Anda di halaman 1dari 8

KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA

Melacak sejarah masuknya Islam ke Indonesia bukanlah urusan mudah. Tak banyak jejak
yang bisa dilacak. Ada beberapa pertanyaan awal yang bisa diajukan untuk menelusuri
kedatangan Islam di Indonesia. Beberapa pertanyaan itu adalah, darimana Islam datang?
Siapa yang membawanya dan kapan kedatangannya?
Ada beberapa teori yang hingga kini masih sering dibahas, baik oleh sarjanasarjana Barat maupun kalangan intelektual Islam sendiri. Setidaknya ada beberapa teori
yang menjelaskan kedatangan Islam ke Timur Jauh termasuk ke Nusantara.
1. Teori Pertama, diusung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan Islam masuk ke
Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat,
Bengali dan Malabar disebut sebagai asal masuknya Islam di Nusantara.
Dalam Larabie et les Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut
didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada dalam
Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan,
teorinya didukung dengan hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah Nusantara
dengan daratan India.
2. Teori kedua, adalah Teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai tempat awal
Islam datang di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang dimiliki oleh
beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Misalnya saja tentang
peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan
Husein, cucu Rasulullah. Selain itu, di beberapa tempat di Sumatera Barat ada pula tradisi
Tabut, yang berarti keranda, juga untuk memperingati Hasan dan Husein. Ada pula
pendukung lain dari teori ini yakni beberapa serapan bahasa yang diyakini datang dari
Iran. Misalnya jabar dari zabar, jer dari ze-er dan beberapa yang lainnya.
Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13. Dan
wilayah pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai.
Kedua teori di atas mendatang kritikan yang cukup signifikan dari teori ketiga,
yakni Teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam yang masuk ke Indonesia
datang langsung dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun bukan pada abad
ke-12 atau 13, melainkan pada awal abad ke-7. Artinya, menurut teori ini, Islam masuk
ke Indonesia pada awal abad hijriah, bahkan pada masa khulafaur rasyidin memerintah.
Islam sudah mulai ekspidesinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin

Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib memegang kendali sebagai amirul
mukminin.
A. Kondisi Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan di Indonesia
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara
besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama
sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia
berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat
persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang
menyebarkan Islam.
Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang
ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar
mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di
Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu
diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada
makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari.
Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para
pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi
Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi
memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya
penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum
Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya
beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak,
Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran,
keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab.
Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh
surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti
Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam
mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa
Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan

pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara
yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya
pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan
kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang
bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal
dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai
yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani
berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara,
hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus.
Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum
Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena
berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti
menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang
dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam
Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus
tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan
akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang
Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke
kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai.
Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk
Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa
setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja
sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu
contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai
Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran
untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal
total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu
membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M.

Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab
Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah.
Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan
Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah
dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad
kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak
merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun
biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan,
terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan
Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa.
Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini,
ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun
banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan
tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap
perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan
syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda.
Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka
(Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga
perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa
(Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).
B. Munculnya Pemukiman-Pemukiman di Kota Pesisir
Sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah
berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampunganperkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan
penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim.
Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah
Nusantara. Seperti pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang
datang ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada
pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau
Kanton.

Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan
menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih
kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena zaman itu
adalah masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan
menuju ke Cina tanpa melawat terlebih dulu ke Sriwijaya.
Selain Sabaj atau Sribuza atau juga Sriwijaya disebut-sebut telah dijamah oleh
dakwah Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera seperti Aceh dan Minangkabau
menjadi lahan dakwah. Bahkan di Minangkabau ada tambo yang mengisahkan tentang
alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad. Ini adalah salah satu jejak Islam
yang berakar sejak mula masuk ke Nusantara.
Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan peran penting di ujung Pulau
Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai-Aceh menjadi kerajaan Islam pertama yang dikenal
dalam sejarah.
Selain di Pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang
bersamaan di Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada
tahun 674 sampai 675 masehi duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina yang tak
lain adalah sahabat Rasulullah sendiri Muawiyah bin Abu Sofyan, diam-diam
meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Muawiyah yang juga pendiri Daulat
Umayyah ini menyamar sebagai pedagang dan menyelidiki kondisi tanah Jawa kala itu.
Ekspedisi ini mendatangi Kerajaan Kalingga dan melakukan pengamatan. Maka,
bisa dibilang Islam merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan hijriah. Jika
demikian, maka tak heran pula jika tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar
dengan Kerajaan Giri, Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon.
Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali Songo atau
Sembilan Wali adalah rangkaian kerja sejak kegiatan observasi yang pernah dilakukan
oleh sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan.
Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah
tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi
yang kuat dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan. Kerajaan
Islam di tanah Jawa yang paling terkenal memang adalah Kerajaan Demak. Namun,
keberadaan Giri tak bisa dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam tanah Jawa.

Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama
aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah Giri,
Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan juga
pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini pula dihasilkan pendakwah-pendakwah
yang kelah dikirim ke Nusatenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.
C. Cara Islamisasi Di Indonesia
Perjalanan dakwah awal Islam di Nusantara tak terbatas hanya di Sumatera atau Jawa
saja. Hampir seluruh sudut kepulauan Indonesia telah tersentuh oleh indahnya konsep
rahmatan lil alamin yang dibawa oleh Islam.
Ada beberapa contoh islamisasi di kepulauan Nusantara, seperti :
1. Islamisasi Kalimantan
Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah
yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan
Borneo kala itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka
yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke
tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubalighmubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang
dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat
Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan
dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya
yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. (Baca: Empat
Sekawan Ulama Besar)
2. Islamisasi Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke
pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan.
Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau
Sulawesi.
Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat
datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa

daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh
raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar.
Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan
Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya,
dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo
dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia
memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate.
Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena
pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri
Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para
ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal
Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar.
Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan
perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette,
Luwu dan Paloppo.
3. Islamisasi Maluku
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat
wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia.
Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar
dan kepulauan-kepulauan lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke
wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun
1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga
menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah
teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan
Papua dan sebagian kepulauan Seram.
Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula
Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
4. Islamisasi Papua

Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau


Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala
suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi
pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan
kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun,
dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu
besar.
5. Islamisasi Nusa Tenggara
Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara bisa dibilang sejak awal abad ke-16. Hubungan
Sumbawa yang baik dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke
Nusa Tenggara. Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang
mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan
Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah
para Muslim sejak mula.
Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke
Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di
suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.
Dengan data dan perjalanan Islam di atas, sesungguhnya bisa ditarik kesimpula,
bahwa Indonesia adalah negeri Islam. Bahkan, lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan
peran Islam di berbagai kerajaan tersebut di atas, Indonesia telah memiliki cikal bakal
atau embrio untuk membangun dan menjadi sebuah negara Islam.

Anda mungkin juga menyukai