Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN
A. Teori Kinetik Gas Ideal
Dalam hal ini yang disebut gas ideal adalah gas yang memenuhi asumsi-asumsi
sebagai berikut :
Terdiri atas partikel dalam jumlah yang banyak dan tidak ada gaya tarik-menarik
antarpatikel
Setiap partikel gas selalu bergerak dengan arah acak(sembarang)
Ukuran partikel diabaikan terhadap ukuran wadah
Setiap tumbukan yang terjadi secara lenting sempurna.
Partikel-partikel gas terdistribusi merata pada seluruh ruang dalam wadah.
Gerak partikel gas memenuhi hukum newton tentang gerak.
Berdasarkan eksperimen persamaan keadaan gas yang telah dilakukan dengan
mengubah besaran tekanan, volum, dan suhu ternyata ada kesebandingan antara hasil
kali tekanan dan volum terhadap suhu yaitu sebagai berikut :
PV ? T
demikian juga dengan massa system gas setelah divariasi dengan tekanan, volum, dan
suhu terdapat kesebandingan yaitu sebagai berikut :

PV ? MT
untuk membuat persamaan diatas menjadi sempurna maka diperlukan suatu konstanta
pembanding yang nilainya sama untuk semua gas. dari hasil eksperimen nilai
konstanta pembanding adalah berbeda untuk setiap gas jika kita menggunakan satuan
massa tetapi menggunakan mol. 1 mol didefinisikan sebagai jumlah zat yang ada pada
12 gram atom karbon-12 yaitu sebanyak 6,02 x 1023 partikel. bilangan 6,02 x 1023
disebut bilangan avogrado(na)
dengan demikian mol zat dapat dinyatakan dalam jumlah partikel n seperti berikut :
n=
atau n = n na
dengan
n = jumlah zat (mol)
n = banyaknya partikel (molekul)
na = bilangan avogrado (6,02 x 1023)
konstanta perbandingan universal, yang berlaku untuk semua gas adalah r (konstanta
gas universal) sehingga persamaan keadaan gas ideal dapat ditulis manjadi seperti
berikut.
pv=nrt
dengan
p=tekanan gas (atm atau n/m2)
v = volum gas (m3 atau liter)
n = jumlah mol gas (mol)
r = tetapam gas universal (8,31 j/mol k)
t = suhu gas (k)
oleh karena n =
maka persamaan keadaan gas ideal dapat dinyatakan dalam

jumlah molekul.
pv = rt
pv = nkt
dengan k = = tetapan boltzman (1,3810-23 j/k)
p = tekanan gas (n/m2)
v = volum gas (m3)
n = jumlah molekul
t = suhu gas (k)
jika ditinjau dari sudut pandang mikroskopik, partikel-partikel zat saling memberikan
gaya tarik berasal dari sifat elektris maupun gravitasinya (hukum newton tentang
gravitasi). selain gaya tarik antarpartikel juga terdapat gaya tolak antarpartikel yang
berasal dari sifat elektris inti atom yang bermuatan positif. massa atom terpusat pada
inti atom sehingga juka jarak atom terlalu dekat maka akan terjadi gaya tolak yang
cukup besar dari atom-atom tersebut. dengan demikian, terdapat jarak minimum yang
harus dipertahankan oleh atom-atom tersebut agar tidak terjadi gaya tolak.
persamaan keadaan gas ideal
persamaan gas ideal adalah suatu persamaan yang menyetakan hubungan antara
tekanan, volume, dan suhu suatu gas. berikut persamaan yang ditemukan dalam
bentuk hukum fisika.
hukum boyle
hukum boyle yang berbunyi bila massa dan suhu suatu gas dijaga konstan maka
volum gas akan berbanding terbalik dengan tekanan mutlak, yang dikemukakan oleh
robert boyle (1627-1691).

keterangan =
pernyataan lain dari hukum boyle adalah bahwa hasil kali antara tekanan dan volum
akan bernilai konstan selama massa dan suhu gas dijaga konstan. secara matematis
dapat di tulis
pv=c
keterangan =
p = tekanan gas (n/ m2 atau pa)
v = volum gas (m3)
c = tetapan berdimensi usaha
hukum charles
hukum charles berbunyi volum gas berbanding lurus dengan suhu mutlak, selama
massa dan tekanan gas dijaga konstan, dikemukakan oleh jacques charles tahun 1787.
dengan demikian volum dan suhu suatu gas pada tekanan konstan adalah berbanding
lurus dan secara matematis kesebandingan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut.
v = kt, dengan k adalah konstanta
kemudian untuk gas dalam suatu wadah yang mengalami perubahan volum dan suhu
dari keadaan 1 ke keadaan 2 saat tekanan dan massa dijaga konstan, dapat dirumuskan
berikut :

=
dengan v1 = volum gas mula-mula (m3)
v2 = volum gas akhir (m3)
t1 = suhu gas mula-mula (k)
t2 = suhu gas akhir (k)
hukum gay lussac
pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak gas.
hubungan ini dikenal dengan julukan hukum gay-lussac, dinyatakan oleh joseph gey
lussac (1778-1850). secara matematis ditulis sebagai berikut :
atau p = c.t
= c ===> v = tetap
untuk gas dalam suatu wadah yang mengalami pemanasan dengan volum dijaga tetap,
pada proses 1 dan 2 hukum gey lussac dapat ditulis seperti berikut :
= ===> v = tetap
dengan p1 = tekanan mula-mula (atm)
p2 = tekanan akhir (atm)
t1 = suhu mutlak mula-mula (k)
t2 = suhu akhir (k)
hukum boyle-gay lussac
suatu rumus turunan dari perkembangan dari hukum boyle dan gay lussac yaitu
persamaan keadaan gas yang lebih umum yang menghubungkan besaran tekanan,
volum, dan suhu dalam berbagai keadaaa, sehingga memperoleh persamaan berikut :
= c apabila dalam dua keadaan maka dapat ditulis dengan =
keterangan
p1 = tekanan gas mula-mula (n/m2)
v1 = volum gas mula-mula (m3)
t1 = suhu mutlak gas mula-mula (k)
p2 = tekanan gas akhir (n/m2)
v2 = volum gas akhir (m3)
t2 = suhu mutlak gas akhir (k)
contoh soal
massa jenis suatu gas pada suhu t dan tekanan p adalah p. jika tekanan gas tersebut
dijadikan 2p dan suhunya diturunkan menjadi 0,5 t. tentukanlah massa jenis akhir?
pembahasan :
p1 = p
p2 = 2p
t1 = t
t2 = 0,5t
v1 =
v2 =
teori termodinamika
pada termodinamika terdapat empat proses yaitu isobarik, isothermal, iskhorik,
adiabatik. proses-proses tersebut digunakan di dalam hukum i termodinamika.
proses isobarik (tekanan selalu konstan)

dalam proses isobarik, tekanan sistem dijaga agar selalu konstan. karena yang konstan
adalah tekanan, maka perubahan energi dalam (delta u), kalor (q) dan kerja (w) pada
proses isobarik tidak ada yang bernilai nol. dengan demikian, persamaan hukum
pertama termodinamika tetap utuh seperti semula :
perubahan tekanan dan volume gas pada proses isobarik digambarkan melalui grafik
di bawah :
mula-mula volume sistem = v1 (volume kecil). karena tekanan dijaga agar selalu
konstan maka setelah kalor ditambahkan pada sistem, sistem memuai dan melakukan
kerja terhadap lingkungan. setelah melakukan kerja terhadap lingkungan, volume
sistem berubah menjadi v2 (volume sistem bertambah). besarnya kerja (w) yang
dilakukan sistem = luasan yang diarsir.
proses isotermal (suhu selalu konstan)
dalam proses isotermal, suhu sistem dijaga agar selalu konstan, suhu gas ideal
berbanding lurus dengan energi dalam gas ideal (u = 3/2 nrt). karena t tidak berubah
maka u juga tidak berubah. dengan demikian, jika diterapkan pada proses isotermal,
persamaan hukum pertama termodinamika akan berubah bentuk seperti ini :
dari hasil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pada proses isotermal (suhu konstan),
kalor (q) yang ditambahkan pada sistem digunakan sistem untuk melakukan kerja (w).
perubahan tekanan dan volume sistem pada proses isotermal digambarkan melalui
grafik di bawah :
mula-mula volume sistem = v1 (volume kecil) dan tekanan sistem = p1 (tekanan
besar). agar suhu sistem selalu konstan maka setelah kalor ditambahkan pada sistem,
sistem memuai dan melakukan kerja terhadap lingkungan. setelah sistem melakukan
kerja terhadap lingkungan, volume sistem berubah menjadi v2 (volume sistem
bertambah) dan tekanan sistem berubah menjadi p2 (tekanan sistem berkurang).
bentuk grafik melengkung karena tekanan sistem tidak berubah secara teratur selama
proses. besarnya kerja yang dilakukan sistem = luasan yang diarsir.
proses isokorik (volume selalu konstan)
dalam proses isokorik, volume sistem dijaga agar selalu konstan. maka sistem tidak
bisa melakukan kerja pada lingkungan. demikian juga sebaliknya, lingkungan tidak
bisa melakukan kerja pada sistem.
jika diterapkan pada proses isokorik, persamaan hukum pertama termodinamika akan
berubah bentuk seperti ini :
dari hasil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pada proses isokorik (volume konstan),
kalor (q) yang ditambahkan pada sistem digunakan untuk menaikkan energi dalam
sistem.
perubahan tekanan dan volume sistem pada proses isokorik digambarkan melalui
grafik di bawah :
mula-mula tekanan sistem = p1 (tekanan kecil). adanya tambahan kalor pada sistem
menyebabkan energi dalam sistem bertambah. karena energi dalam sistem bertambah
maka suhu sistem (gas ideal) meningkat (u = 3/2 nrt). suhu berbanding lurus dengan
tekanan. karenanya, jika suhu sistem meningkat, maka tekanan sistem bertambah (p2).
karena volume sistem selalu konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan (tidak ada
luasan yang diarsir).

proses adiabatik
dalam proses adiabatik, tidak ada kalor yang ditambahkan pada sistem atau
meninggalkan sistem (q = 0). proses adiabatik bisa terjadi pada sistem tertutup yang
terisolasi dengan baik. untuk sistem tertutup yang terisolasi dengan baik, biasanya
tidak ada kalor yang dengan seenaknya mengalir ke dalam sistem atau meninggalkan
sistem. proses adiabatik juga bisa terjadi pada sistem tertutup yang tidak terisolasi.
untuk kasus ini, proses harus dilakukan dengan sangat cepat sehingga kalor tidak
sempat mengalir menuju sistem atau meninggalkan sistem.
jika diterapkan pada proses adiabatik, persamaan hukum pertama termodinamika akan
berubah bentuk seperti ini :
apabila sistem ditekan dengan cepat (kerja dilakukan terhadap sistem), maka kerja
bernilai negatif. karena w negatif, maka u bernilai positif (energi dalam sistem
bertambah). sebaliknya jika sistem berekspansi atau memuai dengan cepat (sistem
melakukan kerja), maka w bernilai positif. karena w positif, maka u bernilai negatif
(energi dalam sistem berkurang).
energi dalam sistem (gas ideal) berbanding lurus dengan suhu (u = 3/2 nrt), karenanya
jika energi dalam sistem bertambah maka sistem juga bertambah. sebaliknya, jika
energi dalam sistem berkurang maka suhu sistem berkurang.
perubahan tekanan dan volume sistem pada proses adiabatik digambarkan melalui
grafik di bawah :
kurva adiabatik pada grafik ini (kurva 1-2) lebih curam daripada kurva isotermal
(kurva 1-3). perbedaan kecuraman ini menunjukkan bahwa untuk kenaikan volume
yang sama, tekanan sistem berkurang lebih banyak pada proses adiabatik
dibandingkan dengan proses isotermal. tekanan sistem berkurang lebih banyak pada
proses adiabatik karena ketika terjadi pemuaian adiabatik, suhu sistem juga
berkurang. suhu berbanding lurus dengan tekanan, karenanya apabila suhu sistem
berkurang, maka tekanan sistem juga berkurang. sebaliknya pada proses isotermal,
suhu sistem selalu konstan. dengan demikian pada proses isotermal suhu tidak ikut
mempengaruhi penurunan tekanan.
daftar pustaka
hilman, setiawan. 2007.fisika untuk sma dan ma kelas xi. piranti darma
kalokatama.jakarta.

Anda mungkin juga menyukai