Anda di halaman 1dari 12

1

KONDISI , POTENSI DAN PERMASALAHAN


KEGIATAN AGRIBISNIS JAWA BARAT
Oleh:
Reny Sukmawani
Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Abstrak
Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki alam dan
pemandangan yang indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan. Pada
saat ini kegiatan pembangunan pertanian Jawa Barat cukup berkembang yang dicirikan
dengan mulai menjamurnya produk-produk pertanian yang berkualitas dengan aneka
ragam bentuk dan cara pengolahannya. Kondisi geografis yang strategis ini merupakan
keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan.
Secara umum perkembangan pertanian melalui tiga tahap perubahan pembangunan yaitu
pertanian tradisional, penganekaragaman produk dan pertanian modern. masalah –
masalah di sector pertanian adalah sebagai berikut:
1. Masalah Teknologi
Belum berkembangnya teknologi pertanian secara baik sehingga produktivitas sangat
rendah
2. Masalah Kelembagaan
- Efektifitas kelompok tani terhadap peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani belum memadai
- Kelembagaan pendukung pembangunan pertanian (kelembagaan pasar,
keuangan, komoditas) belum dapat diakses secara baik oleh petani
3. Masalah Pengolahan dan Pasca Panen
- Industri pengolahan skala kecil yang diyakini dapat membantu petani,
belum berkembang secara signifikan
- Industri pengolahan skala besar banyak yang undercapacity karena kurang
bahan baku dan diekspor dalam bentuk bahan baku dan diekspor dalam bentuk
bahan mentah
4. Masalah Permodalan
2

- Belum ada institusi yang menjamin pendanaan di sektor pertanian


- Belum ada perbankan yang fully dedicated terhadap pembangunan
pertanian
- Lembaga keuangan mikro yang diharapkan dapat membantu petani belum
dapat menjangkau petani secara keseluruhan
5. Masalah Pemasaran
- Lemahnya akses petani ke pasar menyebabkan petani hanya menerima 25
– 50% dari harga konsumen akhir untuk sebagaian besar komoditas pertanian
- Lembaga pemasaran yang ada belum secara signifikan membantu para
produsen dan lebih banyak menguntungkan pedagang
6. Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia
- Tingkat pendidikan petani mayoritas (80%) rendah
- Pengolahan usahatani secara tradisional menjadi indikasi dari dampak
lemahnya SDM
7. Masalah Koordinasi
- Egoisme sektoral dan institusi yang menyulitkan dapat menghambat
terciptanya koordinasi yang efektif
- Kebijaksanaan dan program pembangunan pertanian yang tersebar di
kalangan departemen menjadikan faktor koordinasi ini sangat strategis dan
menentukan
8. Masalah Insfrastruktur
- Insfrastruktur berpengaruh terhadap pembangunan pertanian terutama
terhadap efisiensi, kehilangan hasil, kualitas produksi, sistem tanam, produktivitas
dan pendapatan
- Insfrastruktur ini diperlukan di wilayah produksi yang sampai saat ini
belum mendapat sentuhan dan perhatian yang memadai
9. Masalah Informasi
- Perkembangan teknologi informasi belum banyakk menyentuh sektor
pertanian terutama di tingkat petani
- Para investor belum dapat memperoleh informasi secara akurat dalam
rangka investasinya
3

10. Masalah Perijinan


- Belum jelasnya kewenangan dalam masalah perijinan terkait dengan otda
dan kewenangan pemerintah pusat sehingga masyarakat dan dunia usaha bingung
- Waktu dan biaya yang diperlukan cukup tinggi sehingga semakin
lemahnya kemampuan kita bersaing dengan negara lain
11. Masalah Lahan
- Buruh tani dan penggarap berkembang dari tahun ke tahun
- Areal yang kecil merupakan faktor utama penyebab rendahnya tingkat
pendapatan petani
- Lebih dari 70% petani tidak memiliki sertifikat atas tanah yang
dikuasainya
- Banyak lahan terlantar yang dikuasai pengusaha/konglomerat
- Perlu adanya kebijakan terobosan di bidang pertanahan
12. Masalah Pembinaan dan Penyuluhan
- Jumlah petani yang besar, domisili tersebar, kadang terpencil dengan
tingkat aksesibilitas rendah, tidak terjangkau oleh infrastruktur dan informasi
mengisyaratkan perlunya sistem pembinaan dan penyuluhan yang efektif dan
efisien
- Tenaga penyuluh yang jumlahnya cukup banyak tidak dapat dimobilisir
dengan baik sehingga produktivitas mereka sangat rendah
- Sarana mobilitas dan dukungan finansial untuk melaksanakan tugas-tugas
mereka relatif terbatas
Menurut Jamil Musanif (2005), masalah–masalah utama yang mengakibatkan
rendahnya tingkat pembangunan pertanian adalah:
1. Rendahnya kreatifitas dan tidak sanggup bekerja keras
2. Keangkuhan yang menghancurkan, seperti kesalahan rekruitmen
3. Terlambat karena tuli dan suka program recehan
4. Sistem administrasi yang kontra produktif

2.1. Kondisi Kegiatan Agribisnis Jawa Barat


4

Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Barat merupakan


Propinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Propinsi
Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Propinsi
Jawa Barat. Selama lebih kurang 50 tahun sejak pembentukannya, wilayah
Kabupaten/Kota di Jawa Barat baru bertambah 5 wilayah, yakni Kabupaten Subang
(1968), Kota Tangerang (1993), Kota Bekasi (1996), Kota Cilegon dan Kota Depok
(1999). Padahal dalam kurun waktu tersebut telah banyak perubahan baik dalam bidang
pemerintahan, ekonomi, maupun kemasyarakatan.
Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki alam dan
pemandangan yang indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan,
antara lain menyangkut Sumber Daya Air, Sumber Daya Alam dan Pemanfaatan Lahan,
Sumber Daya Hutan, Sumber Daya Pesisir dan Laut serta Sumber Daya Perekonomian.
Dalam kurun waktu 1994-1999, secara kuantitatif jumlah Wilayah Pembantu
Gubernur tetap 5 wilayah dengan tediri dari : 20 kabupaten dan 5 kotamadya, dan tahun
1999 jumlah kotamadya bertambah menjadi 8 kotamadya. Kota administratif berkurang
dari enam daerah menjadi empat, karena Kotip Depok pada tahun 1999 berubah status
menjadi kota otonom.
Dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, maka Wilayah
Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi ditetapkan menjadi Provinsi
Banten dengan daerahnya meliputi : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Lebak dan Kabupaten/Kota Tangerang serta Kota Cilegon.
Adanya perubahan itu, maka saat ini Provinsi Jawa Barat terdiri dari : 16
Kabupaten dan 9 Kotamadya, dengan membawahkan 584 Kecamatan, 5.201 Desa dan
609 Kelurahan.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, jelaslah bahwa mayoritas penduduk jawa
barat memiliki ketergantungan hidup terhadap bidang pertanian. Hal ini tentu saja di
dukung oleh kondisi alam yang memungkinkan. Pada saat ini kegiatan pembangunan
pertanian Jawa Barat cukup berkembang yang dicirikan dengan mulai menjamurnya
produk-produk pertanian yang berkualitas dengan aneka ragam bentuk dan cara
pengolahannya. Sebut saja beberapa produk andalan jawa barat yang merupakan salah
satu unit kegiatan agribisnis pada tahap produksi dan pengolahan diantaranya adalah :
5

tahu sumedang, keripik pisang, umbi cilembu, dan masih banyak lagi. Namun demikian
perkembangan yang baik ini tidak dapat dinikmati oleh semua pelaku agribisnis, karena
berbagai kendala seperti: keterampilan yang tidak memadai, pendidikan yang rendah,
motivasi yang kurang atau kelembagaan pendukung yang kurang memihak dan masih
banyak lagi. Lihat saja, petani tebu dan cengkeh yang dulu berjaya kini habis dan jatuh
miskin, belum lagi yang beberapa tahun belakangan ini terjadi adalah jatuhnya harga
vanili akibat sumberdaya manusia yang kurang baik. Ketiga kasus ini dapat dijadikan
sebagai contoh betapa minimnya penanganan sumberdaya agribisnis di Jawa Barat.
Kondisi petani dan keluarganya saat ini ditandai dengan makin meningkatnya
wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap kritis mereka. Peningkatan wawasan,
pengetahuan dan keterampilan lebih banyak menyangkut aspek pengelolaan usahatani,
sedangkan sikap kritis mereka lebih banyak ditujukan pada kebijaksanaan pemerintah,
antara lain menyangkut kebijaksanaan harga dan impor komoditi pertanian, subsidi dan
pengadaan serta distribusi sarana produksi.
Selain itu petani dan keluarganya semakin menyadari kewajiban dan hak-haknya,
termasuk hak-hak politiknya. Kondisi ini menuntut peningkatan profesionalisme
penyuluh pertanian untuk dapat merespon semua perubahan ini secara cepat dan
proporsional.
Perubahan lingkungan strategis ini menuntut adanya upaya penataan
penyelenggaraan penyuluhan pertanian, baik yang menyangkut wewenang, tanggung
jawab, sistem, kelembagaan, ketenagaan, program maupun pendanaan.

2.2. Potensi Kegiatan Agribisnis Jawa Barat


Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5°50 - 7°50 LS dan 104°48
- 104°48 BT dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
bagian barat dan Banten serta DKI Jakarta di utara, sebelah timur berbatasan dengan
Provinsi Jawa Tengah, antara Samudra Indonesia di Selatan dan Selat Sunda di barat.
Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa
Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah
berdatar rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai serta
6

dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah. Dengan ditetapkannya


Wilayah Banten menjadi Provinsi Banten, maka luas wilayah Jawa Barat saat ini menjadi
34.816,96 (Data berdasarkan Survei Sosial/Ekonomi 2005)
Ciri utama daratan Jawa Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunung api
(aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung
utara Pulau Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan
dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang
landai di tengah ketinggian 100 1.500 m dpl, wilayah dataran luas di utara ketinggian 0 .
10 m dpl, dan wilayah aliran sungai.
Iklim di Jawa Barat adalah tropis, dengan suhu 9 0 C di Puncak Gunung
Pangrango dan 34 0 C di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun
di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.
Berdasarkan hasil Sensusnas tahun 1999 jumlah penduduk Jawa Barat setelah
Banten terpisah berjumlah 34.555.622 jiwa. Pada tahun 2000 berdasarkan sensus
penduduk meningkat menjadi 35.500.611 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar
1.022 jiwa per Km2. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk selama dasawasra 1990 -
2000 mencapai angka 2,17 %. Sedangkan pada tahun 2003, jumlah penduduk telah
bertambah menjadi 38.059.540 jiwa.
Masyarakat Jawa Barat di kenal sebagai masyarakat yang agamis, dengan
kekayaan warisan budaya dan nilai-nilai luhur tradisional, serta memiliki prilaku sosial
yang berfalsafah pada silih asih, silih asah, silih asuh, yang secara harfiah berarti saling
mengasihi, saling memberi pengetahuan dan saling mengasuh diantara warga masyarakat.
Tatanan kehidupannya lebih mengedepankan keharmonisan seperti tergambar pada
pepatah; “Herang Caina Beunang Laukna” yang berarti menyelesaikan masalah tanpa
menimbulkan masalah baru atau prinsip saling menguntungkan. Masyarakat Jawa Barat
memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai kebajikan. Hal ini terekspresikan pada
pepatah “Ulah Unggut Kalinduan, Ulah gedag Kaanginan”; yang berarti konsisten dan
konsekuen terhadap kebenaran serta menyerasikan antara hati nurani dan rasionalitas,
seperti terkandung dalam pepatah “Sing Katepi ku Ati Sing Kahontal ku Akal”, yang
berarti sebelum bertindak tetapkan dulu dalam hati dan pikiran secara seksama.
7

Jawa Barat dilihat dari aspek sumber daya manusia memiliki jumlah penduduk
terbesar di Indonesia dan sebagai provinsi yang mempunyai proporsi penduduk dengan
tingkat pendidikan, jumlah lulusan strata 1, strata 2 dan strata 3, terbanyak dibandingkan
dengan provinsi lain.
Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan
pertanian khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya, karena sebagian besar
masyarakat di Indonesia menggantungkan kehidupannya pada sektor ini. Disamping itu
sektor pertanian juga merupakan sumber modal yang utama bagi pertumbuhan ekonomi
modern.
Kedudukan sektor pertanian sangat penting mengingat sektor ini merupakan basis
perekonomian terutama dalam menyediakan bahan makanan dan bahan mentah industri.
Di negara-negara industri, produk-produk pertanian yang umumnya telah diolah lebih
lanjut dalam industri, tidak saja terbatas pada keperluan pasar dalam negeri, melainkan
terus berkembang menjadi bahan ekspor.
Peranan pemerintah dalam memimpin dan menggerakkan proses pembangunan
sangat penting, sehingga dapat menjadikan seluruh perangkat kebijaksanaan sosial
ekonomi secara nasional sebagai faktor yang menentukan suksesnya proses transformasi
pertanian. Oleh sebab itu revolusi hijau sebenarnya tidak hanya menyangkut penggunaan
teknologi modern dan pelaksanaaan modernisasi teknik pertanian, melainkan berkaitan
pula dengan pengembangan sumberdaya manusia di pedesaan. Karena itulah maka
seluruh kebijaksanaan pembangunan suatu daerah yang potensi pertaniannya cukup luas
dan dimana sebagian besar penduduknya masih hidup di sektor pertanian, tidak dapat
mengabaikan faktor pertanian dan sumberdaya pedesaan sebagai basis pembangunan.
Secara umum perkembangan pertanian melalui tiga tahap perubahan
pembangunan yaitu pertanian tradisional, penganekaragaman produk dan pertanian
modern. Karakteristik dari pertanian tradisional adalah sebagai berikut:
1. Produksi pertanian dan konsumsi sama banyaknya
2. Sumber pokok bahan makanan hanya 1 – 2 macam saja (jagung / padi_)
3. Produksi dan produktivitasnya rendah
4. Penggunaan modal sedikit
5. Tanah dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang dominan
8

6. Teknologi yang digunakan sederhana dan terbatas


7. Sistem kelembagaan sosial kaku
8. Pasar-pasar terpencar jauh
9. Jaringan komunikasi antar daerah pedesaan dan perkotaan kurang memadai
10. Bersifat tidak menentu
11. Berprinsip, “ usaha yang lebih penting adalah menghindarkan kegagalan panen
(mempertahankan hidup) daripada usaha untuk memaksimalkan produk
pertaniannya”
Penganekaragaman produk pertanian (diversified farming) memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Tanaman pokok tidak lagi mendominasi produk pertanian
2. Buah-buahan, kopi, teh, dan lain-lain mulai dijalankan bersama dengan usaha
peternakan yang sederhana
3. Pengangguran tidak kentara
4. Mulai digunakan alat-alat sederhana, seperti: traktor kecil dan hewan penarik bajak
5. Penggunaan bibit lebih baik (unggul)
6. Diperhatikannya pupuk dan irgasi
7. Memberikan jaminan kepastian pendapatan yang sebelumnya tidak pernah ada
Tahap yang terakhir adalah tahap pertanian modern yaitu tingkat pertanian yang
paling maju dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pengadaan pangan untuk kebutuhan sendiri dan jumlah surplus yang bisa dijual
bukan tujuan pokok
2. Keuntungan murni merupakan ukuran keberhasilan
3. Seluruh produksi diarahkan untuk keperluan pasar
4. Pembentukkan modal, kemajuan teknologi, penelitian dan pengembangan ilmiah
lebih dititikberatkan.
Agar tahap pembangunan pertanian ini dapat tercapai sampai tahap pertanian
modern, maka harus dapat memenuhi syarat . Syarat pembangunan pertanian dibedakan
menjadi dua syarat utama yaitu syarat mutlak dan syarat pelancar. Syarat mutlak
diantaranya adalah: (1) adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani, (2) teknologi yang
senantiasa berkembang, (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal,
9

(4) adanya perangsang produksi bagi petani dan (5) tersedianya pengangkutan yang
lancar serta kontinyu. Adapun syarat pelancar adalah: (1) pendidikan pembangunan, (2)
kredit produksi, (3) kegiatan gotong royong petani, (4) perbaikan dan perluasan tanah
pertanian, serta (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian.
Berdasarkan teori-teori tersebut di atas, kondisi kegiatan agribisnis di jawa Barat
bervariatif. Beberapa wilayah masih termasuk ke dalam pertanian tradisional, dan
beberapa wilayah lagi sudah dapat dikategorikan pertanian modern.
Kebijaksanaan pembangunan pertanian mengalami perubahan dari pembangunan
pertanian ke pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang mencakup 2 (dua) program
yaitu Program Agribisnis dan Program Ketahanan Pangan. Kebijaksanaan ini
menghendaki perubahan pendekatan penyuluhan pertanian dari pendekatan usahatani ke
pendekatan sistem agribisnis.

2.3. Permasalahan Kegiatan Agribisnis Jawa Barat


Secara umum masalah ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap
pembangunan di segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat dijadikan
patokan ukuran bagi keberhasilan suatu pembangunan, walaupun tidak dapat dijadikan
potret keberhasilan ekonomi secara individu atau rumah tangga masyarakat dari suatu
Negara.
Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh akumulasi modal yaitu semua investrasi
baru yang berwujud tanah atau lahan, peralatan fisikal dan sumberdaya manusia. Selain
itu, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk dan kemajuan
ekonomi. Suatu daerah dapat dikatakan pertumbuhan ekonominya baik atau meningkat
apabila memenuhi karakteristik sebagai berikut:
1. Tingginya tingkat pertumbuhan output per kapita dan penduduk
2. Tingginya tingkat kenaikan produktivitas faktor produksi secara keseluruhan,
terutama produktivitas tenaga kerja
3. Tingginya tingkat transformasi struktur ekonomi
4. Tingginya tingkat transformasi sosial dan ideologi
5. Kecenderungan negara-negara maju secara ekonomis menjangkau seluruh
dunia untuk mendapatkan pasar dan bahan baku
10

6. Pertumbuhan ekonomi ini hanya terbatas pada sepertiga populasi dunia.


Menurut Iskandar Andi Nuhung (2003), masalah – masalah di sector pertanian
adalah sebagai berikut:
13. Masalah Teknologi
Belum berkembangnya teknologi pertanian secara baik sehingga produktivitas sangat
rendah
14. Masalah Kelembagaan
- Efektifitas kelompok tani terhadap peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani belum memadai
- Kelembagaan pendukung pembangunan pertanian (kelembagaan pasar,
keuangan, komoditas) belum dapat diakses secara baik oleh petani
15. Masalah Pengolahan dan Pasca Panen
- Industri pengolahan skala kecil yang diyakini dapat membantu petani,
belum berkembang secara signifikan
- Industri pengolahan skala besar banyak yang undercapacity karena kurang
bahan baku dan diekspor dalam bentuk bahan baku dan diekspor dalam bentuk
bahan mentah
16. Masalah Permodalan
- Belum ada institusi yang menjamin pendanaan di sektor pertanian
- Belum ada perbankan yang fully dedicated terhadap pembangunan
pertanian
- Lembaga keuangan mikro yang diharapkan dapat membantu petani belum
dapat menjangkau petani secara keseluruhan
17. Masalah Pemasaran
- Lemahnya akses petani ke pasar menyebabkan petani hanya menerima 25
– 50% dari harga konsumen akhir untuk sebagaian besar komoditas pertanian
- Lembaga pemasaran yang ada belum secara signifikan membantu para
produsen dan lebih banyak menguntungkan pedagang
18. Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia
- Tingkat pendidikan petani mayoritas (80%) rendah
11

- Pengolahan usahatani secara tradisional menjadi indikasi dari dampak


lemahnya SDM
19. Masalah Koordinasi
- Egoisme sektoral dan institusi yang menyulitkan dapat menghambat
terciptanya koordinasi yang efektif
- Kebijaksanaan dan program pembangunan pertanian yang tersebar di
kalangan departemen menjadikan faktor koordinasi ini sangat strategis dan
menentukan
20. Masalah Insfrastruktur
- Insfrastruktur berpengaruh terhadap pembangunan pertanian terutama
terhadap efisiensi, kehilangan hasil, kualitas produksi, sistem tanam, produktivitas
dan pendapatan
- Insfrastruktur ini diperlukan di wilayah produksi yang sampai saat ini
belum mendapat sentuhan dan perhatian yang memadai
21. Masalah Informasi
- Perkembangan teknologi informasi belum banyakk menyentuh sektor
pertanian terutama di tingkat petani
- Para investor belum dapat memperoleh informasi secara akurat dalam
rangka investasinya
22. Masalah Perijinan
- Belum jelasnya kewenangan dalam masalah perijinan terkait dengan otda
dan kewenangan pemerintah pusat sehingga masyarakat dan dunia usaha bingung
- Waktu dan biaya yang diperlukan cukup tinggi sehingga semakin
lemahnya kemampuan kita bersaing dengan negara lain
23. Masalah Lahan
- Buruh tani dan penggarap berkembang dari tahun ke tahun
- Areal yang kecil merupakan faktor utama penyebab rendahnya tingkat
pendapatan petani
- Lebih dari 70% petani tidak memiliki sertifikat atas tanah yang
dikuasainya
- Banyak lahan terlantar yang dikuasai pengusaha/konglomerat
12

- Perlu adanya kebijakan terobosan di bidang pertanahan


24. Masalah Pembinaan dan Penyuluhan
- Jumlah petani yang besar, domisili tersebar, kadang terpencil dengan
tingkat aksesibilitas rendah, tidak terjangkau oleh infrastruktur dan informasi
mengisyaratkan perlunya sistem pembinaan dan penyuluhan yang efektif dan
efisien
- Tenaga penyuluh yang jumlahnya cukup banyak tidak dapat dimobilisir
dengan baik sehingga produktivitas mereka sangat rendah
- Sarana mobilitas dan dukungan finansial untuk melaksanakan tugas-tugas
mereka relatif terbatas
Menurut Jamil Musanif (2005), masalah–masalah utama yang mengakibatkan
rendahnya tingkat pembangunan pertanian adalah:
5. Rendahnya kreatifitas dan tidak sanggup bekerja keras
6. Keangkuhan yang menghancurkan, seperti kesalahan rekruitmen
7. Terlambat karena tuli dan suka program recehan
8. Sistem administrasi yang kontra produktif

DAFTAR PUSTAKA

Prof Dr. Soekartawi. 2005. Agroindustri dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Rajawali
Pers. Jakarta.

Nuhfil hanani, dkk. 2003. Pembangunan Pertanian. Pustaka Yogya mandiri.


Yogakarta

Nasrun hasibuan. 2000. Pembangunan Usaha Pertanian Menyongsong Era Baru.


Bina Usahatani. Jakarta.

Michael P. Todaro & Stephen C Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia


ketiga. Jakarta

Prof. Dr. Tjahya Supriatna, SU. 2000. Strategi pembangunan dan kemiskinan.
Tineka Cipta. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai