Anda di halaman 1dari 9

AKLIMATISASI ANGGREK

Oleh :
Nama
: Prihanto Arif Hidayat
NIM
: B1J010212
Rombongan : II
Kelompok : 3
Asisten
: Salsabiela

LAPORAN PRAKTIKUM ORCHIDOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2013

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bibit anggrek yang dikembangkan menggunakan metode kultur jaringan
telah banyak diproduksi dan dipasarkan dalam kemasan botol. Pemeliharaan bibit
ini menjadi tanaman dewasa masih menemukan banyak permasalahan terutama
pada fase aklimatisasi, yaitu pemindahan bibit dari lingkungan aseptik dalam
botol ke lingkungan non aseptik. Disamping kemungkinan tanaman sangat sensitif
terhadap serangan hama dan penyakit, tanaman ini masih memiliki aktifitas
autotrofik yang masih rendah, sulit mensintesa senyawa organik dari unsur hara
anorganik. Penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan
aklimatisasi merupakan masalah penting apabila membudidayakan tanaman
menggunakan bibit yang diperbanyak dengan teknik kultur jaringan.Aklimatisasi
merupakan proses adaptasi tanaman asal in vitro yang sebelumnya di tumbuhkan
di dalam botol kultur dengan suplai media yang lengkap. Aklimatisasi juga
merupakan proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran
dilakukan secara ex vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan
media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi benih
yang siap ditanam di lapangan (Yusnita, 2004).
Usaha untuk memperoleh tanaman anggrek dengan jumlah yang banyak
dalam waktu yang relatif singkat (rapid multiplication) dapat dilakukan melalui
kultur in vitro. Diharapkan dengan teknik kultur in vitro maka permasalahan
ketergantungan pada bibit impor yang selama ini terjadi di Indonesia dapat diatasi,
apalagi setelah dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai pembatasan impor
bibit atau tanaman anggrek pada tahun 2005. Perbedaan faktor lingkungan antara
habitat asli dan habitat pot atau antara habitat kultur jaringan dengan habitat pot
memerlukan penyesuaian agar faktor lingkungan tidak melewati batas kritis bagi
tanaman. Penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan
aklimatisasi (BI, 2012).
Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan plantlet atau tunas mikri
kemedia aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembaban nisbi
tinggi.Secar berangsur-angsur kelembaban diturunkan dan intensitas cahaya

dinaikan.Cara yang paling mudah mengaklimatisasi dengan memindahkan ke bak


aklimatisasi dengan media campuran tanah, pasir dan kompos, kemudian
disemprotkan dengan air, dan disungkup dengan plastik. Media aklimatisasi
yangdipakai juga bisa berupa campuran media lain yang cocok. Bentuk bak
ataustruktur aklimatisai bisa beragam, tergantung pada kebutuhan, skala produksi
bibit, serta jenis tanaman yang diaklimatisasi. Wetherell (1982) menuliskan
aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur terhadap
lingkungan baru sebelum kemudian ditanam di lahan yang sesungguhnya.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum aklimatisasi adalah diharapkan dapat:
1. Meningkatkan keterampilan melakukan aklimatisasi,
2. Meningkatkan presentase keberhasilan bibit anggrek yang tetap hidup, dan
3. Menentukan macam-macam jenis media aklimatisasi yang sesuai dengan
masing-masing jenis anggrek.

II. MATERI DAN METODE


A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah, kawat yang ujungnya
menyerupai huruf U, pinset, baskom untuk merendam bibit dalam larutan
fungisida, batang pengaduk, autoklaf, spryer, pot plastic ukuran 2,5 inchi, try /
tempat meletakkan pot yang telah ditanami anggrek, spidol permanen, dan kertas
merang atau koran bekas untuk mengeringkan bibit dari larutan fungisida.
Bahan yang digunakan adalah steroform, bibit anggrek botolan yang
telah siap diaklimatisasikan (sesuai dengan jenis anggreknya), media aklimatisasi,
fungisida, dan pupuk majemuk dengan kandungan N tinggi.
B. Metode
1.

Tutup botol dibuka, diisi dengan air yang bersih sambil dikocok pelan-pelan
agar media terlepas dari akarnya.

2.

Ditarik pelan-pelan menggunakan kawat pengait, ditarik pada bagian pangkal


batang dan usahakan agar akar keluar terlebih dahulu, agar tidak rusak
daunnya.

3.

Direndam dalam larutan fungisida yang telah disiapkan selama 5 menit,


kemudian ditiskan di kertas merang sampai benar-benar kering.

4.

Setelah benar-benar kering Seedling ditaman dengan cara membalut akar


seedling dengan Moss, diusahakan daun dan bulbus tidak tertutup media.

5.

Seedling dibenamkan dalam pot yang telah diisi dengan sterofom, kenudian
ditutup dengan media sambil ditekan agar bibit tegak.

6.

Seedling disiram dengan sedikit air dan usahakan agar daun tidak tersiram air.

7.

Pot diletakkan dalam rak plastik dan harus terlindungi dari sinar matahari
secara langsung dan kelembaban udara harus tinggi.

8.

Diamati pertumbuhannya selama 6 hari dan disemprot air setiap harinya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Gambar 1. Aklimatisasi anggrek pada media moss

B. Pembahasan
Aklimatisasi merupakan masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada
kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah pada
kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi. Disamping itu tanaman
juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrof ke tanaman autotrof.
Planlet dikelompokkan berdasarkan ukurannya untuk memperoleh bibit yang
seragam. Sebelum ditanam planlet sebaiknya diseleksi terlebih dahulu
berdasarkan kelengkapan organ, warna, pertumbuhan, dan ukuran (Adipura et al.,
2007).
Planlet yang dipelihara dalam keadaan steril dengan lingkungan (suhu,
dan kelembaban) optimal, sangat rentan terhadap lingkungan eksternal. Planlet
yang tumbuh dalam kultur jaringan di laboratorium memiliki karakteristik stomata
daun yang lebih terbuka dan sering tidak memiliki lapisan lilin pada permukaan
daun. Dengan demikian planlet sangat rentan terhadap kelembaban rendah.
Mengingat sifat-sifat tersebut, sebelum ditanam di lapangan maka planlet
memerlukan aklimatisasi (Wardani, 2011).
Perbedaan faktor lingkungan antara habitat asli dan habitat pot atau
antara habitat kultur jaringan dengan habitat pot memerlukan penyesuaian agar
faktor lingkungan tidak melewati batas kritis bagi tanaman. Faktor lingkungan
yang diperlukan oleh anggrek (Adiputra, 2009) adalah:

1. Temperatur
2. Kelembaban nisbi (RH) berkisar antara 60-85%.
3. Intensitas penyinaran adalah 30%.
4. sirkulasi udara.
Ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu baik monopodial atau simpodial
planlet tampak sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau
segar, dan tidak ada yang menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak
kerdil, komposisi daun dan akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai
tampak dan sebagian kecil telah mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah
akar serabut 3 4 akar dengan panjang 1,5 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan
kultur in vitro baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke
kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi bertujuan untuk
mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak
dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena planlet akan
mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini
bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor lingkungan
terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol (Yusnita,
2004).
Tanaman atau plantlet yang tumbuh secara in vitro tanaman memerlukan
suatu tahap aklimatisasi. Dalam aklimatisasi, media tanam menjadi salah satu
faktor penentu keberhasilan dari setiap pertumbuhan anggrek karena media
tumbuh sebagai tempat berpijak akar anggrek (Suradinata, 2012). Media tumbuh
yang baik untuk aklimatisasi harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak
lekas melapuk, tidak menjadisumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu
mengikat air dan zat-zat hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang
diinginkan dan relatif murah harganya. Kemasaman media (pH) yang baik untuk
pertumbuhan tanaman anggrek berkisar antara 56. media tumbuh sangat penting
untuk pertumbuhandan produksi bunga optimal, sehingga perlu adanya suatu
usaha mencari mediatumbuh yang sesuai. Media tumbuh yang sering digunakan
di Indonesia antaralain: moss, pakis, serutan kayu, potongan kayu, serabut kelapa,
arang dan kulit pinus. Praktikum aklimatisasi ini menggunakan media moss.
Media moss ini mengandung 23% unsur N dan mempunyai daya mengikat air

yang baik, serta mempunyai aerasi dan drainase yang baik. Media yang lain yang
biasanya dipakaiuntuk aklimatisasi adalah pakis, karena memiliki daya mengikat
air, aerasi dan drainase yang baik, melapuk secara perlahan-lahan, serta
mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan anggrek untuk pertumbuhannya
(Widiastoety, 1986).
Praktikum aklimatisasi anggek yaitu melakukan aklimatisasi anggrek
Phalaenopsis sp. hasil kultur jaringan, aklimatisasi pada media moss dalam pot
plastik, pengamatan dan penyiraman air dilakukan selama 6 hari. Hasil dari
aklimatisasi pengamatan selama 6 hari yaitu belum tampak pertumbuhan tunas
pada batang maupun pertambahan daun, namun sudah ada pertambahan pucuk
akar dan bintil akar, hal ini dimungkinkan karena kondisi lingkungan dan media
aklimatisasi kurang sesuai sehingga pertumbuhan anggrek kurang optimum.
Untuk keperluan pertumbuhan, baik yang terjadi pada akar maupun untuk
pertumbuhan daun baru, hasil fotosintesis dapat bersumber dari 3 tempat yaitu
dari daun, akar atau dari tempat penyimpanan hasil fotosintesis pada korteks.
Distribusi hasil fotosintesis selanjutnya tergantung pada aktivitas pertumbuhan
pada tanaman tersebut. Hasil fotosintesis pada akar dapat digunakan untuk
pertumbuhan daun atau sebaliknya hasil fotosintesis pada daun dapat digunakan
untuk pertumbuhan akar. Apabila proses ini benar, maka akar memerlukan kondisi
lingkungan yang sesuai untuk dapat melakukan fotosintesis secara optimum
terutama ketika distribusi hasil fotosintesis dari daun menurun dan akar
membutuhkan kenaikan hasil fotosintesis. Oleh karena itu, masalah penting yang
juga perlu mendapat perhatian dalam budidaya tanaman anggrek epifit ini adalah
bahwa untuk dapat melakukan fotosintesis akar harus mendapat sinar, CO2 dan air
yang cukup (Adiputra, 2009).

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.

Aklimatisasi ialah proses penyesuaian hidup dari anggrek pasca


pengeluaran planlet dari botol dan dikembangkan di lingkungan luar.

2.

Media yang digunakan ialah media moss dan steroform yang berguna
dalam pengikatan air.

3.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam aklimatisasi anggrek yaitu


Temperatur, kelembaban nisbi (RH), intensitas penyinaran, sirkulasi udara.

DAFTAR PUSTAKA
Adiputra I G.K., AA. Suardana, I Md Sumarya, I. Sitepu, P. Sudi artawan.
2007.Perubahan biosintesis sukrosa sebelum pertumbuhan kuncup ketiak
pada pan(Vanilla planifolia). Laporan hibah bersaing I, Program studi
Biologi,Fak MIPA, Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.
Adiputra, I. G. 2009. Aklimatisasi Bibit Angrek pada Awal Pertumbuhannya di
Luar Kultur Jaringan. Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.
BI. 2012. Bunga Potong. http://www.bi.go.id. Diakses 5 Juni 2013.
Trubus. 2005. Anggrek Dendrobium. Jakarta : PT Trubus Swadaya.
Widiastoety, D. 1986. Percobaan berbagai macam media dan kedudukan mata
tunas pada kultur jaringan anggrek. Bulletin Penelitian Hortikultura
13(3): 1-8.
Wardani. 2011. PengaruhMedia Tanamdan Pupuk Daun terhadap Aklimatisasi
Anggrek Dendrobium(Dendrobium Sp.). J. Agroteknologi Vol 2(2):78-85
Wetherelll, D. F. 1982. introduction to in vitro Propagation. Avery Publishing
Group Inc. Wayne, New Jersey.
Suradinata Yayat dkk,. 2012. Pengaruh Kombinasi Media Tanam dan Konsentrasi
Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Tanaman Aanggrek Dendrobium sp.
Pada Tahap Aklimatisasi. J. Agrivigor 11(2):104-116
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara memperbanyak tanaman secara efisien.
AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai