Anda di halaman 1dari 10

PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN

AKUNTANSI INTERNASIONAL
Dosen Pembimbing : Dr.Nur Sadiyah.SE.MSI,AK,CA

Kelompok- 3
Oleh :
1. Nurul Hidayah
2. Marita Cristanti
3. Ari Nur Anggraeni (2011330087)
4. Dariati

(2011330030)

5. Siti Nur Zulaikah

(2011330081)

FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI


UNIVERSITAS DR.SOETOMO SURABAYA
2013/2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Ucapan terima
kasih kami ucapan kepada semua pihak yang telah membantu menyiapkan, memberikan
masukan, dalam penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas matahuliah Akuntansi
Internasional .
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dari temen temen dan ibu Dosen sangat
diharapkan guna menyempurnakan makalah.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan dan
perkembangan ilmu pengetahuan, serta para pembaca.

Surabaya

hormat kami

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................


DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN ...........................................................................
BAB II : PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN .....................................
A. Perkembangan Pengungkapan .....................................................
B. Pengungkapan Sukarela................................................................
C. Ketentuan Pengungkapan Wajib...................................................

ii

BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam makalah ini akan menguji hubungan informasi financial dan non
financial

dalam

ketetapan

internasional

.Sebagian

besar

mengarah

pada

pengungkapan yang berhubungan dengan pelaporan keuangan bagi pengguna dari


pihak luar .Kita lebih memusatkan perhatian terhadap beberapa topik-topik pilihan
dan tidak membahas masalah pengungkapan yang dihadapi oleh para pengguna
laporan keuangan pengguna, penyedia laporan dan para profesional di bidang
keuangan.
Pada pasar Ekuitas dalam perekonomian nasonal yang tumbuh dan investor
individu menjadi lebih aktif dalam pasar ini .Praktek pengungkapan sangat beragam
dari negara satu dengan negara lainnya ,namun mereka satu tujuan.Akan tetapi yang
paling penting diantara negara akan berlanjut dengan mempengaruhi banyak
perusahaan.
Pemerintah mengatur siapa yang menjaga atau meningkatkan kredibilitas pasar
modal ,mereka juga mempengaruhi praktek pengungkapan.Bursa saham pada pasar
modal terus tumbuh dan berhasil mempertahankan penawaran pasar berkualitas tinggi
dengan proteksi,investor yang efektif.Maraknya proteksi terhadap investor dan
mempertinggi pengungkapan akan terus berjalan seperti halnya bursa saham
menghadapi persaingan dari satu sama lain dan dari sistem perdagangan yang kurang
mendukung.
Perusahaan meningkatkan Pengungkapan dengan cara :

1. Secara sukarela mengadopsi Standart Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS)


atau GAAP AS
2. Mematuhi ketentuan pasar Bursa Efek dan Badan Regulator Domestik dan Luar
Negeri
3. Memberikan Respon Terhadap berbagai Permintaan Informasi yang diajukan para
investor dan Analis
Namun

perbedaan

perbedaan

penting

antaranegara

akan

terus

mempengaruhi seluruh perusahaan ,kecuali yang terbesar khususnya perusahaan


yang tidak aktif dalam pasar modal atau pasar produk internasional.

BAB II
PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN
A. Perkembangan Pengungkapan
Standart dan praktek pengungkapan dipengaruhi oleh sumber sumber
keuangan , undang undang.berhubungan dengan politik dan ekonomi.Tingkat
perkembangan ekonomi dan pendidikan,budaya dan faktor faktor lainnya.Perbedaan
nasional dalam pengungkapan umumnya didorong oleh perbedaan tata kelola antara
perusahaan dan keuangan.Contoh : Di Amerika Serikat ,Inggris dan dinegara- negara
Anglo Amerika lainnya ,pasar ekuitas kebanyakan menyediakan pendanaan yang
dibutuhkan perusahaan sehingga menjadi sangat maju.
Dikebanyakan negara negara lain(seperti prancis, jepang dan beberapa pasar
yang berkembang), kepemilikan saham masih tetap terkonsentrasi dan bank (dan atau
pemilik keluarga) secara tradisional menjadi sumber utama pembiayaan
perusahaan.struktur yang ada ditujukan untuk melindungi manajemen yang berkuasa.

B. Pengungkapan Sukarela
Manajer memiliki informasi yang lebih baik dari pihak luar mengenai performa
perusahaanmereka saat ini dan kedepannya bahwa manajer memiliki dorongan untuk
mengungkapkan informasi tersebut secara sukarela. Manfaat dari pengungkapan yang
lebih ditingkatkan adalah biaya transaksi yang lebih rendah dalam memperdagangkan
surat berharga yang dikeluarkan perusahaan, para analis keuangan dan infestor
terhadap perusahaan yang semakin besar, likuiditas saham yang meningkat, danbiaya
modal yang kebih rendah.
Investor diseluruh dunia menuntut informasi yang lebih detail danlebih tepat
waktu, tingkat pengungkapan sukarela semakin meningkat, baik di negara negara
pasar yang sudah maju maupun pasar yang berkembang.dalam sebuah tulisan klasik,
dua orang penulis berpendapat bahwa komunikasi manajer dengan investor luar akan
menjadi tidak sempurna jika :
a. Manajer memiliki keunggulan dalam informasi mengenai perusahaannya.
b. Dorongan manajer tidak secara sempurna dengan kepentingan seluruh
pemegang saham.
c. Aturan akuntansi dan auditing tidak sempurna.

Bukti kuat menunjukkan bahwa manajer perusahaan sering memiliki dorongan


besar untuk menunda pengungkapan yang negatif, mengelola laporan keuangan
untuk lebih menunjukkan wajah positif perusahaan dan menilai lebih kinerja dan
prospek keuangan perusahaan, meskipun manajer ini sangat mempengaruhi praktik
yang ada , para manajer menyimpulkan bahwa manfaat danketidak sesuaian dengan
ketentuan pelaporan yangberlebihan. Pilihan pengungkapan yang dilakukan para
manajer mencerminkan pengaruh gabungan dari ketentuan pengungkapan dan insentif
untuk mengungkapkan informasi secara sukarela.

C. Ketentuan Pengungkapan Wajib


Bursa Efek dan badan regulator pemerintah umumnya mengharuskan perusahaan
asing yang mencatatkan saham untuk memberikan informasi keuangan dan non
keuangan yang sama dengan diharuskan kepada perusahaan domestik.

Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pemotongan Pemungutan


Pendahuluan
Sistem Pajak Penghasilan di Indonesia mengenal sistem pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan (withholding tax). Pemotongan atau pemungutan PPh ini sebagai bagian
dari pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan. Sifatnya biasanya merupakan
pembayaran di muka atas PPh yang akan terutang serta dilunasi melalui pemotongan atau
pemungutan oleh fihak ke tiga.
Dengan demikian, tersirat bahwa pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan ini
dilakukan dengan mengasumsikan bahwa terhadap Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut
PPh akan terutang Pajak Penghasilan dalam perhitungan akhir tahun di SPT Tahunannya.
Sebenarnya terdapat kemungkinan juga bahwa Wajib Pajak dalam satu tahun pajak tidak
akan terhutang Pajak Penghasilan karena beberapa sebab. Apabila terhadap Wajib Pajak
seperti ini dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh, maka yang terjadi adalah Wajib
Pajak harus membayar pajak yang sebenarnya tidak terutang. Walaupun nantinya PPh yang
dibayar ini akan dikembalikan melalui mekanisme restitusi, namun tentu saja Wajib Pajak
akan dirugikan dari sisi arus kas (cash flow) perusahaan.
Nah, atas dasar pemikiran itulah nampaknya ada ketentuan tentang Surat Keterangan Bebas
pemotongan dan/atau pemungutan PPh sehingga Wajib Pajak tidak dirugikan secara cash
flow seperti dijelaskan di atas. Ketentuan dimaksud adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-1/PJ/2011 tentang Tatacara Pengajuan Permohonan Pembebasan Dari
Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Oleh Pihak Lain. Peraturan Dirjen
Pajak ini menggantikan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-192/PJ/2002 tentang Tata Cara
Penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak
Penghasilan.
Wajib Pajak Yang Dapat Mengajukan Permohonan
Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan pembebasan dari
Pemotongan dan Pemungutan PPh adalah Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat
membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena :
1. mengalami kerugian fiskal;
2. berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
3. Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan
terutang,

Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final, dapat juga
mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan yang dapat dikreditkan kepada Direktur Jenderal Pajak. Misalnya, Wajib Pajak
yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi mengimpor barang. Atas impor barang
tersebut, Wajib Pajak konstruksi tersebut dapat mengajukan permohonan pembebasan dari
PPh Pasal 22 Impor.

Perlu ditegaskan bahwa, yang dapat diajukan permohonan pembebasan adalah pemotongan
dan atau pemungutan PPh yang bersifat tidak final. Dengan demikian, maka pemotongan atau
pemungutan PPh yang bersifat final tidak bisa diajukan permohonan pembebasan. Misalnya
pemotongan PPh Final jasa konstruksi, pemotongan PPh Final bunga simpanan koperasi, PPh
Final bunga deposito, dan lain-lain.
Surat Keterangan Bebas (SKB)
Pembebasan pemotongan dan/atau pemungutan PPh kepada Wajib Pajak yang dalam tahun
berjalan tidak akan terutang Pajak Penghasilan dan Wajib Pajak yang hanya dikenakan PPh
Final, dilakukan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atas nama Direktur Jenderal Pajak.
SKB Pemotongan dan Pemungutan PPh tersebut diberikan kepada :
1. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak
Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal, yaitu dalam hal Wajib Pajak baru berdiri dan
masih dalam tahap belum berproduksi, Wajib Pajak belum sampai pada tahap produksi
komersial, atau Wajib Pajak yang mengalami peristiwa yang berada di luar kemampuan
(force najeur).
2. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak
Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal, dengan
memperhitungkan besarnya kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat
dikompensasikan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak
Penghasilan atau surat ketetapan pajak.
3. Wajib Pajak yang dapat membuktikan Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih
besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang.
4. Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final.

Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, diajukan


secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan
syarat telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan Tahun
Pajak terakhir sebelum tahun diajukan permohonan kecuali untuk Wajib Pajak yang baru
berdiri dan masih dalam tahap belum berproduksi.
Permohonan tersebut diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dengan menggunakan
formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-1/PJ/2011. Permohonan juga harus dilampiri penghitungan Pajak Penghasilan yang
diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan, kecuali untuk Wajib
Pajak yang hanya dikenakan PPh Final.
Adapun bentuk Surat Keterangan Bebas (SKB) adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran II Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 untuk pemotongan PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Khusus untuk PPh Pasal 22 Impor, bentuk SKB adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-1/PJ/2011.
Keputusan Dan Masa Berlaku

Atas permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan


yang diajukan oleh Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memberikan
keputusan dengan menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) atau surat penolakan
permohonan Surat Keterangan Bebas,
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara
lengkap. Apabila dalam jangka waktu tersebut Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum
memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
Nah, dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja
setelah jangka waktu 5 (lima) hari kerja terlewat.
SKB yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak berlaku sampai dengan
berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
Dalam hal permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menyampaikan pemberitahuan
kepada Wajib Pajak dengan mempergunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011.
Related Posts

Pengecualian Kewajiban Pembayaran PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan


Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomr PER-30?PJ/2009 tanggal 27 April 2009,
terdapat be...

Tak Punya NPWP, Bayar Fiskal Rp 2,5 Juta Mulai 1 Januari 2009
Jakarta - Ditjen Pajak telah menetapkan tarif fiskal bagi yang tak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak ...

Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan


Dalam sistem administrasi perpajakan di Indonesia dikenal sistem pemotongan dan
pemungutan Pajak P...

Anda mungkin juga menyukai