Anda di halaman 1dari 18

Skenario 1

Anak usia 9 tahun, saat sedang makan mendadak merasa demam disertai demam
dan menggigil. Tadi pagi sampai sore dia bermain layangan dibawah terik
matahari.

Proses terjadinya demam


Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen
eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya.
Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan
oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen
antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya
adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan
pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi leukosit (monosit, limfosit, dan
neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun.
Leukosit tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen
(IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang
endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat
termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah
dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan
penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik
ke patokan yang baru tersebut.
Demam memiliki tiga fase yaitu:

Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang
ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot
yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa
kedinginan dan menggigil.
Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi
panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat.
Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai
dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.

Skenario 2
Seorang anak 5 tahun dibawah ke rumah sakit setelah demam 3 hari, sebelumnya
dia hanya diberikan sirup yang di jual bebas, demamnya menurun setelah minum
obat tapi kemudian naik lagi.
Anamnesis ( tanyakan pada orang tua )
Identitas ( nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, nama org tua)
Keluhan utama : demam ( sejak kapan,demamnya terus menerus atau
tidak,waktu demamnya, lamanya demam, apakah bersamaan dengan
kejang, ?)
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat sosial
Riwat minum obat (apakah sudah minum obat sebelumnya)
Riwayat tumbuh kembang anak
Riwayat alergi ( obat, makanan dll)
Riwayat bepergian
Pemeriksaan fisik
Lihat keadaan umum ( apakah tampak lemah/ sakit berat, tampak
kesakitan, tampak sesak, dll)
TNSR
Status gizi (tinggi badan dan berat badan)
Perhatikan mata ( ikterus, anemis, injeksi konjugtiva)
Periksa daerah sinus (nyeri tekan sinus)

Pemeriksaan penunjang

Pem. Lab: pemeriksaan darah tepi lengkap: Hb, Ht, jumlah dan hitung jenis
leukosit, trombosit

apus darah tepi


analisis (pemeriksaan) urin rutin, khususnya mikroskopis
pemeriksaan foto dada (sesuai indikasi)
pemeriksaan pungsi lumbal jika menunjukkan tanda meningitis

Kemungkinan infeksi disease

Infeksi saluran nafas karna virus misalnya fludan pilek


Infeksi saluran pencernaan karna virus
Infeksi bakteri tertentu, terutama infeksi telinga (otitis media), infeksi sinus,
pneomonia, dan infeksi saluran kemih.
Ensefalitis
Mengenitis
Endokarditis
Tuberkulosis

Kemungkinan non infeksi disease

Kawasaki
Atritis juvenile idiopatik
Kankae misalnya leukimia dan limfoma

Patogenesis sesuai penyebabnya


Jika penyebabnya karena salmonella typhi ( demam tifoid)

Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam


usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (teutama Plak
Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose
setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi bakteremi primer)
menuju ke organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan
berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri
pada perabaan.
Jika penyebabnya karena virus dengue

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun
Antibodi virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a,
bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus
sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan
reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan
peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran
palsma. Adanya komplek imun antibodi virus juga menimbulkan agregasi trombosit
sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, dan koagulopati. Ketiga hal
tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok dan jika

syok tidak teratasi, maka akan terjadi hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya
tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun dan jika tidak
teratasi dapat menimbulkan hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel
yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan
protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai
reaksi terhadap infeksi terjadi:
(1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan
peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang
intravaskular ke ekstravaskular,
(2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda
dari sumsum tulang dan
(3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan
(1) peningkatan permiabilitas kapiler;
(2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan
kuagulopati

Jika penyebabnya karena parasit plasmodium

Parasit Plasmodium yang berkembang biak dengan cara memisahkan tubuh dapat
berkembang biak di dalam sistem hati manusia dengan sangat cepat menjadi ribuan
hanya dalam beberapa menit setelah parasit ini disuntikan oleh nyamuk Anopheles
betina yang sedang makan.
Terdapat dua tahap perkembangan penyakit malaria, yaitu tahap exoerthrocitic
dan tahap erithrocitic. Tahap exoeriyhrocitic adalah tahap dimana terjadinya infeksi pada
sistem hati (liver) manusia yang disebabkan oleh parasit plasmodium, sedangkan tahap
erithrocitic adalah tahap terjadinya infeksi pada sel darah merah (eritrosit).
Setelah masuk melalui darah dan sampai di sistem hati manusia, parasit ini akan
berkembang biak dengan cepat yang kemudian keluar dan menginfeksi sel darah merah,
yang mana proses inilah yang menimbulkan timbulnya demam pada penderita malaria.
Selanjutnya adalah parasit plasmodium akan terus berkembang biak dalam sel darah
merah yang kemudian keluar untuk menginfeksi sel darah merah lain yang masih sehat,
hal inilah yang menyebabkan terjadinya gejala panas atau demam naik turun pada
penderita malaria.
Walaupun sebenarnya sistem limpa manusia bisa menghancurkan sel darah merah yang
terinfeksi oleh parasit, tetapi parasit plasmodium jenis falciparum dapat membuat sel
darah merah menempel pada pembuluh darah kecil dengan cara melepaskan protein
adhesif, sehingga dengan begini sel darah merah yang terinfeksi tidak dapat masuk

kedalam sistem limpa untuk dihancurkan. Dengan kemampuan inilah plasmodium


falciparum sering menjadi penyakit malaria akut, karena dengan kemampuan
menempelkan sel darah merah yang telah terinfeksi di dinding pembuluh darah kecil
secara simultan sehingga dapat menyumbat peredaran darah ke otak yang sering
mengakibatkan kondisi koma pada penderita penyakit malaria.
Lain halnya dengan sebagian parasit plasmodium jenis vivax atau ovale tidak mempunyai
kecenderungan yang mematikan seperti plasmdium falciparum tetapi dengan
kemampuan menghasilkan hipnosoites yang tetap aktif selama beberapa bulan bahkan
tahun, sehingga penderita penyakit malaria yang disebabkan plasmodium ini sering
mengalami malaria yang baru kambuh dan kambuh lagi selama beberapa bulan bahkan
tahun setelah terinfeksi pertama kali, dan sangat sulit dibasmi secara tuntas dari dalam
tubuh manusia terinfeksi.
Jika penyebabnya karena virus chikungunya

Virus chikungunya masuk ke dalam aliran darah (viremia) selama 4-7 hari --> virus
melakukan replikasi --> merangsang imunitas selular dan humoral --> bila pasien
mengalami imunocompromise --> maka akan timbul beberapa manifestasi klinis -->
myalgia (nekrosis), athralgia dan demam --> fase demam terjadi ketika virus sudah masuk
ke dalam sistem peredaran darah --> merangsang termostat dalam tubuh akibat adanya
respon pada hipotalamus --> sementara athralgia dan myalgia --> terjadi karena kerusakan
akibat peradangan pada tulang rawan dalam bentuk nekrosis

Cara pengukuran demam pada anak


Cara paling akurat adalah dengan suhu rektal. Namun, mengukur suhu oral bisa
akurat bila dilakukan pada anak di atas 4-5 tahun, mengukur suhu ketiak adalah yang
paling kurang akurat , namun dapat berguna saat dilakukan pada anak kurang dari 3
bulan. Bila suhu ketiak lebih dari 37.2C, maka suhu rektal harus diukur. Di sisi lain,
tidaklah akurat bila mengukur suhu tubuh dengan merasakan kulit anak. Hal ini disebut
suhu taktil (sentuhan) karena bersifat subyektif, yaitu pengukuran sangat dipengaruhi
oleh suhu orang yang merasakan kulit si anak. Cara yang dianjurkan pada anak berumur 5
tahun :
Suhu rektal: anak dibaringkan di pangkuan pemeriksa dengan perut sebagai
dasarnya, sebelumnya oleskan sedikit krim atau jely pelumas (misal: Vaseline) pada
ujung termometer, masukkan termometer dengan hati-hati ke dubur anak sampai
ujung perak termometer tidak terlihat (0,5-1,25 cm di dalam dubur), tahan
termometer pada tempatnya. Tahan selama 2 menit untuk termometer raksa atau
kurang dari 1 menit untuk digital.
Suhu oral: yang perlu diperhatikan adalah jangan mengukur suhu pada mulut anak
bila anak makan atau minum yang panas atau dingin dalam 30 menit terakhir.
Sebelumnya bersihkan termometer dengan air dingin dan sabun kemudian bilas
dengan air sampai bersih. Tempatkan ujung termometer di bawah lidah ke arah
belakang. Minta anak untuk menahan termometer dengan bibirnya. Upayakan

bibirnya menahan termometer selama kira-kira 3 menit untuk termometer raksa atau
kurang dari 1 menit untuk digital.
Suhu tubuh diukur dengan termometer, dikatakan demam bila:

Suhu rektal (di dalam dubur): lebih dari 38C


Suhu oral (di dalam mulut): lebih dari 37.5C

Manfaat terjadinya demam


Keberadaan demam berperan penting dalam proses penyembuhan penyakit.
Fungsi pertahanan tubuh manusia bekerja lebih baik pada temperatur tinggi/demam
dibandingkan suhu normal. Komponen-komponen sistem kekebalan tubuh, seperti sel
darah putih (leucocyt) dan lymphocyt (salah satu jenis sel darah) akan bekerja lebih baik
melawan kuman dalam keadaan suhu tubuh yang meningkat ketimbang suhu tubuh
normal. Selain itu, jumlah interferon, yang merupakan salah satu substansi antivirus dan
antikanker dalam darah, juga akan meningkat dengan adanya demam. Jadi tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa menurunkan suhu tubuh ketika anak demam terlalu
cepat lewat pemberian obat penurun panas justru akan melemahkan sistem kekebalan
tubuhnya.
Terjadinya demam memiliki tujuan untuk membunuh virus, bakteri atau kuman yang
menyerang. Demam menjadi sebuah reaksi alamiah tubuh terhadap adanya infeksi.
Sehingga ketika seorang anak mengalami infeksi, keberadaan demam sangat bermanfaat
demi kesembuhannya. Selain itu, demam yang terjadi karena infeksi bakteri atau virus,
pada umumnya tidak akan menyebabkan kerusakan otak atau kerusakan fisik permanen
seperti anggapan yang telah dianut selama ini. Hanya demam di atas 42,2 derajat Celcius
yang telah diketahui dapat menyebabkan kerusakan otak.

Manajemen terapi demam


PARACETAMOL / ACETAMINOFEN (antipiretik)

Farmakodinamik
Parasetamol merupakan penghambat COX-1 dan COX-2 yang lemah di jaringan
perifer dan hampir tidak memiliki efek anti-inflamasi/anti-radang. Hambatan biosintesis
Prostaglandin (PG) hanya terjadi bila lingkungan yang rendah kadar peroksid seperti di
hipotalamus sedangkan lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang
dihasilkan leukosit, hal ini lah yang menjelaskan efek antiinflamasi parasetamol tidak ada.
Studi terbaru menduga parasetamol juga menghambat COX-3 di Susunan Saraf Pusat
yang menjelaskan cara kerjanya sebagai anti piretik.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam -1 jam dan waktu paruh (t ) sekitar 2
jam. Obat tersebar ke seluruh cairan tubuh. Terikat 20-50% pada protein plasma.
Metabolisme: di hati Glucuronide conjugates (60%); sulfuric acid conjugates (35%). Ekskresi:
ginjal dalam bentuk terkonjugasi dan sebagai parasetamol (3%).

Farmakokinetik
Absorpsi : diberikan peroral, absorpsi bergantung pada kecepatan pengosongan
lambung, dan kadar puncak dalam darah biasanya tercapai dalam waktu 30-60 menit.
Distribusi : Asetaminofen sedikit terikat dengan protein plasma
Metabolisme : dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah menjadi
asetaminofen sulfat dan glukuronida, yang secara farmakologi tidak efektif.
Ekskresi : diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah.
Indikasi

Analgesik/antinyeri (nyeri ringan-sedang : sakit kepala, mialgia, nyeri postpartum,


dll)
Analgesik pada yang kontraindikasi dengan aspirin (ulkus peptikum,
hipersensitivitas aspirin, anak dengan demam).
Antipiretik/antidemam

Kontraindikasi : (-)
Efek samping

Pada dosis terapi, kadang-kadang timbul peningkatan enzim hati tanpa ikterus
(keadaan ini reversible bila obat dihentikan).
Pada dosis yang lebih besar, dapat timbul pusing, mudah terangsang, dan
disorientasi.
Pemakaian dosis tunggal 10-15 gram, bisa berakibat fatal, kematian disebabkan
oleh hepatotoksisitas yang berat dengan nekrosis lobulus sentral, kadang-kadang
berhubungan dengan nekrosis tubulus ginjal akut.
Reaksi alergi
Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen.

Dosis
Pada anak : 10-15mg/kgBB/kali tiap 4 jam (maks. 5 dosis/24 jam)
Dosis dewasa : 300 mg-1 g/kali, maks 4 g/hari (maks 2 g/hari untuk alkoholik)
Sediaan : tab 500mg, sirup 120mg/5ml
Interaksi obat : (-)

IBUPROFEN

Ibuprofen memang merupakan antipiretik yang penggunaannya


dikontraindikaskan (dilarang) pada kasus demam berdarah (DHF/Dengue Haemoragic
Fever) karena:
1. ibuprofen dapat menyebabkan perdarahan pada lambung dan

2. Ibuprofen dapat mengganggu proses pembekuan darah, sedangkan pada penderita


demam berdarah, akan mengalami berkurangnya kemampuan pembekuan darah.
Karena itu jika pada awal timbulnya demam/panas pada anak dimana kita belum dapat
memastikan penyebab demam, sebaiknya menggunakan Paracetamol. Karena jika
ternyata demamnya karena DHF, celaka lah kita jika memberikan Ibuprofen!!
Farmakokinetik
Untuk antipiretik, konsentrasi serum 10 mg/L (48mol/L). konsentrasi serum diatas 200
mg/L (971 mol/L) setelah pemberian menimbulkan toksisitas berat seperti apnea,
asidosis metabolic, dan koma.
Nasib obat, dengan cepat diabsorbsi dari GI dan bioavaibilitasnya lebih dari 80%.
Konsentrasi puncak pada anak-anak 17-42 mg/L (121-257 mol/L) setelah pemberian dosis
10 mg/kgBB dicapai pada 1,1 0,3 jam. Lebih dari 99% berikatan dengan protein plasma,
dan dimetabolisme paling tidak menjadi 2 metabolit tidak aktif. Volume distribusi 0.15
0.02 L/kg, meningkat pada cystic fibrosis. Klirens 0.045 0.012 L/jam/kg, meningkat pada
cystic fibrosis. Kurang dari 1% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Waktu paruh 2
0.5 jam.
Cara Kerja Obat
Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat dari kelompok obat antiinflamasi non
steroid. Senyawa ini bekerja melalui penghambatan enzim siklo-oksigenase pada
biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG-G2 terganggu.
Prostaglandin berperan pada patogenesis inflamasi, analgesia dan demam. Dengan
demikian maka ibuprofen mempunyai efek antiinflamasi dan analgetik-antipiretik.
Khasiat ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar dari pada asetosal (aspirin) dengan efek
samping yang lebih ringan terhadap lambung.
Pada pemberian oral ibuprofen diabsorbsi dengan cepat, berikatan dengan protein
plasma dan kadar puncak dalam plasma tercapai 1-2 jam setelah pemberian. Adanya
makanan akan memperlambat absorbsi, tetapi tidak mengurangi jumlah yang diabsorbsi.
Metabolisme terjadi di hati dengan waktu paruh 1,8-2 jam. Ekskresi bersama urin dalam
bentuk utuh dan metabolik inaktif, sempurna dalam 24 jam.
Indikasi
meringankan gejala arthritis rematoid, osteoarthritis, nyeri yang sedang sampai berat,
dismenorhea primer, dan menurunkan demam. Tidak digunakan untuk : pengobatan
arthritis rematoid pada anak-anak, terbakar sinar matahari, resisten agne vulgaris.
Interaksi
Menurunkan efek dari antihipertensi,beta bloker, diuretik, dan hidralazin. Meningkatkan
konsentrasi digoksin dalam serum,metotreksat, juga meningkatkan level Litium karena
penurunan kliren litium pada ginjal. Mungkin mnyebabkan pendarahan pada GI, dan
dapat meningkatkan resiko pendarahan setelah pemberian antikoagulan.
Reaksi merugikan
Membahayakan pada lambung, diare, mual, pening (dizziness), kadang terjadi ruam pada
kulit. Ulkus pada GI resiko tinggi pada dosis besar dan orang tua dan juga menyebabkan

retensi cairan. Kadang menimbulkan disfungsi ginjal, terutama pada pasien gangguan
ginjal, CHF atau sirosis. Sedikit meningkatkan waktu pendarahan, meningkatkan enzim
liver, limpopenia, agranulasitosis, anemia aplastik, dan jarang ditemukan aseptic
meningitis.
Salisilat
Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik-analgetik yang luas
dipakai dalam bidang kesehatan anak. Di Amerika Serikat pangsa pasar salisilat mencapai
70% sedangkan parasetamol hanya mencapai 30%, di Inggris kecenderungannya terbalik.
Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan dosissetara
terbukti kedua kelompok mempunyai efektivitas antipiretik yangsama tetapi aspirin lebih
efektif sebagai analgesik. Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan
aspirin, Committee on Infectious Diseases of the American Academy of Pediatrics,
berkesimpulan pada laporannya tahun 1982, bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada
anak dengan cacar air atau dengan kemungkinan influenza. Walaupun demikian, aspirin
masih digunakan secara luas di berbagai tempat di dunia, terutama di negara
berkembang. Kekurangan utama aspirin adalah tidak stabil dalam bentuk larutan (oleh
karena itu hanya tersedia dalam bentuk tablet), dan efek samping lebih tinggi daripada
parasetamol dan ibuprofen. Adapula peningkatan insidensi interaksi dengan obat lain,
termasuk antikoagulan oral (menyebabkan peningkatan resiko perdarahan),
metoklopramid dan kafein, serta natrium valproat (menyebabkan terhambatnya
metabolisme natrium valproat).Adapun indikasi pemakaian aspirin ialah sebagai berikut :
1. Sebagai antipiretik/ analgetik, aspirin tidak lagi direkomendasikan. Dosis 10-15 mg/kgBB
memberikan efek antipiretik yang efektif. Dapat diberikan 4-5 kali per hari, oleh karena
waktu paruh di dalam darah sekitar 3-4 jam.
2. Pada penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid dan demam reumatik, dosis awal
ialah 80 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. Dosis ini kemudian disesuaikan untuk
mempertahankan kadar salisilat dalam darah sekitar 20-30 mg/dL. Oleh karena akhir-akhir
dilaporkan adanya sindrom Reye pada kasus artritis reumatoid yangmendapat aspirin,
maka aspirin tidak lagi dipakai pada pengobatan artritis reumatoid.
3. Thromboxane A2 merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai platelet aggregation
agent yang terbentuk dari asam arakidonat melalui siklus siklooksigenase. Aspirin
menghambat siklooksigenase sehingga mempunyai aktivitas antitrombosit dan
fibrinolitik rendah, direkomendasikan bagi anak dengan penyakit kawasaki, penyakit
jantung bawaan sianotik, dan penyakit jantung koroner.
Kontraindikasi pemberian aspirin
a) Infeksi virus, khususnya infeksi saluran napas bagian atas atau cacar air. Aspirin dapat
menyebabkan sindrom Reye.
b) Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), pada keadaan iniaspirin dapat
menyebabkan anemia hemolitik.
c) Anak yang menderita asma, dapat menginduksi hipersensitifitas karena penggunaan
aspirin (aspirin-induced hypersensitivity), berupa urtikaria, angioedema, rhinitis, dan
hiperreaktivitas bronkus. Aspirin dapat menghambat sintesis, yang mempengaruhi efek
dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya peningkatan pembentukan leukotrien

pada keadaan asma yang diinduksi aspirin. Leukotrien merupakan vasokonstriktor poten
terhadap otot-otot polos salurannapas.
d) Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang memiliki
kecenderungan untuk mengalami perdarahan, aspirin dapat menghambat agregasi
trombosit yang bersifat reversibel. Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah<
20 mg/100 mL, umumnya dianggap sebagai efek samping sedangkan gejala yang timbul
pada kadar yang lebih tinggi disebut keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih
timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek langsung
terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin pada organ-organ
terkena. Pada anak besar gambaran klinis menunjukkan alkalosis respiratorik, sedangkan
pada anak yang lebih muda fase alkalosis respiratorik terjadi singkat dan ketika anak tiba
di rumah sakit sudah terjadi asidosis metabolik bercampur dengan alkalosis respiratorik.
Pada bayi atau keracunan salisilat berat, keseimbangan asam-basa sangat terganggu
ditandai dengan penurunan pH (dapat kurang dari 7,0). Alkalosis respiratorik
menunjukkan adanya keracunan ringan atau tanda awal keracunan berat. Pemeriksaan
laboratorium yang harus dilakukan adalah; darah perifer lengkap, kadar salisilat, gula
dalam darah, enzim hati, waktu protrombin, analisis gas darah, bikarbonat serum, ureum
dan elektrolit.
Untuk aspirin atau asam asetil salisilat / asetil salisilat acid sekarang sudah ditinggalkan
penggunaannya sebagai antipiretik pada anak, karena mempunyai efek samping dapat
menimbulkan Sindroma Reye (Reye's Syndrome) pada anak yang dapat berakibat
fatal. Note : Ibuprofen sendiri tidak menyebabkan Reye's Syndrome.

TATA LAKSANA PEMBERIAN CAIRAN


Kebutuhan total cairan per hari seorang anak dihitung dengan formula berikut:
100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama, lalu 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya, selanjutnya 25
ml/kgBB untuk setiap tambahan kg BB-nya. Sebagai contoh, seorang bayi dengan berat 8
kg mendapatkan 8 x 100 ml = 800 ml setiap harinya, dan bayi dengan berat 15 kg (10 x
100) + (5 x 50) = 1250 ml per hari.

Berikan anak sakit cairan dalam jumlah yang lebih banyak daripada jumlah di atas jika
terdapat demam (tambahkan cairan sebanyak 10% setiap 1C demam)
Memantau Asupan Cairan
Perhatikan dengan seksama untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat pada anak
yang sakit berat, yang mungkin belum bisa menerima cairan oral selama beberapa waktu.
Pemberian cairan sebaiknya diberikan per oral (melalui mulut atau NGT).
Jika cairan perlu diberikan secara IV, pemantauan yang ketat penting sekali karena
adanya risiko kelebihan cairan yang dapat menyebabkan gagal jantung atau edema otak.
Jika pemantauan ketat ini tidak mungkin dilakukan, pemberian cairan secara IV harus
dilakukan hanya pada tatalaksana anak dengan dehidrasi berat, syok septik dan
pemberian antibiotik secara IV, serta pada anak yang mempunyai kontraindikasi bila
diberikan cairan oral (misalnya perforasi usus atau masalah yang memerlukan
pembedahan). Cairan rumatan secara IV yang dapat diberikan adalah half-normal saline +
glukosa 5%. Jangan berikan glukosa 5% saja selama beberapa waktu karena dapat
menyebabkan hiponatremia.

Penanganan gizi
Jika demam tersebut disebabkan oleh salmonella typhi atau terdiagnosis demam tifoid,
paka penanganan gizi yang tepat dengan memberi makanan :
Bertekstur lembut dan lunak, sehingga mudah ditelan, dicerna dan diserap usus.
Kaya kandungan protein untuk membantu proses penyembuhan, misalnya tempe.
Diolah jadi tim atau bubur
Makanan lebih baik diberikan sering namun dalam porsi kecil.
Bubur sumsum, bubur biasa, nasi tim, kentang direbus, roti dan puding

Lauk pauk : hati dan daging dicincang dan telor direbus


Sayuran seperti labusiam, wortel yang dimasak dengan lunak
Minuman susu minimal 2 gelas 1 hari

Makanan yang dihindari:

Berserat tinggi, karena akan memaksa sistem pencernaan bekerja keras.


Berbumbu tajam dan bersifat merangsang, seperti rasa asam, pedas, sepat, dan
pahit.
Memiliki kandungan gas tinggi, seperti kol, taoge, kacang tanah, kacang merah,
kedelai, kangkung, pepaya, dan nangka.
Makanan yang digoreng
Daging yang berlemak banyak(daging, ikan dan telor digoreng)
Sayuran yang tidak dimasak
Bumbu-bumbu yang merangsang
Minuman yang mengandung gas : air zoda, limun atau cocacola, fanta, sprite.

Skenario 3
Pria 45 tahun datang dengan demam disertai menggigil serta berkeringat , pria ini
baru datang dari tempat wisata raja 4.
Faktor penyebab demam pada pesien ini
Riwayat tempat berkunjung ( wisata raja empat )
Dimana merupakan daerah yang endemis malarie , faktor penyebab lain adalah kasa tidak
dipasang pada tempat ventilasi, dinding rumah dari kayu atau papan, keberadaan
kandang ternak, pendapatan rendah, pendidikan rendah.

Etiologi malaria
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4
spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan
Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles
ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar
serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000)
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P.
malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale
merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria
falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria
yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang
eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organorgan tubuh. (Harijanto P.N.2000)

Patogenesis
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal
ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap
eritrosit (Harijanto, 2000)
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis
terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag (Harijanto, 200)

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit


ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami
perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.
Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel,
Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting (Harijanto, 2000)
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga
dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset (Harijanto,
2006).
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non
parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah
A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.
(Harijanto P.N, 2006)
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia
dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi
hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi
W, 2000)

2. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin
berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor
nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam
peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF
dansitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit
pernapasan pada orang dewasa. (Pribadi W, 2000)
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan
bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni
berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada
endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor
dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan. (Pribadi W, 2000)

Penatalaksanaan
1. Malaria Falciparum
1) Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum
Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah Artemisin Combination Therapy
(ACT). Pada saat ini program pengendalian malaria mempunyai 2 sediaan yaitu:
A. Artesunat + Amodiaquin + Primaquin
- Kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister yaitu blister amodiaquin terdiri dari
12 tablet @ 200 mg ( = 153 mg amodiaquin basa) dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet
@ 50 mg. Obat kombinasi diberikan peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal
sebagai berikut:
Amodiaquin basa = 10 mg/kgbb
Artesunat = 4 mg/kgbb
- Kemasan Artesunat + Amodiaquin terdiri dari 3 blister (setiap hari 1 blister untuk dosis
dewasa), setiap blister terdiri dari:
4 tablet artesunate @ 50 mg
4 tablet amodiaquin @ 150 mg
- Primaquin
Primaquin yang beredar di Indonesia dalam bentuk tablet berwarna kecoklatan yang
mengandung 25 mg garam yang setara 15 mg basa. Primaquin diberikan per-oral dengan
dosis tunggal 0,75 mg basa/kgbb yang diberikan pada hari pertama. Primaquin tidak
boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi < 1 tahun dan penderita defisiensi G6-PD.

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita,
pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur seperti yang tertera pada
Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur
dengan Artesunat Amodiaquin Primaquin

Hari
Ke-

Jenis Obat
Artesunat
Amodiaquin
Primaquin
Artesunat
Amodiaquin
Artesunat
Amodiaquin

1
2
3
Dosis Obat :

Jumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok


Umur
0-1
2-11
1-4
5-9
10-14
15
Bln
Bln
Thn
Thn Thn
Thn
1/4
1/2
1
2
3
4
1/4
1/2
1
2
3
4
1/4
1
2
23
1/4
1/2
1
2
3
4
1/4
1/2
1
2
3
4
1/4
1/2
1
2
3
4
1/4
1/2
1
2
3
4

Amodiaquin basa = 10 mg/kgbb


Artesunat
= 4 mg/kgbb
Primaquin
= 0,75 mg/kgbb

Catatan:
Dosis maksimal penderita dewasa yang dapat diberikan untuk artesunat dan amodiaquin masingmasing 4 tablet dan primaquin 3 tablet. Sebaiknya obat diberikan sesuai dengan berat badan, karena jika tidak
sesuai dengan berat badan akan menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, sakit kepala.

B. Dihydroartemisinin + Piperaquin + Primaquin


(saat ini khusus digunakan untuk Papua dan wilayah tertentu)
Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur
dengan Dihydroartemisinin + Piperaquin (DHP) + Primaquin

Hari
Ke1
2-3
Dosis Obat :

Jenis Obat
DHP
Primaquin
DHP

Jumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok


Umur
0-1
2-11
1-4
5-9
10-14
15
Bln
Bln
Thn Thn Thn
Thn
1/4
1/2
1
1
3
4
1/4
1/2
3/4
1
2
23
1/4
1/2
1
1
2
34

Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgbb
Piperaquin
= 16 32 mg/kgbb
Primaquin
= 0,75 mg/kgbb

Catatan:

Sebaiknya dosis pemberian DHP dan Primaquin berdasarkan berat badan, jika tidak mempunyai
timbangan pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur
Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3.

2) Pengobatan Lini Kedua Malaria Falciparum


Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primaquin
- Kina Tablet
Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat
atau sulfat. Kina diberikan peroral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7
hari. Dosis maksimal penderita dewasa yang dapat diberikan adalah 9 tablet.
- Doksisiklin
Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung 50 mg
dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis
orang dewasa adalah 4 mg/kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8 14 tahun adalah 2
mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun. Bila
tidak ada Doksisiklin, dapat digunakan Tetrasiklin.
- Tetrasiklin
Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang mengandung 250 mg atau 500
mg Tetrasiklin HCl. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis 4 5
mg/kgbb/kali. Seperti halnya Doksisiklin, Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada ibu hamil
dan anak usia < 8 tahun.
- Primaquin
Pengobatan dengan Primaquin diberikan seperti pada lini pertama. Apabila pemberian
dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat
dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis maksimal penderita dewasa yang
dapat diberikan adalah 3 tablet.

Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur


(Kina + Doksisiklin + Primaquin)
Hari
Ke-

*)
**)
***)

Jenis Obat

Kina
1
Doksisiklin
Primaquin
Kina
2-7
Doksisiklin
Dosis diberikan /kgbb
2 x 50 mg Doksisiklin
2 x 100 mg Doksisiklin

Jumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur


0-11
1-4
5-9
10-14
15
Bln
Thn
Thn
Thn
Thn
*)
3 x 1/2 3 x 1
3x1
3 x (2-3)
2 x 1 **)
2 x 1 ***)
3/4
1
2
23
*)
3 x 1/2 3 x 1
3x1
3 x (2-3)
2 x 1 **)
2 x 1 ***)

Tabel 4. Pengobatan Lini Kedua Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur

(Kina + Tetrasiklin + Primaquin)

sHari
Jenis Obat
Ke-

*)
**)

Kina
1
Tetrasiklin
Primaquin
Kina
2-7
Tetrasiklin
Dosis diberikan /kgbb
4 x 250 mg Tetrasiklin

Jumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok


Umur
0-11 1-4
5-9
10-14
15
Bln
Thn
Thn
Thn
Thn
*)
3 x 1/2 3 x 1
3x1
3 x (2-3)
*)
4 x 1 **)
3/4
1
2
23
*)
3 x 1/2 3 x 1
3x1
3 x (2-3)
*)
4 x 1 **)

2. Malaria Vivax, Malaria Ovale, Malaria Malariae


1) Pengobatan Lini Pertama Malaria Vivax / Ovale
Artesunate + Amodiaquin atau Dihydroartemisinin Piperaquin
Pengobatan malaria vivax dan ovale saat ini menggunakan ACT (Artemisin Combination
Therapy) yaitu Artesunate + Amodiaquin atau Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP), yang
mana DHP saat ini digunakan di Papua.
Dosis obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falciparum, dimana perbedaannya
adalah pemberian obat primaquin selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgbb.
2) Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivax / Ovale
Kina + Primaquin
-

Kina Tablet
Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat
atau sulfat. Kina diberikan peroral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7
hari. Dosis Kina adalah 30 mg/kgbb/hari. Pemberian kina pada anak usia dibawah satu
tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.
Primaquin
Dosis Primaquin adalah 0,25 mg/kgbb/hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti
pengobatan malaria pada umumnya, primaquin tidak boleh diberikan kepada: ibu hamil,
bayi < 1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. Kombinasi ini digunakan untuk
pengobatan malaria vivax yang resisten terhadap pengobatan ACT.

Tabel 5. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivax/Ovale Menurut Kelompok Umur

ari
Ke1-7
*)

Jenis Obat
Kina

1-14 Primaquin
Dosis diberikan /kgbb

Jumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok


Umur
0-1
2-11
1-4
5-9
10-14
15
Bln Bln
Thn
Thn Thn
Thn
*)
*)
3 x 1/2 3 x 1 3 x 1
3x3

1/4
1/2
3/4
1

Terapi Non Farmakologi


The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal
berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria:
Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi
nyamuk mendekat
Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau
tempat lain yang bisa menjadi sarang nyamuk

Anda mungkin juga menyukai