1.1 Definisi
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat
tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terusmenerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat (Hidayat,2009).
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan
lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama
(National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989).
Ulkus Dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi
akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang
menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips,
pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.
1.2 Etiologi
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik pada
pasien.
1.2.1 Faktor Ekstrinsik
1) Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras
lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama
bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal
kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan
antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila
tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler
akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik.
Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
2)
Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas
jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi
lokal.
3)
keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan
jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4)
Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
menderita ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya
berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut
penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan
dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak
mencukupi.
5) Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus
menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka
tekan. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung).
Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
6) Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki
efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada
hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
7) Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur
merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
8) Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.
9) Anemia
10) Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat penyembuhannya.
11) Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena dekubitus dan
memperburuk dekubitus.
1.3 Patofisiologi
Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
1.3.1 Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)
1.3.2 Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
1.3.3 Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930)
Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin
besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan
dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan
dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya.
Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari
32mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah
kolaps dan thrombosis (Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka
sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia
reaktif.karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari
otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan
yang akhirnya melebar ke epidermis(Maklebust, 1995)
Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat
menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh
distribusiberat badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata
pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat.
Metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan
terhadap iskemi yaitu hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah
ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen dan
nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali
normal. Hyperemia reaktif akan efektif hanya apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi
kerusakan. Beberapa penelitian merasa bahwa interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara
1 sampai 2 jam. Tetapi, hal ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian
klien.
pada
pasien-pasien
paraplegia,
quadriplegia,
spina
bifida,
multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat
penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat
operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol,
merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara
lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007).
Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat
stadium ,yaitu :
1) Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita
dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh
dalam 5-10 hari. Tanda dan gejala:
1)) Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit
yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit
(lebih dingin atau lebih hangat)
2))Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
3)) Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
4))Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap,
biru atau ungu.
2) Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat
eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai
dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari. Tanda dan gejala:
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah
lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3) Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan
seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8
minggu. Tanda dan gejala: Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat
seperti lubang yang dalam.
4) Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh
dalam 3-6 bulan. Tanda dan gejala: Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan
yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang
dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
1.5
Pemeriksaan Diagnostik
1.6
Penatalaksanaan
1)
2)
3)
Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab dihilangkan.
4)
5)
Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit setiap 2 jam.
6)
Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit dijaga jangan sampai
1.7
Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan
tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada
pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain :
1.7.1 Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan
pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus
tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
1.7.2 Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan
menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan
kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan
NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan
antiseptik lainnya.
1.7.3 Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat
aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan
granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat
proses penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
1) Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
2) Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik).
3) Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)
4) Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika
sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams
dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon
iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
5) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat
dicapai dengan pemberian antara lain :
1))
Bahan-bahan
topikal
misalnya
salep
asam
salisilat
2%,
preparat
seng
2)) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga
mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan
vaskular.
3)) Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan
ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
4)) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus
dekubitus
6) Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya
sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous flap.
1.8
Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus
membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi menjadi :
1.8.1 Umum :
1) Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya.
2) Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
1.8.2 Khusus :
1) Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan cara
: perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur
pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti
dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
2) Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih
sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan
sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk
pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces.
Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.
BAB 2
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1
Pengkajian
2.1.1 Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka
atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal
pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan
kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk
mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat
makanan dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan
terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).
2.1.2 Keluhan Utama
klien mengeluh yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerahdaerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan
daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus (Bouwhuizen ,
1986 ).
2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan,
intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta
keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini
harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa,
immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )
2.1.4 Riwayat Personal dan Keluarga
1) Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh
penyakit penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).
2) Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk
memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit
sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
2.1.5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:
1) Kapan pengobatan dimulai.
2) Dosis dan frekuensi.
3) Waktu berakhirnya minum obat
2.1.6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang
dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan
proses penyembuhan luka yang lama.
2.1.7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat
mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan
penyakit kulit.
2.1.8. Riwayat Kesehatan, seperti:
1) Bed-rest yang lama
2) Immobilisasi
3) Inkontinensia
4) Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
5) Pengkajian Psikososial
2.1.9 Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
1) Perasaan depresi
2) Frustasi
3) Ansietas/kecemasan
4) Keputusasaan
5) Gangguan Konsep Diri
6) Nyeri
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang
tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab
yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
5) Integritas kulit
6) Kebersihan kulit
7) vaskularisasi
Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.
2.2.2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, ketidak
Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan
Koping individu inefektif berhubungan dengan luka kronis, relaksasi tidak adekuat,
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.
2.2.7.
pemajangan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
2.3 Intervensi
2.2.1.
.
Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka
tujuan: nyeri berkurang dengan kriteria hasil Klien melaporkan nyeri berkurang atau
4) Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.
R: menghindari tekanan yang terus menerus
5) Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas (skala 0-10).
R: Mengevaluasi kadanya perluasan luka
6) Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perubahan posisi
dengan sering.
R: meningkatkan kenyamanan pasien
7) Dorong penggunaan tehnik manajemen stress. Seperti relaksasi progresif,napas dalam.
R: Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol
8) Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
R: kurang tidur memicu sekresi kortisol yang bisa meningkatkan rasa nyeri
9) Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi.
2.3.2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, ketidak
R: Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa dan nafsu makan yang baik.
2.3.3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder
akibat tekanan dan gesekan.
Tujuan: diharapkan integritas kulit pasien teratasi dengan KH : Menunjukkan regenerasi
jaringan, Menunjukkan penyembuhan decubitus
Intervensi:
1)Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
R: Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka.
2) Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
R: Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.
3) Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus).
R: Mengetahui tingkat keparahan pada luka
4)Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
R: Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan
resiko infeksi
5) Bersihkan jaringan nekrotik.
R: Mencegah auto kontaminasi
6) Kolaborasi:
1)) Irigasi luka.
R: Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan.
2)) Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
R: Mencegah atau mengontrol infeksi
3)) Ambil kultur luka.
R: Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka
2.3.4. Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan
kekuatan dan tahanan.
Tujuan: kerusakan mobilitas fisik pasien teratasi dengan KH :Klien mampu beraktivitas, miring
kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga, Keadaan luka membaik
Intervensi:
1)Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi.
R: . Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat ulkus
2)Atur posisi klien tiap 2 jam
R: Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke kapiler yang
tertekan.
3)Bantu klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan pasif kemudian
aktif.
R: . Mencegah secara progresif untuk mengencangkan jaringan parut dan meningkatka
pemeliharaan fungsi otot atau sendi
4) Dorong partisipasi klien dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya.
R: Meningkatkan kemandirian dan harga diri.
5) Buat jadwal latihan secara teratur.
R: . Mengurang kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
6)Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan.
R: Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal.
7) Kolaborasi dengan fisioterapi
R: Membantu melatih pergerakan
2.3.5.Koping individu inefektif berhubungan dengan luka kronis, relaksasi tidak adekuat,
metode koping tidak efektif.
Tujuan: diharapkan koping klien efektif dengan KH :Menyatakan kesadaran kemampuan koping
/ kekuatan pribadi, Mendemonstrasikan metode koping efektif.
Intervensi:
1)Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku. Misalnya kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian.
R: Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang
2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi stresor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya.
R: Pengenalan terhadap stresor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang
terhadap stresor.
2.3.6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.
Tujuan: gangguan citra tubuh pasien teratasi dengan KH :Menyatakan penerimaan situasi diri,
Memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi:
1) Kaji perubahan pada pasien.
R: Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba.
2) Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan keyakinan yang salah
R: Meningkatkan perilaku positif individu
4) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik seperti inflamasi, demam,
perubahan karakteristik nyeri.
R: Deteksi dini terjadinya komplikasi
2.3.8. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit, pemajangan
ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
Tujuan: infeksi tidak terjadi, dengan KH :Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya dan
bebas dari jaringan eksudat, demam atau mengigil.
Intervensi:
1) Observasi tanda vital. Perhatikan demam, mengigil, berkeringat, peningkatan nyeri.
R: Dugaan adanya infeksi
2) Catat warna kulit, suhu, kelembaban.
R: Hangat, kemerahan, merupakan tanda awal dari infeksi
3) Ganti laken yang sudah kotor dengan yang bersih.
R: Laken yang kotor tempat bakteri berkembangbiak sehingga sangat beresiko untuk terinfeksi
4) Jaga kebersihan diri pasien.
R: Mengurangi resiko infeksi.
2.4.2 Pembersihan
Pada setiap luka yang akan diganti selalu dibersihkan. Bahan- bahan yang perlu dihindari untuk
membersihkan luk aseperti povidone iodine, larutan soidum hipoklorid, hidrogen peroksid, asetic
acid, karena bahan tersebut bersifat sitotoksik. Yang paling sering digunakan adlah normal salin.
Dalam membersihkan luka dilakukan irigasi dengan tekanan yang tidak terlalu kuat, dengan
tujuan untuk membersihkan sisa- sisa jaringan yang nekrotik atau eksudat. Prinsip membersihkan
luka adalah dari pusat luka ke arah luar luka dan secara hati- hati atau bisa juga dari luar dulu
kemudian bagian dalam dengan kassa yang berbeda.
2.4.3 Dressing
Dressing adalh suatu usaha untuk mempertahankan integritas fisiologi npada luka. Sebelum
melakukan dressing atau balutan dan pengobatan luka diperlukan pengkajian pada kondisi luka
hal ini adalah untuk menentukan tipe dressing atau balutan yang dibutuhkan. Perawatan luka
pada dekubitus adalah berdasarkan pada derajat luka dekubitus, eksudat, sekeliling luka, dan ada
atu tidaknya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Rosernberg, Martha Craft & Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta:
Digna Pustaka.