Anda di halaman 1dari 10

PEMUDA DALAM PERUBAHAN SOSIAL

Aloysius Bram Widyanto


Abstract
Leadership generally interpreted as someone who has the ability to influence the others
through their self so that their behaviour change or remain to.
Talking about Sukarno leadership, people surely to remember his buttonhole as one of the
state proclamator. No one knowed how actually Sukarno in a last period of his leadership.
This article try to express various event accompanying to the end of Sukarno leadership.
Early from releasing Supersemar that used by Soeharto to controling circumstance so
that slowly Sukarno leadership start to end.
Until the deduction of oration of responsibility Sukarno, Nawaksara, where MPRS to be
of opinion that the oration only as a progress report. Till finally at 22 Februari 1967,
governance power delivered to Supersemar handle, Soeharto. How various that event able
to influence the Sukarno leadership till finally have to end.

A. Pendahuluan
Peran mahasiswa yang terwujud dalam gerakan mahasiswa merupakan kegiatan
atau aktivitas mahasiswa dalam rangka meningkatkan kemampuan berorganisasi dan
mengasah kepandaian mereka dalam kepemimpinan. Semua itu telah terbukti dalam
lembaran sejarah Indonesia.
Berdirinya Budi Utomo pada tahun 19081 sebenarnya telah menjadi tonggak
yang cukup kuat bagi perkembangan pergerakan nasional. Menurut sejawaran yang ada
di Indonesia maupun luar negeri, Budi Utomo merupakan mercusuar bagi pergerakan
nasional Indonesia. Walaupun akhir-akhir ini mulai muncul penafsiran baru. Tafsir baru
itu antara lain menyatakan bahwa pergerakan nasional sudah ada dan dimulai sejak
Sarekat Islam, yang faktanya lebih dulu ada dan bersifat massa bila dibandingkan
dengan Budi Utomo yang hanya bergerak di kalangan bangsawan Jawa. Namun,
dengan alasan bahwa organisasi modern sudah dimiliki oleh Budi Utomo lantas
argument tersebut menjadi kesepakatan sebagai titik pergerakan nasional di Indonesia,
tetapi yang utama nasionalisme tidak bisa dilepaskan dari peran yang dimainkan oleh
kaum intelektual.2
Perbedaan tafsir boleh saja dalam sejarah, karena sejarah akan menjadi menarik,
dengan demikian dialog antara sejarawan dan sejarah akan terus menarik untuk dikaji
dan diikuti. Demikian halnya dengan melihat sejarah terutama peran pemuda akan
Aloysius Bram Widyanto, adalah alumni Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP - Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta tahun 2010.
1
Untuk mengetahui sejarah organisasi Budi Utomo sampai terbentuknya Indonesia Muda baca R.Z.
Leirissa dkk. Sejarah Pemikiran Tentang Sumpah Pemuda. Jakarta. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 1989. hal.1-26
2
Untuk lebih jauh mengenai peran kaum intektual di Indonesia baca J.D. Legge (terj). Kaum Intelektual
dan Perjuangan Kemerdekaan: Peranan Kelompok Syahrir. Jakarta. Pustaka Utama Grafiti. 1993.
hal.23-67.

menarik, karena di mana ada gerakan perubahan, maka dapat dipastikan ada unsur
pemuda di dalamnya. Tanpa pretensi untuk mengecilkan peran dari kelompokkelompok lain dalam masyarakat yang juga turut serta di dalam gerakan perubahan.
Perhimpuanan Indonesia bergerak dalam menuntut perubahan walaupun mereka
sedang belajar dan berada di Belanda.3 Kecintaan mereka terhadap tanah air yang
membuat mereka terus bergerak.
Di kalangan pemuda terdapat gerakan Tri Koro Darmo, Jong Java, Jong Celebes
Bond, Jong Sumatra Bond, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia, dan Indonesia Muda.
Pada tanggal 30 April 1926 mereka mengadakan Konggres Pemuda I di Jakarta. Dalam
konggres dihasilkan keputusan untuk mengadakan Konggres Pemuda Indonesia II, dan
semua perkumpulan pemuda agar bersatu dalam satu organisasi pemuda Indonesia.
Kemudian Konggres Pemuda II diadakan tanggal 27-28 Oktober 1928, disepakati tiga
keputasan pokok yaitu: 1) Dibentuknya suatu badan fusi untuk semua organisasi
pemuda. 2) Menentapkan ikrar pemuda Indonesia bahwa mereka: a) Mengaku
bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. b) Mengaku berbangsa satu, bangsa
3) Asas ini wajib
Indonesia. c) Menjunjung bahasa yang satu, bahasa Indonesia.4
dipakai oleh semua perkumpulan di Indonesia. Hasil ini menjadi pondasi bagi
persatuan Indonesia. Lagu yang berjudul Indonesia Raya karangan Wage Rudolf
Supratman yang dikumandangkan membangkitkan semangat para pesertanya. Dan
Sumpah Pemuda tiada lain adalah ungkapan sejarah manusia Indonesia.5
Berdasar pada sejarah, pemuda merupakan unsur yang menarik dan esensial
dalam suatu gerakan perubahan, maka menarik untuk dikaji. Karena di dalam jiwa
pemuda terdapat kerelaan berkorban demi cita-cita. Di dalam pemuda terdapat api
idealisme yang tidak menuntut balasan, baik berupa uang atau kedudukan. Di dalam
pemuda terdapat semangat yang selalu membara. Bersama pemuda kita menentang
segala kekuasaan yang tiran. Bersama pemuda, kapal yang bernama Indonesia akan
ditentukan maju, diam atau tenggelam.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengkaji Pemuda dalam Perubahan
Sosial, yang di dalamnya akan coba dibahas mengenai: A.) Pemuda dalam perubahan
sosial di Indonesia B.) Tantangan kaum muda pada masa kini. C.) Pemuda harus belajar
sejarah D.) Pemuda merupakan lokomotif perubahan. E.) Penutup.

B. Sejarah Peran Pemuda dalam Perubahan Sosial


Pada masa awal pergerakan nasional yang ditandai dengan berdirinya Budi
Utomo pada tahun 1908.6 Berdirinya dipelopori oleh Pemuda Sutomo dan kawankawan yang merasa tergugah hatinya dengan keadaan yang menimpa masyarakat
Indonesia atau Jawa pada khususnya dan awalnya. Organisasi ini secara keorganisasian
3

4
5

Akira Nagazumi (peny). Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang (Perubahan Sosial-Ekonomi Abad
XIX & XX dan Berbagai Aspek Nasionalisme Indonesia. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. 1986.
hal.133-157.
Lengkapnya periksa, R.Z. Leirissa dkk. op.cit. hlm.26
Yayasan Gedung-gedung Bersejarah Jakarta. Bunga Rampai Sumpah Pemuda. Jakarta. Balai Pustaka.
1979. hal.9
Untuk lebih jelasnya mengenai Budi Utomo periksa, M.C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 2005. hal.249-251.

sudah dianggap maju bila dibandingkan dengan organisasi pemuda lainnya yang ada di
Nusantara.
Pada awal abad ke-XX di Indonesia ditandai dengan semakin kerasnya politik
kolonial Belanda. Politik kolonial Belanda yang demikian represif membuat kehidupan
rakyat semakin menderita. Kemudian muncul perhatian terhadap kedudukan dan
keadaan penduduk pribumi. Bangkitlah tuntutan terhadap perbaikan nasib pribumi.
Pemerintah kolonial Belanda menjawab tuntutan dari kalangan agamawan, ataupun
partai sosialis yang sering menyebut dirinya sebagai kaum humanis dengan
melaksanakan politik Ethis.7
Politik Ethis dalam pelaksanaannya kurang memuaskan, namun dalam bidang
pendidikan suka atau tidak program tersebut telah melahirkan suatu kelas baru yang
dikenal sebagai kaum terpelajar. Kaum terpelajar ini yang kemudian berkumpul,
berdiskusi dan akhirnya mereka membuat kelompok-kelompok. Dalam kelompokkelompok maka terbentuk organisasi seperti Budi Utomo. Ada juga, Sarekat Islam,
Indische Partij, Partai Komunis Indonesia,8 Partai Nasional Indonesia. Melalui organisasiorganisasi tersebut maka tersebut nama-nama seperti, Wahidin Sudirohusodo, Sutomo,
Cipto Mangunkusumo, Tirtoadisuryo, Semaun, Tan Malaka, Hatta dan Sukarno.
Mereka hanya sekulumit pemuda yang mencoba memahami keadaan-keadaan
sosial masyarakat dan coba mengambil aksi. Dalam kegiatan tersebut tak jarang tangan
besi penguasa kolonial Belanda membuatnya lemah, namun mereka terus berusaha
bergerak, berjuang dalam memperbaiki nasib rakyat Indonesia. Usaha-usaha itu
dilakukan dalam bidang budaya, pendidikan, politik, dan ekonomi. Dalam suasana
Perang Dunia I, yang menimbulkan kesadaran untuk menentukan nasib sendiri.9
Setelah Perang Dunia II berakhir dan Jepang keluar sebagai pihak yang kalah,
maka di Indonesia pada waktu itu yang berada dalam penguasaan Jepang terjadi
kekosongan kekuasaan (vacuum of power). Dalam kekosongan kekuasaan tersebut lagilagi pemuda menuntut Sukarno dan Hatta untuk segera memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia. Akhirnya Indonesia diproklamirkan kemerdekaannya atas
nama Sukarno-Hatta. Lahirlah apa yang disebut sebagai nasion Indonesia, pada tanggal
17 Agustus 1945, yang menurut Ben Anderson disebut sebagai revolusi pemuda.10
Dalam zaman revolusi kemerdekaan Republik Indonesia, Belanda mencoba
untuk menguasai Indonesia kembali, maka terjadilah agresi militer Belanda I dan II.11
Pada zaman revolusi, dalam rangka mempertahankan negara yang baru lahir dari
serangan musuh. Pemuda Indonesia berada di garda paling depan dalam menghalau
kekuatan musuh. Mereka merelakan jiwa dan raganya demi ibu pertiwi yang mereka
cintai. Di sini pemuda turun menjadi motor penggerak utama revolusi kemerdekaan
7

8
9
10

11

Sartono Kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional. Dari
Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Jakarta. PT Gramedia. 1990. hal.30-33
Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jilid 12. 1990. Jakarta. PT Cipta Adipustaka. hlm.88
Pidato Predsiden Amerika Serikat Woodrow Wilson mengenai penentuan nasib bangsa sendiri.
B.R.OG. Anderson. Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 1944-1946. Ithaca.
Cornell Universit Press. 1972.
Untuk mengetahui jalannya agresi militer Belanda periksa, George McTurnan Kahin. (terj).
RefleksiPergumulan Lahirnya Republik. Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Jakarta. UNS Press
dan Pustaka Sinar Harapan. 1995. hal. 185-268 agresi militer I dan agresi militer II hal.421-444

Indonesia.
Pada jaman pemerintahan di bawah kekuasaan presiden Sukarno yang
mengabaikan kepentingan rakyat dan cenderung mengarah ke diktatktor. Pemuda
kembali bergerak, mereka turun ke jalan12 membentuk pendapat umum dan
menyuarakan penderitaan rakyat. Akhirnya rezim Sukarno jatuh dan muncullah
Suharto sebagai presiden baru dengan harapan yang baru pula.
Pemuda kembali memainkan perannya dalam mengakhiri masa otoriter rezim
Suharto setelah berkuasa kurang lebih selama 32 tahun lamanya. Pemuda-pemuda yang
tergabung dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan dan kemasyarakat bersatu
menuju gedung DPR-MPR RI dan mendesak Presiden Suharto untuk mundur dari
tampuk kekuasaan. Masa otoriter pemerintahan Suharto dapat diakhiri. Indonesia
memasuki jaman reformasi. Reformasi dianggap sebagai jaman kebebasan setelah
rakyat terbelenggu dalam jaman otoriter. Namun Keadaan Indonesia tak kunjung
membaik.

C. Tantangan Kaum Muda Masa Kini


Edward Shill mengkategorikan mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang
memiliki tanggung jawab sosial yang khas.13 Shill menyebukan ada lima fungsi kaum
intelektual yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan baganbagan nasional dan antar bangsa, membina keberdayaan dan bersama, mempengaruhi
perubahan sosial dan memainkan peran politik. Arbi Sanit memandang, mahasiswa
cenderung terlibat dalam tiga fungsi terakhir. Sementara itu Samuel Huntington
menyebutkan bahwa kaum intelektual di perkotaan merupakan bagian yang
mendorong perubahan politik yang disebut reformasi.
Menurut Arbi Sanit ada empat faktor pendorong bagi peningkatan peranan
mahasiswa dalam kehidupan politik.14 Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang
memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horison yang luas di antara
masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki
bangku sekolah, sampai di universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi
politik yang terpanjang di antara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus
membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa. Di Universitas, mahasiswa
yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa dan agama terjalin dalam kegiatan
kampus sehari-hari. Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki
lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise dalam
masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda.
Tantangan untuk kaum muda seolah tak pernah berhenti. Tantangan itu
datangnya bukan hanya dari dalam negeri, tetapi juga muncul dari luar negeri. Untuk
12

13

14

John Maxwell. Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani. Jakarta. Pustaka Utama
Grafiti. 2005. hal.151-224. Dalam buku ini Maxwell lebih fokus melihat peran pemuda Soe Hok Gie
sebagai salah satu demonstran. Generasi itu dikenal dengan nama Angkatan 66 yang melegenda.
Edward Shils. The Intellectuals in the Political Developments of the New States, World Politics,
April 1960.
Arbi Sanit. Sistim Politik Indonesia. Jakarta. Penerbit CV Rajawali. 1981. hal.107-110.

itu, tantangan bagi kaum muda dibagi menjadi dua yaitu:


1.

Dalam Negeri

Kemajuan yang diharapkan akan segera tercipta setelah rezim Suharto tumbang
ternyata tidak juga tercapai. Bahkan reformasi sudah berjalan selama satu dasawarsa
lebih. Mulai dari presiden Habibie, Abdulrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang
Yudhoyono keadaan Indonesia tidak banyak mengalami perubahan.
Keadaan sebaliknya terjadi krisis terus melanda segala aspek (multidimensional),
dan korupsi terus merajalela. Isu yang sempat berhembus kencang adalah adanya krisis
kepemimpinan. Bahkan dalam pemilu 2009 yang lalu para calon presiden Indonesia dan
wakil presiden merupakan orang-orang lama, yang sudah terbukti tidak mampu
menjadi lokomotif perubahan. Tentu dengan pemilihan umum calon independent dapat
menjadi suatu alternatif bagi kepemimpinan muda di Indonesia.
Deskripsi di atas menunjukkan bahwa Indonesia memang mengalami krisis
kepemimpinan. Sebenarnya sebagai negara demokrasi hal ini tidak perlu terjadi, karena
dalam negara demokrasi pemimpin itu diciptakan melalui regenarsi baru muncul dan
berperan. Tetapi di Indonesia ini tidak terjadi dengan baik, karena kaum tua senang
mendominasi kekuasaan dengan gaya main kuasa, merasa paling benar sendiri dan kong
kalikong.
Satu dari sekian banyak faktor pemicu krisis kepemimpinan ini disebabkan oleh
kacaunya sistem pendidikan Indonesia. Di mana ganti menteri, maka buku, program
dan kurikulum diganti pula. Pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini berorientasi pasar15
sehingga hanya menciptakan budak-budak baru16 dalam era globalisasi. Presiden
Sukarno pernah mengatakan jangan sampai rakyat Indonesia di tengah-tengah finanzkapital hanya menjadi budak di atara bangsa-bangsa (en volk van koelies en een koelie onder
de natie). Terlebih lagi di era kapitalisme global sekarang ini di mana manusia hanya
dijadikan alat pengahasil keuntungan yang harganya tak lebih tinggi daripada mesin
atau bahkan dihargai lebih rendah.
Belum lagi korupsi yang menggerogoti birokarsi pemerintahan. Yang juga
mampu menyebabkan kesejahteraan rakyat terampas oleh tindakan para birokrat yang
tidak bermoral dan berprikamenusiaan dan hanya mengedepankan kepentingan
kelompok dan golongannya sendiri. Buktinya, tahun baru para menteri diberikan
fasilitas mobil baru, yang bila dibandingkan dengan mobil-mobil menteri di benua
Eropa maka mobil menteri Indonesia jauh lebih mahal. Renovasi rumah anggota DPR RI
yang mencapai milyaran rupiah per-unit. Ironisnya Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono berencana membeli pesawat kepresidenan di tengah mahalnya harga beras
dan meningkatnya konsumsi singkong di tengah masyarakat.17
15

16

17

Ariel Heryanto. Teror Negara tentang Politik Pendidikan dan Batuk-batuk Pagi. Dalam Baskara T.
Wardaya (ed). Menuju Demokrasi. Politik Indonesia dalam Perspektif Sejarah. Jakarta. Gramedia.
2001. hal.293-305
Pamoe Rahardjo dan Islah Gusmian (peny). Bung Karno dan Pancasila. Menuju Revolusi Nasional.
Yogyakarta. Galang Press. 2002. hal.61. Begitu juga di era globalisasi sekarang ini. Jangan sampai
rakyat Indonesia menjadi kuli di antara bangsa-bangsa.
Baca, Beras Operasi Pasar Tak Terbeli, Konsumsi Singkong Meluas, Kompas, 6 Februari 2010,
hal.1.

2. Luar Negeri
Pada tatanan Internasional, dampak globalisasi sudah tampak di Indonesia,
walaupun globalisasi tidak selalu membawa dampak negatif, tetapi ada juga positifnya.
Tetapi globalisasi di Indonesia secara umum lebih banyak dampak negatifnya, seperti
pola hidup masyarakat yang menjadi konsumtif, hedonis, dan materialistik.
Terlebih lagi sumber daya alam Indonesia yang melimpah menjadi terbuka bagi
negara-negara kaya, misalnya Amerika Serikat, Jepang (baca Amerika Serikat dan
sekutunya) yang cenderung mengutamakan kepentingan ekonomi negaranya dan
menghalalkan segala cara dalam menjaga kepentingan industrinya, misal penguasaan
minyak di Irak secara paksa dengan kekuatan militer dengan mengatasnamakan
menjaga perdamaian dunia.
Dampak dari globalisasi dan kapitalisme global18 telah menjadikan Indonesia
sebagai kue yang siap dibagi-bagi untuk dikuasai. Kemudian penciptaan industri di
negara-negara kaya tidak terbatas, sedangkan di negara-negara berkembang harus
dibatasi dengan alasan pemanasan global (global warming).19 Padahal negara-negara
industri seperti Amerika Serikat20 dan sekutunya yang menjadi pemasok gas terbesar
dalam pemanasan global tidak kebakaran jenggot seperti Indonesia. Akibatnya negaranegara berkembang yang hendak berkembang industrinya menjadi terhambat dengan
alasan-alasan yang politis. Atau global warming dikampenyekan sengaja untuk
menghambat industri dari negara-negara berkembang yang mulai berkembang pesat.
Dengan kata lain negara-negara industri besar takut tersaingi dan mereka akan
kehilangan monopoli industrinya. Pemuda harus kritis dalam menyikapi masalah ini.

D. Pemuda Harus Belajar Sejarah


Dahulu pada zaman kolonial Belanda dan kapitalisme, melalui para pemuda
Indonesia mengambil peran aktif, maka pada saat sekarang ini keadaan Indonesia yang
mengalami krisis multidimensional pemuda sudah saatnya turun tangan melakukan
aksi. Bukan hanya menonton saja, kaum intektual yang tinggal diam melihat rakyat
sengsara telah mencederai nilai-nilai kemanusiaan.
Pada waktu Sarekat Islam dibatasi gerakannya, Partai Komunis Indonesia
dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda, pergerakan rakyat Indonesia seolah mati.
Tetapi tidak, maka muncul pemuda Sukarno21 dan kawan-kawannya dengan gaya
18

19

20

21

Segala yang dibuahkan oleh liberalisme jelas bertolak belakang dengan cita-cita generasi 20/28 yang
mengendap dalam Pancasila dan UUD 1945Sebab, bila suatu tata ekonomi dunia tanpa henti
memperkaya mereka yang sudah teramat kaya (Utara dan komprador-komprador mereka di Selatan)
dengan semakin mempermiskin sekian milyar manusia dunia Selatan yang sudah teramat
miskinLengkapnya baca Y.B. Mangun Wijaya. Menuju Republik Indonesia Serikat. Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama. 1998. hal.196
Ironisnya Indonesia yang industrinya tidak begitu maju mengambil tempat sebagai promotor dalam
mengkampanyekan pemanasan global. Tindakan ini tidak keliru hanya kurang tepat.
Lebih jauh mengenai ekonomi Amerika Serikat baca, Gordon Manuin (ed). Garis Besar Ekonomi
Amerika Serikat. Office of International Information Programs.
Biografi Sukarno baca Bob Hering. Soekarno: Founding Father of Indonesia (1901-1945). Leiden.
KITLV. 2002. Cindy Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung
Agung. 1966. J.D. Legge. Sukarno A Political Biography. Middlesex: Penguin Books Ltd. 1972.

kepemimpinan alaternatif, walaupun akhirnya ia harus dipenjara.22 Sekarang pemuda


juga harus tampil ke depan dalam mengisi kemerdekaan. Untuk itu pemuda perlu
menenggok ke belakang alias belajar dari sejarah. Artinya kita harus segera mengakui
bahwa di belakang ada kesalahan yang harus dijadikan sebagai cermin untuk
menentukan langkah bagi masa depan agar kesalahan seperti; pembunuhan massal
196523, DOM di Aceh, pelenggaran HAM dalam penembakan semanggi dan
pelanggaran HAM di Timor-Timur24 harus diselesaikan. Tujuannya supaya tidak
menjadi beban sejarah yang dapat menghambat kemajuan bagi Indonesia.
Jika hal ini dapat dilakukan, maka rakyat Indonesia benar-benar belajar dari
sejarah. Artinya belajar dari sejarah bukan hanya belajar dari segala yang baik-baik saja,
tetapi hakekat belajar sejarah adalah belajar juga dari kesalahan di masa lalu agar
kesalahan itu tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Rasa curiga dan mencurigai
antar kelompok yang bertikai akan benar-benar dapat teratasi sebagai sesama anak
bangsa. Kalau itu tercapai maka berbagai kelompok dapat bersatu dalam menyongsong
masa depan Indonesia seperti yang dicita-citakan bersama, yaitu masyarakat yang adil
dan makmur.
Kaum muda yang sudah terdidik jangan menjauh dari rakyat dan mengabdikan
diri pada negara-negara kaya, tetapi pemuda harus bersatu dengan rakyat, memberikan
penerangan kepada rakyat. Kaum muda jangan hanya terjun ke masyarakat pada waktu
melakukan KKN25 saja, tetapi karena merasa senasib sepenanggungan dengan rakyat.
Karena pemuda juga bagian dari rakyat.
Dalam masa pergerakan nasional kaum inteligensia mempunyai tugas: merebut
kemerdekaan dengan solidaritas pada rakyat.26 Kaum inteligensia yang demikian
sudah memenuhi dharmanya. Dalam post independence period pemuda harus mencoba
mengerti dan memahami persoalan-persoalan bangsanya dewasa ini. Masalah
ketidakmengertian adalah masalah kaum intelektual secara umum.
Belajar dari Ki Hajar Dewantoro, pemuda harus memiliki sifat Ing Ngarso Sung
Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.27 Artinya pemuda harus
berada digarda paling depan dalam melakukan perubahan sosial sebagai lokomotif

22

23

24
25
26
27

Sartono Kartodirdjo. Latar belakang Sosio-Kultural Dunia Kanak-kanak dan Masa Muda Bung
Karno dalam St. Sularto. Dialog dengan Sejarah. Soekarno Seratus Tahun. Jakarta: Kompas. 2001.
hal.36. sedangkan untuk mengetahui kajian tentang pemikiran Sukarno lihat, H. Wuryadi dkk (peny).
Perspektif Pemikiran Bung Karno. Jakarta. Lembaga Putra Fajar. 2004.
Lebih Jauh tentang Pembelaan Bung Karno baca, Sukarno. Indonesia Menggugat (Pembelaan Bung
Karno Di Muka Hakim Kolonial). Jakarta. S.K. Seno. 1951.
Sekitar pembunuhan Massal di Bali baca, Soe Hok Gie. Di Sekitar Peristiwa Pembunuhan Massal
Besar-besaran di Pulau Bali. Dalam Stanley dan Aris Santoso (ed). Soe Hok Gie: Zaman Peralihan.
Jakarta. Gagas Media. 2005. hal.191-202. Robert Cribb (ed). The Indonesian Killings 1965-1966:
Studies from Java and Bali. Asutralia. Center of Southeast Asian Studies. 1991. I Ngurah Suryawan.
Jejak-jejak Manusia Merah [Siasat Politik Kebudayaan Bali]. Yogyakarta. Buku Baik & Elsam. 2005.
hal.149-185.
Artikel berkenanan dengan masalah Timor-Timor periksa, Y.B. Mangunwijaya. op.cit. hlm.249-255
Kuliah Kerja Nyata (baca formalisasi saja).
Soe Hok Gie. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta. LP3ES. 2005. hal.113.
Kalau dahulu semaboyan ini digunakan oleh Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantoro dalam
mendidik generasi muda dalam Perguruan Taman Siswa, maka sekarang semangat itu harus dihidupi
kembali oleh pemuda.

perubahan. Di tengah pemuda harus bahu-membahu bersama rakyat dalam mencapai


kesejahteraan rakyat. Keadaan yang buruk ini harus segera diakhiri. Di belakang
pemuda memberikan semangat dan mendorong rakyat bahwa perubahan ke arah yang
lebih baik atau yang dicita-citakan dapat tercapai jika mereka bersatu. Tantangan yang
datang dari dalam maupun luar pasti dapat teratasi.

E. Penutup
Sejarah telah membuktikan bahwa pemuda telah berbuat, namun tantangan
terus datang, dari dalam dan luar negeri. Pemuda harus belajar dari sejarah agar
memiliki jati diri dan memiliki dasar yang kuat, dan agar mengetahui dari mana
perubahan harus diusahakan. Setelah itu, sebagai lokomotif perubahan pemuda siap
bergerak.
Mengambil momentum peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke-82, sudah
saatnya pemuda menunjukkan perannya kembali, bukan sebagai motor yang
menggulingkan rezim diktator. Tetapi sebagai lokomotif dalam perubahan sosial yang
menjadikan Indonesia maju, sejahtera dan berkeadilan. Pemuda harus bersifat Ing
Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.

Daftar Pustaka
Sumber Buku
Adams, Cindy. 1966. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung
Agung.
Anderson, B.R.OG. 1972. Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 19441946. Ithaca: Cornell Universit Press.
Arbi Sanit. 1981. Sistim Politik Indonesia. Jakarta: Penerbit CV Rajawali.
Baskara T. Wardaya (ed). 2001. Menuju Demokrasi. Politik Indonesia dalam Perspektif
Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Cribb, Robert (ed). 1991. The Indonesian Killings 1965-1966: Studies from Java and Bali.
Asutralia: Center of Southeast Asian Studies.
Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jilid 12. 1990. Jakarta: PT Cipta Adipustaka.
Soe Hok Gie. 2005. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: LP3ES.
Hering, Bob. 2002. Soekarno: Founding Father of Indonesia (1901-1945). Leiden: KITLV.
Kahin, George McTurnan. 1995. (terj). RefleksiPergumulan Lahirnya Republik. Nasionalisme
dan Revolusi Indonesia. Jakarta: UNS Press dan Pustaka Sinar Harapan.
Legge, J.D. 1972. Sukarno A Political Biography. Middlesex: Penguin Books Ltd.
------------. 1993. (terj). Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan: Peranan Kelompok
Syahrir. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Leirissa, R.Z. dkk. 1989. Sejarah Pemikiran Tentang Sumpah Pemuda. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Mangun Wijaya, Y.B. 1998. Menuju Republik Indonesia Serikat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Manuin, Gordon (ed). Tt. Garis Besar Ekonomi Amerika Serikat. Office of International
Information Programs.
Maxwell, John. 2005. Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.
Nagazumi, Akira (peny). 1986. Indonesia dalam Kajian Sarjana Jepang (Perubahan SosialEkonomi Abad XIX & XX dan Berbagai Aspek Nasionalisme Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Pamoe Rahardjo dan Islah Gusmian (peny). 2002. Bung Karno dan Pancasila. Menuju
Revolusi Nasional.Yogyakarta: Galang Press.
Ricklefs, M.C. 2005.Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sartono Kartodirdjo. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional.
Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Jakarta: PT Gramedia.
Sukarno. 1951. Indonesia Menggugat (Pembelaan Bung Karno di Muka Hakim Kolonial).
Jakarta: S.K. Seno.

Sularto, St. 2001. Dialog dengan Sejarah. Soekarno Seratus Tahun. Jakarta: Kompas.
Suryawan, I Ngurah. 2005. Jejak-jejak Manusia Merah [Siasat Politik Kebudayaan Bali].
Yogyakarta: Buku Baik & Elsam.
Stanley dan Aris Santoso (ed). 2005. Soe Hok Gie: Zaman Peralihan. Jakarta: Gagas Media.
Wuryadi, H. dkk (peny). 2004. Perspektif Pemikiran Bung Karno. Jakarta: Lembaga Putra
Fajar.
Yayasan Gedung-gedung Bersejarah Jakarta. 1979. Bunga Rampai Sumpah Pemuda.
Jakarta: Balai Pustaka.

Koran dan Jurnal:


Kompas, 6 Februari
Meluas.

2010, Beras Operasi Pasar Tak Terbeli, Konsumsi Singkong

Shils, Edward. The Intellectuals in the Political Developments of the New States,
World Politics, April 1960.

Anda mungkin juga menyukai