kepada C.E.O.
a. Membawahi departemen dan melakukan pengawasan seluruh aktifitas
b.
c.

perusahaan.
Melakukan tugas yang telah ditetapkan Chief Executive Officer
Mempersiapkan dan membantu menyelenggarakan rapat umum dan rapat-

rapat lainnya.
3. Cooperate Affair
Cooperate Affair bertugas menjaga hubungan perusahaan dengan stakeholder.
Bertugas menangani isi seputar kegiatan industri hulu sampai hilir.
4. Corporate comunication
Bertugas menjalin hubungan perusahaan dengan media untuk membangun citra
perusahaan.
5. Biz Development
Bertugas memformulasikan perkembangan sistem internal organisasi yang lebih
produktif dan efisien.
6. Strategic Affair
Sebagai pengambil keputusan yang berhubungan dengan isu-isu ketertiban
masyarakat
7. Management Representative
Mengatur sistem yang meliputi kualitas produk, lingkungan, kesehatan dan
keamanan (K3).
8. Internal Audit

46

Melakukan auditor untuk pemeriksaan pada sistem organisasi yang ada dan
bertanggung jawab pada keuangan perusahaan.
9. Direktur Pembelian (purchasing)
Bertugas atas pembelian bahan baku yang digunakan untuk proses produksi dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pembelian untuk keperluan
perusahaan. Direktur pembelian bertaggung jawab kepada C.O.O.
a. Merencanakan dan mengawasi bahan dan alat-alat yang diperlukan untuk
poduksi maupun untuk operasional perusahaan.
b. Mengusahakan kesediaan informasi tentang bahan baku dan kualitas yang
diperlukan perusahaan.
c. Memberikan laporan pembelian mengenai harga, jumlah, kualitas yang
diperlukan perusahaan.
10.Direktur Biztech
Bertugas untuk masalah perkembangan teknologi informasi. Bertanggung jawab
kepada C.O.O.
a. Menyusun dan mengusulkan kebijakan, prosedur, rencana jangka pendek dan
jangka penjang dibidang teknologi informasi.
b. Merencanakan kebutuhan hardware dan software dan peralatan lainnya yang
diperlukan untuk aktifitas produksi.
c. Menyelenggarakan perbaikan dan pemeliharaan jaringan komputer dan
peralatan lain secara berkala.
d. Mengikuti perkembangan teknologi informasi dan mempelajari kemungkinan
penerapan teknologi tersebut pada perusahaan.
11. Direktur Marketing
Bertugas terkait pemasaran produk-produk perusahaan. Bertanggung jawab
kepada C.O.O.
a. Menyusun, mengusulkan kebijakan dan rencana jangka pendek dan rencana
jangka panjang dibidang pemasaran. Baik dalam wilayah luar negeri maupun
dalam negeri.
b. Menyusun rencana, melaksanakan serta mengawasi program dibidang
pemasaran

untuk

mendukung

dan

meningkatkan

penjualan

produk

perusahaan.
c. Menyusun dan melaksanakan sistem informasi, prediksi penjualan dan
pengendalian segmen pasar.
d. Memonitor perkembangan pasar dan memprediksi permintan pasar.
e. Mengatur dan mengawasi distribusi produk perusahaan berdasarkan rencana
yang sudah ditetapkan.
12. Direktur research and Development (R&D)

47

Bertugas terkait perkembangan perkembangan perusahaan yang berhubungan


perkebangan produk dan inovasi produk dengan melakukan riset tentang produk
yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Bertanggung jawab kepada C.O.O.
a. Meganalisa dan merumuskan standar mutu dari bahan baku, produk dan
pemeriksaan mutu produk yang telah berada dipasar.
b. Mencari metode-metode baru untuk mengembangkan atau menyempurnakan
produk.
c. Mengembangkan produk rokok dengan jenis dan spesifikasi rokok terbaru
dan memenuhi standar peraturan perundang-undangan di Indonesia.
13. Direktur Produksi
Bertugas tentang masalah proses produksi dan hal yang mungkin terjadi pada
proses produksi. Departemen produksi ini juga terdapat bagian engineering yang
bertugas untuk memperbaiki mesin produksi yang rusak dan membuat bagian
spare part mesin.
a. Menyusun dan mengusulkan kebijakan, prosedur, rencana jangka pendek dan
jangka panjang dalam bidang produksi.
b. Memenuhi target produksi berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran.
c. Merencanaan kebutuhan bahan baku, bahan pembantu dan utilitas.
d. Menganalisa apakah spesifikasi rokok yang diminta oleh departemen R&D
dapat dipenuhi dalam skala produksi.
e. Menyelenggarakan perkembangan teknologi fabrikasi dan mempelajari
kemungkinan penerapan pada perusahaan.
14. Direktut Human Resource Development
Bertugas menyusun dan mengusulkan rencana dan kebijakan bidang tenaga kerja
dan sumber daya manusia. Bertanggung jawab kepada C.O.O. tugas dan
wewenang departemen ini adalah sebagai berikut:
a. Menentukan standar tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan dimasingmasing bidang.
b. Menyelengarakan program pelatihan dan seminar untuk meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan karyawan.
c. Memberian pelayanan umum yang berhubungan dengan karyawan misalkan
fasilitas olahraga, fasilitas kesehatan, dll.
d. Menyelenggarakan dan mengembangkan program kesejahteraan bagi
karyawan.
e. Memberikan pelayanan umum yang berhubungan dengan masyarakat sekitar.
15.Direktur keuangan
Bertugas mengatur keuangan perusahaan. Bertanggung jawab kepada C.O.O.
a. Mengusulkan kebijakan keuangan kepada pihak COO.
b. Menyusun dan merumuskan anggaran tahunan perusahaan berdasarkan
rencana program kerja yang telah disetujui oleh dewan direksi.
48

c.
d.
e.
f.

Melakukan audit secara periodik.


Menyusun laporan keuangan dan manajemen serta membuat analisa.
Mengendalikan anggaran kas perusahaan.
Mengatur, meneliti, mengawasi perkembangan dan pelaksanaan anggaran

tahunan yang telah disetujui oleh dewan direksi.


16.Senior Manajer Engineering
Bertugas mengatur seluruh teknik proses produksi.
17.Manager Utility
Bertugas mengatur peralatan (mesin) yang ada dalam perusahaan.
18.Superintendent utility
Bertugas mengatur mesin penunjang proses produksi yang ada dalam
perusahaan.
19.Engineer Wastewater Treatment And Water Supply
Mengatur masalah teknis instalasi pengolahan air limbah dan pasokan air.
20.Wastewater consultant
Bertugas memberi sebuah saran dan solusi dari berbagai masalah pengolahan air
limbah.
21.Waste water treatment and waster supply planner
Bertugas membuat rencana teknis instalasi pengolahan air limbah dan
pembuatan kompos agar berjalan dengan baik.
22.IPAL dan Composting Maintenance
Bertugas menjaga alat pengolahan air limbah dan pembuatan kompos agar
berjalan dengan baik.
23.IPAL dan Composting Operational
Operator mesin pengolah air limbah dan mesin pembuat kompos.
24.Water supply maintenance
Bertugas menjaga alat pemasok air (pompa) agar dapat bekerja dengan baik.
25.Supervisor
Supervisor bertugas untuk bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan
produksi di Sigaret Kretek Tangan (SKT) PT. Djarum.
Dari gambar struktur PT. Djarum Kudus diatas dapat diketahui bahwa PT.
Djarum Kudus menggunakan tipe organisasi Lini dan Staf, Karena kesatuan
komando berada sepenuhnya pada pimpinan dan pelimpahan wewenang
berlangsung secara vertikal dari pimpinan tertinggi kepada unit dibawahnya.
Hali ini kita dapat mengetahui bahwa PT. Djarum Kudus sendiri memiliki
banyak staf ahli yang dimana kedudukannya sebagai penasehat yang
memberikan masukan-masukan demi kelancaran operasional perusahaan.

49

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian memberikan gambaran mengenai pelaksanaan
kerja praktek secara lebih sistematik. Metodologi penelitian merupakan tata cara
dan

prosedur

yang

mendefinisikan

siklus

pemecahan

masalah

dan

pengembangannya, dan selanjutnya menentukan bagaimana sistem akan


dibangun. Metodologi penelitian berisi garis besar langkah-langkah pemecahan
masalah yang diterapkan dalam penelitian. Dengan adanya metodologi
penelitian ini, maka struktur pemecahan masalah dapat dilaksanakan secara
terstruktur.
4.1 Pendekatan Kajian
Metodologi penelitian ini, berisi uraian tahapan pelaksanaan studi
dan uraian metode analisis yang digunakan dalam penyusunan laporan kerja
praktek.
Uraian tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
4.1.1 Mulai
Tahap ini merupakan tanda bahwa penelitian yang dilakukan di PT.
DJARUM SKT-Megawon 2 telah dimulai.
4.1.2

Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan merupakan suatu studi yang dilakukan pada
awal penelitian dengan tujuan untuk menemukan masalah yang ada
pada objek penelitian,

sehingga

dapat lebih

terfokus

dan

mempermudah dalam pelaksanaan penelitian itu sendiri. Studi


pendahuluan pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu studi
lapangan dan studi pustaka.
Studi Lapangan
Studi lapangan di sini dilakukan dengan melakukan evaluasi
beban mental kinerja di deprtemen Giling dan pak dengan
menggunakan metode NASA-Task Load Index (NASA-TLX).
Dan yang akan menjadi fokus penelitian di sini adalah
memberikan gambaran adanya beban kerja mental yang terdapat
di departemen Giling dan Pak serta memberikan rekomendasi
50

yang dapat diterapkan pada karyawan yang mengalami beban


kerja mental yang tinggi.
Studi Pustaka
Studi pustaka di sini dilakukan dengan cara mencari dan
menentukan metode apa yang cocok untuk menyelesaikan
permasalahan yang telah ditemukan, sehingga tujuan dari
penelitian ini dapat tercapai. Setelah dilakukan proses studi
pustaka dan mencari metode yang mengacu pada permasalahan
yang terjadi pada departemen Giling dan Pak, kemudian diketahui
metode yang tepat, yaitu dengan menggunakan metode NASATLX untuk mengidentifikasi beban mental kerja yang terjadi pada
departemen tersebut.

4.1.3 Perumusan Masalah


Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, diperoleh
hasil bahwa terdapat ketidak fokusan bekerja yang berimplikasi pada
jumlah defect yang tinggi serta kurangnya koordinasi antar shift
yang kaitannya dengan beban mental di departemen Giling dan Pak.
Dengan demikian, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana
mengetahui adanya beban mental pada departemen Giling dan Pak,
dan penyelesaian yang seperti apa yang dapat diterapkan pada
karyawan yang mengalami beban kerja mental.

4.1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :.
a. Mampu menjelaskan beban kerja mental yang terjadi pada
departemen Giling dan Pak di PT. DJARUM SKT-Megawon 2.
b. Mampu memberikan rekomendasi mengenai beban kerja mental
yang terjadi pada karyawan di departemen Giling dan Pak agar
terciptanya sistem kerja yang optimal yang dapat digunakan
oleh PT. DJARUM SKT-Megawon 2.

51

4.1.5 Pengumpulan Data


Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang diperlukan
untuk melakukan penelitian. Pengumpulan data berupa hasil
kuisoner NASA-TLX yang diisi oleh karyawan pengawas
departemen Giling dan Pak. Kemudian hasil kuisoner diolah
dengan

menghitung

bobot,

rating,

dan

skor,

serta

mengklasifikasikannya ke dalam tingkat beban kerja mental yang


rendah, sedang, dan tinggi.
Pengumpulan data primer yang ada diperoleh dengan
melakukan

pengamatan/observasi

aktivitas kerja yang dilakukan

langsung

terhadap

setiap

karyawan selama jam kerja.

Pengamatan dilakukan di sela-sela jam kerja berlangsung. Pada


tahap ini dilakukan proses wawancara berdasarkan form kuisioner
NASA-TLX yang sudah ada kepada obyek yang bersangkutan
dengan

n=20

untuk

mendapatkan

skor

awal

untuk

mengkategorikan pekerja masuk ke dalam klasifikasi beban mental


yang mana.
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari studi pustaka
seperti membaca buku, skripsi, jurnal, situs-situs internet maupun
data-data yang dimiliki perusahaan.
4.1.6 Pengolahan Data
4.1.6.1 Perhitungan Skor Beban Mental
Pada tahap ini data dari form kuisioner

sebelumnya

akan dilakukan proses perhitungan untuk memperoleh hasil


sebagai berikut:
1.

Menghitung produk.
Produk diperoleh dengan cara mengalikan rating dengan bobot
faktor untuk masing-masing deskriptor. Dengan demikian
dihasilkan 6 nilai produk untuk 6 indikator ( MD, PD, TD, CE,
FR, EF).
Produk = rating x bobot faktor
52

2.

Menghitung Weighted Workload ( WWL).


WWL diperoleh dengan cara menjumlahkan keenam nilai produk.
WWL =

3.

Menghitung rata-rata WWL.


Rata-rata WWL diperoleh dengan cara membagi WWL dengan
jumlah bobot total.
Bobot rating
skor
15

4.1.6.2 Uji Keseragaman dan Kemormalan


Pada Tahap ini berdasarkan dari perhitungan data sebelumnya,
selanjutnya dilakukan peroses pengujian data menggunakan Uji
Keseragaman data dan Uji Kenormalan.
4.1.6.3 Rekap Hasil Beban Mental
Pada tahap ini skor beban kerja yang didapatkan terbagi dalam
tiga bagian yaitu pekerjaan menurut para responden tergolong
agak berat (di mana nilai > 80 menyatakan beban pekerjaan agak
berat, nilai 50-80 menyatakan beban pekerjaan sedang, dan nilai <
50 menyatakan beban pekerjaan agak ringan).
4.1.7 Analisis
Pada tahap analisis dilakukan dengan menganalisis hasil skor
yang telah diklasifikasikan ke dalam tingkat beban kerja mental dan
memberikan rekomendasi yang dapat untuk mereduksi terjadinya
beban kerja mental yang tinggi yang dialami pengawas buruh di
SKT MEGAWON-2.

53

4.1.8 Kesimpulan dan Saran


Dari pengolahan data dan pembahasan yang dilakukan, maka
akan dapat diambil kesimpulan tentang permasalahan beban kerja
mental di departemen Giling dan Pak. Kemudian melakukan
perbaikan pada aspek-aspek yang masih kurang baik, termasuk
memberikan usulan-usulan perbaikan shift kerja, penambahan
pegawai, pengembangan kompetensi, dan atau dengan meninjau
ulang mekanisme kerjanya..

54

Berikut ini merupakan metodologi penelitian secara terstruktur yang


dapat dilihat dalam flowchart pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Langkah-langkah Penelitian

55

BAB V
PEMBAHASAN dan ANALISIS
5.1 Pembahasan
Contoh Perhitungan :

Responden 1
Produk
Produk (MD)

= rating x bobot faktor


= 90 x 3 = 270

Produk (PD)

= rating x bobot faktor


= 50 x 0 = 0

Produk (TD)

= rating x bobot faktor


= 80 x 5 = 400

Produk (OP)

= rating x bobot faktor


= 90 x 1 = 90

Produk (FR)

= rating x bobot faktor


= 60 x 2 = 120

Produk (EF)

= rating x bobot faktor


= 85 x 4 = 340

Weighted Workload (WWL)


WWL

=
= Produk (MD) + Produk (PD) + (Produk (TD) + Produk
(OP) + Produk (FR) + Produk (EF)
= 270 + 0 + 400 + 90 + 120 + 340
= 1220

56

Skor
bobot rating
skor

=
= 81,33
5.1.1 Uji Keseragaman
Tabel 5.1 Uji Keseragaman Skor NASA-TLX (Awal)

No.
1

x
81.33

73.00

74.00

94.80

96.00

56.00

54.00

66.00

80.00

10

84.67

11

75.00

12

64.67

13

16.00

14

69.33

15

78.67

16

78.00

x bar
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246

stdv
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932

BKA
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04

BKB
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450

57

17

76.00

18

69.00

19

77.80

20

80.67

Jumla
h

1444.
93

BKA

67
72.246
67
72.246
67
72.246
67
72.246
67

16
16.932
16
16.932
16
16.932
16
16.932
16

31
123.04
31
123.04
31
123.04
31
123.04
31

19
21.450
19
21.450
19
21.450
19
21.450
19

= 72,24667 + 3 (16,93216)
x 3
= 72,24667 + 50,79648
= 123,0431

BKB

x 3

= 72,24667 3 (16,93216)

= 72,24667 50,79648
= 21,45019

58

Karena skor ke-13 berada di luar batas kontrol, maka data


tersebut perlu dihilangkan. Kemudian dilakukan perhitungan uji
keseragaman kembali dengan total data sebanyak 19 data, ialah
sebagai berikut.

Tabel 5.2 Uji Keseragaman Skor NASA-TLX (Akhir)

No.
1

x
81.33

73.00

74.00

94.80

96.00

56.00

54.00

66.00

80.00

10

84.67

x bar
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207

stdv
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845

BKA
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74

BKB
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671

59

11

75.00

12

64.67

13

69.33

14

78.67

15

78.00

16

76.00

17

69.00

18

77.80

19

80.67

Jumla
h

1428.
93

xi
n

02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02
75.207
02

03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03
10.845
03

21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21
107.74
21

92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92
42.671
92

= 75,20702
=

60

=
=
=
= 10,84503

BKA

x 3

= 75,20702 + 3 (10,84503)

= 75,20702 + 32,53509
= 107,7421

BKB

x 3

= 75,20702 3 (10,84503)

= 75,20702 32,53509
= 42,67192

5.1.2 Uji Kecukupan


Tingkat Kepercayaan 95 % dan Ketelitian
10% k = 2

61

= 7,87996 8

Karena N<N, yaitu 8<19, maka dapat dinyatakan bahwa data


mencukupi untuk digunakan dengan tingkat kepercayaan 95%
dan tingkat ketelitian 10%.
5.1.3 Uji Kenormalan
N
Nilai Max

= 19
= 96

Nilai Min

= 54

Range (r)

= Nilai Max Nilai Min


= 96 54
= 42

Banyak Kelas (k)

= 1 + 3,3 log N
= 1 + 3,3 log 19

Panjang Kelas

= 5,2199 5
r 42
k 5
= 8,4 = 8

Tabel 5.3 Perhitungan Chi Square (Uji Kenormalan) Skor NASA-TLX

62

x
= 75,20702
(S) = 10,84503
BB x
Z1
=
S

Z11

=
= -2,00

Z12
Z13

=
= -1,17
=
= -0,34

Z14

=
= 0,49

Z15

=
= 1,32

x Z2

Z21

=
= -1,17

Z22

=
= -0,34

Z23

=
= 0,49

Z24

=
= 1,32

Z25

=
= 2,15

BA
S

63

P( Z ) = P( Z1 < Z < Z2 )
= P( Z < Z2 ) P( Z < Z1 )
= P( Z2 ) P( Z1 )
P( Z )1 = P( Z21 ) P( Z11 )
= 0,121 0,028
= 0,093
P( Z )2 = P( Z22 ) P( Z12 )
= 0,3669 0,121
= 0,2459
P( Z )3 = P( Z23 ) P( Z13 )
= 0,6879 0,3669
= 0,321
P( Z )4 = P( Z24 ) P( Z14 )
= 0,9066 0,6879
= 0,2187
P( Z )5 = P( Z25 ) P( Z15 )
= 0,9842 0,9066
= 0,0776

Frekuen
si

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

Hasil Uji Kenormalan Skor


-TL
NASA
X

f Observasi
f Harapan

Kela
s
Gambar 5.3 Grafik Distribusi Normal Skor NASA-TLX

64

Hipotesis
1. H0
2. H1

: Data berdistribusi normal


: Data tidak berdistribusi normal

3.
= 0,05
4. Daerah kritis : ,2

> 5,991 untuk k = 3, v = 1


=31=2

5. Perhitungan :
2

(o i

ei ) 2

ei
(6 6,4391) 2
i 1

(8 6,099) 2

(5 5,6297) 2

6,4391
6,099
5,6297
= 0,029943 + 0,592524 + 0,070434 = 0,692901
6.

Keputusan :
2

= 0,692901 < 5,991, sehingga H0 diterima.

7. Kesimpulan : Terdapat kesesuaian antara frekuensi amatan dan


frekuensi harapan.

5.1.4 Klasifikasi Beban Mental Berdasarkan Skor NASA-TLX


< 50

: Ringan

50 80 : Sedang
> 80

: Berat

Tabel 5.4 Klasifikasi Beban Pekerjaan Berdasarkan Skor NASA-TLX

65

No.

Skor

Klasifikasi Beban
Pekerjaan

66

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

81.33
73.00
74.00
94.80
96.00
56.00
54.00
66.00
80.00
84.67
75.00
64.67
69.33
78.67
78.00
76.00
69.00
77.80
80.67

Berat
Sedang
Sedang
Berat
Berat
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Berat
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Berat

5.2 Analisis
5.2.1 Analisis Hasil Pengolahan NASA-TLX
Hasil pengolahan dengan metode NASA-TLX pada sub bab 5.1.2
didapatkan dengan cara perhitunagn produk, weighted workload, dan
perhitungan skor. Untuk nilai produk didapatkan dengan mengalikan rating
dengan bobot faktor untuk masing-masing indikator beban mental yang diukur.
Sebagai contoh, seperti pada responden ke-1, nilai produk untuk indikator
mental demand adalah dengan mengalikan rating yang bernilai 90 dengan
bobot faktor yang sebesar 3, sehingga menghasilkan 270.
Kemudian untuk perhitungan weighted workload didapatkan dengan
menjumlahkan produk dari semua indikator yang ada. Sebagai contoh, pada
responden ke-1, weighted workload didapat dengan menjumlahkan 270, 0, 400,
90, 120, dan 340 sebagai nilai produk dari masing-masing indikator, sehingga
menghasilkan weighted workload sebesar 1220.
Lalu, dilakukan perhitungan skor NASA-TLX dengan membagi
weighted workload dan 15. Pembagi 15 ini merupakan jumlah bobot total dari
indikator-indikator beban mental yang diukur. Sebagai contoh, seperti pada
67

responden ke-1, skor didapat dengan membagi 1220 dan 15, sehingga
menghasilkan 81,33. Skor ini yang kemudian diklasifikasikan dan dianalisis
tingkat beban kerja mentalnya, apakah termasuk dalam beban mental ringan,
sedang, ataupun berat.

5.2.2 Analisis Uji Keseragaman Skor NASA-TLX


Berdasarkan gambar 5.1 pada sub bab 5.1.2.1, diketahui bahwa nilai ratarata skor NASA-TLX adalah sebesar 72,24667, nilai standar deviasi adalah
sebesar 16,93216, nilai batas kelas atas (BKA) sebesar 123,0431, dan nilai
batas kelas bawah (BKB) adalah sebesar 21,45019. Dengan nilai BKA dan
BKB yang demikian, maka diketahui bahwa terdapat satu skor yang berada di
luar batas kontrol tersebut, yaitu pada responden ke-13, yaitu skor sebesar 16.
Responden ke-13 mempunyai nilai skor yang terlampau kecil dibanding
dengan skor yang lainnya, sehingga keluar dari batas bawah. Skor ini
menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan responden ke-13 merupakan
pekerjaan yang tergolong ringan karena mampu diatasi dengan baik, yaitu
dimana sector atau lingkup kerja buruh yang diawasi sudah terlatih dan mampu
meminimalisir barang cacat sehingga tidak menimbulkan beban mental yang
tinggi dan pekerjaan mampu terselesaikan tepat waktu ata lebih awal,
kemudian skor 16 berada di bawah 50 yang menunjukkan bahwa pekerjaan
trsebut termasuk dalam beban mental yang kecil dan tidak menimbulkan stres
kerja pada mandor yang bersangkutan. Dengan adanya data yang keluar dari
batas kontrol, mengakibatkan data hasil skor NASA-TLX tidak berada pada
keseragaman data dengan terkontrol pada batas atas dan batas bawah yang ada,
maka perlu dilakukan penghilngan data yang berada di luar batas kontrol.
Setelah dilakukan penghilangan data ke-13, lalu dilakukan perhitungan
uji keseragaman kembali, yang menghasilkan nilai rata-rata skor NASA-TLX
sebesar 75,20702, standar deviasi sebesar 10,84503, dengan BKA sebesar
107,7421 dan BKB bernilai 42,67192, sehingga menghasilkan data-data berada
dalam batas kontrol dengan total berjumlah 19 skor NASA-TLX. Hal ini sesuai
dengan prinsip uji keseragaman dan dapat data-data dapat digunakan dalam
pengujian selanjutnya.
68

5.2.3 Analisis Uji Kecukupan Skor NASA-TLX


Berdasarkan hasil perhitungan uji kecukupan pada sub bab 5.1.2.2,
dengan menggunakan kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 10%
menghasilkan nilai N sebesar 8. Dimana nilai N<N, yaitu 8<19, maka dapat
dinyatakan bahwa data mencukupi untuk digunakan dengan tingkat
kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 10%. Dimana N merupakan jumlah
data pengamatan yang didapatkan dan N sendiri adalah jumlah data
pengamatan yang didapatkan dalam observasi yang telah dilakukan. Hal ini
dapat diartikan bahwa dengan kepercayaan sebesar 95% dan ketelitian 10%,
sekurang-kurangnya 95 dari harga 100 harga rata-rata dari data yang dicatat
untuk suatu elemen kerja memiliki penyimpangan tidak lebih dari 10%. Oleh
karena itu, dengan tingkat kepercayaan dan ketelitian tersebut, jumlah data
yang diambil dianggap cukup dengan jumlah obeservasi yang yang harusnya
dilaksanakan.

5.2.4 Analisis Uji Kenormalan Skor NASA-TLX


Dari hasil perhitungan chi-square manual di atas, diketahui nilai 2 adalah
0,692901. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai 2, yang nilainya 5,991 dengan
tingkat kepercayaan 95%, artinya dengan kepercayaan 95% dari data
pengamatan, skor NASA-TLX tersebut berdistribusi normal dan tidak berada
di daerah kritis. Pada gambar 5.3 di sub bab 5.1.2.3 dapat dilihat bahwa data
berdistribusi normal yang dapat dibuktikan dengan pola data dalam grafik
adalah berbentuk lonceng yang menggambarkan distribusi normal suatu data.

5.2.5 Analisis Skor NASA-TLX (Setelah Pengujian)


Berdasarkan hasil perhitungan skor NASA-TLX, diketahui bahwa
terdapat 5 orang responden yang memiliki skor di atas 80, dimana skor yang
berada di atas 80 menunjukkan beban mental yang tinggi.

69

Pada responden ke-1 yang memiliki skor 81,33, ke-4 dengan skor 94,80,
ke-5 memiliki skor yang mencapai 96,00, ke-10 dengan skor 84,67, dan ke-19
memiliki skor 80,6 menunjukkan adanya beban mental kerja yang tinggi.
Dimana

dalam

pengawasannya

mandor

mengalami

kesulitan

untuk

mengkoordinasikan pekerjaannya.
Rekomendasi yang dapat diberikan ialah dengan melakukan koordinasi
yang baik dalam jaringan integritas kerja. Jika dilihat dalam bobot dan rating
kriteria beban mental, responden lebih dominan pada MD (Mental Demand)
dan EF (Frustation Level Effort) sehingga karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaannya seringkali merasakan tekanan terhadap waktu penyelesaian
pekerjaan. Maka dari itu, atasan dapat melakukan evaluasi menyangkut beban
pekerjaan dengan waktu penyelesaiannya (deadline), sehingga karyawan dapat
menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan optimal tanpa harus merasa terburuburu akan waktu karena hal tersebut dapat menimbulkan kegelisahan pada
pekerja yang dapat memicu stres kerja.
Rekomendasi selanjutnya adalah penataan ulang lembali layout di lantai
produksi yang dirasa belum cukup efektif dan efisien untuk mengurangi waktu
yang terbuang percuma.

Gambar 5.4 Layout Lantai Produksi (awal)

70

Gambar 6.1 Layout Lantai Produksi (rekomendasi)

71

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Di departemen Giling dan Pak terdapat beberapa 5 karyawan dari 20 karyawan
dalam evaluasi beban kerja mental. Beban kerja mental ini dapat disebabkan oleh
pekerjaan yang menuntut secara mental yaitu inspeksi dan control kualitas.
Seringnya tekanan yang dirasakan karyawan terhadap waktu penyelesaian
pekerjaan yang dilakukan dan usaha yang begitu besar dalam penyelesaian
pekerjaannya yang dapat menimbulkan kelelahan dan stres kerja.
2. Dengan rekomendasi berupa pengaturan ulang tata letak di lantai produksi yang
diharapkan akan lebih efektif dan efisien dalam memfokuskan pengawasan.
3. Dapat memberikan pekerjaan kepada karyawan yang berpengalaman menangani
pekerjaan tersebut, dan tentunya kemampuan karyawan dalam penyelesaian
pekerjaannya. Serta karena pekerjaaan tersebut menuntut secara mental (seperti
inspeksi dan kontrol kualitas) memerlukan kesabaran dan kehati-hatian.
6.2 Saran
a. Untuk meningkatkan produktivitas kerja, sebaikanya rekomendasi yang telah
diberikan dapat diterapkan pada departemen Giling dan Pak PT. DJARUM..
b. Untuk penelitian selajutnya, diharapakan dapat mempelajari dan mengamati proses
kerja yang ada di perusahaan dengan lebih detail dan intens, sehingga dapat
menemukan masalah-masalah yang membutuhkan solusi dengan segera guna
perbaikan pada perusahaan tersebut.

72

Daftar Pustaka
Hancock & Meshkati. (2003). Human Mental Workload, Elsevier Science Publisher B.V.,
New York, USA.
Manuaba, A. (2004). Pengaturan Suhu Tubuh dan Water Intake. Bunga Rampai Ergonomi I,
Program Studi ErgonomiFisiologi Kerja Universitas Udayana, Denpasar.
Nurmianto, Eko. (1998). Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya. Surabaya
Rakhmaniar, Merlyn. (2007). Tugas Akhir: Persamaan Prediksi Tingkat Konsumsi Oksigen
Berdasarkan Pengukuran atas Mahasiswi ITB. Teknik Industri-ITB.
Susilowati, S.Y. (2000). Pengaruh Posisi kerja terhadap produktifitas dan keluhan Subjektif
karyawan. Surabaya : Lembaga Penelitian Ubaya.
Sutalaksana, Iftikar (2006), dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung : Departemen Teknik
Industri ITB
Tarwaka, Bakri, S.H.A, & Sudiajeng, L. (2004). Ergonomi untuk Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press, Surakarta.
Walpole, Ronald E. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Website (2011) http://digilib.petra.ac.id Definisi Ergonomic
Website (2012) (http://ilestar.blogspot.com/p/climate-chamber.html)
Widyasmara, Wiwied. (2007). Tugas Akhir: Penentuan Konsumsi Oksigen Berdasarkan
Variabel Fisiolgi, Anthropometri, dan Demografi pada Pria Dewasa Muda (Suatu Studi
Awal), Teknik Industri-ITB.
Wignjosoebroto, S. (2007), Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk
Peningkatan Produktivitas Kerja. Penerbit Guna Widya. Surabaya.
Wikipedia, Hart, dan Steaveland. (2008). Definisi Beban kerja.

73

Anda mungkin juga menyukai