Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

CARCINOMA CERVIX dan CARCINOMA ENDOMETRIUM


Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Profesi Keperawatan Departemen Maternitas
di Ruang 9
Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Saiful Anwar Malang

Disusun oleh:
Kelompok 4
Aliefia Ditha K.
0910720022

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEPERAWATAN
MALANG
2013

LAPORAN PENDAHULUAN CARCINOMA CERVIX

1. Definisi
Kanker leher rahim atau carcinoma cervix adalah keganasan dari serviks yang ditandai
dengan adanya perdarahan lewat jalan lahir atau vagina, tetapi gejala tersebut tersebut
tidak muncul sampai tingkat lanjut, dimana tanda dan diagnosa pasti bisa ditegakkan
dengan menggunakan pap smear. Kanker serviks adalah terjadinya pertumbuhan sel
abnormal yang tidak terkendali sehingga menimbulkan benjolan atau tumor pada serviks.
Berawal dari serviks, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke
organ-organ lain di seluruh tubuh (Mansjoer dkk, 2008). Kanker serviks dapat disebabkan
oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). HPV sangat mudah menular dan dapat
menginfeksi siapa saja yang sudah aktif secara seksual, baik pria atau wanita. Tujuh puluh
persen penularan HPV terjadi melalui hubungan seksual sehingga kanker serviks dapat
dikategorikan kedalam penyakit menular seksual. Golongan HPV yang menyebabkan
kanker serviks disebut sebagai HPV onkogenik yang berperan dalam 99,7% kanker serviks.
HPV tipe 16 dan 18 merupakan golongan high risk penyebab utama pada 70% kasus
kanker serviks di dunia.
2. Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko
dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual
semakin besar mendapat kanker serviks. Menikah pada usia 20 tahun dianggap masih
terlalu muda
b. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus
semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
c. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
d. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata
diduga sebagai factor penyebab kanker serviks
e. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor
sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada

golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini
mempengaruhi imunitas tubuh.
f. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak
terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
g. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan
berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian
menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus
terbentuknya kanker serviks.
3. Klasifikasi
Klasifikasi
kanker
serviks

menurut

KOmite

Ginekologi

Onkologi

FIGO

merekomendasikan (Faradina, 2006):


Stadium FIGO
I

Keterangan
Kanker serviks terbatas di serviks (penyebaran ke corpus uteri

IA

diabaikan)
Kanker invasive didiagnosa hanya dengan mikroskopis. Semua lesi yg
dapat terlihat dengan mikroskop meskipun dengan invasi superficial

IA1

adalah stadium IB/T1B


Invasi stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm atau dengan

IA2

penyebaran horizontal 7 mm atau kurang


Invasi stroma dengan kedalaman >3 mm dan <5 mm dengan

IB

penyebaran horizontal 7 mm atau kurang


Lesi yg dapat dilihat secara klinis dikhususkan di serviks atau lesi

IB2
II

mikroskopik lebih besar dari IA2


Lesi yg dapat dilihat secara klinis >4 cm pada dimensi yg paling besar
Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi

IIA
IIA1
IIA2
IIB
III

ke parametrium belum mencapai dinding panggul


Besar tumor mempunyai prognosis yg sama dengan stadium IB
Besar tumor 4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas
Besar tumor >4 cm dengan keterlibatan vagina <2/3 atas
Dengan invasi parametrium
Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan 1/3 bawah

IIIA

vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau afungsi ginjal


Tumor melibatkan 1/3 bawah vagina & infiltrasi parametrium, tidak

IIIB

terdapat perluasan ke dinding pelvis


Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau menyebabkan hidronefrosis

IVA

atau afungsi ginjal


Tumor menginvasi mukosa kandung kencing atau rectum dan/atau
meluas ke pelvis

IVB

Metastasis jauh

Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:


Tingkat
T
T1S
T1
T1a

Kriteria
Tidak ditemukan tumor primer
Karsinoma pra invasif (KIS)
Karsinoma terbatas pada serviks
Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat

T1b
T2

dalam histologik
Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
Karsinoma telah meluas sampai di luar
serviks,

tetapi

belum

sampai

dinding

panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina,


T2a
T2b
T3

tetapi belum sampai 1/3 bagian distal


Ca belum menginfiltrasi parametrium
Ca telah menginfiltrasi parametrium
Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina /
telah mencapai dinding panggul (tidak ada

T4

celah bebas)
Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum,
kandung kemih atau meluas sampai diluar

T4a

panggul
Ca melibatkan kandung kemih / rektum

T4b
Nx

saja, dibuktikan secara histologik


Ca telah meluas sampai di luar panggul
Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar
limfa regional. Tanda -/+ ditambahkan
untuk tambahan ada/tidaknya informasi
mengenai pemeriksaan histologik, jadi Nx+

N0

/ Nx-.
Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada

N1

limfografi
Kelenjar limfa regional berubah bentuk

N2

(dari CT Scan panggul, limfografi)


Teraba massa yang padat dan melekat
pada dinding panggul dengan celah bebas

M0
M1

infiltrat diantara massa ini dengan tumor


Tidak ada metastasis berjarak jauh
Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk
kele. Limfa di atas bifurkasio arrteri iliaka
komunis.

4. Manifestasi Klinis
Gejala umum yg dapat ditemukan yaitu: perdarahan kontak, keputihan campur darah
& berbau, serta tanda2 anemia. Sedangkan gejala khusus yg dijumpai yaitu: keluar cairan
dari kemaluan berupa darah bercampur dengan keputihan & berbau khas. Dengan semakin
berlanjutnya penyakit, tanda-tanda klinis akan terlihat jelas, berupa serviks yg membesar,
irregular & padat. Pertumbuhan serviks dapat berupa endofitik, eksofitik maupun ulseratif.
Dapat melibatkan vagina, parametrium maupun dinding panggul.
Menurut Dalimartha (2004) pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada
gejala2 khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidakteraturannya siklus haid, amenorrhea,
hipermenorrhea, & penyaluran secret vagina yg sering atau perdarahan intermenstrual, post
koitus serta latihan berat. Perdarahan yg khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yg keluar
berbentuk mukoid. Nyeri yg dirasakan dapat menjalar ke ekstremitas bagian bahwah dari
daerah lumbal.
Gejala yang muncul :
a)

Keputihan: makin lama, makin berbau busuk, diakibatkan infeksi dan nekrosis jaringan

b)

Perdarahan Kontak: perdarahan yang dialami setelah senggama, merupakan gejala Ca


serviks (75-80%)

c)

Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah dan
makin lama makin sering terjadi, terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.

d)

Anemia: terjadi akibat perdarahan pervaginam yang berulang.

e)

Nyeri : ditimbulkan oleh infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.

f)

Gagal ginjal: infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan obstruksi total.

5. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan pap smear

Dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yg tidak memberikan
keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada secret yg diambil dari posio serviks.
Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah
melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah 3x hasil pemeriksaan pap smear setiap
3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan paps smear untuk
wanita diatas 30 tahun. Deteksi DNA HPV yg positif yg ditemukan kemudian dianggap
sebagai HPV yg persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yg lebih tua
maka akan terjadi peningkatan resiko kanker serviks.
c. Biopsy
Biopsy dilakukan jika pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka
pada serviks atau jika hasil pemeriksaan pap smear emnunjukkan suatu abnormalitas
atau kanker. Teknik yg biasa dilakukan adalah punch biopsy yg tdk memerlukan anastesi
& teknik cone biopsy yg menggunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk mengetahui
kelainan yg ada pada serbiks. Jaringan yg diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil
biopsy akan memperjelas apakah yg terjadi itu kanker invasive atau hanya tumor saja.
d. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yg terkena proses metaplasia.
Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear karena kolposkopi
memerlukan ketrampilan & kemampuan kolpokospi dalam mengetes darah yg abnormal.
e. Tes schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan iodium. Pada serviks yg normal
akan membentuk bayangan yg terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen.
Sedangkan pada sel epitel serviks yg mengadnung kanker akan menunjukkan warna yg
tidak berubah karena tidak ada glikogen.
f. Radiologi
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih &
rectum yg meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, & sigmoidoskopi.
Magnetic resonance imaging (MRI) atau CT scan abdomen/pelvis digunakan untuk
menilai penyebaran local tumor &/atau terkenanya nodus limpa regional.
Pelvic limphangiografi dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvic
atau peroartik limfe
Pemeriksaan intravena urografi dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yg
dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
6. Penatalaksanaan
a. Radiasi
Radiasi merupakan perawatan standart pada penderita kanker servik untuk penyakit

kanker yang sudah lanjut (stadium 1B keatas ) dan untuk wanita yang tidak cocok dengan
pembedahan. Secara umum radioterapi akan memberikan efek secara fisik, psikologis
dan sosial hidup penderita sehingga hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas hidup
pasien yang mendapatkan perawatan dengan radiasi. Efek samping utama yang terjadi
adalah diare, kelemahan, mual, dan abdominal kram.
b. Kemoterapi
Tujuan pengobatan menggunakan kemoterapi tergantung jenis kanker dan fase saat
diagnosis. Kemoterapi disebut sebagai pengobatan adjuvant ketika kemoterapi digunakan
untuk mencegah kanker kambuh. Kemoterapi sebagai pengobatan paliatif ketika kanker
sudah menyebar luas dan dalam fase akhir, sehingga dapat memberikan kualitas hidup
yang baik. (Galle, 2000). Kemoterapi bekerja saat sel aktif membelah, namun kerugian
dari kemoterapi adalah tidak dapat membedakan sel kanker dan sel sehat yang aktif
membelah seperti folikel rambut, sel disaluran pencernaan dan sel batang sumsum
tulang. Pengaruh yang terjadi dari kerja kemoterapi pada sel yang sehat dan aktif
membelah menyebabkan efek samping yang umum terlihat adalah kerontokan rambut,
kerusakan mukosa gastrointestinal dan mielosupresi. Sel normal dapat pulih kembali dari
trauma yang disebabkan oleh kemoterapi, jadi efek samping ini biasanya terjadi dalam
waktu singkat.
Macam-Macam kemoterapi
Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst
golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel
tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang
berakibat menghambat sintesis DNA.
Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada
gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis
protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker
tersebut.
c. Pembedahan
Tahap awal dari kanker, biasanya Total Abdominal Hysterectomy (TAH) sering kali
digunakan untuk mengendalikan perluasan, namun jika kanker sudah metastasis maka
operasi, radiasi akan dikombinasikan. Kebanyakan ahli bedah dalam memberikan
histerektomi dilakukan pada tumor atau kanker yang kecil seringkali <4cm.
7. Komplikasi
a. Komplikasi yang terjadi karena radiasi

Waktu fase akut terapi radiasi pelvik, jaringan-jaringan sekitarnya juga terlibat seperti
intestines, kandung kemih, perineum dan kulit. Efek samping gastrointestinal secara akut
termasuk diare, kejang abdominal, rasa tidak enak pada rektal dan perdarahan pada GI.
Diare biasanya dikontrol oleh loperamide atau atropin sulfate. Sistouretritis bisa terjadi
dan menyebabkan disuria, nokturia dan frekuensi. Antispasmodik bisa mengurangi gejala
ini. Pemeriksaan urin harus dilakukan untuk mencegah infeksi saluran kemih. Bila infeksi
saluran kemih didiagnosa, terapi harus dilakukan segera. Kebersihan kulit harus dijaga
dan kulit harus diberi salep dengan pelembap bila terjadi eritema dan desquamasi. Squele
jangka panjang (1 4 tahun setelah terapi) seperti : stenosis pada rektal dan vaginal,
obstruksi usus kecil, malabsorpsi dan sistitis kronis.
b. Komplikasi akibat tindakan bedah
Komplikasi yang paling sering akibat bedah histerektomi secara radikal adalah disfungsi
urin akibat denervasi partial otot detrusor. Komplikasi yang lain seperti vagina
dipendekkan, fistula ureterovaginal, pendarahan, infeksi, obstruksi usus, striktur dan
fibrosis intestinal atau kolon rektosigmoid, serta fistula kandung kemih dan rektovaginal.

8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian meliputi:
Identitas pasien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
pendidikan, dll)
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat psikososial
Pola kebiasaan sehari-hari (pola nutrisi, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola
istirahat dan tidur)
Pemeriksaan fisik (pemeriksaan kesadaran, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan head to
toe)
Pemeriksaan penunjang
b. Diagnosa dan Intervensi
Nyeri akut
Tujuan
:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam klien tidak mengalami nyeri
Kriteria hasil
:
Klien melaporkan nyeri berkurang
Klien mengatakan mampu mengontrol nyeri
Klien mampu mengenali nyeri
INTERVENSI
Lakukan

pengkajian

komprehensif
durasi,

presipitasi
Observasi

nyeri

termasuk

frekuensi,

RASIONAL

lokasi

kualitas

reaksi

dan

nonverbal

secara Memudahkan menentukan inetrvensi


nyeri,

selanjutnya

faktor
dari Mengidentifikasi adanya nyeri pada

ketidaknyamanan
Kontrol tekanan darah klien

klien
Perubahan

tekanan

darah

dapat

mengindikasikan adanya reaksi dari


Kontrol

lingkungan

mempengaruhi

nyeri

yang
seperti

pemberian obat-obatan
dapat Mengurangi faktor pencetus nyeri
suhu

ruangan, pencahayaan, dan kebisingan


Kurangi faktor presipitasi nyeri

Apabila

faktor

pencetus

berkurang

maka intensitas nyeri akan berkurang

Bantu klien dan keluarga untuk mencari Dukungan


dan menemukan dukungan
Ajarkan tentang teknik non farmakologi:

dari

keluarga

dapat

membantu klien mengatasi nyeri


Teknik non farmakologi yang benar

napas dada, relaksasi, distraksi, kompres akan membuat klien rileks dan nyaman
hangat/dingin
Tingkatkan istirahat

sehingga dapat mengurangi nyeri


Istirahat akan membuat klien merasa
nyaman,

Kolaborasi:
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri,
seperti

sehingga

nyeri

dapat

berkurang
Penggunaan agens-agens farmakologi
untuk mengurangi atau menghilangkan
nyeri

Resiko Infeksi
Tujuan
:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam resiko infeksi tidak menjadi
aktual
Kriteria hasil
:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Klien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Klienmenunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
INTERVENSI

RASIONAL

Pantau tanda/gejala infeksi (missal.suhu Mengetahui tanda infeksi secara dini


tubuh,

denyut

jantung,

pembuangan, memungkinkan pencegahan terhadap

penampilan luka, sekresi, penampilan urin, infeksi

dan

mengurangi

keparahan

suhu kulit, lesi kulit, keletihan, malaise)

infeksi yg mungkin sudah terjadi

Kaji faktor yg meningkatkan serangan

Faktor pemberat dapat mengakibatkan

infeksi (missal.usia lanjut, tanggap imun

infeksi berkembang leboh cepat

rendah, dan malnutrisi)


Pantau hasil laboratorium (DPL, hitung Perubahan

hasil

laboratorium

granulosit absolut, hasil-hasil yg berbeda, mengidentifikasikan adanya infeksi


protein serum, dan albumin)
Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yg Cuci

tangan

dengan

benar

benar

mencegah transmisi organism

Ajarkan kepada pasien dan keluarganya

Pengetahuan

tanda/gejala infeksi dan kapan harus infeksi

tentang

memungkinkan

tanda

dapat

gejala

pencegahan

melaporkannya ke pusat kesehatan

infeksi lebih dini

Berikan terapi antibiotic bila diperlukan

Mencegah infeksi

Ansietas
Tujuan
:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam kecemasan klien teratasi
Kriteria hasil
:
TTV klien dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Klien mampu mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
INTERVENSI

RASIONAL

Identifikasi tingkat kecemasan


Bantu

klien

mengenali

Membantu

situasi

selanjutnya
yang Mengidentifikasi

menimbulkan kecemasan
Dorong

klien

untuk

menentukan
sumber

intervensi
kecemasan

klien
mengungkapkan Mengungkapkan perasaan, ketakutan,

perasaan, ketakutan, persepsi

dan

Dengarkan dengan penuh perhatian

kecemasan klien
Membuat klien merasa tenang dan

Temani

mengurangi kekhawatiran klien


Memberikan keamanan pada klien dan

klien

untuk

memberikan

persepsi

keamanan dan mengurangi takut

mengurangi takut

Jelaskan semua prosedur dan apa yang

Mengurangi

dirasakan selama prosedur

meningkatkan

akan

mengurangi

kecemasan

klien,

pemahaman

klien

mengenai prosedur tindakan yang akan


Libatkan keluarga untuk mendampingi
klien
Instruksikan

pada

klien

menggunakan teknik relaksasi


Kolaborasi:
Berikan obat anti cemas

dilakukan
Keluarga dapat

member

dukungan

positif kepada klien


untuk Untuk mengurangi kecemasan yang
dirasakan klien
Pemberian obat anti cemas sesuai
dengan

kebutuhan

klien

mengurangi kecemasan klien

dapat

LAPORAN PENDAHULUAN CARCINOMA ENDOMETRIUM


1. Anatomi Fisiologi Uterus
Uterus merupakan organ berdinding tebal, muscular, pipih, cekung yang mirip buah pir
terbalik yang terletak antara kandung kemih dan rectum pada pelvis wanita. Ukuran uterus
sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran
panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25
cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan
membentuk sudut dengan vagina, begitu pula korpus uteri ke depan membentuk sudut
dengan serviks uteri.
Pada wanita yang belum melahirkan, berat uterus matang sekitar 30-40 gr sedangkan
pada wanita yang pernah melahirkan, berat uterusnya adalah 75-100 gr. uterus normal
memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin, dan teraba padat. Derajat kepadatan
tergantung dari beberapa faktor, diantaranya uterus lebih banyak mengandung rongga
selama fase sekresi siklus menstruasi, lebih lunak selama masa hamil, dan lebih padat
setelah menopause.
Tiga fungsi dari uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium,
kehamilan, dan persalinan. Uterus ini sebenarnya terapung-apung di dalam rongga pelvis
dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik.
Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :
a.

Ligamentum kardinale sinistra dan dekstra (Mackenrodt)


yakni ligamentum yang terpenting, mencegah agar uterus tidak turun, terdiri atas
jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral
dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena

b.

dan arteri uterina.


Ligamentum sakro-uterinum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan

c.

dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, ke arah os sacrum kiri dan kanan2
Ligamentum rotundum sinistra dan dekstra,
yakni ligamentum yang menahan uterus ke dalam antefleksi dan berjalan dari
sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kanan dan kiri. Pada
kehamilan, terkadang terasa sakit di daerah inguinal waktu berdiri cepat karena
uterus berkontraksi kuat, dan ligamentum rotundum menjadi kencang serta
mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan juga teraba kencang
dan terasa sakit bila dipegang.

d.

Ligamentum latum sinistra dan dekstra,


yakni ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak
banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian
peritoneum viscerale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk
sebagai lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium
sinistra dan dekstra). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak
banyak artinya.
Ligamentum infundibulo-pelvikum,
yakni ligamentum yang menahan tuba Falopii berjalan dari arah infundibulum ke

e.

dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan syaraf, pembuluh limfe, arteri dan vena
ovarica.
Di samping ligamentum tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan belakang
fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan ovarium. Ligamentum
ovarii ini secara embriologis berasal dari gubernaculums, sama seperti halnya ligamentum
rotundum.

PERDARAHAN UTERUS
Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina sinistra dan dekstra yang terdiri dari
ramus ascenden dan ramus descenden. Pembuluh darah ini berasal dari a. iliaka interna (=
a. hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum, masuk ke dalam uterus di daerah
serviks kira-kira 1,5 cm dari forniks vagina.
Pembuluh darah lain yang memvaskularisasi uterus adalah a. ovarika sinistra et dextra.
Ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum infundibulo-pelvikum mengikuti
tuba Falopii, beranastomosis dengan ramus asendens arteri uterina di sebelah lateral,
kanan dan kiri uterus. Bersama-sama dengan arteri-arteri tersebut di atas terdapat venavena yang kembali melalui pleksus vena ke vena hipogastrika.

PEMBULUH LIMFE UTERUS


Pembuluh limfe yang berasal dari serviks akan mengalir ke daerah obturatorial dan
inguinal dan selanjutnya ke daerah vasa iliaka. Dari korpus uteri, pembuluh limfe ini akan
menuju daerah para-aorta atau para vertebra-dalam. Kelenjar-kelenjar limfe penting artinya
pada operasi karsinoma.
INERVASI UTERUS
Inervasi uterus terdiri dari sistem saraf simpatik, tetapi sebagian juga terdiri dari saraf
parasimpatik dan serebrospinal. Sistem saraf parasimpatik berada di dalam panggul
sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari syaraf sacral 2, 3, dan 4, dan selanjutnya
memasuki pleksus Frankenhauser. Saraf simpatik masuk ke rongga panggul sebagai
pleksus hipogastrikus melalui bifurcatio aorta dan promontorium terus ke bawah menuju
pleksus Frankenhauser. Pleksus ini terdiri atas ganglion-ganglion berukuran besar dan kecil
dan terletak terutama pada dasar ligament sakro-uterina. Serabut-serabut syaraf tersebut di
atas memberi inervasi pada miometrium dan endometrium. Kedua sistem simpatik dan
parasimpatik mengandung unsur motorik dan sensorik. Kedua sistem bekerja antagonis,
syaraf simpatik menimbulkan kontraksi dan vasokonstriksi, sedangkan syaraf parasimpatik
sebaliknya, mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.

Syaraf yang berasal dari torakal 11 dan 12 mengandung syaraf sensorik dari uterus dan
meneruskan perasaan sakit dari uterus ke serebrum. Syaraf sensorik dari serviks dan
bagian atas vagina melalui syaraf sakral 2, 3, dan 4, sedangkan dari bagian bawah vagina
melalui nervus pudendus dan nervus ileoinguinalis.

BAGIAN UTERUS

Berdasarkan fungsi dan anatomisnya, uterus dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
-

Fundus

Merupakan tonjolan bulat di bagian uterus proksimal, dimana merupakan tempat kedua tuba
Falopii masuk ke uterus. Di dalam klinik penting untuk diketahui sampai dimana fundus uteri
berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan pada fundus
uteri.
-

Korpus

Korpus merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri. Korpus uteri adalah bagian
uterus yang terbesar. Pada kehamilan, bagian ini memiliki fungsi utama sebagai tempat
janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri (rongga
rahim).
-

Serviks
Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis services uteri yang disebut portio dan pars

supravaginalis services uteri adalah bagian serviks yang berada di atas vagina.
Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk sebagai saluran
lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks berbentuk
sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis.

Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum, dan pintu di
vagina disebut ostium uteri eksternum. Kedua pintu ini penting dalam klinik, misalnya pada
penilaian jalannya persalinan, abortus, dan sebagainya. Secara histologik, uterus terdiri atas
endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri, otot-otot polos, dan lapisan
serosa yakni peritoneum viseral.
Dinding uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan, yaitu endometrium, miometrium, dan perimetrium.

a.

Endometrium
Selaput yang melapisi permukaan dalam miometrium disebut endometrium.

Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak
pembuluh darah yang berkelok-kelok. Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan
memiliki arti penting dalam siklus haid seorang wanita dalam masa reproduksi
(childbearing age). Dalam masa haid, endometrium sebagian besar dilepaskan,
kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi dan selanjutnya dalam masa sekretorik

(kelenjar-kelenjar telah berkelok-kelok dan terisi dengan getah). Masa-masa ini dapat
diperiksa dengan mengadakan biopsi endometrium.
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan di sebelah luar
berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk
anyaman. Lapisan ini paling penting dalam persalinan oleh karena sesudah plasenta
lahir, otit akan berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang terbuka
yang berada di tempat itu. Endometrium yang banyak mengandung pembuluh darah
adalah suatu lapisan membrane mukosa yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan
permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, dan lapisan dalam
padat yang menghubungkan endometrium dengan miometrium. Selama menstruasi
dan sesudah melahirkan, lapisan permukaan yang padat dan lapisan tengah yang
berongga tanggal. Segera setelah aliran menstruasi berkahir, tebal endometrium 0,5
mm. Mendekati akhir siklus endometrium, sesaat sebelum menstruasi mulai lagi, tebal
endometrium menjadi 5 mm.
Endometrium mempunyai 3 fungsi penting yaitu sebagai :
-

Tempat nidasi
Tempat terjadinya proses haid
Petunjuk gangguan fungsional dari steroid seks
Pada usia reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, endometrium mengalami

berbagai perubahan siklik yang berkaitan dengan aktivitas ovarium. Endometrium terdiri
dari dua lapisan, yaitu lapisan basal dan lapisan fungsional.
1) Lapisan Fungsional
Dibawah pengaruh estrogen, lapisan fungsional akan berploriferasi dan di bawah
pengaruh estrogen dan progesteron, lapisan itu akan mengalami sekresi. Bilamana
terjadi fertilisasi dan implantasi, maka dari lapisan ini akan beradaptasi untuk
membentuk lingkungan optimum bagi embrio dengan terbentuknya desidua, dan
bilamana tidak terdapat fertilisasi, lapisan ini akan luruh dan terbentuk haid lagi.
2) Lapisan Basal
Lapisan basal adalah lapisan yang berdekatan dengan endometrium dan
letaknya di bawah lapisan fungsional. Lapisan basal tidak luruh saat siklus
menstrusi. Lapisan fungsional berkembang dari lapisan basal.
Apabila kadar progesteron mencapai titik terendah, arteri yang menyuplai darah
ke lapisan fungsional akan berkonstriksi sehingga sel-sel dalam lapisan tersebut
akan iskemik dan mati, kemudian terjadi menstruasi.

Berikut

ini

adalah

tabel

perubahan

endometrium

berdasarkan

fase

menstruasinya.

Dalam siklus haid dibedakan 4 fase endometrium yaitu :


1.

Fase menstruasi atau deskuamasi

Pada masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai dengan perdarahan.
Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut dengan stratum basale, stadium ini
berlangsung 4 hari. Dengan haid itu keluar darah, potongan potongan endometrium dan
lendir dari serviks. Darah tidak membeku karena adanya fermen yang mencegah
pembekuan darah dan mencairkan potongan potongan mukosa. Hanya kalau banyak
darah keluar maka fermen tersebut tidak mencukupi hingga timbul bekuan bekuan darah
dalam darah haid.
2. Fase post menstruasi atau stadium regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium secara berangsur
angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel sel
epitel kelenjar endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium 0,5 mm, stadium
sudah mulai waktu stadium menstruasi dan berlangsung 4 hari.
3. Fase intermenstruum atau stadium proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm. Fase ini berlangsung
dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari siklus haid. Fase proliferasi dapat dibagi dalam 3
subfase yaitu:
a. Fase proliferasi dini
Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke 4 sampai hari ke 9. Fase ini
dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama
dari mulut kelenjar. Kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit. Bentuk
kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi; sel sel kelenjar mengalami
mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukkan suasana fase menstruasi dimana

terlihat perubahan perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid.
Stroma padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel selnya berbentuk
bintang dan lonjong dengan tonjolan tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma
relatif besar karena sitoplasma relatif sedikit.
b. Fase proliferasi akhir
Fase ini berlangsung pada hari ke 11 sampai hari 14. Fase ini dapat dikenal dari
permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel
kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat

4. Fase pramenstruum atau stadium sekresi


Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14 sampai ke 28. Pada fase
ini endometrium kira kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi
panjang, berkeluk keluk dan mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Dalam
endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai
makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan perubahan ini adalah untuk
mempersiapkan endometrium menerima telur yang dibuahi. Fase ini dibagi atas :

1. Fase sekresi dini


Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena
kehilangan cairan, tebalnya 4 5 mm. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa
lapisan, yaitu5 :
a.

stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan


dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.

b.

stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spons. Ini
disebabkan oleh banyak kelenjar yang melebar dan berkeluk keluk dan hanya
sedikit stroma di antaranya.

c.

stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran saluran kelenjar
sempit, lumennya berisi sekret dan stromanya edema.

2. Fase sekresi lanjut


Endometrium dalam fase ini tebalnya 5 6 mm. Dalam fase ini terdapat
peningkatan dari fase sekresi dini , dengan endometrium sangat banyak
mengandung pembuluh darah yang berkeluk keluk dan kaya dengan glikogen.
Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel sel
stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan

Vaskularisasi Endometrium saat Haid


Cabang cabang arteri uterine berjalan terutama dalam stratum vaskulare
endometrium. Dari sini sejumlah arteri radialis berjalan langsung ke endometrium
dan membentuk arteri spiralis. Pembuluh pembuluh darah ini memelihara stratum
fungsional endometrium yang terdiri dari stratum kompaktum dan sebagian stratum
spongiosum. Stratum basale dipelihara oleh arteriola arteriola miometrium di
dekatnya. Mulai dari fase proliferasi terus ke fase sekresi pembuluh pembuluh
darah berkembang dan menjadi lebih berkeluk keluk dan segera setelah mencapai
permukaan, membentuk jaringan kapiler yang banyak. Pada miometrium kapiler
kapiler mempunyai endotel yang tebal dan lumen yang kecil. Vena vena yang
berdinding tipis membentuk pleksus pada lapisan yang lebih dalam dari lamina
propria mukosa dan membentuk jaringan anastomosis yang tidak teratur dengan
sinusoid sinusoid pada semua lapisan.
Hampir sepanjang siklus haid pembuluh pembuluh darah menyempit dan
melebar secara ritmis, sehingga permukaan endometrium memucat dan berwarna
merah karena penuh dengan darah, berganti ganti. Bila tidak terjadi pembuahan,
korpus luteum mengalami kemunduran yang menyebabkan kadar progesterone
dan estrogen menurun.

Penurunan kadar hormon ini mempengaruhi keadaan endometrium ke arah


regresi, dan pada suatu saat lapisan fungsionalis dari endometrium terlepas dari
stratum basale yang di bawahnya. Peristiwa ini menyebabkan pembuluh pembuluh
darah terputus, dan terjadilah pengeluaran darah yang disebut haid.
b. Miometrium
Miometrium yang tebal tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot polos yang
membentang ke tiga arah (longitudinal, transversa, dan oblik). Miometrium paling tebal
di fundus, semakin menipis ke arah istmus, dan paling tipis di serviks.
Serabut longitudinal membentuk lapisan luar miometrium yang paling banyak
ditemukan di fundus, sehingga lapisan ini cocok untuk mendorong bayi pada
persalinan. Pada lapisan miometrium tengah yang tebal, terjadi kontraksi yang memicu
kerja hemostatis. Sedangkan pada lapisan dalam, kerja sfingter untuk mencegah
regurgitasi darah menstruasi dari tuba fallopii selama menstruasi. Kerja sfingter di
sekitar ostium serviks interna membantu mepertahankan isi uterus selama hamil.
Cedera pada sfingter ini dapat memperlemah ostium interna dan menyebabkan ostium
interna serviks inkompeten.
Miometrium bekerja sebagau suatu kesatuan yang utuh. Struktur miometrium yang
memberi kekuatan dan elastisitas merupakan contoh adaptasi dari fungsi:
-

Untuk menjadi lebih tipis, tertarik ke atas, membuka serviks, dan mendorong

janin ke luar uterus, fundus harus berkontraksi dengan dorongan paling besar.
-

Kontraksi serabut otot polos yang saling menjalin dan mengelilingi pembuluh

darah ini mengontrol kehilangan darah setelah aborsi atau persalinan. Karena
kemampuannya untuk menutup (irigasi) pembuluh darah yang berada di antara serabut
tersebut, maak serabut otot polos disebut sebagai ikatan hidup.
c. Perimetrium
Perimetrium adalah lapisan serosa yang merupakan bagian viseral dari peritoneum.

KIMIA DAN FUNGSI HORMON STEROID OVARIUM


Estrogen

Estrogen adalah hormon steroid dengan 10 atom C dibentuk terutama dari 17ketosteroid androstendion. Estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E2), estron (E1),
dan estriol (E3). Secara biologis, estradiol adalah yang paling aktif. Perbandingan khasiat
biologis dari ketiga homon tersebut E2:E1:E3 = 10:5:1. Selain di Ovarium, estrogen juga
disintesis di adrenal, plasenta, testis, jaringan lemak dan susunan saraf pusat.
Estrogen yang dihasilkan oleh adrenal disebut estrogen residu. Metabolismenya
terutama melalui esterifikasi ke glukoronida atau sulfida, dan pengeluarannya melalui tinja.
Pada organ sasaran seperti uterus,vagina, serviks, payudara, maupun hipofisis, hipotalamus,
estrogen diikat oleh reseptor yang terdapat di dalam sitoplasma dan diangkut ke inti sel.
Fungsi umum
Khasiat biologis utama dari estrogen adalah sebagai perangsang sintesis DNA melalui RNA
(messenger RNA), sehingga terjadi peningkatan sintesis protein.
Fungsi pada endometrium
Estradiol memicu proliferasi endometrium dan memperkuat kontraksi otot uterus.
Progesteron
Progesteron merupakan steroid dengan 21 atom C dan terutama dibentuk di dalam
folikel dan plasenta. Selain itu dapat berasal dari metabolisme pregnandiol, dan disebut
progesteron residu, serta dibentuk pula di dalam adrenal. Dengan demikian tampak bahwa
progesteron tidak hanya merupakan hormon dasar, melainkan juga sebagai hasil antara pada
ogan-organ yang membentuk steroid.
Penghancuran progesteron terjadi setelah pengubahan menjadi pregnandiol sebagai
glukoronida atau sulfat. Selama fase folikuler kadar progesteron plasma sekitar 1 ng/ml,
sedangkan pada fase luteal 10-20 mg/ml
Fungsi Umum
Progesteron mempersiapkan tubuh untuk menerima kehamilan, sehingga merupakan syarat
mutlak untuk konsepsi dan implantasi. Semua khasiat progesteron terjadi karena ada pengaruh
estradiol sebelumnya, karena estradiol mensintesis reseptor untuk progesteron.
Fungsi Khusus
Endometrium
Terhadap endometrium, progesteron menyebabkan perubahan sekretorik. Perubahan ini
mencapai puncaknya pada hari ke 22 siklus haid normal. Bilamana progesteron terlalu lama
mempengaruhi endometrium, maka akan terjadi degenerasi endometrium, sehingga tidak cocok
lagi menerima nidasi.
Miometrium

Progesteron menurunkan tonus miometrium, sehingga kontraksi berjalan lambat. Dalam


kehamilan khasiat ini bermanfaat karena membuat uterus menjadi tenang
2. Definisi Carcinoma Endometrium
Kanker endometrium merupakan tumor ganas primer yang berasal dari endometrium atau
miometrium.

Sebagian

besarnya

merupakan

adenokarsinoma

(90%).

Karsinoma

endometrium terutama adalah penyakit pada wanita pascamenopause, walaupun 25%


kasus terdapat pada wanita yang berusia kurang dari 50 tahun dan 5% kasus terdapat pada
usia dibawah 40 tahun. Umur rata-rata penderita kanker endometrium adalah 55-66 tahun.
Insidensi kanker endometrium pada wanita premenopause 5 kali lebih rendah daripada
wanita yang telah mengalami menopause, Insidensi ini meningkat sesuai bertambahnya
usia kemudian menetap setelah umur 70 tahun.

Sebagian besar kanker endometrium adalah adenokarsinoma (75 %), yang berasal dari
lapisan tunggal dari sel-sel epitel yang melapisi endometrium dan membentuk kelenjar
endometrium. Ada banyak subtipe mikroskopis karsinoma endometrium, termasuk jenis
common endometrioid, di mana sel kanker menyerupai gambaran endometrium normal,
Papillary serous carcinoma yang agresif serta clear cell carcinoma.
3. Klasifikasi Carcinoma Endometrium
Kanker endometrium adalah neoplasma yang mempunyai 2 tipe dengan patogenesis
berbeda pada masing-masing tipenya. Tipe pertama adalah estrogen dependen dan tipe
kedua estrogen independen. Perubahan genetik molekular yang terdapat pada karsinoma

endometrium tipe I dan tipe II berbeda dan mungkin dapat membantu dalam menjelaskan
sifat-sifat klinisnya.
- Tipe I Estrogen dependen
Tipe I berhubungan dengan meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang umumnya
menyerang wanita pre dan perimenoupause. Pada anamnesis didapatkan riwayat terpapar
estrogen dan berasal dari atipikal endometrial hiperplasia. Tipe ini berdiferensiasi baik,
minimal invasif, sehingga mempunyai prognosis yang baik. Pada beberapa kasus mungkin
didapatkan

diabetes, penyakit liver, hipertensi, obesitas, infertilitas, dan gangguan

menstruasi. Pada kenyataannya, lesi tipe I berpotensi dapat diecegah melalui pengenalan
risiko pada pasien, diagnosis lesi prekursor (hiperplasia endometrium atipikal), dan
pengobatan yang sesuai.
- Tipe II Estrogen Independen
Tipe ini bisanya didapatkan pada wanita postmenopause, kurus, dan fertil atau wanita
dengan siklus hormonal yang normal. Tipe II lebih agresif dan mempunyai prognosis lebih
buruk daripada tipe I. Tipe II paling sering didapat pada wanita Afro-Amerika. Yang termasuk
kanker endometrium tipe II adalah:

high-grade endometrioid cancer,

uterine papillary serous carcinoma,

uterine clear cell carcinoma.

Terdapat 3 lokasi dimana kanker endometrium sering terjadi yaitu fundus, tuba dan isthmus.
Hal ini berkaitan dengan pengaruh hormonal pada lapisan uterine di lokasi tersebut6.

Gambaran histologik endometrioid adenocarcinoma yang merupakan kanker endometrium


yang paling sering terjadi.

Tabel yang menunjukkan perbedaan kanker endometrium tipe I dan II.


4. Penyebab Carcinoma Endometrium
a. Menstruasi dini.
b. Monopause yang terlambat.
c. Penyakit ovarium polikistik (ovarium yang mengandung banyak kista).
d. Tumor fungsi ovarium (kaya estrogen).
e. Asupan estrogen berkepanjangan.
f. Hipertensi
g. Diabetes melitus
h. Kegemukkan (jaringan lemak dapat mengubah beberapa hormon menjadi estrogen).
i. Pernah mengalami disfungsional pendarahan uterus.
j. Kehamilan lebih dari 5 kali
k. Infertilitas/ketidaksuburan
5. Patofisiologi Carcinoma Endometrium
Fibroblas Growth Factor Reseptor 2 (FGFR2) adalah reseptor tirosin kinase yang berperan
dalam proses biologikal. Mutasi pada FGFR telah dilaporkan pada 10-12% dari kanker
endometrium identik dengan penemuan yang didapatkan dari kelainan kraniofasial
kongenital. Inhibisi pada FGFR2 diharapkan akan menjadi terapi masadepan bagi penderita
kanker endometrium. Beberapa peneliti menduga terdapat dua peran FGFR2 dalam
mempengaruhi endometrium, yaitu dengan menghambat proliferasi sel endometrium pada
siklus menstruasi dan sebagai onkogen pada karsinoma endometrial.
Selain itu, kadar hormon sex estrogen yang tinggi juga dapat menyebabkan peningkatan
masa dan jumlah sel lapisan uterus jika tidak terdapat cukup progesteron, salah satu
hormon sex yang penting pada wanita.

Siklus menstrual normal, rata-rata berlangsung 28 hari, terdapat 2 fase. Pada 2 minggu
pertama, estrogen adalah hormon seks yang dominan. Estrogen menyebabkan lapisan sel
uterus bertumbuh dan bertambah jumlahnya. Pada 14 hari selanjutnya, hormon sex yang
dominan adalah progesteron. Progesteron menyebabkan kematangan sel sehingga lapisan
uterus dapat menerima dan menutrisi ovum yang sudah difertilisasi.
Apabila tidak terdapat cukup progesteron, sel pada lapisan uterus (epitelium) akan
bertumbuh dan bermultiplikasi semakin banyak. Hal ini disebut hiperplasia simpleks. Apabila
situasi ini terus berlanjut, akan terbentuk kelenjar baru pada lapisan uterus. Hal ini disebut
hiperplasia kompleks. Akhirnya,

sel menjadi atipikal dan menunjukkan perilaku yang

menyimpang.
Kadar estrogen yang tinggi tanpa diimbangi progesteron dapat ditemukan pada
beberapa kondisi seperti : anovulasi dalam jangka waktu yang lama, mengkonsumsi
estrogen dalam waktu lama, tumor penghasil estrogen, malfungsi tiroid, penyakit hepar.
Kanker endometrium mungkin berasal di area minoris (misalnya,
endometrium) atau multifokal difus. Pertumbuhan awal dari tumor

sebuah polip

dicirikan oleh pola

eksofitik yang menyebar. Pertumbuhan tumor ditandai dengan kerapuhan dan perdarahan
spontan, bahkan pada tahap awal. Kemudian pertumbuhan tumor ditandai oleh invasi
miometrium dan pertumbuhan menuju leher rahim. Empat rute penyebaran terjadi di luar
rahim:
1. Langsung
Penyebaran adenokarsinoma endometrium biasanya lambat terutama pada yang
differensiasi baik. Penyebarannya ke arah permukaan kavum uteri dan endoserviks.
Dari kavum uteri menuju ke stroma endometrium ke miomterium ke ligamentum latum
dan organ sekitarnya. Jika telah mengenai endoserviks, penyebaran selanjutnya seperti
pada adenokarsinoma serviks.
2. Melalui kelenjar limfe
Penyebarannya melalui kelenjar limfe ovarium akan sampai ke para aorta dan melalui
kelenjar limfe uterus akan menuju ke kelenjar iliaka interna, eksterna dan iliaka komunis
serta melalui kelenjar limfe ligamentum rotundum akan sampai ke kelenjar limfe
inguinal dan femoral.
3. Melalui aliran darah
Biasanya proses penyebarannya sangat lambat dan tempat metastasenya adalah paru,
hati dan otak.
4. Intraperitoneal atau melalui tuba.

Biasanya disertai pappilary serous carcinoma (UPSC), serupa dengan penyebaran


kanker ovarium.
6. Manifestasi klinis Carcinoma Endometrium
Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker endometrium adalah perdarahan
pasca menopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi
bagi pasien yang belum menopause. Keluhan keputihan merupakan keluhan yang paling
banyak menyertai keluhan utama.
Gejalanya bisa berupa:

Perdarahan rahim yang abnormal


Siklus menstruasi yang abnormal
Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih mengalami

menstruasi)
Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause
Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia diatas 40

tahun)
Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause)
Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
Nyeri ketika melakukan hubungan seksual.
7. Cara mendeteksi (skrining) Carcinoma Endometrium
Sebagian besar kanker endometrium terdiagnosis pada stadium dini. Hal ini dikarenakan
wanita menopause cenderung memeriksakan dirinya ke dokter apabila terdapat perdarahan
vaginal. Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik termasuk melakukan pap smear dan pemeriksaan pelvik.
Pemeriksaan pelvik merupakan langkah awal pemerikasaan fisik pada kanker
endometrium. Pada pemeriksaan pelvik, dokter memeriksa daerah sepanjang kandungan
apakah terdapat lesi, benjolan, atau mengetahui daerah mana yang terasa sakit jika diraba.
Untuk daerah kandungan bagian atas dokter menggunakan alat spekulum. Teknik
pemeriksaan ini sebenarnya harus rutin dilakukan oleh wanita untuk mengetahui kondisi
vaginanya.
Biopsi endometrial diperlukan untuk menegakkan diagnosis kanker endometrium. Pada
pemeriksaan biopsi, akan diambil sebagian kecil dari lapisan uterus (endometrium)
kemudian dilihat sediaan tersebut di mikroskop. Karena kanker endometrium dimulai di
dalam uterus, kelainannya tidak selalu dapat dideteksi dengan pap smear. Karena itu,
sampel dari jaringan endometrium harus diambil dan dilihat dengan mikroskop untuk
dideteksi apakah terdapat sel kanker atau tidak. Salah satu prosedur dibawah ini dapat
dilakukan :

Biopsi endometrium : Mengambil sebagian kecil jaringan endometrium, dengan

memasukkan selang yang kecil dan fleksibel melalui serviks kedalam uterus. Selang ini
kemudian akan mengikis sebagian kecil jaringan endometrium sehingga kemudian
didapatkan sampel jaringan. Patolog kemudian akan memeriksa sampel sel kanker di
bawah mikroskop
Dilatasi dan kuretase : Caranya yaitu leher rahim dilebarkan dengan dilatator kemudian

hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan. Memasukkan kamera (endoskopi)


kedalam rahim lewat vagina. Dilakukan juga pengambilan sampel untuk di PA-kan.
Sampe jaringan endometrium yang didapatkan dari kuretase kemudian diperiksa di
mikroskop.

Gambar diatas menunjukkan sebuah spekulum yang dimasukkan ke vagina untuk


memudahkan melihat serviks. Kemudian kuret dimasukkan lewat serviks ke uterus
untuk mengikis jaringan yang abnormal agar dapat diperiksa
Tes tambahan untuk menegakkan diagnosis meliputi :
-

USG transvaginal. Transvaginal ultrasound, adalah suatu alat yang dimasukkan


ke dalam rahim dan berfungsi untuk mengetahui ketebalan dinding rahim.
Ketebalan dinding yang terlihat abnormal akan dicek lanjutan dengan pap smear
atau biopsi. Pada pemeriksaan USG didapatkan tebal endometrium di atas 5 mm
pada usia perimenopause. Pemeriksaan USG dilakukan untuk memperkuat
dugaan adanya keganasan endometrium dimana terlihat adanya lesi hiperekoik
di dalam kavum uteri/endometrium yang inhomogen bertepi rata dan berbatas
tegas dengan ukuran 6,69 x 4,76 x 5,67 cm. Pemeriksaan USG transvaginal

diyakini

banyak

penelitian

sebagai

langkah

awal

pemeriksaan

kanker

endometrium, sebelum pemeriksaan-pemeriksaan yang invasif seperti biopsi


endometrial, meskipun tingkat keakuratannnya yang lebih rendah, dimana angka
false reading dari strip endometrial cukup tinggi. Sebuah meta-analisis
melaporkan tidak terdeteksinya kanker endometrium sebanyak 4% pada
penggunaan USG transvaginal saat melakukan pemeriksaan pada kasus
perdarahan postmenopause, dengan angka false reading sebesar 50%. USG
transvaginal dengan atau tanpa warna, digunakan sebagai tehnik skrining.
Terdapat hubungan yang sangat kuat dengan ketebalan endometrium dan
kelainan pada endometrium. Ketebalan rata-rata terukur 3,41,2 mm pada wanita
dengan endometrium atrofi, 9,72,5 mm pada wanita dengan hiperplasia, dan
18,26,2mm pada wanita dengan kanker endometrium. Pada studi yang
melibatkan 1.168 wanita, pada 114 wanita yang menderita kanker endometrium
dan 112 wanita yang menderita hiperplasia, mempunyai tebal endometrium 5
mm. Metode non-invasif lainnya adalah sitologi namun akurasinya sangat
-

rendah.
Papanicolau Test
adalah metode skrining ginekologi, dicetuskan oleh Georgias Papanicolau, untuk
mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh human papilomavirus.
Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya di periksa dengan mikroskop
(PA). Cara untuk mendapatkan sampel adalah dengan aspirasi sitologi dan
biopsy hisap (suction biopsy) menggunakan suatu kanul khusus. Alat yang
digunakan adalah novak, serrated novak, kovorkian, explora (mylex), pipelly
(uniman), probet. Pap smear tidak sensitif untuk mendiagnosa kanker
endometrium. Pada pemeriksaan pap smear, 50% dari penderita kanker
endometrium menunjukkan hasil yang normal. Sel endometrium yang jinak
terkadang ditemukan saat pemeriksaan pap smear pada wanita diatas 40 tahun
Bia sel ini ditemukan, maka resiko kanker pada wanita tersebut adalah 3-5%.
Pada wanita premenopause, temuan ini kurang akurat, terutama bila hasil
didapatkan saat penderita sedang haid. Pada penderita yang memakai terapi
hormon, resiko keganasan berkurang (1-2%).

8. Pencegahan Carcinoma Endometrium


Pemeriksaan Rutin

Pada awal menopause, wanita harus diberitahu mengenai resiko dan gejala awal kanker
endometrium. Mereka harus didorong untung melaporkan apabila terdapat perdarahan
vagina ataupun spotting ke dokter.
Screening terutama harus dilakukan jika mereka memiliki anggota keluarga yang
didiagnosis dengan kanker endometrium, usus besar, atau kanker ovarium.
9. Penatalaksanaan Carcinoma Endometrium
1. Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim).
Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi bilateral) karena
sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang
mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang dihasilkan oleh
ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah bening di sekitar
tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah
ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah menyebar
ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar endometrium
(lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani pengobatan lainnya.

2. Radioterapi
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel kanker di
daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi penyinaran dan
pembedahan. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker endometrium
menurun 20-30% dibanding dengan pasien dengan operasi dan penyinaran.
Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil ukuran tumor)
atau setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa). Stadium I
dan II secara medis hanya diberi terapi penyinaran. Pada pasien dengan risiko rendah
(stadium IA grade 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi adjuvan pasca operasi.
Radiasi adjuvan diberikan kepada :
Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun, grade III dan/atau invasi melebihi
setengah miometrium.
Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.
Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi tersendiri (Prawirohardjo, 2006).
Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker endometrium:

Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk mengarahkan
sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 kali/minggu selama
beberapa minggu dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit. Pada radiasi

eksternal tidak ada zat radioaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh.


Radiasi internal (AFL): digunakan sebuah selang kecil yang mengandung suatu zat
radioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama beberapa hari.

Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit.


3. Kemoterapi
Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi merupakan
terapi sistemik yang menyebar keseluruh tubuh dan mencapai sel kanker yang telah
menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.
A.

B.

Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk :
(1) Membunuh sel-sel kanker.
(2) Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
(3) Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun.
Jenis kemoterapi:
1) Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan setelah operasi, dapat sendiri atau bersamaan dengan
radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase.
2) Terapi neoadjuvan

Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa tumor,


biasanya dikombinasi dengan radioterapi.
3) Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang kemungkinan kecil untuk
diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol gejalanya.
4) Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya.
5) Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.
C. Cara Pemberian Kemoterapi
(1) Per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral,
diantaranya chlorambucil dan etoposide (VP-16).
(2) Intra-muskulus
Pemberian ini relatif lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak diberikan pada
lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga kali berturut-turut. Yang dapat
diberikan secara intra-muskulus antara lain bleomicin dan methotreaxate.
(3) Intravena
Pemberian ini dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan atau diberikan
secara infus (drip). Cara ini merupakan cara pemberian kemoterapi yang
paling umum dan banyak digunakan.
(4) Intra arteri
Pemberian intra arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang
cukup banyak, antara lain, alat radiologi diagnostik, mesin, atau alat filter,
serta memerlukan keterampilan tersendiri.
(5) Intra peritoneal
Cara ini juga jarang dilakukan karena membutuhkan alat khusus (kateter
intraperitoneal) serta kelengkapan kamar operasi karena pemasangan perlu
narkose.
D. Cara Kerja Kemoterapi
Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan sel yang teratur.
Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel yang lain akan
mati. Sel yang abnormal akan membelah diri dan berkembang secara tidak
terkontrol yang pada akhirnya akan terjadi suatu massa yang disebut tumor
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap:
1. Fase G0: Fase istirahat
2. Fase G1: Sel siap membelah diri yang diperantarai oleh beberapa protein
penting untuk bereproduksi. Berlangsung 18-30 jam
3. Fase S: DNA sel akan dicopy,18-20 jam
4. Fase G2: Sintesa sel terus berlanjut,2-10 jam
5. Fase M: sel dibagi menjadi 2 sel baru,30-60 menit
Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi mempunyai
target dan efek merusak bergantung pada siklus selnya. Obat kemoterapi aktif

pada saat sel bereproduksi, sehingga sel tumor yang aktif merupakan target utama
dari kemoterapi. Namun, efek samping obat kemoterapi yaitu dapat mempengaruhi
sel yang sehat.
E. Persiapan Kemoterapi

Darah tepi
: HB, Leukosit, hitung jenis, trobosit.

Fungsi hepar
: bilirubin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase.

Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan creatinine clearance test (bila serum
kreatinin meningkat).
Audiogram (terutama pada pemberian cis-platinum).

EKG (terutama pemberian adriamycin, epirubicin).


F. Syarat Pemberian Kemoterapi
1. Syarat yang harus dipenuhi
Keadaan umum cukup baik.
Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek samping yang

akan terjadi.
Faal ginjal dan hati baik.
Diagnosis histopatologik.
Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
Riwayat pengobatan (radioterapi atau kemoterapi) sebelumnya.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb > 10 gr%, leukosit > 5000/mm3,

trombosit > 150.000/mm3.


2. Syarat yang harus dipenuhi oleh pemberi pengobatan.
Mempunyai pengetahuan kemoterapi dan menejemen kanker pada umumnya
Sarana laboratorium yang lengkap.
G. Efek samping :
1) Pada kulit.
Alopesia.
Berbagai kelainan kulit lain.
2) Gangguan di mukosa.
Stomatitis.
Enteritis yang menyebabkan diare.
Sistitis hemoragik.
Proktitis
3) Pada saluran cerna.
Anoreksia.
Mual muntah.
4) Depresi sumsum tulang.
Pansitopenia atau anemia.
Leukopenia.
Trombositopenia.
5) Menurunnya imunitas.
6) Gangguan organ.
Gangguan faal hati.
Gangguan pada miokard.

7)

8)
9)

Fibrosis paru.
Ginjal.
Gangguan pada saraf.
Neuropati.
Tuli.
Letargi.
Penurunan libido.
Tidak ada ovulasi pada wanita.

Kemoterapi pada Kanker Endometrium


Adjuvan

AP

(Doxorubicin

50-60

mg/m2,

Cisplatinum 60 mg/m2 dengan interval 3


minggu)
Cis-platinum

Kemoradiasi

20-40

mg/m2

setiap

minggu (5-6 minggu)


Xelloda 500-1000mg/hari (oral)
Gemcitabine 300mg/m2
Paclitacel 60-80 mg/m2, setiap minggu
(5-6 minggu)
Docetaxel 20 mg/m2setiap minggu (5-6
minggu)
Peran kemoterapi dalam pengobatan kanker endometrium sedang dalam
penelitian clinical trial fase II . Kemoterapi yang dipakai antara lain Daxorubicin,
golongan platinum, fluorouracil, siklofosfamid, ifosfamid, dan paclitaxel. Hasil penelitia
menunjukkan kanker endometrium pasca operasi yang diikuti kemoterapi kombinasi
memiliki angka survival lebih tinggi.Berikut ini rekomendasi pemberian kemoterapi:
Karakteristik penderita
Tumor stadium lanjut

atau

Rekomendasi
Kemoterapi

rekuren
Tumor stadium

atau

(cisplatin/doxorubicin/paclitaxel)
Hormonal therapy (oral progestin

lanjut

rekuren dengan reseptor positif

atau magestrol asetat)

dan/atau grade 1 atau 2


Tumor stadium III-IVA

Operasi diikuti kemoterapi

4. Terapi Hormonal
Terapi primer
Salah satu keunikan kanker endometrium adalah merespon terapi hormon. Progestin
digunakan sebagai terapi primer wanita yang mempunyai resiko tinggi operasi. Namun
terapi ini jarang dilakukan. Ini bisa saja merupakan satu-satunya pilihan terapi paliatif

dalam beberapa kasus. Pada kasus yang jarang lainnya, pada adenocarcinoma
stadium 1 yang sulit di operasi, intrauterine progestional dapat membantu. Namun
terapi ini harus digunakan dengan hati-hati.
Terapi Hormonal Adjuvan
Single-agent progestin telah menunjukkan aktifitas pada penderita dengan stadium
lanjut. Tamoxifen memodulasi ekspresi dari progesteron reseptor dan meningkatkan
efikasi progestin. Tamoksifen dan progestin sebagai terapi adjuvan telah menunjukkan
tingkat respon yang tinggi. Secara umum, toksisitas sangat rendah, kombinasi ini
paling sering digunakan untuk penyakit rekuren
Terapi Pengganti Estrogen
Karena dugaan kelebihan estrogen sebagai penyebab perkembangan kanker
endometrium, ada kekhawatiran bahwa penggunaan estrogen pada wanita dengan
kanker endometrium dapat meningkatkan resiko kekambuhan atau kematian. Namun,
efek seperti itu belum ada penelitiannya. Gog meneliti efek terapi pengganti estrogen
secara acak pada 1236 wanita yang telah menjalani operasi kanker stadium I dan II
dengan memberikan estrogen atau plasebo.

Hasilnya terdapat kekambuhan yang

rendah. Karena beresiko dan keamanannya belum terbukti, pasien harus diberi
konseling hati-hati sebelum memulai rejimen estrogen pasca operasi.
5. Terapi adjuvan
Pemakaian postoperatif radiasi pada wanita dengan kanker endometrium stadium 1
masih kontroversial karena rendahnya tingkat kekambuhan pada stadium 1 dan datadata penelitian yang masih kurang. Beberapa penelitian mendukung pemberian
postoperative external beam pelvic radiotherapy pada penderita stage IC, dan grade
III. Sebagian besar data retrospektif, pengalaman institusim dan beberapa penelitian
mendukung pemberian external beam pelvic radiation, vaginal brachytherapy pada
penderita stadium II. Pada stadium III, tumor directed postoperative external beam
radiation diindikasikan dengan atau tanpa kemoterapi. Kebanyakan terapi radiasi
ditujukan spesifik pada penyakit pelvis namun dapat juga ditujukan ke area para aortic
bila ada metastasis. Beberapa pasien dengan stadium IV radioterapi bertujuan
sebagai terapi kuratif. Namun pada penyakit stadium IV B dimana metastasis
intraperitoneal berada di luar jangkauan radiasi radioterapi, tidak disarankan untuk
dilakukan radiasi di seluruh bagian abdomen. Oleh sebab itu, pada stadium ini
radioterapi dimaksudkan sebagai terapi paliatif bukan kuratif.

Daftar Pustaka
1. Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.YBPSP. Jakarta
2. Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM
3. Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. EGC. Jakarta
4. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. EGC. Jakarta
5. Varney, Helen. 2000. Buku Saku Bidan. EGC. Jakarta
6. Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. 2006. YBPSP. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai