Tugas Demam
Tugas Demam
Anak usia 9 tahun, saat sedang makan mendadak merasa demam disertai demam
dan menggigil. Tadi pagi sampai sore dia bermain layangan dibawah terik
matahari.
Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang
ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot
yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa
kedinginan dan menggigil.
Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi
panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat.
Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai
dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.
Skenario 2
Seorang anak 5 tahun dibawah ke rumah sakit setelah demam 3 hari, sebelumnya
dia hanya diberikan sirup yang di jual bebas, demamnya menurun setelah minum
obat tapi kemudian naik lagi.
Anamnesis ( tanyakan pada orang tua )
Identitas ( nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, nama org tua)
Keluhan utama : demam ( sejak kapan,demamnya terus menerus atau
tidak,waktu demamnya, lamanya demam, apakah bersamaan dengan
kejang, ?)
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat sosial
Riwat minum obat (apakah sudah minum obat sebelumnya)
Riwayat tumbuh kembang anak
Riwayat alergi ( obat, makanan dll)
Riwayat bepergian
Pemeriksaan fisik
Lihat keadaan umum ( apakah tampak lemah/ sakit berat, tampak
kesakitan, tampak sesak, dll)
TNSR
Status gizi (tinggi badan dan berat badan)
Perhatikan mata ( ikterus, anemis, injeksi konjugtiva)
Periksa daerah sinus (nyeri tekan sinus)
Pemeriksaan penunjang
Pem. Lab: pemeriksaan darah tepi lengkap: Hb, Ht, jumlah dan hitung jenis
leukosit, trombosit
Kawasaki
Atritis juvenile idiopatik
Kankae misalnya leukimia dan limfoma
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun
Antibodi virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a,
bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus
sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan
reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan
peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran
palsma. Adanya komplek imun antibodi virus juga menimbulkan agregasi trombosit
sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, dan koagulopati. Ketiga hal
tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok dan jika
syok tidak teratasi, maka akan terjadi hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya
tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun dan jika tidak
teratasi dapat menimbulkan hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel
yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan
protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai
reaksi terhadap infeksi terjadi:
(1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan
peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang
intravaskular ke ekstravaskular,
(2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda
dari sumsum tulang dan
(3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan
(1) peningkatan permiabilitas kapiler;
(2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan
kuagulopati
Parasit Plasmodium yang berkembang biak dengan cara memisahkan tubuh dapat
berkembang biak di dalam sistem hati manusia dengan sangat cepat menjadi ribuan
hanya dalam beberapa menit setelah parasit ini disuntikan oleh nyamuk Anopheles
betina yang sedang makan.
Terdapat dua tahap perkembangan penyakit malaria, yaitu tahap exoerthrocitic
dan tahap erithrocitic. Tahap exoeriyhrocitic adalah tahap dimana terjadinya infeksi pada
sistem hati (liver) manusia yang disebabkan oleh parasit plasmodium, sedangkan tahap
erithrocitic adalah tahap terjadinya infeksi pada sel darah merah (eritrosit).
Setelah masuk melalui darah dan sampai di sistem hati manusia, parasit ini akan
berkembang biak dengan cepat yang kemudian keluar dan menginfeksi sel darah merah,
yang mana proses inilah yang menimbulkan timbulnya demam pada penderita malaria.
Selanjutnya adalah parasit plasmodium akan terus berkembang biak dalam sel darah
merah yang kemudian keluar untuk menginfeksi sel darah merah lain yang masih sehat,
hal inilah yang menyebabkan terjadinya gejala panas atau demam naik turun pada
penderita malaria.
Walaupun sebenarnya sistem limpa manusia bisa menghancurkan sel darah merah yang
terinfeksi oleh parasit, tetapi parasit plasmodium jenis falciparum dapat membuat sel
darah merah menempel pada pembuluh darah kecil dengan cara melepaskan protein
adhesif, sehingga dengan begini sel darah merah yang terinfeksi tidak dapat masuk
Virus chikungunya masuk ke dalam aliran darah (viremia) selama 4-7 hari --> virus
melakukan replikasi --> merangsang imunitas selular dan humoral --> bila pasien
mengalami imunocompromise --> maka akan timbul beberapa manifestasi klinis -->
myalgia (nekrosis), athralgia dan demam --> fase demam terjadi ketika virus sudah masuk
ke dalam sistem peredaran darah --> merangsang termostat dalam tubuh akibat adanya
respon pada hipotalamus --> sementara athralgia dan myalgia --> terjadi karena kerusakan
akibat peradangan pada tulang rawan dalam bentuk nekrosis
bibirnya menahan termometer selama kira-kira 3 menit untuk termometer raksa atau
kurang dari 1 menit untuk digital.
Suhu tubuh diukur dengan termometer, dikatakan demam bila:
Farmakodinamik
Parasetamol merupakan penghambat COX-1 dan COX-2 yang lemah di jaringan
perifer dan hampir tidak memiliki efek anti-inflamasi/anti-radang. Hambatan biosintesis
Prostaglandin (PG) hanya terjadi bila lingkungan yang rendah kadar peroksid seperti di
hipotalamus sedangkan lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang
dihasilkan leukosit, hal ini lah yang menjelaskan efek antiinflamasi parasetamol tidak ada.
Studi terbaru menduga parasetamol juga menghambat COX-3 di Susunan Saraf Pusat
yang menjelaskan cara kerjanya sebagai anti piretik.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam -1 jam dan waktu paruh (t ) sekitar 2
jam. Obat tersebar ke seluruh cairan tubuh. Terikat 20-50% pada protein plasma.
Metabolisme: di hati Glucuronide conjugates (60%); sulfuric acid conjugates (35%). Ekskresi:
ginjal dalam bentuk terkonjugasi dan sebagai parasetamol (3%).
Farmakokinetik
Absorpsi : diberikan peroral, absorpsi bergantung pada kecepatan pengosongan
lambung, dan kadar puncak dalam darah biasanya tercapai dalam waktu 30-60 menit.
Distribusi : Asetaminofen sedikit terikat dengan protein plasma
Metabolisme : dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah menjadi
asetaminofen sulfat dan glukuronida, yang secara farmakologi tidak efektif.
Ekskresi : diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah.
Indikasi
Kontraindikasi : (-)
Efek samping
Pada dosis terapi, kadang-kadang timbul peningkatan enzim hati tanpa ikterus
(keadaan ini reversible bila obat dihentikan).
Pada dosis yang lebih besar, dapat timbul pusing, mudah terangsang, dan
disorientasi.
Pemakaian dosis tunggal 10-15 gram, bisa berakibat fatal, kematian disebabkan
oleh hepatotoksisitas yang berat dengan nekrosis lobulus sentral, kadang-kadang
berhubungan dengan nekrosis tubulus ginjal akut.
Reaksi alergi
Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen.
Dosis
Pada anak : 10-15mg/kgBB/kali tiap 4 jam (maks. 5 dosis/24 jam)
Dosis dewasa : 300 mg-1 g/kali, maks 4 g/hari (maks 2 g/hari untuk alkoholik)
Sediaan : tab 500mg, sirup 120mg/5ml
Interaksi obat : (-)
IBUPROFEN
retensi cairan. Kadang menimbulkan disfungsi ginjal, terutama pada pasien gangguan
ginjal, CHF atau sirosis. Sedikit meningkatkan waktu pendarahan, meningkatkan enzim
liver, limpopenia, agranulasitosis, anemia aplastik, dan jarang ditemukan aseptic
meningitis.
Salisilat
Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik-analgetik yang luas
dipakai dalam bidang kesehatan anak. Di Amerika Serikat pangsa pasar salisilat mencapai
70% sedangkan parasetamol hanya mencapai 30%, di Inggris kecenderungannya terbalik.
Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan dosissetara
terbukti kedua kelompok mempunyai efektivitas antipiretik yangsama tetapi aspirin lebih
efektif sebagai analgesik. Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan
aspirin, Committee on Infectious Diseases of the American Academy of Pediatrics,
berkesimpulan pada laporannya tahun 1982, bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada
anak dengan cacar air atau dengan kemungkinan influenza. Walaupun demikian, aspirin
masih digunakan secara luas di berbagai tempat di dunia, terutama di negara
berkembang. Kekurangan utama aspirin adalah tidak stabil dalam bentuk larutan (oleh
karena itu hanya tersedia dalam bentuk tablet), dan efek samping lebih tinggi daripada
parasetamol dan ibuprofen. Adapula peningkatan insidensi interaksi dengan obat lain,
termasuk antikoagulan oral (menyebabkan peningkatan resiko perdarahan),
metoklopramid dan kafein, serta natrium valproat (menyebabkan terhambatnya
metabolisme natrium valproat).Adapun indikasi pemakaian aspirin ialah sebagai berikut :
1. Sebagai antipiretik/ analgetik, aspirin tidak lagi direkomendasikan. Dosis 10-15 mg/kgBB
memberikan efek antipiretik yang efektif. Dapat diberikan 4-5 kali per hari, oleh karena
waktu paruh di dalam darah sekitar 3-4 jam.
2. Pada penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid dan demam reumatik, dosis awal
ialah 80 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. Dosis ini kemudian disesuaikan untuk
mempertahankan kadar salisilat dalam darah sekitar 20-30 mg/dL. Oleh karena akhir-akhir
dilaporkan adanya sindrom Reye pada kasus artritis reumatoid yangmendapat aspirin,
maka aspirin tidak lagi dipakai pada pengobatan artritis reumatoid.
3. Thromboxane A2 merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai platelet aggregation
agent yang terbentuk dari asam arakidonat melalui siklus siklooksigenase. Aspirin
menghambat siklooksigenase sehingga mempunyai aktivitas antitrombosit dan
fibrinolitik rendah, direkomendasikan bagi anak dengan penyakit kawasaki, penyakit
jantung bawaan sianotik, dan penyakit jantung koroner.
Kontraindikasi pemberian aspirin
a) Infeksi virus, khususnya infeksi saluran napas bagian atas atau cacar air. Aspirin dapat
menyebabkan sindrom Reye.
b) Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), pada keadaan iniaspirin dapat
menyebabkan anemia hemolitik.
c) Anak yang menderita asma, dapat menginduksi hipersensitifitas karena penggunaan
aspirin (aspirin-induced hypersensitivity), berupa urtikaria, angioedema, rhinitis, dan
hiperreaktivitas bronkus. Aspirin dapat menghambat sintesis, yang mempengaruhi efek
dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya peningkatan pembentukan leukotrien
pada keadaan asma yang diinduksi aspirin. Leukotrien merupakan vasokonstriktor poten
terhadap otot-otot polos salurannapas.
d) Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang memiliki
kecenderungan untuk mengalami perdarahan, aspirin dapat menghambat agregasi
trombosit yang bersifat reversibel. Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah<
20 mg/100 mL, umumnya dianggap sebagai efek samping sedangkan gejala yang timbul
pada kadar yang lebih tinggi disebut keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih
timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek langsung
terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin pada organ-organ
terkena. Pada anak besar gambaran klinis menunjukkan alkalosis respiratorik, sedangkan
pada anak yang lebih muda fase alkalosis respiratorik terjadi singkat dan ketika anak tiba
di rumah sakit sudah terjadi asidosis metabolik bercampur dengan alkalosis respiratorik.
Pada bayi atau keracunan salisilat berat, keseimbangan asam-basa sangat terganggu
ditandai dengan penurunan pH (dapat kurang dari 7,0). Alkalosis respiratorik
menunjukkan adanya keracunan ringan atau tanda awal keracunan berat. Pemeriksaan
laboratorium yang harus dilakukan adalah; darah perifer lengkap, kadar salisilat, gula
dalam darah, enzim hati, waktu protrombin, analisis gas darah, bikarbonat serum, ureum
dan elektrolit.
Untuk aspirin atau asam asetil salisilat / asetil salisilat acid sekarang sudah ditinggalkan
penggunaannya sebagai antipiretik pada anak, karena mempunyai efek samping dapat
menimbulkan Sindroma Reye (Reye's Syndrome) pada anak yang dapat berakibat
fatal. Note : Ibuprofen sendiri tidak menyebabkan Reye's Syndrome.
Berikan anak sakit cairan dalam jumlah yang lebih banyak daripada jumlah di atas jika
terdapat demam (tambahkan cairan sebanyak 10% setiap 1C demam)
Memantau Asupan Cairan
Perhatikan dengan seksama untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat pada anak
yang sakit berat, yang mungkin belum bisa menerima cairan oral selama beberapa waktu.
Pemberian cairan sebaiknya diberikan per oral (melalui mulut atau NGT).
Jika cairan perlu diberikan secara IV, pemantauan yang ketat penting sekali karena
adanya risiko kelebihan cairan yang dapat menyebabkan gagal jantung atau edema otak.
Jika pemantauan ketat ini tidak mungkin dilakukan, pemberian cairan secara IV harus
dilakukan hanya pada tatalaksana anak dengan dehidrasi berat, syok septik dan
pemberian antibiotik secara IV, serta pada anak yang mempunyai kontraindikasi bila
diberikan cairan oral (misalnya perforasi usus atau masalah yang memerlukan
pembedahan). Cairan rumatan secara IV yang dapat diberikan adalah half-normal saline +
glukosa 5%. Jangan berikan glukosa 5% saja selama beberapa waktu karena dapat
menyebabkan hiponatremia.
Penanganan gizi
Jika demam tersebut disebabkan oleh salmonella typhi atau terdiagnosis demam tifoid,
paka penanganan gizi yang tepat dengan memberi makanan :
Bertekstur lembut dan lunak, sehingga mudah ditelan, dicerna dan diserap usus.
Kaya kandungan protein untuk membantu proses penyembuhan, misalnya tempe.
Diolah jadi tim atau bubur
Makanan lebih baik diberikan sering namun dalam porsi kecil.
Bubur sumsum, bubur biasa, nasi tim, kentang direbus, roti dan puding
Skenario 3
Pria 45 tahun datang dengan demam disertai menggigil serta berkeringat , pria ini
baru datang dari tempat wisata raja 4.
Faktor penyebab demam pada pesien ini
Riwayat tempat berkunjung ( wisata raja empat )
Dimana merupakan daerah yang endemis malarie , faktor penyebab lain adalah kasa tidak
dipasang pada tempat ventilasi, dinding rumah dari kayu atau papan, keberadaan
kandang ternak, pendapatan rendah, pendidikan rendah.
Etiologi malaria
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4
spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan
Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles
ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar
serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000)
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P.
malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale
merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria
falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria
yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang
eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organorgan tubuh. (Harijanto P.N.2000)
Patogenesis
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal
ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap
eritrosit (Harijanto, 2000)
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis
terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag (Harijanto, 200)
2. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin
berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor
nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam
peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF
dansitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit
pernapasan pada orang dewasa. (Pribadi W, 2000)
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan
bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni
berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada
endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor
dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan. (Pribadi W, 2000)
Penatalaksanaan
1. Malaria Falciparum
1) Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum
Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah Artemisin Combination Therapy
(ACT). Pada saat ini program pengendalian malaria mempunyai 2 sediaan yaitu:
A. Artesunat + Amodiaquin + Primaquin
- Kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister yaitu blister amodiaquin terdiri dari
12 tablet @ 200 mg ( = 153 mg amodiaquin basa) dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet
@ 50 mg. Obat kombinasi diberikan peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal
sebagai berikut:
Amodiaquin basa = 10 mg/kgbb
Artesunat = 4 mg/kgbb
- Kemasan Artesunat + Amodiaquin terdiri dari 3 blister (setiap hari 1 blister untuk dosis
dewasa), setiap blister terdiri dari:
4 tablet artesunate @ 50 mg
4 tablet amodiaquin @ 150 mg
- Primaquin
Primaquin yang beredar di Indonesia dalam bentuk tablet berwarna kecoklatan yang
mengandung 25 mg garam yang setara 15 mg basa. Primaquin diberikan per-oral dengan
dosis tunggal 0,75 mg basa/kgbb yang diberikan pada hari pertama. Primaquin tidak
boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi < 1 tahun dan penderita defisiensi G6-PD.
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita,
pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur seperti yang tertera pada
Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur
dengan Artesunat Amodiaquin Primaquin
Hari
Ke-
Jenis Obat
Artesunat
Amodiaquin
Primaquin
Artesunat
Amodiaquin
Artesunat
Amodiaquin
1
2
3
Dosis Obat :
Catatan:
Dosis maksimal penderita dewasa yang dapat diberikan untuk artesunat dan amodiaquin masingmasing 4 tablet dan primaquin 3 tablet. Sebaiknya obat diberikan sesuai dengan berat badan, karena jika tidak
sesuai dengan berat badan akan menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, sakit kepala.
Hari
Ke1
2-3
Dosis Obat :
Jenis Obat
DHP
Primaquin
DHP
Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgbb
Piperaquin
= 16 32 mg/kgbb
Primaquin
= 0,75 mg/kgbb
Catatan:
Sebaiknya dosis pemberian DHP dan Primaquin berdasarkan berat badan, jika tidak mempunyai
timbangan pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur
Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3.
*)
**)
***)
Jenis Obat
Kina
1
Doksisiklin
Primaquin
Kina
2-7
Doksisiklin
Dosis diberikan /kgbb
2 x 50 mg Doksisiklin
2 x 100 mg Doksisiklin
sHari
Jenis Obat
Ke-
*)
**)
Kina
1
Tetrasiklin
Primaquin
Kina
2-7
Tetrasiklin
Dosis diberikan /kgbb
4 x 250 mg Tetrasiklin
Kina Tablet
Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat
atau sulfat. Kina diberikan peroral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7
hari. Dosis Kina adalah 30 mg/kgbb/hari. Pemberian kina pada anak usia dibawah satu
tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.
Primaquin
Dosis Primaquin adalah 0,25 mg/kgbb/hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti
pengobatan malaria pada umumnya, primaquin tidak boleh diberikan kepada: ibu hamil,
bayi < 1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. Kombinasi ini digunakan untuk
pengobatan malaria vivax yang resisten terhadap pengobatan ACT.
ari
Ke1-7
*)
Jenis Obat
Kina
1-14 Primaquin
Dosis diberikan /kgbb
1/4
1/2
3/4
1