Anda di halaman 1dari 14

PERAN DAN FUNGSI AGAMA DALAM

KEHIDUPAN MANUSIA
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah agama

Di susun oleh:

Encep
Gelar
Hasna
Heri
Nurul
Refira
Sarip

STIKes KARSA HUSADA GARUT


Jl. Nusa Indah NO.24 Tlp. 0262-4704803, 0262-235860 Tarogong-Garut

Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang karena berkat
rahmat dan karunianya kami dapat menyusun MAKALAH ini. Sholawat serta salamNya akan selalu terpanjatkan pada seorang Nabiyullah, seorang pemimpin yang
sangat mulia di hadapan Allah, yang patut menjadi contoh bagi semua umat, yaitu
Nabi Muhamad SAW.
Sebagai tugas mata kuliah agama, kami melaporkan hasil dari tugas yang
telah kami laksanakan dalam bentuk MAKALAH. Kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
MAKALAH ini.
Kami menyadari bahwa MAKALAH ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran terutama kepada dosen pembimbing kami
demi perbaikan MAKALAH ini. semoga MAKALAH ini dapat bermanfaat khususnya
bagi mahasiswa umumnya bagi siapa saja yang membacanya.

Garut, 7 September 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..
i
Daftar
Isi..
ii
BAB I
1.1

PEDAHULUAN
Latar Belakang ..

..1
1.2

Identifikasi Masalah..

....1
1.3

Tujuan

....1
1.4

Metode..

.....1
1.5

Sistematika Penulisan...

...1
BAB II
A.

PEMBAHASAN
Peran dan fungsi agama menurut islam
...2

B.

Sikap hidup dan hikmah beragama..


.5
1. Sikap hidup............
..6

2. Hikmah beragama..
C.

......7
Toleransi...
.................9

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN DAN SARAN..
.10

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang

Agama adalah sebuah keyakinan yang dimiliki setiap pemeluknya,salah


satunya adalah agama islam. Agama islam adalah agama yang diridhoi oleh
Alloh yang mempunyai peran dan fungsi dalam kehidupan manusia dan
agama juga menjunjung tinggi nilai toleransi.
1.2

Identufikasi masalah

Permasalahah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah :


A. Peran dan fungsi agama
B. Sikap hidup dan hikmah beragama
C. Toleransi
1.3

Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang


diberikan oleh dosen pembimbing.
1.4

Kegunaan

Dengan dibuatnya makalah ini dapat berguna, khususnya bagi kami yang
membuat dan mahasiswa lain dilingkungan STIKes Karsa Husada pada
umumnya .
1.5

Sistematika penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari :


BAB I Pendahuluan
1.1Latar Belakang
1.2Identifikasi Masalah
1.3Tujuan/Maksud
1.4Kegunaan
1.5Sistematika Penulisan
BAB II Pembahasan Masalah
BAB III Kesimpulan Dan Saran

Bab II
Pembahasan
A. Peran dan fungsi agama
Tidak mudah mendefinisikan agama, apalagi di dunia ini kita menemukan
kenyataan bahwa agama amat beragam. Pandangan seseorang terhadap
agama, ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu sendiri.
Ketika pengaruh gereja di Eropa menindas para ilmuwan akibat penemuan
mereka yang dianggap bertentangan dengan kitab suci, para ilmuwan pada
akhirnya menjauh dari agama bahkan meninggalkannya.
Persoalan yang menjadi topik pembicaraan kita mau tak mau harus muncul,
"Apakah agama masih relevan dengan kehidupan masa kini yang
cerminannya seperti digambarkan di atas?" Sebelum menjawab, perlu
terlebih dahulu dijawab: Apakah manusia dapat melepaskan diri dari

agama?" Atau, "Adakah alternatif lain yang dapat menggantikannya?


Dalam pandangan Islam, keberagamaan adalah fithrah (sesuatu yang
melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya):

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui, (QS Ar-Rum [30]: 30)
Ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama. Tuhan
menciptakan demikian, karena agama merupakan kebutuhan hidupnya.
Memang manusia dapat menangguhkannya sekian lama -- boleh jadi sampai
dengan menjelang kematiannya. Tetapi pada akhirnya, sebelum ruh
rmeninggalkan jasad, ia akan merasakan kebutuhan itu. Memang, desakan
pemenuhan kebutuhan bertingkat-tingkat. Kebutuhan manusia terhadap air
dapat ditangguhkan lebih lama dibandingkan kebutuhan udara. Begitu juga
kebutuhan manusia makanan, jauh
lebih singkat dibandingkan dengan kebutuhan manusia untuk menyalurkan
naluri seksual. Demikian juga kebutuhan manusia terhadap agama dapat
ditangguhkan, tetapi tidak untuk selamanya.
Ketika terjadi konfrontasi antara ilmuwan di Eropa dengan Gereja, ilmuwan
meninggalkan agama, tetapi tidak lama kemudian mereka sadar akan
kebutuhan kepada pegangan yang pasti, dan ketika itu, mereka menjadikan
"hati nurani" sebagai alternatif pengganti agama. Namun tidak lama
kemudian mereka menyadari bahwa alternatif ini, sangat labil, karena yang
dinamai "nurani" terbentuk oleh lingkungan dan latar belakang pendidikan,
sehingga nurani Si A dapat berbeda dengan Si B, dan dengan demikian tolok
ukur yang pasti menjadi sangat rancu.
Setelah itu lahir filsafat eksistensialisme, yang mempersilakan manusia
melakukan apa saja yang dianggapnya baik, atau menyenangkan tanpa
mempedulikan nilai-nilai.
Namun, itu semua tidak dapat menjadikan agama tergusur, karena seperti
dikemukakan di atas ia tetap ada dalam diri manusia, walaupun
keberadaannya kemudian tidak diakui oleh kebanyakan manusia itu sendiri.
William James menegaskan bahwa, "Selama manusia masih memiliki naluri

cemas dan mengharap, selama itu pula ia beragama (berhubungan dengan


Tuhan)." Itulah sebabnya mengapa perasaan takut merupakan salah satu
dorongan yang terbesar untuk beragama.
Ilmu mempercepat Anda sampai ke tujuan,
dan agama menentukan arah yang dituju.
Ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungannya, dan agama
menyesuaikan dengan jati dirinya.
Ilmu hiasan lahir,
dan agama hiasan batin.
Ilmu memberikan kekuatan dan menerangi jalan,
dan agama memberi harapan dan dorongan bagi jiwa.
Ilmu menjawab pertanyaan yang dimulai dengan "bagaimana",
dan agama menjawab yang dimulai dengan "mengapa."
Ilmu tidak jarang mengeruhkan pikiran pemiliknya,
sedang agama selalu menenangkan jiwa pemeluknya yang tulus.
Demikian Murtadha Muthahhari menjelaskan sebagian fungsi dan peranan
agama dalam kehidupan ini, yang tidak mampu diperankan oleh ilmu dan
teknologi. Bukankah kenyataan hidup masyarakat Barat membuktikan hal
tersebut?
Manusia terdiri dari akal, jiwa, dan jasmani. Akal atau rasio ada wilayahnya.
Tidak semua persoalan bisa diselesaikan atau bahkan dihadapi oleh akal.
Karya seni tidak dapat dinilai semata-mata oleh akal, karena yang lebih
berperan di sini adalah kalbu. Kalau demikian, keliru apabila seseorang
hanya mengandalkan akal semata-mata.
Akal bagaikan kemampuan berenang. Akal berguna saat berenang di sungai
atau di laut yang tenang, tetapi bila ombak dan gelombang telah
membahana, maka yang pandai berenang dan yang tidak bisa berenang
sama-sama membutuhkan pelampung.
Dalam hubungannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, agama sesungguhnya sangat berperan, terutama jika manusia

tetap ingin jadi manusia. Ambillah sebagai contoh bidang bio-teknologi. Ilmu
manusia sudah sampai kepada batas yang menjadikannya dapat berhasil
melakukan rekayasa genetika. Apakah keberhasilan ini akan dilanjutkan
sehingga menghasilkan makhluk-makhluk hidup yang dapat menjadi tuan
bagi penciptanya sendiri? Apakah ini baik atau buruk? Yang dapat
menjawabnya adalah nilai-nilai agama, dan bukan seni, bukan pula filsafat.
Jika demikian, maka tidak ada alternatif lain yang dapat menggantikan
agama. Mereka yang mengabaikannya, terpaksa menciptakan "agama baru"
demi memuaskan jiwanya.
Dalam pandangan sementara pakar Islam, agama yang diwahyukan Tuhan,
benihnya muncul dari pengenalan dan pengalaman manusia pertama di
pentas bumi. Di sini ia memerlukan tiga hal, yaitu keindahan, kebenaran,
dan kebaikan. Gabungan ketiganya dinamai suci. Manusia ingin mengetahui
siapa atau apa Yang Mahasuci, dan ketika itulah dia menemukan Tuhan, dan
sejak itu pula ia berusaha berhubungan dengan-Nya bahkan berusaha untuk
meneladani sifat-sifat-Nya. Usaha itulah yang dinamai beragama, atau
dengan kata lain, keberagamaan adalah terpatrinya rasa kesucian dalam
jiwa beseorang. Karena itu seorang yang beragama akan selalu berusaha
untuk mencari dan mendapatkan yang benar, yang baik, lagi yang indah.
Mencari yang benar menghasilkan ilmu, mencari yang baik menghasi1kan
akhlak, dan mencari yang indah menghasilkan seni.
Jika demikian, agama bukan saja merupakan kebutuhan manusia, tetapi juga
selalu relevan dengan kehidupannya. Adakah manusia yang tidak
mendambakan kebenaran, keindahan dan kebaikan?

B. Sikap hidup dan hikmah beragama


a.Sikap hidup
Komarudin Hidayat menyebutkan adanya lima tipologi sikap keberagamaan,
yakni eksklusivisme, inklusivisme, pluralisme, eklektivisme, dan
universalisme.
1. Eksklusivisme
Sikap eksklusivisme akan melahirkan pandangan ajaran yang paling
benar hanyalah agama yang dipeluknya, sedangkan agama lain sesat dan
wajib dikikis, atau pemeluknya dikonversi, sebab agama dan penganutnya
terkutuk dalam pandangan Tuhan.[2] Sikap ini merupakan pandangan yang
dominan dari zaman ke zaman, dan terus dianut hingga dewasa ini.[3]
Tuntutan kebenaran yang dipeluknya mempunyai ikatan langsung dengan
tuntutan eksklusivitas. Artinya,kalau suatu pernyataan dinyatakan, maka
pernyataan lain yang berlawanan tidak bisa benar.
2. Inklusivisme
Sikap
dipeluknya

inklusivisme
juga

berpandangan

terdapat

kebenaran,

bahwa

di

meskipun

luar

agama

yang

tidak

seutuh

atau

sesempurna agama yang dianutnya. Di sini masih didapatkan toleransi


teologis dan iman. Menurut Nurcholish Madjid, sikap inklusif adalah yang
memandang bahwa agama-agama lain adalah bentuk implisit agama kita.
[11]
3. Pluralisme Atau Paralelisme

Dalam pandangan Panikkar dan Budhy Munawar Rachman, masingmasing menyebutkan istilah pluralisme dan paralelisme. Sikap teologis
paralelisme

adalah

bisa

terekspresi

dalam

macam-macam

rumusan,

misalnya : agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk


mencapai Kebenaran yang Sama; agama-agama lain berbicara secara
berbeda, tetapi merupakan Kebenaran-kebenaran yang sama sah; atau
setiap agama mengekspresikan bagian penting sebuah kebenaran.[17]
4. Eklektivisme
Eklektivisme

adalah

suatu

sikap

keberagamaan

yang

berusaha

memilih dan mempertemukan berbagai segi ajaran agama yang dipandang


baik dan cocok untuk dirinya sehingga format akhir dari sebuah agama
menjadi semacam mosaik yang bersipat eklektik.[22]
5. Universalisme
Universalisme beranggapan bahwa pada dasarnya semua agama
adalah satu dan sama. Hanya saja, karena faktor historis-antropologis,
agama lalu tampil dalam format plural.[23]
b. hikmah beragama
1. hidup menjadi lebih teratur karena agama mempunyai perintah dan
larangan.
2. manusia mempunyai keyakinan yang dianutnya.
3. dengan agama hidup menjadi punya tujuan.
4. hidup menjadi lebih terarah.

C.

TOLERANSI

Pengertian
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata
toleran (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk
penambahan

atau

pengurangan

yang

masih

diperbolehkan.

Secara

etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan


dada.1 Sedangkan menurut istilah (terminology), toleransi yaitu bersifat atau
bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan
atau yang bertentangan dengan pendiriannya.2
Jadi, toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri
untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau system
keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.

Penggunaan Kata Toleransi dalam Al-Quran


Al-Quran

tidak

pernah

menyebut-nyebut

kata

tasamuh/toleransi

secara tersurat hingga kita tidak akan pernah menemukan kata tersebut
termaktub di dalamnya. Namun, secara eksplisit al-Quran menjelaskan
konsep toleransi dengan segala batasan-batasannya secara jelas dan
1
2

Tafsir Pase, hal. 110


Binsar A. Hutabarat, Kebebasan Beragama VS Toleransi Beragama, www.google.com

gambling. Oleh karena itu, ayat-ayat yang menjelaskan tentang konsep


toleransi dapat dijadikan rujukan dalam implementasi toleransi dalam
kehidupan.
Konsep Toleransi dalam Islam
Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka
dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku
bangsa, warna kulit, bahasa, adapt-istiadat, budaya, bahasa, serta agama.
Ini semua merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan
Tuhan. Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. AlHujurat ayat 13:

Seluruh manusia tidak akan bisa menolak sunnatullah ini. Dengan demikian,
bagi manusia, sudah selayaknya untuk mengikuti petunjuk Tuhan dalam
menghadapi perbedaan-perbedaan itu. Toleransi antar umat beragama yang
berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang ada dalam
system teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan
keragaman manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adaptistiadat, dsb.
Toleransi dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas
menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain
atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa
adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus
dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain
selain

agama

kita

dengan

segala

bentuk

system,

dan

tata

cara

peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan


agama masing-masing.
Konsep toleransi yang ditawarkan Islam sangatlah rasional dan praktis
serta tidak berbelit-belit. Namun, dalam hubungannya dengan keyakinan
(akidah) dan ibadah, umat Islamtidak mengenal kata kompromi. Ini berarti
keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para
penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan
tata cara ibadahnya. Bahkan Islam melarang penganutnya mencela tuhantuhan dalam agama manapun. Maka kata tasamuh atau toleransi dalam
Islam bukanlah barang baru, tetapi sudah diaplikasikan dalam kehidupan
sejak agama Islam itu lahir.
Karena itu, agama Islam menurut hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari, Rasulullah saw. pernah ditanya tentang agama yang paling dicintai
oleh Allah, maka beliau menjawab: al-Hanafiyyah as-Samhah (agama yang
lurus yang penuh toleransi), itulah agama Islam.3

Tafsir Pase, hal. 110

BAB III penutup


Kesimpulan
Jadi agama di muka ini beragam tapi agama yang diridhoi adalah
agama islam,islam juga sangat menjunjung tinggi toleransi.

Penyusun sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh


karena itu kami sangat mengharapkan saran-saran dari para pembaca dan
dosen pembimbing demi perbaikan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai