Profesor Darmono
17 Januari 2014
Dewasa ini para peneliti bidang medis mulai memperhatikan mengenai infeksi virus
yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit kankier. Diseluruh dunia, kanker yang
disebabkan oleh infeksi virus diperkirakan mencapai angka 15% sampai 20% dari seluruh
kasus penyakit kanker yang ditemukan. Tetapi tidak semua infeksi virus dapat menyebabkan
perkembangan kanker secara progresif, ada beberapa faktor yang memicu terjadinya kanker
karena infeksi virus. Faktor tersebut diantaranya adalah faktor genetik dari hospes, terjadinya
mutasi, terinfeksi virus yang spesifik penyebab kanker, dan gangguan dari sistem imun dari
hospes. Yang paling khas dan perlu diperhatikan adalah awal terjadinya kanker sangat erat
hubungannya dengan sistem imun dari hospes, dimana terjadinya proses peradangan atau
inflamasi pada jaringan hospes. Sel kanker mempunyai karater yang berbeda dengan sel
normal, dimana sel tersebut mempunyai kemampuan tumbuh tidak terkontrol. Hal tersebut
disebabkan karena hilangnya sensitivitas anti-pertumbuhan sel tumor dan hilangnya
kemampuan proses apoptosis (program kematian sel secara alami). Trnasformasi sel normal
menjadi sel kanker yang terjadi pada orang yang terinfeksi virus disebabkan oleh terjadinya
kerusakan secara genetik dari sel tersebut. Sel tersebut diatur oleh gen virus yang
menginfeksinya dan mengakibatkan sel tersebut tumbuh tidak normal, membelah membentuk
sel baru secara terus menerus. Peneliti mulai dapat mengenali mekanisme virus yang dapat
menyebabkan tumor tersebut yaitu dengan cara sebagai berikut: Virus masuk kedalam sel
kemudian masuk kedalam nukleus dan mengubah sel serta mengrintegrasi materi gennya
(gen virus) kedalam DNA sel hospes. Integrasi tersebut terjadi secara permanen dan
berintegrasi dalam materi genetik yang tidak dapat di eliminasi oleh sel hospes. Mekanisme
insersi gen tersebut berbeda-beda bergantung padan jenis virus, yaitu virus DNA atau RNA.
Pada virus DNA, materi genetiknya dapat secara langsung berintegrasi dengan sel DNA
hospes, sedangkan virus RNA harus ditranskrip dulu menjadi materi DNA dan kemudian di
integrasikan kedalam materi gfenetik sel DNA dari hospes.
Beberapa contoh jenis virus yang menyebabkan terjadinya tumor antara lain adalah:
Human papiloma virus (HPV), virus hepatititis B (HBV), virus hepatititis C (HCV), virus
Human T limpocyte (HTLV), human papiloma virus (HPV), Kaposis sarcoma-associated
herpesvirus (HHV-8), dan EpsteinBarr virus (EBV). Walaupun kemungkinan terjadinya
penyakit kanker karena infeksi virus kemungkinannya sangat kecil, tetapi bila kondisi
kesehatan tubuh sangat menurun infeksi kronis dari virus tersebut dapat memicu
terbentuknya kanker.
Tabel 7.1 Jenis virus penyebab kanker dan persentase kejadiannya diantara penderita penyakit
kanker
Virus
Virus Hepatitis , termasuk
hepatitis B (HBV) dan
hepatitis C (HCV)
Human T-lymphotropic virus
(HTLV)
Human papillomaviruses
(HPV)
Kaposis sarcoma-associated
herpesvirus (HHV-8)
Merkel cell polyomavirus
EpsteinBarr virus (EBV)
Kejadian
kanker(%)
4.9
0.03
5.2
0.9
Tipe kanker
Hepatocellular carcinoma (kanker hati)
Tropical spastic paraparesis dan leukemia orang
dewasa
Cancers cervix, anus, penis, vulva/vagina, dan
beberapa kanker pada daerah kepala dan leher.
Kaposis sarcoma, multicentric Castleman's
disease dan primary effusion lymphoma
Belum ada
Merkel cell carcinoma
data
Burkitts lymphoma, Hodgkins lymphoma,
Belum ada
post-transplantation lymphoproliferative
data
disease dan Nasopharyngeal carcinoma.
Virus hepatitis B
Penyakit radang hati hepatitis B, disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang
menginfeksi hati pada primata termasuk manusia, menyebabkan terjadinya inflamasi hati atau
hepatitis. Penyakit hepatitis B telah menjadi epidemik pada sebagian kawasan Asia dan
Afrika, dan endemik di China. Sekitar sepertiga dari populasi penduduk dunia atau lebih dari
dua milyard orang terinfeksi oleh virus hepatitis B. Jumlah tersebut termasuk orang yang
menderita sebagai karier ada sekitar 350 juta orang. Penularan terjadi melalui infeksi dari
darah dan cairan tubuh. Pada kasus inflamasi hati yang akut, gejala ditandai dengan muntah,
jaundice (penyakit kuning) dan kadang terjadi kematian. Pada kasus yang kronis hepatitis B
dapat menyebabkan sirosis hepatis dan kanker hati, yang dapat mengakibatkan fatal karena
sedikit merespons terhadap pengobatan khemoterapi. Penyakit hepatitis B dapat dicegah
dengan cara vaksinasi.
Virion dan replikasi virus
Virus hepatitis B termasuk dalam kelompok hepadnavirus dari kata hepa dari
hepatotrophic dan dna karena dari virus DNA. Genomnya berbentuk sirkuler yang terdiri dari
dobel strand DNA partial. Virus bereplikasi melalui bentuk RNA dengan jalan reverse
transcripsi, sehingga proses ini menyerupai model retrovirus. Walaupun replikasi terjadi
dalam hati, tetapi virus menyebar melalui darah dimana spesifik virus protein sebagai bentuk
antibodi yang selalu ditemukan pada orang yang terinfeksi virus hepatitis B. Sehingga uji
protein darah dan antibodi digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini.
Gambar 7.1 Struktur HBV (kiri) dan gambaran elektron mikroskopnya (kanan)
Partikel virus (virion), terdiri atas amplop lipida pada bagian luar dan nukleokapsid
pada bagian tengah yang berbentuk icosahedral yang menyusun protein. Nukleokapsid
mengandung DNA dan polimerase DNA yang mempunyai aktivitas reverse trannskriptase.
Pada bagian luar amplop terdapat protein yang berfungsi untuk melekatkan virus pada sel
yang peka. HBV adalah virus beramplop yang paling kecil diantara virus yang menginfeksi
manusia/hewan dengan diameter virion 42 nm. Pada permukaan partikel virus terdapat lipida
dan protein disebut antigen permukaan (HBsAg), dan diproduksi berlebihan pada saat proses
siklus hidupnya. Genome HBV berbentuk DNA sirkuler, tetapi mempunyai ciri khusus yaitu
tidak sepenuhnya berpita ganda (double-strand). Pada akhir dari salah satu pitanya
tersambung dengan viral DNA polymerase. Genome berukuran panjang pasangan basa 30203320 bp (bentuk panjang), dan 1700-2800 bp (bentuk pendek). Bagian yang tidak terkode /(-)
sense, adalah bagian yang saling melengkapi (complemen) terhadap mRNA virus, Viral DNA
terdapat didalam nukleus hepatosit segera setelah menginfeksi sel. Parsial dobel strand
terbentuk untuk melengkapi (+) strand dengan mengambil molekul protein dari (-) strand dan
sequen pendek dari RNA yang berasal dari (+) sense strand. Basa yang tidak terkode diambil
pada akhir dari (-) sense strand pada akhir sambungan tersebut. Ada empat gen yang terkode
pada genomik yaitu C, X, P, dan S. Core protein terkode sebagai gen C (HBcAg), dan start
codonnya keatas dalam frame AUG start codon dimana pre-core protein diproduksi. HBcAg
diproduksi dari proses proteolitik dari pre-core protein tersebut. DNA polimerase dikode oleh
gen P, sedangakan gen S adalah gen yang mengkode antigen permukaan (HBsAg). Gen
HBsAg adalah gen yang panjang dan reading frame yang terbuka, dan mengandung tiga
nukleotida pada start (ATG) codon yang membagi gen menjadi tiga bagian yaitu: pre-S1,
pre-S2, dan S (besar, medium dan kecil).
Siklus hidup virus hepatitis B cukup komplek, dimana HBV adalah satu diantara sedikit
virus non-retrovral yang menggunakan riverse transkriptase sebagai bagian dari proses
replikasinya. HBV masuk kedalam sel dengan cara melekatkan pada reseptor pada
permukaan sel, dan masuk kedalam sel melalui proses endositosis. Karena virus
bermultiplikasi melalui pembentukan RNA yang dibuat oleh enzim dari hospes, maka
genomik viral ditransfer kedalam nukleus sel oleh protein hospes yang dinamakan
chaperon. Partial dobel strand DNA kemudian membentuk dobel strand penuh ditransfer
kedalam sirkuler DNA tertutup (cccDNA) yang menyediakan lokasi untuk transkripsi dari
empat viral RNA. RNA yang paling besar (lebih panjang daripada genom viral), digunakan
untuk membuat kopi baru dari genom dan untuk membuat core capsid protein dan viral DNA
polimerase. Empat viral transkript kemudian memproses berikutnya untuk membentuk virion
progeny yang dibebaskan dari sel atau masuk kedalam nukleus lagi untuk memproduksi kopi
baru yang lebih banyak. Kemudian mRNA ditransport kembali kedalam sitoplasma dimana
protein virion P mensintesis DNA melalui aktivitas revers transkriptase.
Gambar 7.2 Siklus hidup HBV, partikel virus melekat pada reseptor membran sel hati (1),
translokasi dalam sitoplasma (2), nukleokapsid membebaskan genom viral pada
nukleus (3), genom berubah menjadi kovalen-klose DNA sirkuler (cccDNA) untuk
menyediakan lokasi transkripsi (4). mRNA viral (5) ditranslasi kedlam protein viral
dalam sitoplasma dan pregenom RNA (6) menyatu dengan viral polimerase kedalam
kapsid untuk membentuk protein core (7). Begitu partikel virus matang (8,9), viral
DNA disintesis oleh viral polimerase dengan menggunakan lokasi pada encapsid
pregenom. Sintesis nukleokapsid yang baru dapat membebaskan viral DNA didalam
nukleus yang mengawali siklus baru dari sintesis cccDNA, dan menjaga genom viral
dalam waktu yang lebih lama didalam sel yang terinfeksi tersebut dan meningkatkan
jumlah viral RNA (10), dan mendapatkan amplop virus dalam endoplasmik retikuler
(ER) dan aparatus golgi dengan membebaskan virus matang dari sel melalui eksositosis
(11). Model produksi virus tersebut tidak menyebabkan terjadinya kematian sel, tetapi
dapat menyebabkan penyakit hepatitis kronis.
Gejala dan patogenesis
Infeksi akut dari virus hepatitis B dimulai dengan gejala penyakit yang umum yaitu
hilang nafsu makan, mual, muntah, rasa sakit pada seluruh bagian tubuh, demam, urine
berwarna gelap, dan berkembang menjadi jaundice. Gejala rasa gatal-gatal pada kulit sering
terjadi pada penderita hepatitis dari infeksi virus hepatitis semua tipe virus (A,B,C). Penyakit
berjalan selama beberapa minggu dan kemudian secara perlahan gejala semakin meningkat
menjadi lebih parah. Beberapa pasien menunjukkan gejala yang lebih parah (kegagalan
fungsi hati), dan dapat mengakibatkan kematian. Beberapa kejadian kasus penyakit, pada
penderita kadang tidak menunjukkan gejala sehingga tidak terdiagnosis dan tiba-tiba
penyakit menjadi parah. Pada kasus yang kronis penderita tidak menunjukkan gejala
(asymptomatic), inflamasi pada hati berjalan secara kronis (hepatitis kronis), yang
mengakibatkan terjadinya sirosis hepatis dan penyakit tersebut berjalan selama beberapa
tahun. Tipe infeksi seperti ini mengakibatkan terjadinya kanker hati (hepatocellular
carcinoma). Selama terjadinya infeksi HBV, menimbulkan respon kekebalan dari penderita
yang mengakibatkan kerusakan sel hati bersamaan dengan eliminasi virus. Walaupun sistem
kekebalan alamiah (innate imunity) tidak berperan nyata pada proses terjadinya penyakit,
kekebalan adaptive (perolehan) terhadap respon infeksi virus yang spesifik terjadi yaitu sel Tsitotoksik (cytotoxic T lymphocyte/CTLs). Sel Tc tersebut erat hubungannya antara
kerusakan sel hati dengan infeksi HBV(imunopatologi). Dalam hati platelet menjadi
teraktivasi pada lokasi infeksi yang mengakibatkan terjadinya akumulasi CTLs dalam hati.
antigen permukaan hepatitis B dan antigen core (anti-HBs dan anti-HBc IgG). Waktu antara
eliminasi HBsAg dan terjadinya pemunculan anti-HBs dinamakan window period,
seseorang yang uji tes serologinya negativ terhadap HBsAg tetapi positiv anti-HBs
dinyatakan telah dapat melawan infeksi HBV atau dia pernah divaksinasi HBV sebelumnya.
Gambar 7.3 Gambaran uji serologik terhadap infeksi HBV akut, yang menunjukkan
kandungan antigen dan antibodi HBV
Bila seseorang yang uji serologiknya masih terdeteksi HBsAg selama beberapa bulan,
berarti dia menderita penyakit HBV karier. Penderita karier HBV berarti dia mengalami
penyakit hepatitis B kronis, yang terciri dengan peningkatan kandungan enzim alanin
aminotransferase yang merupakan indikator adanya inflamasi pada hati, yang diteguhkan
dengan diagnosis biopsi dari hatinya. Uji PCR untuk diagnosis infeksi HBV ini telah
dikembangkan untuk mengukur jumlah DNA HBV pada contoh klinis, uji ini digunakan
untuk mengetahui status penderita dan untuk memonitor pengobatan yang telah diberikan
Gambar 7.4 Uji serologik HbsAg yang terdeteksi dalam waktu lama/HBV kronis (kiri)
dan gambaran biopsi hati yang menunjukkan degenerasi sel hati (kanan).
Pencegahan penyakit hepatitis B ini dapat dilakukan dengan cara vaksinasi, beberapa
jenis vaksin HBV telah dikembangkan oleh Maurice Hilleman. Vaksin tersebut dibuat
berdasarkan pada amplop protein virus (HBsAg), dimana vaksin dibuat dari plasma penderita
infeksi HBV yang kronis(HBsAg). Dewasa ini telah dikembangkan vaksin yang dibuat
dengan cara sintesis teknologi rekombinan DNA, yang dibuat tanpa menggunakan darah.
Setelah dilakukan vaksinasi, beberapa hari kemudian kandungan HBsAg akan dapat
terdeteksi, hal tersebut dinamakan antigenemia(Ag beredar dalam darah). Vaksin dapat
diberikan dalam dua, tiga atau empat dosis pada bayi dan orang dewasa, dapat memproteksi
85-90% pada resipien. Proteksi tersebut telah di amati paling tidak sampai 12 tahun kemudian
dan menimbulkan respon imun sampai 25 tahun.
dapat mengurangi/menurunkan replikasi virus dalam hati, akibatnya partikel virus yang
beredar dalam darah juga menurun. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis B
kronis dapat diberi obat antibodi terhadap virus hepatitis B (HBIg/imunoglobulin HBV). Bila
diberi dengan vaksin dalam waktu dua belas jam setelah lahir, resiko untuk terinfeksi HBV
dapat berkurang sampai 90%. Pada pengobatan tersebut ibu diperbolehkan menyusui bayinya
dengan aman.
Virus hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) sering tidak memperlihatkan gejala (asymphtomatis),
tetapi begitu virus menginfeksi, infeksi kronis akan terjadi dan berkembang dalam hati
sehingga menyebabkan terbentuknya fibrosis yang berlanjut dengan sirosis hati, dan biasanya
hal tersebut terjadi selama bebeberapa tahun kemudian. Pada beberapa kasus, bila terjadi
sirosis hati biasanya akan berkembang menjadi kanker hati dan menyebabkan organ hati
menjadi tidak berfungsi lagi, terjadi varises pada oesofagus dan pada lambung. Virus
hepatititis C menyebar melalui darah terkontaminasi (penderita) ke darah orang yang sehat.
Seseorang yang telah terinfeksi jarang menunjukkan gejala penyakit, tetapi virus hidup
persisten dalam hati sekitar 85% dari virus tersebut. Diperkirakan sekitar 270-300 juta
diseluruh dunia terinfeksi oleh virus hepatitis C, infeksi virus ini sungguh mengancam
kehidupan manusia. Hewan primata seperti simpanse atau jenis primata lain diinfeksi virus
ini unutk keperluan penelitian di laboratorium. Sampai sekarang tidak atau belum ada vaksin
untuk mencegah virus hepatitis C.
Virion dan replikasi virus
Virus hepatitis C pertama diidentifikasi dengan metoda molekuler kloning pada tahun
1989, semula virus tersebut terdeteksi sebagai virus non hepatitis A dan non hepatitis B. Virus
tersebut didak dapat dipupuk secara invitro, sehingga menyulitkan pada saat identifikasi.
Virus hepatitis C adalah termasuk virus yang kecil diantara virus lainnya, ukurannya sekitar
50 nm, beramplop, pita tunggal (singel strand), positiv sense virus RNA. Ia termasuk
kelompok genus hepacivirus dalam famili Flaviviridae. Ada enam genotipe utama dari virus
hepatitis C yang dinamai menurut angka yaitu genotipe 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Sequen
nukleotidanya sangat bervariasi, Genotipe 1-3 banyak dijumpai di Eropa, genotipe 4 prevalen
di Mesir dan Zaire, tipe 5 di Afrika dan tipe 6 di Hong Kong.
Gambar 7.6 Skema virion dari virus hepatitis C (kiri) dan gambaran elektron mikroskop
virus yang dapat diisolasi dari penderita hepatitis C (kanan).
Virus masuk kedalam darah melalui darah terkontaminasi (waktu transfusi darah), atau
melalui jarum yang tidak steril (misalnya tatoo), amplop virus melekat pada reseptor yang
sesuai pada dinding sel hati. Setelah terjadi perlekatan, nukleokapsid melepaskan diri dari
amplop masuk kedalam sitoplasma sebagai akibat dari proses fusi antara virus dengan
membran seluler. Fusi tersebut dijembatani oleh protein viral yang spesifik yang menempati
secara langsung membran plasma atau masuk kedalam sitoplama secara endositosis. Proses
masuknya virus dalam sel tersebut dikontrol oleh glikoprotein pada permukaan virus.
Gambar 7.7 Gambaran siklus hidup dan replikasi virus (HCV)dalam sel hati, dimana
virus masuk kedalam sel hati dengan melekatkan amplop virus pada lokasi yang
spesifik.
Nukleokapsid kemudian pecah (decapsidation), dan nukleokapsid virus terbebaskan
menjadi beberapa bentuk pita positif strand RNA didalam sitoplasma sel hati, dimana bahan
tersebut menyediakan sintesis RNA baru sebagai messenger RNA (mRNA) untuk
mensintesis poliprotein dari HCV. Translasi genom HCV dikontrol oleh ribosoma sel hati dan
mulai memproduksi materi yang diperlukan untuk replikasi virus. Karena virus hepatitis C
adalah virus RNA, maka virus RNA itu sendiri langsung dapat terbaca oleh ribosoma sel
hospes, dan berfungsi normal seperti adanya mRNA pada selnya sendiri. Begitu mulai
memproduksi kode material pada RNA, diduga virus langsung menghambat fungsi normal
dari sel hati tersebut, dan menggunakan energi sel untuk replikasi virus. Walaupun kadang
virus HCV menstimulir sel hati untuk regenerasi lebih banyak daripada produksi virus itu
sendiri, tetapi HCV sangat erat hubungannya dengan terbentuknya sel kanker hati. Pertama
enzim RNA ditranskriptase disintesis dan enzim ini diperlukan untuk reproduksi virus.
Dengan proses tersebut HCV dikopi untuk membentuk ratusan atau bahkan ribuan materi
untuk virus baru. Pada kondisi tersebut beberapa RNA virus mengalami mutasi. Virus
kemudian membangun kapsomer untuk melindungi material gen didalamnya, dimana
ribosoma dari sel hospes yang memproduksi protein tersebut digunakan oleh virus sebagai
selubung gennya. Bilamana kapsomer yang komplet pada sekeliling virus RNA baru telah
terbentuk, kemudian mereka menyatu(assembly) untuk membentuk selubung sferik yang
dinamakan kapsid, yang secara penuh menyelubungi RNA virus. Partikel yang komplit
tersebut dinamakan nukleokapsid. Virus baru bergerak kearah plasma membran dan melekat
membentuk tonjolan. Plasma membran membentuk lingkaran kemudian membebaskan virus
baru tersebut, dimana plasma membran sel menyediakan lapisan lipida, virus tersebut akan
melekat pada sel hati lainnya. Proses pembentukan tonjolan plasma membran dan pelepasan
virus keluar sel berjalan beberapa jam pada permukaan sel hati tersebut terus menerus sampai
sel hati mengalami kematian (nekrosis). Virus yang keluar dan masih hidup dan selamat dari
proses sistem imun atau faktor lain akan dapat memproduksi virus baru yang jumlahnya
ratusan atau bahkan ribuan virus baru. Proses tersebut berjalan terus menerus sehingga
menyebabkan organ hati rusak, terbentuk jaringan ikat (fibrosis), dan hati tidak berfungsi dan
juga dapat menyebabkan terjadinya kanker hati.
Penularan dan gejala
Penularan HCV yang utama adalah melalui darah (transfusi darah) dan produknya
(serum, plasma), atau melalui donor organ dari orang yang menderita hepatitis C. Bagi para
pecandu obat bius suntik, penularan dapat terjadi melalui jarum dan siring yang dipakai
bersama dengan penderita hepatitis C. Penularan juga dapat terjadi pada penderita gagal
ginjal yang melakukan dialisis rutin dengan alat yang terkontaminasi, para perawat dan
dokter yang sering kontak dengan darah penderita, para pekerja seks yang sering berganti
pasangan dan melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis C. Penularan juga dapat
terjadi pada seseorang yang bersama-sama menggunakan sikat gigi dan pencukur kumis dan
jenggot bersama dengan penderita. Bayi dapat tertular dari ibunya yang menderita hepatitis
C. Kebanyakan penderita atau orang yang terinfeksi hepatitis C tidak menunjukkan gejala,
tetapi seseorang diketahui menderita hepatitis C pada saat dilakukan tes darah atau beberapa
pemeriksaan kesehatan lainnya. Gejala yang timbul pada penderita biasanya bila sudah terjadi
keparahan penyakit pada hati yaitu warna kuning pada lapisan mukosa tubuh (jaundice),
kelemahan yang sangat (fatigue), hilang nafsu makan (anorexia), mual dan muntah, demam
sedang, warna pucat atau kehijauan feses yang dikeluarkan, air kencing (urine) berwarna
gelap, dan rasa gatal-gatal pada tubuh.
Hepatitis kronik adalah kondisi yang sangat progresiv, paling tidak menyerang
seperempat dari organ hati. Tetapi progresivisitas penyakit berjalan sangat lambat pada
kebanyakan pasien, bahkan tidak menunjukkan gejala penyakit sampai selama beberapa
tahun. Sampai sekarang mekanisme kerusakan hati pada fase akut ataupun kronis dari
hepatitis C ini masih belum jelas, tetapi diduga proses sitopatogenisitas dari HCV erat
hubungannya dengan proses respon sistem imun. Tetapi tidak terlihatnya gejala
(asimptomatis) dari penyakit dapat didiagnosis adanya infeksi HCV dengan cara uji tes fungsi
hati (tes darah adanya peningkatan produksi enzim AST, ALT) dan dapat meramalkan
(prediksi) terjadinya sirosis pada hati.
Gambar 7.8 Sirosis hati yang menimbulkan kanker hati (kiri), gambaran histopatologik dari
sel hati, dimana hepatosit sudah tidak teratur dan terbentuk fibrosis (kanan)
Gambar 7. 9 Gambaran uji diagnosis penderita HCV yang menunjukkan titer antibodi HCV
dan kandungan ALT dalam darah.
Uji molekuler dengan mendeteksi asam nukleat seperti uji polymerase chain reaction
(PCR), transcription mediated amplification (TMA), dan lainnya sangat baik dilakukan. Uji
tersebut tidak hanya mendeteksi keberadaan virus, tetapi juga dapat mengukur jumlah virus
yang beredar dalam darah (viremia). Mengukur jumlah virus dalam darah sangat penting
dilakukan karena dari hasil tersebut akan dapat dilakukan untuk mengukur efektifitas
mengobatan obat interferon-base therapy, tetapi tidak dapat digunakan sebagai pedoman
untuk mengukur keparahan dari penyakit. Seseorang yang dinyatakan telah mengidap
hepatitis C, uji genotipe virus yang mengifeksi sangat dianjurkan. Uji genotipe HCV dapat
digunakan untuk menentukan cara pengobatan yang diberikan apakah penderita dapat
merspon obat interferon dan berapa lama pengobatan itu dapat dilakukan.Terjadinya infeksi
hepatitis C kronis diperkirakan menyerang 50-80% diantara penderita hepatitis, dan 50%
diantaranya tidak merspon terhadap pengobatan. Sangat kecil kemungkinan (0,5-0,74% per
tahun) terjadinya kesembuhan total, atau pembersihan total virus dalam tubuh secara alami.
Tetapi kebanyakan pasien penderita hepatitis kronis tidak dapat sembuh secara alami tanpa
pengobatan. Belakangan ini pengobatan dilakukan dengan kombinasi antara Pegylated
interferon-alpha-2a atau Pegylated interferon-alpha-2b (nama dagang Pegasys atau PEGIntron) dengan obat antiviral ribavirin selama 24 atau 48 minggu, hasilnya cukup baik, tatapi
masih tergantung pada genotipe dari HCV. Pengobatan yang dilakukanb pada penderita HCV
fase infeksi hasilnya sangat baik (lebih dari 90%), dengan jangka pengobatan yang lebih
pendek, tetapi ini juga harus dibandingkan dengan terjadinya kesembuhan alami dari pasien
yang tanpa pengobatan. Pasien dengan kandungan virus dalam darah rendah (low viremia),
memperoleh hasil respon yang lebih baik pada pengobatan, daripada pasien yang kandungan
virus dalam darahnya tinggi (high viremia). Belakangan ini sangat dianjurkan untuk vaksinasi
hepatitis A dan B untuk mencegah infeksi hepatitis C, selama pasien belum pernah terinfeksi
kedua jenis virus tersebut. Kebiasaan minum mengandung alkohol dan merokok dapat
memicu keparahan penyakit HCV dan memperparah terjadinya fibrosis hati yang
menyebabkan kanker hati.
Human T-lymphotropic virus (HTLV)
HTLV pertama ditemukan pada tahun 1977 di Jepang, dan virus dapat diisolasi pertama kali
oleh Bernard Poiesz dan Francis Ruscetti. Virus HTLV dapat diisolasi pertama kali oleh Gallo
dan diidentifiasi sebagai human retrovirus yang dapat menyebabkan kanker di Lembaga
Kanker NCI di Amerika. Seperti pada infeksi retrovirus lainnya keberadaan virus erat
hubungannya dengan reaksi antibodi terhadap HTLV yang terdeteksi dalam serum penderita.
Data seroepidemiologi menunjukkan bahwa infeksi HTLV-1 terdapat cluster pada lokasi
geografi tertentu di seluruh dunia. Dimana cluster tersebut terjadi endemik di bagian Selatan
Jepang (15-30%), di Carribia (3-6%), Papua New Guinea dan beberapa bagian di Selatan
Afrika. Penularan infeksi virus ini berlangsung melalui trans seksual dan melalui darah.
Transmisi virus secara vertikal terjadi dari ibu ke anaknya merupakan hal yang penting dari
keberadaan virus dalam suatu daerah endemik. Transmisi melalui air susu ibu merupakan
kejadian yang penting dan menunjukkan prevalensi tinggi infeksi HTLV dalam daerah yang
bersangkutan. Gambaran seroepidemiologik dari HTLV meningkat sejalan dengan
meningkatnya umur begitu juga pada jenis kelamin dimana wanita dua kali lebih banyak
daripada pria. Seroprevalensi pada orang diatas umur 80% meningkat di Jepang bagian
Selatan dari persentasi angka penderita tersebut6 50% diantaranya diderita oleh wanita dan
30% pria. Perbedaan gender/jenis kelamin tersebut sangat mungkin disebabkan karena infeksi
pada wanita lebih efisien daripada pria. Hal tersebut terjadi karena hubungan seksual pada
pria biasanya dilakukan pada beberapa wanita. Infeksi HTLV-II paling sering disebabkan
penggunaan obat bius secara IV. Hal ini ditemukan pada suatu cluster pada masyarakat Indian
di Amerika Selatan.
Virion, patogenitas dan penyakit
HTLV termasuk dalam kelompok oncovirus, subfamili retrovirus ssRNA beramplop.
Ada dua kopi genom RNA dengan tiga gen yang utama yaitu: gag (struktur protein), pol
(reverse transcriptase),dan env (amplop glikoprotein). HTLV-I dan HTLV-II adalah tropikal
untuk OKT+T-helper limfosit, tetapi bentuk sel lainnya juga dapat terinfeksi. HTLV-I dan
HTLV-II tersebut keduanya tidak mempunyai oncogen yang spesifik.
Gambar 7.10 bentuk virion HTLV (kiri) dan virus dalam sel-T dilihat dengan elektron
mikroskop (kanan)
Pada retrovirus termasuk HTLV, di dalam sel, RNA dirubah menjadi DNA. Pada waktu
terjadinya proses tersebut genom hospes bekerjasama dengan genom viral (transduction).
Genome hospes tersebut terlibat dalam proses proliferasi gen virus, dimana transduksi gen
akan melibatkan perumbuhan virus dalam sel yang terinfeksi. Sebagai akibatnya proses
integrasi genom retrovirus kedalam genom hospes (tidak selalu/secara acak) dapat
menempatkan viral promotor sangat dekat dengan genom hospes yang dapay mengkode
growth-regulating protein. Bilamana protein tersebut diekspresikan tidak normal dan
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya transformasi seluler yang tumbuh tidak terkendali.
Dari proses tersebut menunjukkan adanya indikasi lain bahwa jenis retrovirus lain seperti
HIV juga dapat mengindus/memicu terjadinya proses transformasi sel.
Ada beberapa penyakit yang timbul karena terjadinya infeksi HTLV, beberapa
diantaranya adalah kanker:
a) Adult T-cell leukemia (ATL), Agen penyakitn leukemia sel T salah satunya
disebabkan oleh terjadinya infeksi HTLV, hal tersebut dapat dipastikan dengan
uji adanya antibodi terhadap HTLV-I. Isolasi virus dapat ditemukan adanya
integrasi sequen proviral dalam sel leukemia pada pasien penderita ATL.
Leukemia jenis ini sangat progresif dan fatal dan berefek paqda sati diantara 500
orang yang terinfeksi oleh HTLV-I. Penyakiy ini terciri dengan adanya
perubahan yang diffuse (menyebar) dari kelenjar limfe, hiperkalsemia, leukemia,
infilytasi lekusit pada kulit, dan pada uji serologi positiv adanya antibodi HTLVI. Bila seseorang terinfeksi virus ini masa imkubasinya sekitar 15-20 tahun yang
akan berkembang menjadi leukemia ATL.
b) Tropical Spastic Paraparesis (TSP), hubungan antara infeksi HTLV-1 dengan
TSP pertama ditemukan pada tahun 1985 pada saat dilakukan uji skreening darah
donor untuk uji antibodi terhadap HTLV-1 di West Indies. Sekitar lebih dari 75%
pasien yang menderita TSP terdetksi mengandung antibodi terhadap HTLV-I dan
pada penelitian lebih lanjut virus tersebutdapat diisolasi dari darah dan cairan
sumsum tulang belakang (CSF). Penderita menunjukkan gejala gangguan
neurologi kronis TSP, dan kasus tersebut juga ditemukan pada pada lokasi lain
yang merupakan daerah endemik HTLV-I seperti didaerah Afrika dan Jepang.
Hal tersebut dinamakan HTLV-I associated myelopathy. Gejala klinis yang
terlihat pada penyakit ini mirip dengan multiplr scelrosis tetapi tidak disertai
dengan gejala gangguan saraf pusatGejala awal yang terlihat adalah kelemahan
anggota gerak secara bilateral dan terjadi kelemahaham pada lutut, gejala
HPV termasuk dalam kelompok virus papiloma yang mempunyai bentik DNA sirkuler.
Papilomavirus ukurannya termasuk kecil, tidak beramplop, dengan diameter sekitar 52-55nm.
Partikel virion terdiri dari 72 pentamerik kapsomer dan dapat berbentuk pentavalen dan
heksavalen. Kapsid dari virus ini terbentuk dua viral protein yaitu L1 dan L2. L1 adalah
kapsid protein yang lebih banyak yaitu 80% , sedangkan sisanya L2 ada 20%. Viral kapsid
protein tersebut digunakan untuk membuat virus-like protein (VLPs). Belakangan VLPs ini
disolasi dan dapat digunakan calon vaksinuntuk melawan vcirus HPV.
Gambar 7.11. Bentuk virion HPV (kri) dan ilustrasi virus dalam sel (kanan)
Sekitar puluhan jumlah serotipe virus papiloma termasuk tipe 16, 18,31 dan 45 yang
dinamakan tipe high risk karena tipe virus tersebut dapatmenyebabkan kanker serviks,
kanker vulva, kanker vagina kanker penis. Beberapa tipe HPV, terutama tipe 16 telah
ditemukan erat hubungannya denga oropharyngeal cancer (OSCC),serupa dengan bentuk
kanker pada leher dan kepala. HPV dapat mengindus kanker karena integrasi viral sequennya
kedalam seluler DNA hospes. Beberapa gen virus yang baru terbentuk seperti E6 dan E7,
diketahui sebagai oncogen yang dapat memicu pertumbuhan tumor dan berkembang
bertransformasi menjadi malignan. Infeksi HPV melalui oral dapat menyebabkan kanker
oropharyngeal.
Didalam tubuh sendiri sebetulnya ada protein P53 yang secara alamiah dapat
menghambat pertumbuhan tumor dengan cara menghambat siklus pertumbuhan sel bila
DNA-nya mengalami kerusalan. Protein E6 sangat erat hubungannya dengan protein E6-AP
(E6-associated protein). Sedangkan E6-AP terlibat dalamjalur ubiquitq ligase yaitu sistem
yang bertindak untuk degradasi protein. E6-AP mengikatkan ubiquitin pada protein P53,
sehingga menghambat degradasi proteosom, se3bagai akibatnya P53 tidak dapat berfungsi
dantumor dapat tumbuh tidak terkendali.
Gambar 7.12 Proses infeksi dan replikasi HPV dalam sel epithel (kiri) dan terjadinya
pertumbuhan sel epithel (kanan).
Pola perkembangan HPV tipe 16 adalah salah satu sub-tipe yang telah diteliti sebagai
penyebab terjadinya kanker leher rahim (kanker serviks) yaitu kapsid gen E1-E7 gen awal
dan L1-L2 gen akhir. Hampir semua infeksi HPV dapat dilawan oleh sistem imun dab tidak
berkembang menjadi kanker serviks. Hal ini disebabkan karena proses transformasi sel
epithel serviks untuk berkembang menjadi sel kanker sangat lambat, sehingga sebelum
terbentuk sel kanker telah dicegah dulu oleh sistem imun dari tubuh. Tetapi bila terjadi infeksi
persisten maka virus tersebut terus mempengaruhi sel untuk berkembang menjadi tidak
terkendali dan hal tersebut memerlukawaktu yang bertahun tahundimana beberapa faktor lain
mempengaruhi seperti faktor genetik, lingkungan dan pola makan. Hubungannseks yang
tidak wajar juga merupakan faktor penyebab terjadinya infeksi HPV dan berakibat timbulnya
kanker anus, sampai mencapai kemungkinan 25% kasus, begitu juga terjadinya kanker
oropharynx. Belakangan ini juga dilaporkan terjadinya kanker pada tonsil dan kejadian
kanker karena infeksi HPV pada faerah mulut sering terjadi pada orang yang tidak
mempunyai kebiasaan merokok. Orang yang sujka melakukan hubungan seks melalui anus
dan mulut banyak dilaporkan mudah terinfeksi HPV yang dapat menyebabkan peningkatan
kasus kanker pada lokasi bagian tubuh yang bersangkutan. Telah dilaporkan bawa kasus
kanker pada penis dan anus banyak ditemukan pada kaum gay (homo seksual).
Diagnosis, pencegahan dan pengobatan
Diagnosis yangsampai sekarang masih sering digunakan adalah uji pap smear, karena
uji metode ini cukup akurat untuk mendeteksi adanya HPV dalam srviks penderita dan uji
dapat dilakukan secara rutin. HPV tipe 18 juga telah dapat dideteksi melalui uji DNA, dimana
tipe ini paling sering menyebabkan kanker serviks dan juga dapat membedakan antara tipe
HPV penyebab kanker beresiko tinggi atau rendah. (high risk, low risk), tetapi tidak dapat
menentukan HPV yang spesifik. Sehingga uji ini banyak ditemukan hasil positif palsu,
sehingga perlu keteramilan dan latihan yang efisien untukdapat melaqkukan uji ini. Menurut
lembaga riset kanker (Amerika) uji sampel dari sel serviks adalah cara yang paling baik
untuk mengidentifikasi tipe HPV yang beresiko tinggi.
Infeksi HPV yang paling sering ditemukan melalui hubungan seksual yang sering
berganti pasangan, sehingga cara yang terbaik untuk mengurangi resiko/mencegah penularan
adalah: penggunaan kondom, vaksinasi dan obat anti mikroba. Dewasa ini telah tersedia dua
jenis vaksin untuk mencegah infeksi HPV yang masing masing diproduksi olaeh dua pabrik
farmasi dengan nama paten yang berbeda pula. Kedua vaksin tersebut dapat melindungi
infeksi awal dari HPV tipe 16 dan 18, yang sangat diduga sebagai HPV penyebab kanker.
Salah satu produk tersebut juga terbukti dapat mencegah terjadinya infeksi HPV tipe 6 dan
11, yang menyebabkan kutil genital sampai 90%. Tentu saja vaksin tidak efektif terhadap
wanita yang telah terinfeksi HPV sebelumnya, sehingga WHO merekomendasikan untuk uji
pap smear secara rutin sebelum dilakukan vaksinasi. Obat antivral terhadap HPV masih
dalam penelitian, diharapkan obat tersebut dapat menghambat/memblok transmisi HPV
setelah terjadi kontak seksual. Obat yang telah diteliti dan menunjukkan hasil yang
menjanjikan adalah ekstrak karagenan yang dibuat sebagai seksual lubrikansia.
EpsteinBarr virus (EBV)
Epstein-Barr virus (EBV) termasuk dalam kelompok Human -herpesvirus yang
mampu hidup dalam waktu lama dalam sel limfosit B sepanjang hidup hospes
(orang/penderita). Infeksi EBV erat hubungannya dengan bebrapa jenis kanker pada
manusia,termasuk Burkitts Limphoma (BL) dan hodgkins disease, beberapa jenis
AIDS-associted kanker atau sering disebut Diffuse Large B-cell Lymphoma (DLBCL).
Diduga EBV pada awal infeksi pada sel-B dapat menyebabkan proliferasi sel-B secara cepat
dan membentuk suatu kelomok EBV-infected cell yang menyerupai sel-B memory.
Kondisi perbedaan dua fase tersebut dapat menyebabkan terjadinya infeksi EBV laten III dan
EBV laten I. Selama perkembangan EBL laten III, EBV mengekspresikan 9 protein yang
dinamakan EBV nuklearantigen (EBNA), yaitu EBNA-1, -2A, -3B, -3C dan LP dan juga
LMPs (Laten membran Protein), yaitu LMP-1, -2A dan -2B yang diduga berganti-ganti dalam
suatu aktivasi proses sel-B naiv(original/normal) yang biasanya bekerja setelah terjadinya
stimulasi antigen. Sebagai akibatnya, siklus sel tersebut kembali mengalami awal status
diferensiasi yang menyerupai sel-B memori, pada saat protein EBV diekspresikan menjadi
EBNA-1. Laporan hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa infeksi laten EBV
menyebabkan peningkatan intensitas protein virus dalam sel sehingga terjadi reprograming
sel yang terinfeksi sehingga gen terekspresi secara langsung.
Sifat virus
Virus dapat bekerja dalam berbagai program yang berbeda dlam mengekspresikan
gennya yang dikategorikan dalam siklus lytic atau siklus latent.
-
Siklus lytic atau juga disebut siklus produksi ekspresi virus protein, pada fase ini
dihasilkanproduk virus yang infeksius. Sebetlnyafase ini tidak terlibat langsung
dalam proses terjadinya lysis terhadap sel dari hospes pada saat virion EBV yang
diproduksi karena terjadinya perlekatan (buddig) pada sel yang terinfeksi.Protein
litik adalah glikoprotein (gp 350 dqn gp110).
Siklus latent (lysogenik), fase ini tidak menghasilkan produk virion. Terdapat
sedikit perbedaan pada protein virus diproduksi pada periode laten ini, hal ini
termasuk Epstein-Barr nuclear antigen (EBNA)-1, EBNA-2, EBNA-3A, EBNA-3B,
EBNA-3C, EBNA-leader protein (EBNA-LP), EBNA-leader protein (EBNA-LP)
dan latent membrane proteins (LMP)-1, LMP-2A dan LMP-2B serta Epstein-Barr
encoded RNAs (EBERs). Begitu juga EBV yang mengkode sekitar dua-puluh
microRNA yang diekspresikan dalam sel yang terinfeksi laten dan paling tidak satu
snoRNA terekspresi pada siklus lytik.
untuk penetrasi masuk kedalam sel B juga berperan penting bagi virus untuk menempel pada
sel epitel.