Anda di halaman 1dari 56

Retrovirus merupakan salah satu golongan virus yang terdiri dari satu benang tunggal

RNA (bukannya DNA). Setelah menginfeksi sel, virus tersebut akan membentuk replika DNA
dari RNA-nya dengan menggunakan enzim reverse transcriptase.
Terdapat pada kera-kera kecil, atau kera besar macam gorila atau simpanse yang ada di benua
Afrika, serta orangutan yang ada di Sumatera dan Kalimantan
Golongan Retrovirus
Ada tiga golongan retrovirus yang ditemukan pada primata yaitu oncornaviruses,
lentiviruses, dan spumaviruses. Meskipun jumlahnya sangat sedikit, ketiga golongan virus
tersebut beresiko menular pada manusia baik melalui gigitan, urin maupun feses (kotoran).
Berikut virus-virus tersebut :
Oncornaviruses
Ada empat jenis ornocavirus yang terdapat pada non human primata(ordo) (NHP) yaitu
Simian T-lymphotropic virus (STLV), Gibbon ape leukemia virus (GaLV), Simian sarcoma
virus, dan Simian retrovirus Type D (SRV). Simian T-lymphotropic virus (STLV) sangat mirip
dengan Human T-cell leukemia virus (HTLV) yang banyak sekali terdapat di Asia, Afrika
maupun Amerika. Meskipun kasus kejadiannya tidak banyak, HTLV dapat menyebabkan
leukemia pada sel T dewasa atau lymphoma pada manusia yang terinfeksi. Selain itu, strain virus
HTLV I juga berkaitan dengan tropical spastic paraparesis yaitu suatu gangguan syaraf yang
langka. Hal yang amat mengkhawatirkan, saat ini telah diketahui bahwa HTLV ternyata berasal
dari STLV purba yang menular antar spesies yang berbeda. Bahkan sebuah survei yang
dilakukan oleh Verschoor et al. (1998) terhadap 143 orangutan di Kalimantan Tengah
menunjukkan adanya dua ekor orangutan yang terinfeksi oleh virus HTLV I. Dengan demikian,
peluang virus golongan ini untuk menginfeksi manusia semakin besar. Gibbon ape leukemia
virus (GaLV) juga dapat mengakibatkan leukemia meskipun hewan yang dijangkiti masih
tampak sehat. Virus ini dapat berpindah antar spesies. Simian sarcoma virus, yang kemungkinan
merupakan mutan dari GaLV diketahui menginfeksi monyet wooly yang serumah dengan
gibbon. Simian retrovirus Type D (SRV) terdiri dari beberapa jenis virus. Virus ini biasanya
menyerang monyet dan menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh. Namun demikian,
monyet yang terserang virus ini tetap terlihat sehat. Antibodi terhadap retrovirus tipe D telah
dilaporkan pada 2 dari 247 orang yang sehari-hari berhubungan dengan primata non manusia.
2. Lentivirus
Salah satu golongan lentivirus yang amat berbahaya adalah Simian immunodeficiency
virus (SIV). Virus ini berkerabat erat dengan HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus HIV
1 berasal dari strain SIV simpanse. Sedangkan virus HIV 2 berasal dari SIV sooty mangabeys.
Ada sejumlah besar monyet Afrika baik yang liar maupun tangkapan yang terinfeksi oleh SIV.

Jenis strainnya berbeda-beda, sesuai dengan jenis spesiesnya. Sebagian besar hewan yang
terinfeksi oleh virus ini, tetap terlihat sehat. Primata Asia bukanlah induk semang alami dari SIV.
Dengan demikian, apabila terkena SIV, primata Asia (termasuk orangutan) akan sangat mudah
mengalami penurunan kekebalan tubuh. Saat ini ada 0.06% (2 dari 3123) manusia yang biasa
bekerja dengan primata yang terinfeksi oleh virus ini. Satu di antara kedua orang tersebut
selanjutnya menunjukkan hasil uji serologi yang negatif, namun yang lainnya tetap positif.
Namun demikian mereka berdua tidak menunjukkan gejala penyakit.
3. Spumaviruses
Spuma virus yang terdapat pada primata adalah Simian Foamy Virus (SFV). Virus ini
banyak ditemukan pada primata dunia baru maupun lama. Ada 3,7% atau 11 dari 296 orang yang
biasa berhubungan dengan primata telah terinfeksi oleh virus ini.
Cara Penularan
Virus dan Cara Penularan
Simian T-lymphotropic virus
(STLV) hubungan seksual dan air susu induk
Gibbon ape leukemia virus
(GaLV) urin, feses dan kemungkinan hubungan seksual
Simian sarcoma virus Simian retrovirus Type D (SRV)
hubungan seksual, gigitan, dari induk ke anak

Simian Retrovirus-1 tipe D (SRV-1) ditemukan pertama kali antara tahun 1981-1983 sebagai
penyebab sindrom imunosupresif yang diderita banyak primata di New England Primate
Research Center (NEPRC) dan California Regional Primate Centres (CRPC), Amerika Serikat.
Virus SRV-1 ini tidak berkerabat dekat dengan HIV-1, namun memiliki kemiripan dengan
Mason Pfizer monkey virus (MPMV) yang diisolasi dari sel tumor payudara monyet betina. Pada
spesies primata M. nemestrina, ditemukan SRV-2 yang cukup jauh kekerabatannya dibandingkan
SRV-1 dan MPMV (SRV-3). SRV-2 tidak hanya menyebabkan imunosupresi fatal, namun juga

diikuti dengan proliferasi sel vaskuler dan mesenkimal yang disebut fibromatosis retroperitoneal
(RF). Infeksi SRV tidak menunjukkan aktivasi imunitas yang tinggi pada awal terjadinya infeksi,
namun virus ini menyerang berbagai sel pertahanan tubuh seperti sel T CD4+ dan sel T CD8, sel
B, makrofaga, dan sel epitelial di saluran pencernaan, kelenjar saliva, dan choroid plexus. Pada
tahap akhir infeksi SRV, terjadi penurunan limfoid pada kelenjar limfoid dan infeksi oportunistik
seperti yang juga terjadi pada tahap akhir dari infeksi HIV. Infeksi SRV pada primata menjadi
model studi mekanisme supresi sistem imun yang menarik para ahli karena kemampuan
reproduksi virus yang tinggi, transmisinya cepat, dan waktu turnover yang diperlukan relatif
pendek (7-10 hari). Untuk mendeteksi keberadaan virus ini yang bersifat onkogenik ini, dapat
digunakan uji serologis seperti ELISA dan western blot, analisis PCR, ataupun isolasi virus
secara langsung dengan menumbuhkan peripheral blood mononuclear cell (PBMC) asal primata
dan sel raji secara bersamaan.
Feline immunodeficiency virus (FIV), umumnya diketahui sebagai Feline AIDS adalah
lentivirus yang menyerang kucing rumah di seluruh dunia. 11% kucing di dunia terinfeksi
dengan FIV. Menurut penelitian lainnya, 2.5% kucing di Amerika Serikat terinfeksi FIV. FIV
berada pada famili retrovirus yang sama sebagai Feline leukemia virus (FeLV). FIV terbagi dari
dua retrovirus feline lainnya, feline leukemia virus (FeLV) dan feline foamy virus (FFV).
Terdapat vaksin untuk virus ini walaupun kemanjurannya tetap tidak menentu.[1]
FIV pertama kali ditemukan tahun 1986 koloni kucing yang mengalami infeksi oportunistik dan
kondisi yang merosot, dan telah diidentifikasikan sebagai penyakit endemik pada kucing
domistik di dunia.
FIV ditransmisikan melalui luka gigitan yang dalam, FeLV dengan mudah disebar oleh kontak
seperti merawat dan berbagi mangkuk. Ahli tidak setuju bahwa FIV dapat disebar melalui kontal
kasual. Virus ini juga masuk melalui mulut, dubur dan vagina.
FIV menyerang sistem kekebalan kucing, seperti human immunodeficiency virus (HIV) yang
menyerang sistem kekebalan manusia. FIV menginfeksi banyak tipe sel, termasuk limfosit CD4+
dan CD8+ T, limfosit B dan makrofage.

Transkripsi balik (Reverse transcription) merupakan proses kebalikan transkripsi yaitu mengkopi
RNA menjadi DNA. Definisi yang lain menyebutkan bahwa reverse transcription adalah proses
yang mentranskripsikan untai tunggal RNA menjadi DNA komplemennya (cDNA) dengan
katalisator enzim reverse transcriptase, primer dNTPs dan enzim RNAase Inhibitor. Tanpa
reverse transkripsi, pekerjaan mencari umumnya dilakukan dengan mengisolasi DNA total
genom kemudian memotong-motongnya menjadi ratusan ribu potongan dan diteruskan dengan
mempelajari masing-masing potongan dengan teliti, cara tersebut menghabiskan waktu dan
tenaga yang banyak dan tidak efisien. Dengan enzim yang sesuai, pekerjaan mencari gen tidak
harus dimulai dengan mengisolasi DNA genom total tetapi cukup dengan mengisolasi mRNA.
cDNA
cDNA merupakan terminology genetic yang mengacu pada untai DNA yang disintesis
dari template RNA melalui suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim reverse transcriptase dan
DNA polymerase. cDNA disebut juga DNA komplemen, beruntai tunggal atau untai ganda,
disintesis invitro dari template mRNA menggunakan enzim reverse transcriptase.
Tujuan mengkonversi mRNA menjadi cDNA adalah karena DNA sifatnya lebih stabil
dari pada RNA. Setelah dikonversi, untai cDNA tersebut dapat digunakan untuk PCR, sebagai
probe untuk analisis ekspresi dan untuk perbanyakan/ cloning sekuen mRNA. Jika seorang
peneliti ingin mengekspresikan suatu protein spesifik dalam sel yang tidak lazim memproduksi
protein tersebut satu cara sederhana adalah dengan mentransfer cDNA yang mengkode protein
tersebut ke sel resipien. Pada kondisi alamiah, cDNA tersintesis oleh reverse transcriptase yang
mengubah untai tungal RNA berdasarkan urutan pasanan basanya dan memasangkan dengan
basa DNA yang sesuai (A,U,G dan C berpasangan dengan T,A,C dan G).

Enzim Reverse Transcriptase


Enzim transkriptase-balik (reverse-transcriptase) adalah enzim yang secara alami
digunakan oleh

retrovirus untuk membuat copy DNA berdasarkan RNA-nya. Enzim

transkriptase-balik ditemukan oleh Howard Temin dan David Baltimore secara terpisah pada
tahun 1970 tidak lama setelah penemuan enzim restriksi. Enzim transkriptase-balik ini

kemudian digunakan untuk mengkonstruksi copy DNA yang disebut cDNA (complementary
DNA) dengan menggunakan RNA sebagai cetakannya. Dengan demikian gen atau bagian dari
gen dapat disintesis berdasarkan mRNA. Proses sintesis DNA dengan cara ini merupakan
kebalikan dari pada proses transkripsi. Oleh karena itu dinamakan transkripsi-balik.
Saat ini, enzim transkriptase-balik sudah diproduksi secara komersial. Ketersediaan
enzim transkriptase-balik ini telah memberikan kemudahan bagi para peneliti untuk mempelajari
gen yang bertanggung-jawab terhadap sifat-sifat tertentu.
Enzim reverse transcriptase sebenarnya bukanlah merupakan katalisator yang efektif.
Selama satu periode transkripsi setidaknya terdapat rata-rata 10 kesalahan seperti salah baca
kodon, melompati pembacaan beberapa kodon dan sebagainya. Kesalahan-kesalahan tersebut
relative lebih parah dibandingkan dengan kesalahan yang umum terjadi pada replikasi normal,
hal tersebut karena proses transkripsi normal mempunyai mekanisme koreksi yang mengurangi
frekuensi kesalahan transkripsi. Frekuesi kesalahan transkripsi yang tinggi ternyata justru
menguntungkan sel prokaryotic yang bersangkutan. Fenomena tersebut merupakan salah satu
factor yang menyebabkan partikel prokaryotic seperti virus sulit untuk diberantas, pola genetic
virus cenderung cepat berubah sehingga tidak terkoreksi oleh system imun manusia
(Stowell,2009).
Primer
Tiga jenis primer yang umum digunakan dalam proses reverse transkripsi; (1) Primer
Oligo(dT) atau dNTPs, (2) Primer random hexamer, (3) Gen spesifik primer. Primer dNTPs yang
paling sering digunakan sebagai primer karena peneliti bisa mendapatkan salinan cDNA lengkap
dari full mRNA juga afinitas dNTPs terhadap ekor poly A pada mRNA. Primer dNTPs
menggandakan ekor poly A mRNA dan terfosforilasi pada ujung 5 untuk menfasilitasi cloning
cDNA.
mRNA yang panjang (>4 kb) atau tidak memiliki ekor poly A (mRNA prokaryota), maka
pilihannya adalah random primer. Dengan random primer, ujung 5 gen-gen yang panjang dapat
ditranskripsi balik, tetapi cDNA yang diperoleh mungkin tidak full dari seluruh gen. Biasanya

digunakan random primer 6-mers, tetapi 8 atau 9-mers dapat meningkatkan ukuran cDNA karena
primernya akan terhibridisasi lebih jarang.
Pilihan ketiga adalah primer spesifik gen yang dapat meningkatkan sensitivitas dengan
mengarahkan seluruh aktifitas enzim RT untuk mentranskripsi balik hanya RNA tertentu saja.
Jika yang kita lakukan adalah one-step RT PCR, primer spesifik gen digunakan karena primer
RT juga nantinya digunakan sebagai primer reverse pada reaksi PCR-nya (Yepyhardi,
Patogenesis virus merupakan suatu tahap akhir terjadinya penyakit setelah
infeksi virus. Patogenesis virus ini berakibat timbulnya suatu penyakit klinis atau
subklinis (tidak bergejala) yang merupakan hasil interaksi antara beberapa faktor
dengan virus dan inang.
Tahapan dalam patogenesis masuknya virus ke dalam tubuh inang pembawa
sering terjadi melalui selaput lendir saluran napas dan dapat pula terjadi melalui
selaput lendir pencernaan atau saluran kemih, namun terkadang dapat pula akibat
suntikan langsung virus ke dalam aliran darah melalui suntikan atau gigitan serangga.
Penyakit akibat petogenesis virus dapat berupa infeksi subklinik (bergejala)
dan klinis:
a. Penyakit patogenesis bergejala
Disebut juga infeksi subklinik karena tidak tampak adanya gejala
klinik. Sebagai besar infeksi virus hanya mengakibatkan infeksi subklinik
dan dapat merangsang kekebalan humoral maupun seluler.
b. Penyakit virus klinis
Jenis penyakit patogenesis ini sering tergantung dari banyaknya
virus yang masuk dan tidak selalu terjadi pada tiap infeksi sehingga bukan
merupakan indeks infeksi virus yang tepat. Jenis penyakit ini jauh lebih
jarang daripada infeksi subklinik dan penyakit golongan ini berkaitan
dengan organ sasaran tertentu untuk suatu virus tertentu.
Jenis-jenis infeksipada tahapan patogenesis dibagi dalam tahap-tahap:
a. Infeksi tidak nyata
Infeksi jenis ini memiliki ciri dan sifat sebagai berikut:

Terjadi bila jumlah sel yang terinfeksi tidak cukup banyak untuk dapat
menimbulkan gejala klinik.
Disebut pula penyakit subklinik.
Dapat merangsang pembuatan antibodi yang cukup banyak sehingga
tubuh menjadi kebal terhadap infeksi serupa berikutnya.
Sering terjadi jika jumlahnya virus yang masuk hanya sedikit atu virus
tidak dapat mencapai organ sasaran.
b. Infeksi akut
Terjadi jika gejala klinik penyakit hanya tampak dalam waktu yang
pendek setelah masa inkubasi.
Sembuh jika virus dapat dienyahkan dari dalam tubuh.
Dibagi menjadi infeksi lokal atau menyebar, tergantung apakah virus
langsung berada pada organ sasaran atau harus berjala dari tempat
infeksi ke tempat organ sasaran.
Dapat berkembang menjadi infeksi menetap atau laten.
c. Infeksi menetap
Virus infektif terus berada di dalam tubuh untuk jangka waktu lama.
Mungkin ada gejala klinik atau tanpa gejala.
Dapat berkembang menjadi pembawa virus atau karier.
d. Infeksi laten
Virus penginfeksi tetap berada di dalam tubuh dalam bentuk noninfektif
tetapi secara periodik dapat diaktifkan kembali menjadi virus infektif
yang menimbulkan penyakit klinis.
Disebut juga penyakit kambuhan.
e. Infeksi lambat
Masa inkubasi sangat lama.
Selama masa inkubasi tidak tampak gejala klinis dan tidak terbentuk
virus infektif.
Sering berupa penyakit virus pada susunan saraf pusat yang bersifat
kronis, progresif dan faal (misal penyakit Kuru).

Pola penyakit yang ditimbulkan akibat infeksi patogenesis ini dapat


berupa efek lokal dan menyebar :
a. Infeksi virus penyakit dalam efek setempat
Terjadi bila perkembangan virus dan kerusakan sel bersifat lokal pada
tempat virus masuk dalam tubuh.
Masa inkubasi pendek.
Mungkin menunjukan gejala sistemik (demam)
Tidak terjadi viremia (virion di dalam darah)
Terjadi pada saluran nafas (influenza,batuk,pilek), saluran pencernaan
(picornavirus dan rotavirus), saluran urogenital (kutil kelamin) dan
mata (Adenovirus)
Hanya merangsang respons imun yang lebih lemah dari pada infeksi
yang menyebar
b. Infeksi menyebar
Virus menyebar dari tempat masuknya ke dalam tubuh menuju organ
sasaran
Masa inkubasi moderat (beberapa minggu)
Gejala klinik utama diakibatkan oleh infeksi pada satu organ
sasaran,meskipun terjadi pada organ lain
Reactions:
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus
bersifat parasit obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam
material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak
memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Biasanya virus mengandung sejumlah
kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi
semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi
ketiganya. Genom virus akan diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat
bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.
Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota
(organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofage atau

fage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain
yang tidak berinti sel).
Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan
fungsi biologisnya secara bebas jika tidak berada dalam sel inang. Karena karakteristik khasnya
ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influenza
dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus mosaik
tembakau/TMV).
Etimologi
Kata virus berasal dari bahasa latin virion yang berarti racun, yang pertama kali digunakan di
Bahasa Inggris tahun 1392.[1] Definisi "agen yang menyebabkan infeksi penyakit" pertama kali
digunakan tahun 1728,[1] sebelum ditemukannya virus sendiri oleh Dmitry Iwanovsky tahun
1892.
Sejarah penemuan

Virus mosaik tembakau merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan dengan mikroskop
elektron.

Virus telah menginfeksi sejak jaman sebelum masehi, hal tersebut terbukti dengan adanya
beberapa penemuan-penemuan yaitu laporan mengenai infeksi virus dalam hieroglyph di
Memphis, ibu kota Mesir kuno (1400SM) yang menunjukkan adana penyakit

poliomyelitis, selain itu, Raja Firaun Ramses V meninggal pada tahun 1196 SM dan
dipercaya meninggal karena terserang virus Smallpox.

Pada jaman sebelum masehi, virus endemik yang cukup terkenal adalah virus Smallpox
yang menyerang masyarakat cina pada tahun 1000. Akan tetapi pada pada tahun 1798 ,
Edward Jenner menemukan bahwa beberapa pemerah susu memiliki kekebalan terhadap
virus pox. Hal tersebut diduga karena Virus Pox yang terdapat pada sapi, melindungi
manusia dari Pox. Penemuan tersebut yang dipahami kemudian merupakan pelopor
penggunaan vaksin.

Pada tahun 1880, Louis Pasteur dan Robert Koch mengemukakan suatu "germ theory"
yaitu bahwa mikroorganisme merupakan penyebab penyakit. Pada saat itu juga terkenal
Postulat Koch yang sangat terkenal hingga saat ini yaitu :

1. Agen penyakit harus ada di dalam setiap kasus penyakit


2. Agen harus bisa diisolasi dari inang dan bisa ditumbuhkan secara in vitro
3. Ketika kultur agen muri diinokulasikan ke dalam sel inang sehat yang rentan maka ia bisa
menimbulkan penyakit
4. Agen yang sama bisa di ambil dan diisolasi kembali dari inang yang terinfeksi tersebut

Penelitian mengenai virus dimulai dengan penelitian mengenai penyakit mosaik yang
menghambat pertumbuhan tanaman tembakau dan membuat daun tanaman tersebut
memiliki bercak-bercak. Pada tahun 1883, Adolf Mayer, seorang ilmuwan Jerman,
menemukan bahwa penyakit tersebut dapat menular ketika tanaman yang ia teliti menjadi
sakit setelah disemprot dengan getah tanaman yang sakit. Karena tidak berhasil
menemukan mikroba di getah tanaman tersebut, Mayer menyimpulkan bahwa penyakit
tersebut disebabkan oleh bakteri yang lebih kecil dari biasanya dan tidak dapat dilihat
dengan mikroskop.

Pada tahun 1892, Dimitri Ivanowsky dari Rusia menemukan bahwa getah daun tembakau
yang sudah disaring dengan penyaring bakteri masih dapat menimbulkan penyakit
mosaik. Ivanowsky lalu menyimpulkan dua kemungkinan, yaitu bahwa bakteri penyebab
penyakit tersebut berbentuk sangat kecil sehingga masih dapat melewati saringan, atau

bakteri tersebut mengeluarkan toksin yang dapat menembus saringan.[2] Kemungkinan


kedua ini dibuang pada tahun 1897 setelah Martinus Beijerinck dari Belanda menemukan
bahwa agen infeksi di dalam getah yang sudah disaring tersebut dapat bereproduksi
karena kemampuannya menimbulkan penyakit tidak berkurang setelah beberapa kali
ditransfer antartanaman.[2] Patogen mosaik tembakau disimpulkan sebagai bukan bakteri,
melainkan merupakan contagium vivum fluidum, yaitu sejenis cairan hidup pembawa
penyakit.[2]

Setelah itu, pada tahun 1898, Loeffler dan Frosch melaporkan bahwa penyebab penyakit
mulut dan kaki sapi dapat melewati filter yang tidak dapat dilewati bakteri. Namun
demikian, mereka menyimpulkan bahwa patogennya adalah bakteri yang sangat kecil.[2]

Pendapat Beijerinck baru terbukti pada tahun 1935, setelah Wendell Meredith Stanley
dari Amerika Serikat berhasil mengkristalkan partikel penyebab penyakit mosaik yang
kini dikenal sebagai virus mosaik tembakau.[3] Virus ini juga merupakan virus yang
pertama kali divisualisasikan dengan mikroskop elektron pada tahun 1939 oleh ilmuwan
Jerman G.A. Kausche, E. Pfankuch, dan H. Ruska.[4]

Pada tahun 1911, Peyton Rous menemukan jika ayam yang sehat diinduksi dengan sel
tumor dari ayam yang sakit, maka pada ayam yang sehat tersebut juga akan terkena
kanker.[5] Selain itu, Rous juga mencoba melisis sel tumor dari ayam yang sakit lalu
menyaring sari-sarinya dengan pori-pori yang tidak dapat dilalui oleh bakteri, lalu sarisari tersebut di suntikkan dalam sel ayam yang sehat dan ternyata hal tersebut juga dapat
menyebabkan kanker.[5] Rous menyimpulkan kanker disebabkan karena sel virus pada sel
tumor ayam yang sakit yang menginfeksi sel ayam yang sehat.[5] Penemuan tersebut
merupakan penemuan pertama virus onkogenik, yaitu virus yang dapat menyebabkan
tumor. Virus yang ditemukan oleh Rous dinamakan Rous Sarcoma Virus(RSV).[5]

Pada tahun 1933, Shope papilloma virus atau cottontail rabbit papilloma virus
(CRPV)yang ditemukan oleh Dr Richard E Shope merupakan model kanker pertama
pada manusia yag disebabkan oleh virus.[6] Dr Shope melakukan percobaan dengan
mengambil filtrat dari tumor pada hewan lalu disuntikkan pada kelinci domestik yang
sehat, dan ternyata timbul tumor pada kelinci tersebut.[6]

Wendell Stanley merupakan orang pertama yang berhasil mengkristalkan virus pada
tahun 1935.[7] Virus yang dikristalkan merupakan Tobacco Mozaic Virus (TMV).[7]

Stanley mengemukakan bahwa virus akan dapat tetap aktif meskipun setelah
kristalisasi.[7]

Martha Chase dan Alfred Hershey pada tahun 1952 berhasil menemukan bakteriofage.[8]
Bakterofage merupakan virus yang memiliki inang bakteri sehingga hanya dapat
bereplikasi di dalam sel bakteri.[8]

Struktur dan anatomi virus

Model skematik virus berkapsid heliks (virus mosaik tembakau): 1. asam nukleat (RNA), 2.
kapsomer, 3. kapsid.
Virus adalah organisme subselular yang karena ukurannya sangat kecil, hanya dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop elektron. Ukurannya lebih kecil daripada bakteri sehingga virus
tidak dapat disaring dengan penyaring bakteri. Virus terkecil berdiameter hanya 20 nm (lebih
kecil daripada ribosom), sedangkan virus terbesar sekalipun sukar dilihat dengan mikroskop
cahaya.[9]
Genom virus dapat berupa DNA ataupun RNA.[10] Genom virus dapat terdiri dari DNA untai
ganda, DNA untai tunggal, RNA untai ganda, atau RNA untai tunggal.[10] Selain itu, asam
nukleat genom virus dapat berbentuk linear tunggal atau sirkuler.[10] Jumlah gen virus bervariasi
dari empat untuk yang terkecil sampai dengan beberapa ratus untuk yang terbesar.[10][9] Bahan
genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada virus tumbuhan
kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal.[10]
Bahan genetik virus diselubungi oleh suatu lapisan pelindung.[10] Protein yang menjadi lapisan
pelindung tersebut disebut kapsid.[10] Bergantung pada tipe virusnya, kapsid bisa berbentuk bulat
(sferik), heliks, polihedral, atau bentuk yang lebih kompleks dan terdiri atas protein yang

disandikan oleh genom virus.[10] Kapsid terbentuk dari banyak subunit protein yang disebut
kapsomer.[9][10]

Bakteriofag terdiri dari kepala polihedral berisi asam nukleat dan ekor untuk menginfeksi inang.
Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein nukleokapsid) terikat
langsung dengan genom virus.[11] Misalnya, pada virus campak, setiap protein nukleokapsid
terhubung dengan enam basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer.[11]
Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid.[11] Pada virus campak,
nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel inang, dan glikoprotein
yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid tersebut.[11] Bagian-bagian ini berfungsi
dalam pengikatan pada dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.[11]

Virus cacar air memiliki selubung virus.


Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan tidak terlalu berikatan
dengan asam nukleat seperti virus heliks.[12] Struktur ini bisa bervariasi dari ukuran 20 nanometer
hingga 400 nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri
ikosahedral.[12] Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan

dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t protein.[12] Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki angka
T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid.[12] Seperti virus bentuk heliks, kapsid sebagian
jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung
terlibat dalam penginfeksian sel.[12]
Beberapa jenis virus memiliki unsur tambahan yang membantunya menginfeksi inang.Virus
pada hewan memiliki selubung virus, yaitu membran menyelubungi kapsid.[13] Selubung ini
mengandung fosfolipid dan protein dari sel inang, tetapi juga mengandung protein dan
glikoprotein yang berasal dari virus.[13] Selain protein selubung dan protein kapsid, virus juga
membawa beberapa molekul enzim di dalam kapsidnya. Ada pula beberapa jenis bakteriofag
yang memiliki ekor protein yang melekat pada "kepala" kapsid. Serabut-serabut ekor tersebut
digunakan oleh fag untuk menempel pada suatu bakteri.[14] Partikel lengkap virus disebut virion.
Virion berfungsi sebagai alat transportasi gen, sedangkan komponen selubung dan kapsid
bertanggung jawab dalam mekanisme penginfeksian sel inang.[14]
Patogenesis Virus
Macam-macam infeksi virus
Virus dapat menginfeksi inangnya dan menyebabkan berbagai akibat bagi inangnya.[15] ada yang
berbahaya, namun juga ada yang dapat ditangani oleh sel imun dalam tubuh sehingga akibat
yang dihasilkan tidak terlalu besar.[15]
1. Infeksi

Akut

infeksi akut merupakan infeksi yang berlangsung dalam jangka waktu cepat namun dapat
juga
*
*

berakibat
Sembuh
Sembuh

fatal.[15]
tanpa
dengan

Berlanjut

Akibat

dari

kerusakan
kerusakan/cacat,
kepada

infeksi

akut

adalah :

(Sembuh

total)[15]

misalnya :

polio[15]
kronis[15]

infeksi

* Kematian[15]
2. Infeksi

Kronis

Infeksi kronis merupakan infeksi virus yang berkepanjangan sehingga ada resiko gejala
penyakit

muncul

kembali.[15]

Contoh

dari

infeksi

kronis

adalah :

* Silent subclinical infection seumur hidup, contoh : cytomegalovirus( CMV)[15]


* Periode diam yang cukup lama sebelum munculnya penyakit, contoh : HIV
*

Reaktivasi

Penyakit

yang
kronis

menyebabkan
yang

berulang

infeksi

akut,

(kambuh),

contoh :
contoh :

[15]

shingles[15]
HBV,

HCV

* Kanker contoh : HTLV-1, HPV, HBV, HCV, HHV.[15]


Replikasi virus
Replikasi virus terdiri atas beberapa tahapan-tahapan yaitu pelekatan virus, penetrasi, pelepasan
mantel, replikasi genom dan ekspresi gen, perakitan, pematangan, dan pelepasan.
Pelekatan Virus
Pelekatan virus merupakan proses interaksi awal antara partikel virus dengan molekul reseptor
pada permukaan sel inang.[16] Pada tahap ini, terjadi ikatan spesifik antara molekul reseptor
seluler dengan antireseptor pada virus.[16] Beberapa jenis virus memerlukan molekul lainnya
untuk proses pelekatan yaitu koreseptor.[16]
Molekul reseptor yang target pada permukaan sel dapat berbentuk protein (biasanya
glikoprotein) atau residu karbohidrat yang terdapat pada glikoprotein atau glikolipid.[16]
Beberapa virus kompleks seperti poxvirus dan herpesvirus memiliki lebih dari satu reseptor
sehingga mempunyai beberapa rute untuk berikatan dengan sel.[16]
Reseptor virus mempunyai beberapa kelas yang berbeda :

molekul immunoglobulin-like superfamily

reseptor terkait membran

saluran dan transporter transmembran[16]

Beberapa contoh virus beserta reseptor yang dimiliki :

Human Rhinovirus (HRV)

Human Rhinovirus memiliki reseptor ICAM-1(Intracelluler adhesion molecule-1).[17]


Molekul tersebut merupakan molekul adhesi yang fungsi normalnya adalah untuk
mengikatkan sel kepada substratnya.[17] struktur ICAM-1 mirip dengan molekul
imunoglobulin dengan domain C dan V sehingga digolongkan sebagai protein supefamily
immunoglobulin[17]
Struktur ICAM-1 memiliki lima Ig-like domain untuk berikatan dengan Lfa-1 (Leukocite
function antigen-1), Mac-1 (Macrofage antigen-1), Rhinovirus (HRV), fibrinogen, dan
PFIE (malaria infected erythocytes).[17]
10 serotipe dari HRV menggunakan ICAM-1 sebagai reseptor, sepuluh serotipe lainnya
menggunakan protein yang beruhubungan dengan LDL reseptor.[17]

Poliovirus
mempunyai reseptor virus berupa protein membran integral yang juga anggota dari
molekul superfamily immunoglobulin.[18] Reseptor ini memiliki tiga domain yaitu satu
berupa variabel dan dua konstan.[18]

Virus influenza
Virus ini mempunyai dua tipe spike glikoprotein pada permukaan partikel virus yaitu
hemagglutinin (HA) dan neuraminidase.[19] HA akan berikatan dengan reseptor virus
influenza yang berupa asam sialat (N-asetil neuraminic acid).[19]
virus ini berikatan dengan muatan negatif dari moieties asam sialat yang ada pada rantai
oligosakarida yang secara kovalen berikatan dengan glikoprotein pada permukaan sel.[19]
adanya asam sialat pada hampir semua jenis sel menyebabkan virus influenza bisa
berikatan dengan banyak tipe sel.[19]

Penetrasi
Penetrasi terjadi pada waktu yang sangat singkat setelah pelekatan virus pada reseptor di
membran sel.[20] Proses ini memerlukan energi Tiga mekanisme yang terlibat:

Translokasi partikel virus

Proses translokasi relatif jarang terjadi di antara virus dan mekanisme belom sepenuhnya
dipahami benar, kemungkinan diperantarai oleh protein di dalam virus kapsid dan
reseptor membran spesifik.[21]

Endositosis virus ke dalam vakuola intraseluler


proses endositosis merupakan mekanisme yang sangat umum sebagai jalan masuk virus
ke dalam sel.[22] Tidak diperlukan protein virus spesifik selain yang telah digunakan
untuk pengikatan reseptor.[22]

fusi dari envelope dengan membran sel (untuk virus yang berenvelope)

Proses fusi virus berenvelop dengan membran sel baik secara langsung maupun dengan
permukaan sel maupun mengikuti endositosis dalam sitoplasma.[22] Diperlukan adanya
protein fusi spesifik dalam envelop virus, misalnya : HA influenza dan glikoprotein
transmembran (TM) Rhinovirus.[22]
Pelepasan Mantel
Tahap ini terjadi setelah proses penetrasi dimana kapsid virus baik seluruhnya maupun sebagian
dipindahkan ke dalam sitoplasma sel inang.[20] Pada tahap ini genom virus terekspos dalam
bentuk kompleks nukleoprotein.[20] Dalam beberapa kasus, tahap ini berlangsung cukup
sederhana dan terjadi selama fusi pada membran virus dengan membran plasma.[20] untuk virus
lainnya, tahap ini merupakan proses multistep yang melibatkan jalur endositosis dan membran
nukleus.[20]

Replikasi Genom dan Ekspresi Gen

7 Klasifikasi Baltimore.[23]
Strategi replikasi dari beberapa virus tergantung pada material genetik alami dari virus
tersebut.[24] Dalam hal ini, virus dibagi dalam 7 kelompok seperti pengelompokan [[David
Baltimore].[24] Proses ekspresi gen akan menentukan semua proses infeksi virus (akut, kronis,
persisten, atau laten).[24]

Kelas I : DNA Utas Ganda


Kelompok ini dibagi menjadi dua kelompok :
1. Replikasi terjadi di inti dan relatif tergantung kepada faktor-faktor seluler
(Adenoviridae, Polyomaviridae, Herpesviridae)[24]
2. Replikasi terjadi di sitoplasma (Poxviridae). virus ini melibatkan semua faktorfaktor yang penting untuk transkripsi dan replikasi dari genomnya, dan
kebanyakan tidak tergantung pada perangkat replikasi dari inangnya[24].

Kelas II : DNA Utas Tunggal


Replikasi terjadi di dalam nukleus, melibatkan bentuk utas ganda intermediate sebagai
cetakan untuk sintesis utas tunggal DNA turunannya (Parvoviridae)[24]

Kelas III : RNA Utas Ganda


Virusnya memiliki genom yang tersegmentasi. masing-masing segmennya ditranskripsi
secara terpisah untuk menghasilkan monosistronik mRNA individual. contoh :
Reoviridae[24]

Kelas IV : RNA Utas Tunggal (+)


Virus dengan polisistronik mRNA dimana kelas ini genom RNA membentuk mRNA
yang ditranslasikan untuk membentuk suatu polyprotein yang dipecah membentuk
protein matang. Contoh : Picornaviridae[24]

Kelas V : RNA Utas Tunggal (-)


Genom pada kelas ini dibagi menjadi dua tipe :
1. Genom tidak bersegmen (Rhabdoviridae), Tahap pertama dalam replikasi adalah
transkripsi dari genom RNA utas (-) oleh virion RNA-dependent RNA polimerase
untuk menghasilkan monosistronik mRNA yang juga sebagai cetakan untuk
replikasi genom.[24]
2. Genom bersegmen (Orthomixoviridae), replikasi terjadi di dalam nukleus dimana
monosistronik mRNA untuk masing-masing gen virus dihasilkan oleh
transkriptase virus.[24]

Kelas VI : RNA Utas Tunggal (+) dengan DNA Intermediate


Genom Retrovirus RNA utas tunggal (+) bersifat diploid dan tidak dipakai secara
langsung sebagai mRNA tetapi sebagi template untuk reverse transkriptase menjadi
DNA.[24]

Kelas VII : DNA Utas Ganda dengan RNA Intermediate


Virus kelompok ini bergantung kepada reverse transkriptase, tetapi berbeda dengan
retrovirus, prosesnya terjadi di dalam partikel virus selama maturasi (Hepadnaviridae).[24]

Perakitan
Perakitan merupakan proses pengumpulan komponen-komponen virion pada bagian khusus di
dalam sel.[20] Selama proses ini, terjadi pembentukan struktur partikel virus.[20] Proses ini
tergantung kepada proses replikasi di dalam sel dan tempat di mana virus melepaskan diri dari
sel.[20] mekanisme perakitan bervariasi untuk virus yang berbeda-beda. Contoh : proses perakitan
Picornavirus, Poxvirus, dan Reovirus terjadi di sitoplasma, sementara itu proses perakitan
Adenovirus , Poliovirus, dan Parvovirus terjadi di nukleus.[20]
Pematangan
Pematangan merupakan tahap dari siklus hidup virus dimana virus bersifat infeksius.[20] pada
tahap ini terjadi perubahan struktur dalam partikel virus yang kemungkinan dihasilkan oleh
pemecahan spesifik protein kapsid untuk menghasilkan produk yang matang.[20] protease virus
dan enzim seluler lainnya biasanya terlibat dalam proses ini.[20]
Pelepasan
Semua virus kecuali virus tanaman melepaskan diri dari sel inang melalui dua mekanisme :

untuk virus litik (semua virus non-selubung), pelepasan merupakan proses yang
sederhana, dimana sel yang terinfeksi terbuka dan virus keluar.[20]

untuk virus berselubung, diperlukan membran lipid ketika virus keluar dari sel melewati
membran , proses ini dikenal sebagai budding.[20]

Proses pelepasan partikel virus kemungkinan bisa merusak sel(Paramyxovirus, Rhabdovirus, dan
Togavirus) , dan kemungkinan sebagian lagi tidak merusak sel (Retrovirus).[20]
Klasifikasi virus
Virus dapat diklasifikasi menurut morfologi, tropisme dan cara penyebaran, dan genomik
fungsional.[25]

Klasifikasi virus berdasarkan morfologi

Berdasarkan morfologi, virus dibagi berdasarkan jenis asam nukleat dan juga protein
membran terluarnya (envelope) menjadi 4 kelompok, yaitu :[25]
1. Virus DNA
2. Virus RNA
3. Virus berselubung
4. Virus non-selubung

Klasifikasi virus berdasarkan tropisme dan cara penyebaran


Berdasarkan tropisme dan cara penyebaran, virus dibagi menjadi:[25]

1. Virus Enterik
2. Virus Respirasi
3. Arbovirus
4. Virus onkogenik
5. Hepatitis virus

Klasifikasi virus berdasarkan genomik fungsional


Virus di klasifikan menjadi 7 kelompok berdasarkan alur fungsi genomnya. Klasifikasi
ini disebut juga klasifikasi Baltimore yaitu:[25]

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Virus Tipe I = DNA Utas Ganda


Virus Tipe II = DNA Utas Tunggal
Virus Tipe III = RNA Utas Ganda
Virus Tipe IV = RNA Utas Tunggal (+)
Virus Tipe V = RNA Utas Tunggal (-)
Virus Tipe VI = RNA Utas Tunggal (+) dengan DNA perantara
Virus Tipe VII = DNA Utas Ganda dengan RNA perantara

Contoh-contoh virus
Virus RNA
Virus RNA merupakan virus yang memiliki materi genetik berupa RNA, kelompok yang
tergolong dalam kelompok ini adalah virus kelas III, IV, V, dan VI. Beberapa contoh familia
virus yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Retroviridae, Picornaviridae,
Orthomixoviridae, dan Arbovirus.[26]

Retroviridae
Retroviridae merupakan virus berbentuk ikosahedral. Virus ini memiliki genom RNA berjumlah
dua buah yang keduanya identik dan memiliki polaritas positif yang nantinya akan diekspresikan
menjadi enzim polimerase yang unik yaitu reverse traskriptase yang berguna untuk mengubah
RNA menjadi DNA.[26][27]DNA yang dihasilkan nantinya akan berintegrasi ke dalam DNA sel
inang sebagai provirus.[26] Virus ini termasuk ke dalam virus yang ganas, dapat menyebabkan
penekanan sistem kekebalan tubuh dan juga tumor.[26] Sifatnya yang ganas tersebut disebabkan
salah satunya karena virus ini mudah mengalami mutasi.[26]
Salah satu genus dari famili ini yang paling terkenal adalah genus Lentivirus, yang contoh
spesiesnya adalah HIV 1 dan 2.[26]
Picornaviridae
Picornaviridae merupakan berukuran kecil. Virus ini memiliki genom RNA dengan polaritas
positif sehingga termasuk virus kelas IV dalam klasifikasi Baltimore.[28] Virus dalam famili ini
mampu menyebabkan banyak penyakit pada manusia, di antaranya adalah penyakit polio yang
disebabkan oleh Poliovirus dan flu ringan yang disebabkan oleh Rhinovirus.[28]
Orthomixoviridae
Orthomoxoviridae merupakan virus yang memiliki selubung dengan materi genetik RNA
bersegmen berpolaritas negatif sehingga virus ini termasuk dalam kelas V dalam klasifikasi
Baltimore.[29] Ciri khan dari virus ini adalah virus ini memiliki protein permukaan yang
merupakan antigen utama yaitu Hemmaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA).[29]
Hemmaglutinin merupakan bagian virus yang menempel pada sel target oleh sebab itu antibodi
terhadap hemmaglutinin dapat melindung dari infeksi virus.[29] Neuraminidase berperan untuk
melepaskan virion dari sel oleh sebab itu antibodi terhadap NA dapat menekan tingkat keparahan
infeksi virus.[29]
Virus ini di klasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu :
1. Influenza
tipe
A
Influenza tipe A merupakan virus yang menginfeksi berbagai spesies baik manusia,
burung (burung liar, ternak, domestik), babi, kuda, anjing, dan mamalia air(anjing laut
dan paus).[29] Virus influenza tipe A dapat mengalami antigenic drift dan antigenic shift.
[29]

Antigenic drift adalah terjadinya mutasi pada gen yang menyandikan protein
Hemmaglutinin. Hal tersebut menyebabkan antibodi yang ada tidak dapat mengenalinya
lagi.
Kejadian
tersebut
menyebabkan
terjadinya
endemik
musiman.[29]
Antigenic shift adalah munculnya subtipe barus virus influenza yang disebabkan karena
penggabunggan genetik antara manusia dengan virus hewan atau dengan transmisi
langsung dari hewan unggas ke manusia. karena tidak ada atau sedikitnya imunitas
terhada virus baru, maka pandemik dapat terjadi.[29]
2. Influenza tipe B

3. Influenza tipe C
4. Tick-Borne
virus ini merupakan virus yang berasal dari kutu.[29]

Influenza

Arboviruses
Arbovirus merupakan singkatan dari ARthropoda-BOrne virus yaitu virus yang berasal dari
kelompok Arthropoda.[30] Arbovirus dibagi menjadi empat famili yaitu :
1. Togaviridae
contoh virus yang termasuk dalam kelompok ini adalah Rubellavirus.[30]
2. Flaviviridae
contoh virus yang termasuk dalam kelompok ini adalah Hepatitis C virus dan
Denguevirus yang penyebabkan penyakit demam berdarah dengue.[30]
3. Bunyaviridae
contoh virus yang termasuk dalam kelompok ini adalah California encephalitis virus (CE)
yang menyebabkan penyakit encephalitis pada manusia.[30]
4. Reoviridae
contoh virus yang termasuk dalam kelompok ini adalah reovirus yang menyebabkan
Colorado tick fever dan Rotavirus yang menyebabkan diare epidemik pada anak-anak.[30]
Virus DNA
Virus DNA merupakan virus yang memiliki materi genetik berupa DNA, kelompok yang
tergolong dalam kelompok ini adalah virus kelas I, II, VII. Beberapa contoh familia virus yang
termasuk ke dalam kelompok ini adalah Herpesviridae, Parvoviridae, dan Poxviridae.[31]
Herpesviridae
Herpesviridae merupakan kelompok virus berukuran besar dengan materi genetik DNA utas
ganda sehingga dikelompokkan ke dalam kelas 1 dalam klasifikasi baltimore. Virus dalam
kelompok ini dapat menyebabkan penyakit ganas dan juga dapat menyebabkan kelainan pasca
kelahiaran pada bayi.[31] Herpesviridae terbagi ke dalam beberapa genus, yaitu :
1. Alpha
Herpesvirus
Virus yang termasuk dalam kelompok Alpha herpesvirus biasanya menyebabkan
penyakit yang akut dengan gejala yang muncul saat itu juga.[31] infeksi virus ini bersifat
laten persisten disebabkan karena kemampuan genom virus ini untuk berintergrasi
dengan sel inang.[31] jika kondisi inang sedang lemah, maka ada kemungkinan penyakit
dapat
muncul
kembali
pada
tempat
yang
sama.[31]
contoh dari virus ini adalah Herpes simplex tipe 1 dan 2 dan Varicella zoster(VZ)
virus.[31]
2. Beta
Herpesvirus
Virus yang termasuk dalam kelompok beta herpesvirus biasanya menyebabkan penyakit
yang akut akan tetapi tidak ditemukan gejala pada carrier.[31] virus ini menyebabkan

infeksi pada bayi dan perkembangan abnormal (penyakit kongenital).[31]


contoh dari virus ini adalah Cytomegalovirus.[31]
3. Gamma
Herpesvirus
Virus yang termasuk dalam kelompok ini mampu menyebabkan penyakit
limphopoliperatif
jinak
dan
ganas.[31]
[31]
contoh dari virus ini adalah Epstein-Barr virus.
Parvoviridae
Parvoviridae merupakan virus dengan DNA utas tunggal polaritas positif atau negatif sehingga
termasuk dalam kelas II dalam klasifikasi Baltimore.[32] Virus ini tidak memiliki selubung virus
dan merupakan virus manusia yang berukuran paling kecil.[32] Virus merupakan virus yang tidak
sempurna sehingga perlu berasosiasi dengan adenovirus sehingga sering disebut AdenoAssociated Virus(AAV).[32] Salah satu contoh kelompok ini adalah virus B-19 yang dapat
menyebabkan cacat atau keguguran pada janin.[32]
Poxviridae
Poxviridae merupakan virus dengan materi genetik DNA untai ganda sehingga virus ini di
termasuk dalam kelas I dalam klasifikasi Baltimore.[33] Ciri khas dari virus ini adalah virus ini
memiliki morfologi besar dan kompleks.[33] Virus yang terkenal dalam kelompok ini adalah
Smallpox.[33] Smallpox cukup terkenal karena menimbulkan pandemik yang sangat besar
diseluruh dunia.[33] sekarang virus Smallpox sudah dimusnahkan.[33]
Peranan Virus dalam Kehidupan
Beberapa virus ada yang dapat dimanfaatkan dalam rekombinasi genetika.[15] Melalui terapi gen,
gen jahat (penyebab infeksi) yang terdapat dalam virus diubah menjadi gen baik
(penyembuh).[15] Baru-baru ini David Sanders, seorang profesor biologi pada Purdue's School of
Science telah menemukan cara pemanfaatan virus dalam dunia kesehatan.[15] Dalam temuannva
yang dipublikasikan dalam Jurnal Virology, Edisi 15 Desember 2002, David Sanders berhasil
menjinakkan cangkang luar virus Ebola sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pembawa gen
kepada sel yang sakit (paru-paru).[15] Meskipun demikian, kebanyakan virus bersifat merugikan
terhadap kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan.[15]
Virus sangat dikenal sebagai penyebab penyakit infeksi pada manusia, hewan, dan tumbuhan.[15]
Sejauh ini tidak ada makhluk hidup yang tahan terhadap virus.[15] Tiap virus secara khusus
menyerang sel-sel tertentu dari inangnya. Virus yang menyebabkan selesma menyerang saluran
pernapasan, virus campak menginfeksi kulit, virus hepatitis menginfeksi hati, dan virus rabies
menyerang sel-sel saraf. Begitu juga yang terjadi pada penyakit AIDS (acquired immune
deficiency syndrome), yaitu suatu penyakit yang mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh
penderita penyakit tersebut disebabkan oleh virus HIV yang secara khusus menyerang sel darah
putih.[15] Tabel berikut ini memuat beberapa macam penyakit yang disebabkan oleh virus.[15]

Selain manusia, virus juga menyebabkan kesengsaraan bagi hewan dan tumbuhan.[15] Tidak
sedikit pula kerugian yang diderita peternak atau petani akibat ternaknya yang sakit atau hasil
panennya yang berkurang.[15]
Penyakit hewan akibat virus
Penyakit tetelo, yakni jenis penyakit yang menyerang bangsa unggas, terutama ayam.
Penyebabnya adalah new castle disease virus (NCDV).[15] Penyakit kuku dan mulut, yakni jenis
penyakit yang menyerang ternak sapi dan kerbau.[15] Penyakit kanker pada ayam oleh rous
sarcoma virus (RSV).[15] Penyakit rabies, yakni jenis penyakit yang menyerang anjing, kucing,
dan monyet, disebabkan oleh virus rabies.[15]
Penyakit tumbuhan akibat virus
Penyakit mosaik, yakni jenis penyakit yang menyerang tanaman tembakau.[2] Penyebabnya
adalah tobacco mosaic virus (TMV) Penyakit tungro, yakni jenis penyakit yang menyerang
tanaman padi.[2] Penyebabnya adalah virus Tungro.[2] Penyakit degenerasi pembuluh tapis pada
jeruk. Penyebabnya adalah virus citrus vein phloem degeneration (CVPD).[2]
Penyakit manusia akibat virus
Contoh paling umum dari penyakit yang disebabkan oleh virus adalah pilek (yang bisa saja
disebabkan oleh satu atau beberapa virus sekaligus), cacar, AIDS (yang disebabkan virus HIV),
dan demam herpes (yang disebabkan virus herpes simpleks).[34] Kanker leher rahim juga diduga
disebabkan sebagian oleh papilomavirus (yang menyebabkan papiloma, atau kutil), yang
memperlihatkan contoh kasus pada manusia yang memperlihatkan hubungan antara kanker dan
agen-agen infektan.[34] Juga ada beberapa kontroversi mengenai apakah virus borna, yang
sebelumnya diduga sebagai penyebab penyakit saraf pada kuda, juga bertanggung jawab kepada
penyakit psikiatris pada manusia.[34]
Potensi virus untuk menyebabkan wabah pada manusia menimbulkan kekhawatiran penggunaan
virus sebagai senjata biologis. Kecurigaan meningkat seiring dengan ditemukannya cara
penciptaan varian virus baru di laboratorium.[34]
Kekhawatiran juga terjadi terhadap penyebaran kembali virus sejenis cacar, yang telah
menyebabkan wabah terbesar dalam sejarah manusia, dan mampu menyebabkan kepunahan
suatu bangsa.[34] Beberapa suku bangsa Indian telah punah akibat wabah, terutama penyakit
cacar, yang dibawa oleh kolonis Eropa.[34] Meskipun sebenarnya diragukan dalam jumlah
pastinya, diyakini kematian telah terjadi dalam jumlah besar.[34] Penyakit ini secara tidak
langsung telah membantu dominasi bangsa Eropa di dunia baru Amerika.[34]
Salah satu virus yang dianggap paling berbahaya adalah filovirus.[34] Grup Filovirus terdiri atas
Marburg, pertama kali ditemukan tahun 1967 di Marburg, Jerman, dan ebola.[34] Filovirus adalah
virus berbentuk panjang seperti cacing, yang dalam jumlah besar tampak seperti sepiring mi.[34]
Pada April 2005, virus Marburg menarik perhatian pers dengan terjadinya penyebaran di Angola.

Sejak Oktober 2004 hingga 2005, kejadian ini menjadi epidemi terburuk di dalam kehidupan
manusia.[34]
Diagnosis di laboratorium
Deteksi, isolasi, hingga analisis suatu virus biasanya melewati proses yang sulit dan mahal.[35]
Karena itu, penelitian penyakit akibat virus membutuhkan fasilitas besar dan mahal, termasuk
juga peralatan yang mahal dan tenaga ahli dari berbagai bidang, misalnya teknisi, ahli biologi
molekular, dan ahli virus.[35] Biasanya proses ini dilakukan oleh lembaga kenegaraan atau
dilakukan secara kerjasama dengan bangsa lain melalui lembaga dunia seperti Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO).[35]
Pencegahan dan pengobatan
Karena biasanya memanipulasi mekanisme sel induknya untuk bereproduksi, virus sangat sulit
untuk dibunuh.[36] Metode pengobatan sejauh ini yang dianggap paling efektif adalah vaksinasi,
untuk merangsang kekebalan alami tubuh terhadap proses infeksi, dan obat-obatan yang
mengatasi gejala akibat infeksi virus.[36]
Penyembuhan penyakit akibat infeksi virus biasanya disalah-antisipasikan dengan penggunaan
antibiotik, yang sama sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan virus.[36] Efek
samping penggunaan antibiotik adalah resistansi bakteri terhadap antibiotik.[36] Karena itulah
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah suatu penyakit disebabkan oleh
bakteri atau virus.
Prion adalah pembawa penyakit menular yang hanya terdiri dari protein. Prion tidak dapat
dimusnahkan dengan panas, radiasi, atau formalin. Prion menyebabkan berbagai penyakit
degenerasi seperti kuru, scrapie, Creutzfeldt-Jakob disease (vCJD), dan bovine spongiform
encephalopathy (BSE atau sapi gila). Semua penyakit ini menyerang otak atau sistem syaraf
lainnya, mematikan, dan belum dapat disembuhkan. Namun sebuah vaksin telah dikembangkan
untuk tikus dan sedang dikembangkan lebih lanjut untuk manusia.
Virologi ialah cabang biologi yang mempelajari makhluk suborganisme, terutama virus. Dalam
perkembangannya, selain virus ditemukan pula viroid dan prion. Kedua kelompok ini saat ini
juga masih menjadi bidang kajian virologi.
Virologi memiliki posisi strategis dalam kehidupan dan banyak dipelajari karena bermanfaat
bagi industri farmasi dan pestisida. Virologi juga menjadi perhatian pada bidang kedokteran,
kedokteran hewan, peternakan, perikanan dan pertanian karena kerugian yang ditimbulkan virus
dapat bernilai besar secara ekonomi.
Struktur Virus
Virus adalah organisme subselular yang karena ukurannya sangat kecil, hanya dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop elektron. Ukurannya lebih kecil daripada bakteri sehingga virus
tidak dapat disaring dengan penyaring bakteri. Virus terkecil berdiameter hanya 20 nm (lebih

kecil daripada ribosom), sedangkan virus terbesar sekalipun sukar dilihat dengan mikroskop
cahaya.
Genom virus dapat berupa DNA ataupun RNA. Genom virus dapat terdiri dari DNA untai ganda,
DNA untai tunggal, RNA untai ganda, atau RNA untai tunggal. Selain itu, asam nukleat genom
virus dapat berbentuk linear tunggal atau sirkuler. Jumlah gen virus bervariasi dari empat untuk
yang terkecil sampai dengan beberapa ratus untuk yang terbesar. Bahan genetik kebanyakan
virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada virus tumbuhan kebanyakan adalah RNA yang
beruntai tunggal.
Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari mikroorganisme.[1]
Objek kajiannya biasanya adalah semua makhluk (hidup) yang perlu dilihat dengan mikroskop,
khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa, dan Archaea. Virus sering juga
dimasukkan walaupun sebenarnya tidak sepenuhnya dapat dianggap sebagai makhluk hidup.[2]
Mikrobiologi dimulai sejak ditemukannya mikroskop dan menjadi bidang yang sangat penting
dalam biologi setelah Louis Pasteur dapat menjelaskan proses fermentasi anggur (wine) dan
membuat vaksin rabies[2] Perkembangan biologi yang pesat pada abad ke-19 terutama dialami
pada bidang ini dan memberikan landasan bagi terbukanya bidang penting lain: biokimia.
Penerapan mikrobiologi pada masa kini masuk berbagai bidang dan tidak dapat dipisahkan dari
cabang lain karena diperlukan juga dalam bidang farmasi, kedokteran, pertanian, ilmu gizi,
teknik kimia, bahkan hingga astrobiologi dan arkeologi.[1]
Sejarah Perkembangan Mikrobiologi

Ilustrasi dari mikroskop yang digunakan oleh Robert Hooke pada tahun 1664. Lensa objektif
dipasang di ujung tuas pengatur (G), dengan fokus pada spesimen menggunakan lensa tunggal
(1)

Era Robert Hooke dan Antoni van Leeuwenhoek


Robert Hooke (1635-1703) adalah matematikawan, sejarawan alam, dan ahli mikroskopi asal
Inggris.[2] Dalam bukunya yang terkenal, Micrographia (1665), Hooke mengilustrasikan struktur
badan buah dari suatu jenis kapang[2] Ini adalah deskripsi pertama tentang mikroorganisme yang
dipublikasikan.[2]

Wajah Antoni van Leewenhoek diabadikan dalam prangko di Belanda pada tahun 1937
Orang pertama yang melihat bakteri adalah Antoni van Leeuwenhoek (1632-1723), seorang
pembuat mikroskop amatir berkebangsaan Belanda.[2] Pada tahun 1684, van Leeuwenhoek
menggunakan mikroskop yang sangat kecil hasil karyanya sendiri untuk mengamati berbagai
mikroorganisme dalam bahan alam.[2] Mikroskop yang digunakan Leeuwenhoek kala itu berupa
kaca pembesar tunggal berbentuk bikonveks dengan spesimen yang diletakkan di antara sudut
apertura kecil pada penahan logam.[3] Alat itu dipegang dekat dengan mata dan objek yang ada di
sisi lain lensa disesuaikan untuk mendapatkan fokus[3]. Dengan alat itulah, Leewenhoek
mendapatkan kontras yang sesuai antara bakteri yang mengambang dengan latar belakang
sehingga dapat dilihat dan dibedakan dengan jelas[3]. Beliau menemukan bakteri di tahun 1676
saat mempelajari infusi lada dan air (pepper-water infusion).[2]Van Leeuwenhoek melaporkan
temuannya itu lewat surat pada Royal Society of London, yang dipublikasikan dalam bahasa
Inggris pada tahun 1684.[2] Ilustrasi van Leewenhoek tentang mikroorganisme temuannya
dikenal dengan nama "wee animalcules".[2]

Era Pasteur

Skema percobaan Pasteur


Bertahun-tahun setelahnya, banyak observasi lain yang menegaskan hasil pengamatan van
Leeuwenhoek, namun peningkatan tentang pemahaman sifat dan keuntungan mikroorganisme
berjalan sangat lambat sampai 150 tahun berikutnya.[2] Baru di abad ke 19, yaitu setelah produksi
mikroskop meningkat pesat, barulah keingintahuan manusia akan mikroorganisme mulai
berkembang lagi.[2] Louis Pasteur dikenal luas karena berhasil menumbangkan teori Generatio
Spontanea, organisme hidup terjadi begitu saja.[2] Percobaan Pasteur menggunakan kaldu yang
disterilkan dan labu leher angsa membuktikan tentang adanya mikroorganisme.[2]
Era Robert Koch
Sejak abad ke-16, telah diketahui bahwa ada suatu agen penyebab penyakit yang dapat
menularkan penyakit.[2] Setelah penemuannya, dipercaya bahwa mikroorganisme adalah agen
yang dimaksud, namun belum ada pernah ada bukti.[2] Robert Koch (1842-1910), seorang dokter
berkebangsaan Jerman adalah orang pertama yang menemukan konsep hubungan antara penyakit
menular dan mikroorganisme dengan menyertakan bukti eksperimental.[4][2] Konsep yang
dikemukan oleh Koch dikenal sebagai Postulat Koch dan kini menjadi standar emas penentuan
penyakit menular. [2]
Era Mikrobiologi Umum
Mikrobiologi umum merujuk pada aspek mikrobiologi non medis.[2] Dua raksasa yang dikenal
pada era ini adalah Beijerinck dan Winogradsky.[2] Keduanya memulai aspek mikrobiologi
lingkungan [5]

Martinus Beijerinck dan Teknik Kultur Pengkayaan


Martinus Beijerinck (1851-1931) adalah profesor berkebangsaan Belanda yang berkontribusi
besar terhadap teknik kultur pengkayaan.[2] Pada teknik ini, mikroorganisme diisolasi dari alam
dan ditumbuhkan di laboratorium dengan memanipulasi nutrisi dan kondisi inkubasinya.[2]
Dengan menggunakan teknik ini, Beijerinck berhasil mengisolasi kultur murni berbagai
mikroorganisme air dan tanah untuk pertama kalinya.[2]
Sergei Winogradsky dan Konsep Kemolitotrofi
Pekerjaan Sergei Winogradsky (1856-1953), asal Rusia, mirip dengan yang dilakukan
Beijerinck, namun beliau mendalami bakteri yang terlibat dalam siklus nitrogen dan siklus
sulfur.[2] Konsep kemolitotrofi yang dicetuskannya berkaitan dengan adanya hubungan antara
oksidasi senyawa anorganik dengan konservasi energi.[2] Dengan menggunakan teknik
pengkayaan, Winogradsky berhasil mengisioalsi bakteri pengikat nitrogen, Clostridium
pasteurianum yang bersifat anaerob, dan sebagai cikal bakal konsep fiksasi nitrogen.[2]
Mikrobiologi Modern

Seorang pekerja di laboratorium sedang mengamati pertumbuhan bakteri pada cawan petri
Memasuki abad ke-20, mulai berkembang dua cabang mikrobiologi yang masih saling
berhubungan: mikrobiologi dasar (basic) dan mikrobiologi teraplikasi (applied).[2] Mikrobiologi
dasar mengacu pada penemuan-penemuan baru di bidang ini.[2] Sedangkan mikrobiologi

teraplikasi mengacu pada aspek pemecahan masalah (problem solving) yang berhubungan
dengan bidang ini.[2] Sejak ditemukannya konsep tentang DNA maka bidang mikrobiologi pun
memasuki era molekuler.[2] Keberhasilan sekuensing DNA berhasil mengungkap hubungan
filogenetik (evolusi) di antara berbagai jenis bakteri.[2]
Istilah yang dipakai pada anti mikroorganisme
Bakteriostatik : Kemampuan menghambat perkembangbiakan bakteri temporer. [6] Jadi pada saat
zat ini tidak ada, bakteri dapat berkembangbiak kembali
Bakterisidal : Bahan kimia yang mematikan bakteri secara permanen. [6] Disinfektan : Bahan bahan kimia yang digunakan untuk mematikan mikroorganisme patogen yang ada pada benda
mati. [6]
Steril : Bebas dari kehidupan mikroorganisme patogen.
dalam jaringan hidup yang dalam suatu proses infeksi.[8]

[7]

Septik : Adanya bakteri patogen di

Mekanisme kerja dari zat anti mikroorganisme


1.
2.
3.
4.
5.

Perusakan DNA
Denaturasi protein
Gangguan pada gugus Sulfhidirl
Antagonisme kimiawi
perusakan pada dinding sel bakteri

Faktor - faktor yang memengaruhi resistensi mikroorganisme terhadap Zat - zat


Antimikroorganisme
1. Unsur - unsur Fisik, yang meliputi :
1. Panas
2. Penyinaran oleh sinar uv
3. pendinginan pada suhu yang standar
2. Unsur - unsur kimia, yang meliputi :
1. Alkohol
2. Ion logam berat
3. Detergen
4. Oksidator

Protein adalah makromolekul yang unik sekaligus memiliki struktur yang kompleks. Meskipun
protein hanya tersusun atas asam amino yang ada 20 jenis saja, namun untuk dapat berfungsi, ia
akan melipat-lipat dan membentuk suatu struktur tertentu yang sangat presisi sekaligus sulit
diprediksi hingga saat ini. Karena strukturnya yang unik dan presisi itulah maka protein memiliki
fungsi
yang
spesifik
yang
berbeda
satu
dengan
lainnya.
Struktur protein memiliki tingkatan, kita akan melihat bagaimana asam amino sebagai monomer
penyusun
protein
tersusun
sehingga
membentuk
struktur
protein.

Bagaimana Protein Terbentuk?


Kita mulai dari asam amino, nama resminya adalah asam 2-amino karboksilat atau asam -amino
karboksilat. Secara umum memiliki struktur sebagai berikut:

Molekul Asam Amino (Image from wikipedia)


Dimana R adalah gugus samping mulai dari yang paling sederhana H (glycine | gly) hingga
yang memiliki gugus samping siklik seperti tryptophan (trp). Gambar di bawah ini adalah
struktur dari 20 jenis asam amino penyusun protein. Gugus R ada yang bersifat netral, bermuatan
positif, negatif, ada yang hidrofilik dan hidrofobik.

Struktur 20 asam amino penyusun protein (Image from wikipedia)


Asam amino (selanjutnya disebut AA saja) dapat membentuk rantai karena gugus amino (NH2)
suatu AA dapat bereaksi dengan gugus karboksilat (COOH) pada AA lainnya. Molekul rantai
yang terbentuk dinamakan peptida, jika rantainya relatif pendek (<10 AA) biasa disebut
oligopeptida, jika rantainya panjang disebut polipeptida atau protein (sekitar 50 2000 residu
AA). Ikatan yang terbentuk antar AA dinamakan ikatan peptida.

Reaksi Pembentukan Ikatan Peptida (Image from wikipedia)


Karena reaksi pembentukan peptida membebaskan 1 molekul air, maka jumlah AA penyusun
polipeptida disebut residu.
Berdasarkan konvensi, penyebutan urutan AA dimulai dari AA yang memiliki gugus NH2
(disebut N terminal) hingga yang memiliki gugus COOH bebas (C terminal).

Struktur Molekul Polipeptida (Image from ncbi.nlm.nih.gov)


Rantai peptida biasa disebut backbone alias tulang punggung sedangkan gugus R biasa disebut
gugus samping.
Struktur Primer

Struktur Primer Protein (Image from w3.hwdsb.on.ca)


Secara sederhana, struktur primer protein adalah urutan asam amino penyusun protein yang
disebutkan dari kiri (N-terminal) ke kanan (C-terminal). AA bisa ditulis dalam singkatan 3 huruf
atau 1 huruf. Jadi untuk gambar di atas bisa ditulis seperti ini:
Gly-Pro-Thr-Gly-Thr-Gly-Glu-Ser-Lys-Cys-Pro-Leu-Met-Val-Lys-Val-Leu-Asp-Ala-Val-ArgGly-Ser-Pro-Ala
atau
GPTGTGESKCPLMVKVLNAVRGSPA
Cara penulisan yang terakhir (kode 1 huruf) lebih banyak digunakan karena lebih praktis.
Struktur primer terbentuk karena ikatan peptida antar AA selama proses biosintesis protein atau
translasi. Urutan asam amino dapat ditentukan dengan metode Degradasi Edman atau Tandem
Mass Spectrophotometry. Atau bisa juga dari hasil translasi in silico gen pengkode protein
tersebut.
Struktur Sekunder
Pada bagian tertentu dari protein, terdapat susunan AA yang membentuk suatu struktur yang
reguler dengan sudut-sudut geometri tertentu. Ada dua struktur sekunder utama yaitu alfa-helix
dan beta-sheet. Struktur ini terjadi akibat adanya ikatan hidrogen antar AA.

Struktur Sekunder Protein (Image from uic.edu)


Pada gambar sebelah kiri, terlihat bahwa struktur alfa-helix terbentuk oleh backbone ikatan
peptida yang membentuk spiral dimana jika dilihat tegak lurus dari atas, arah putarannya adalah
searah jarum jam menjauhi pengamat (dinamakan alfa). Satu putaran terdiri atas 3.6 residu asam
amino dan struktur ini terbentuk karena adanya ikatan hidrogen antara atom O pada gugus CO
dengan atom H pada gugus NH (ditandai dengan garis warna oranye).
Seperti halnya alfa-helix, struktur beta-sheet juga terbentuk karena adanya ikatan hidrogen,
namun seperti terlihat pada gambar sebelah kanan, ikatan hidrogen terjadi antara dua bagian
rantai yang pararel sehingga membentuk lembaran yang berlipat-lipat.
Tidak semua bagian protein membentuk struktur alfa-helix dan beta-sheet, pada bagian tertentu
mereke tidak membentuk struktur yang reguler.
Struktur Tersier

Struktur Tersier Protein Dihydrofolatreductase (Image from uic.edu)


Struktur tersier adalah menjelaskan bagaimana seluruh rantai polipeptida melipat sendiri
sehingga membentuk struktur 3 dimensi. Pelipatan ini dipengaruhi oleh interaksi antar gugus
samping (R) satu sama lain. Ada beberapa interaksi yang terlibat yaitu:

Interiaksi ionik
Terjadi antara gugus samping yang bermuatan positif (memiliki gugus NH2 tambahan) dan
gugus negatif (COOH tambahan).

Ikatan Ionik (Image from uic.edu)


Ikatan hidrogen
Jika pada struktur sekunder ikatan hidrogen terjadi pada backbone, maka ikatan hidrogen yang
terjadi antar gugus samping akan membentuk struktur tersier. Karena pada gugus samping bisa
banyak terdapat gugus seperti OH, COOH, CONH2 atau NH2 yang bisa membentuk ikatan
hidrogen.

Ikatan hidrogen (Image from uic.edu)


Gaya Dispersi Van Der Waals
Beberapa asam amino memiliki gugus samping (R) dengan rantai karbon yang cukup panjang.
Nilai dipol yang berfluktuatif dari satu gugus samping dapat membentuk ikatan dengan dipol
berlawanan pada gugus samping lain.

Ikatan Van Der Waals (Image from uic.edu)


Jembatan Sulfida

Jembatan Disulfida (Image from altabioscience.bham.ac.uk)


Cysteine memiliki gugus samping SH dimana dapat membentuk ikatan sulfida dengan SH
pada cystein lainnya, ikatan ini berupa ikatan kovalen sehingga lebih kuat dibanding ikatanikatan lain yang sudah disebutkan di atas.
Struktur Quartener
Protein atau polipeptida yang sudah memiliki struktur tersier dapat saling berinteraksi dan
bergabung menjadi suatu multimer. Protein pembentuk multimer dinamakan subunit. Jika suatu
multimer dinamakan dimer jika terdiri atas 2 subunit, trimer jika 3 subunit dan tetramer untuk 4
subunit. Multimer yang terbentuk dari subunit-subunit identik disebut dengan awalan homo,
sedangkan jika subunitnya berbeda-beda dinamakan hetero. Misalnya hemoglobin yang terdiri
atas 2 subunit alfa dan 2 subunit beta dinamakan heterotetramer.

Struktur Quartener Protein Hemoglobin (Image from sciencecases.org)


Perlu diketahui bahwa beberapa protein dapat berfungsi sebagai monomer sehingga ia tidak
memiliki struktur quartener.
Other a
DNA (deoxyribose nucleic acid) merupakan komponen penyusun kehidupan. Zat inilah yang
membuat lebah adalah seekor lebah dan kanguru adalah kanguru. DNA adalah apa yang
membuat tiap-tiap individual (apapun jenis dan spesiesnya) unik.
Ia terdapat pada semua organisme hidup dari mulai bakteri terkecil sampai ikan paus raksasa.
Molekul ini tidak hanya menentukan sifat fisik, seperti warna rambut dan warna mata, tapi juga
kemungkinan penyakit yang dimiliki. DNA adalah material pembawa sifat yang dapat ditemukan
pada sel. Ia menyediakan instruksi untuk membuat, menjaga, dan mengatur kerja sel dan
organisme.
Bentuk DNA
Pada tahun 1953, berdasar hasil penelitian dari Rosalind Franklin, James Watson and Francis
Crick, DNA diketahui berbentuk double helix. Terdiri dari dua pita yang berpilin menjadi satu.

Gambar 1. Contoh Double helix


Gambar di tengah menunjukkan model double helix, yang merupakan struktur DNA. Ingat
bahwa double helix terdiri dari dua rantai, satu berwarna biru, dan satunya kuning. Contoh helix
misalnya pada rajutan tali, seperti pada gambar sebelah kanan.
Penyusun Utama DNA
Sesuai dengan namanya, DNA, Deoxyribose Nucleic Acid. Penyusun utama DNA adalah gula
ribose yang kehilangan satu atom oksigen (deoksiribose).

Gambar 2. Perbedaan Ribose dan Deoksiribose


Perhatikan gambar di atas, pada deoksiribose, satu atom oksigen pada salah satu atom C ribose
hilang.
Tiap pita/rantai double helix terbuat dari unit-unit berulang yang disebut nukleotida. Satu
nukleotida terdiri dari tiga gugus fungsi; satu gula ribose, triphosphate, dan satu basa nitrogen.

Gambar 3. Nukleotida
Satu hal yang perlu diingat adalah posisi triphosphate dan basa nitrogen yang terikat pada ribosa.
Gugus triphosphat terikat pada atom C no 5 dari ribosa (Lihat gambar di atas). Gugus
triphosphate ini hanya dimiliki oleh nukleotida bebas. Sedangkan nukleotida yang terikat pada
rantai DNA kehilangan dua dari gugus phosphate ini, sehingga hanya satu phosphate yang masih
tertinggal.
Ketika nukleotida bergabung menjadi DNA, nukleotida-nukleotida tersebut dihubungkan oleh
ikatan phosphodiester. Ikatan kovalen yang terjadi antara gugus phosphate pada satu nukleotida,
dengan gugus OH pada nukleotida lainnya. Sehingga setiap rantai DNA akan mempunyai
backbone phosphate-ribosa-phosphate-ribosa-phosphate. Dan seterusnya..

Gambar 4. Struktur DNA Sederhana


Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa backbone DNA akan mempunyai ujung 5 (dengan
phosphate bebas yang terikat), dan ujung 3 (dengan gugus OH bebas). Pada gambar tersebut,
tiap-tiap nukleotida dibuat berbeda warna agar lebih jelas.
Basa Nitrogen Pada DNA
Pada struktur DNA, gula ribosa dan gugus phosphate yang terikat adalah sama. Yang berbeda
hanyalah pada basa nitrogen. Jadi sebetulnya perbedaan disebabkan oleh variasi susunan dari
basa-basa nitrogen yang terdapat pada rantai DNA. Ada empat macam basa nitrogen. Adenin,
Cytosine, Guainne, dan Thymine.

Gambar 5. Basa Nitrogen


Ketika basa-basa nitrogen tersebut terikat dalam nukleotida, maka penamaan-pun berubah. Ingat
kembali penjelasan di awal tentang nukelotida. Nukleotida terdiri dari gugus triphosphate dan
satu basa nitrogen yang terikat pada satu molekul ribose. Nah.. basa-basa nitrogen ini apabila
terikat pada ribose membentuk nukleotida maka penamaannya-pun berubah.
Adenin menjadi 2deoxyadenosine triphosphate, cytosin menjadi 2deoxycytidine triphosphate,
guainne menjadi 2deoxyguanosine triphosphate, dan Thymine menjadi 2deoxythymidine
triphosphate. Disingkat menjadi A, C, G, dan T.
Perhatikan bahwa ada dua pasang basa yang mirip. A dan G sama-sama mempunyai dua cincin
karbon-nitrogen, disebut golongan purine. Sedangkan C dan T hanya mempunyai satu cincin
karbon-nitrogen, masuk golongan pirimidin.
Penyebab Bentuk DNA Double Helix

Gambar 6. Ikatan Hidrogen Antara Basa-Basa Nitrogen


Interaksi ikatan hidrogen antara masing-masing basa nitrogen menyebabkan bentuk dari dua
rantai DNA menjadi sedemikian rupa, bentuk ini disebut double helix. Interaksi spesifik ini
terjadi antara basa A dengan T, dan C dengan G. Sehingga jika double helix dibayang kan
sebagai sebuah tangga spiral, maka ikatan basa-basa ini sebagai anak tangga-nya. Lebar dari
anak tangga adalah sama, karena pasangan basa selalu terdiri dari satu primidin dan satu purin.

Gambar 7. Struktur DNA Double Helix lengkap


DNA dapat mengalami kerusakan, biasa disebut mutasi. Zat yang menyebabkan kerusakan pada
DNA disebut mutagen, yang akan merubah susunan dan keteraturan dari DNA. Mutagen bisa
berupa oksidator kuat, alkylating agen, dan juga radiasi elektromagnetik seperti sinar UV, dan
sinar X. Tipe kerusakan tergantung dari jenis mutagen. Makhluk hidup yang mengalami mutasi
bisa mengalami kematian dan bisa juga bertahan hidup, yang biasa dikenal dengan istilah mutan.
Disarikan dari berbagai sumber.
Other articles you may like:

Replikasi DNA
Mengenal Teknik DNA Sequencing
Struktur Molekul Protein
Cara Membuat Adapter Enzim Restriksi untuk Kloning PCR
Tanya Jawab Seputar Analisa DNA Sequencing
Proses Perbaikan DNA yang Rusak: Mencari Jarum dalam Tumpukan Jerami
Faktor Penentu Keberhasilan Analisa DNA sequencing

Tags: a
Kode genetik mungkin merupakan sandi tertua di dunia. Ia sudah ada sejak makhluk hidup
pertama diciptakan. Sandi ini terdapat pada DNA yang terdapat pada setiap makhluk hidup,
berupa urutan 3 huruf yang mengkodekan asam amino penyusun protein. Yang membuat kita

terkagum-kagum, sandi ini nyaris sama di setiap makhluk hidup. Kode DNA pada manusia sama
artinya dengan kode pada binatang, tanaman, jamur, bakteri bahkan virus (tentu saja Ada sedikit
pengecualian tetapi tidak signifikan).
Meskipun keberadaan makhluk hidup di dunia ini sudah amat sangat lama, sandi genetik ini baru
dapat dipecahkan misterinya di penghujung abad ke-20 tepatnya tahun 1961. Diawali dengan
penemuan struktur DNA oleh dua ilmuwan jenius James Watson dan Francis Crick, George
Gamow kemudian membuat postulat kode 3-huruf (kodon), yang dibuktikan dengan eksperimen
Crick, Brenner et al. Selanjutnya Marshall Nirenberg dan Heinrich J. Matthaei menemukan
kodon pertama yaitu UUU yang menyandikan phenylalanine, diikuti oleh penemuan kodon AAA
yang menyandikan lysine, CCC menyandikan proline. Nirenberg dan Philip Leder kemudian
berhasil memecahkan 54 dari 64 kodon, sedangkan sisanya berhasil dipecahkan oleh Har Gobind
Khorana. Karena jasanya ini, Khorana, Holley dan Nirenberg menerima Hadiah Nobel bidang
Fisiologi atau Kedokteran di tahun 1968.
Pada prosesnya di dalam sel, terjadi proses transkripsi yaitu sintesis RNA dengan DNA sebagai
cetakannya. RNA yang membawa sandi alias pesan yang sama dengan resep pada DNA ini
kemudian bertindak sebagai cetakan untuk sintesis protein. Setiap kodon mengkodekan 1 asam
amino. Karena jenis basa DNA ada 4 (A, G, C dan T), maka kombinasi 3 basa memiliki 43 atau
64 kemungkinan.
Sementara itu jumlah asam amino penyusun protein diketahui hanya 20 saja (dengan beberapa
tambahan asam amino yang jarang). Dengan demikian berarti ada asam amino yang
dikodekan oleh lebih dari satu kodon. Untuk mempermudah melihat kode genetik, berikut ini
adalah grafik kode genetik yang diperoleh dari Wikipedia sebagai acuan.

Genetic Code (image from wikipedia.org)


Dengan dipecahkannya misteri kode genetik, kini kita bisa mengetahui protein apa yang
dihasilkan suatu gen tanpa harus menganalisa proteinnya secara langsung, cukup dengan bantuan
komputer dan software Bioinformatika, urutan basa DNA bisa diterjemahkan menjadi urutan
asam amino protein. Dengan kode genetik pula kita dapat lebih memahami proses-proses yang
terjadi dalam sel makhluk hidup.

Othe
Replikasi DNA terlihat sulit pada awalnya. Namun ketika anda sedikit berusaha mempelajarinya
ternyata sangat simple dan mudah untuk di mengerti.
Agar lebih mudah dalam memahami artikel ini, sangat disarankan agar lebih dulu membaca
Mengenal DNA Lebih Dekat (anatomi DNA).
Proses replikasi pertama kali di mulai ketika enzyme Helicase memutus ikatan kimia yang paling
lemah diantara dua rantai polinukleotida. Untaian DNA diputus tepat di tengah memisahkan
pasangan-pasangan basa. Rantai polinukleotida yang baru dipisahkan menjadi rantai tunggal
akan menjadi rantai dasar (template) untuk membentuk dua untai rantai DNA baru.
Di dalam sel-sel nucleus, terdapat banyak nukleotida-nukleotida bebas. Basa-basanya akan
berikatan dangan basa-basa yang ada di dalam rantai dasar (template), yang berdasarkan aturan
Chargaff, akan berpasangan hanya dengan basa lain yang merupakan pasangannya (baca:
Mengenal DNA Lebih Dekat ).
Misalnya,katakanlah di dalam rantai dasar(template) terdapat basa Guanine (G),maka basa
Cytosinlah (C) yang terikat padanya. Proses terbentuknya ikatan basa-basa ini dibantu oleh
enzyme yang disebut enzyme DNA Polymerase III. Enzyme ini hanya bekerja dari ujung 5 ke
ujung 3 dari rantai DNA. Hal ini terjadi juga pada rantai dasar (template) yang lainnya. Hanya
saja sedikit berbeda prosesnya dengan rantai dasar yang pertama.
Agar lebih mudah dalam memahami, coba simak video berikut.
Karena proses replikasi oleh enzyme polymerase III hanya berlangsung dari ujung 5 ke ujung
3, maka pada rantai dasar (template) ke dua dibutuhkan peran RNA primase yang membuat
RNA Primer sebagai jembatan awal bagi enzyme polymerase III bekerja. Selanjutnya dengan
bantuan DNA polymerase I dan DNA ligase akan diperoleh sebuah rantai DNA baru dari rantai
dasar (template) ke dua.
Proses ini terjadi berulang ribuan kali untuk menciptakan dua molekul DNA yang persis sama
dengan molekul DNA asal. Sehingga saat mitosis terjadi, sel saudaranya akan menerima molekul
DNA yang betul-betul sama.
Jika terjadi sesuatu yang salah dalam replikasi DNA, mutasi-pun terjadi. Kesalahan mutasi akan
menyebabkan protein dalam DNA memiliki urutan asam amino yang salah, misalnya susunan
basa yang berubah atau hilangnya basa tertentu.
Kerusakan DNA bisa saja terjadi secara tiba-tiba. Penyebabnya juga bermacam-macam, bisa
berupa radiasi UV, bahan kimia mutagen, ataupun oksidasi; dan salah satu bentuk kerusakan
DNA adalah terpotongnya kedua utas DNA. Hal ini bisa menjadi masalah yang serius karena sel
tidak bisa menggunakan DNA yang terpotong-potong seperti itu untuk beraktivitas secara
normal. Jika dibiarkan saja, maka hal ini juga bisa menjadi penyebab timbulnya kanker. Namun
demikian, kita tidak perlu kuatir karena sebenarnya sel-sel kita sendiri mempunyai suatu sistem

reparasi yang luar biasa canggih, efisien, dan nyaris tidak pernah salah. Nah, pertanyaannya
adalah bagaimana cara kerjanya?
Keterangan gambar: Setelah molekul DNA mengalami kerusakan, ujung-ujung DNA yang rusak
akan mencari utas DNA lain yang utuh yang memiliki urutan basa yang sama dengan dirinya
supaya bisa memperbaiki diri. Gambar ini merupakan pencitraan dari titik temu antara molekul
protein RecA-DNA (horizontal) dengan molekul DNA lain yang utuh (vertikal), dimana
keduanya akan dicocokkan apakah memiliki urutan yang sama atau tidak. Jika tidak, maka
ikatan yang terbentuk tidak akan cukup kuat dan segera terpisah. Sedangkan bila urutan basa
yang sesuai ditemukan maka akan terbentuk ikatan yang kuat dan stabil sehingga proses
reparasi dapat berlangsung. (Credit: Image courtesy Cees Dekker lab TU Delft / Tremani)
Sekelompok peneliti di Belanda dari Delft University mencoba mengungkapkannya
menggunakan bakteri E.coli. Dan hasil penelitian mereka menunjukkan ada dua langkah utama
dalam proses reparasi DNA ini. Langkah pertama, protein-protein reparasi yang diketahui
sebagai protein RecA akan membentuk suatu struktur berfilamen pada ujung DNA yang rusak.
Kemudian langkah yang kedua, filamen-filamen ini bertanggung jawab memeriksa utas-utas
DNA yang baru-baru saja digandakan atau pada kromosom DNA yang kedua (kita mempunyai
dua kopi untuk tiap-tiap kromosom, kan?). Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mencari urutan
DNA yang cocok dengan ujung DNA yang rusak tadi. Tentunya terdengar cukup sederhana
bukan? Tetapi coba kita lihat lagi, genom manusia ada sekitar tiga milyar pasang basa, dan
mencoba menemukan seutas DNA berisi beberapa ratus pasang basa yang diinginkan, tentu
bukan menjadi hal yang mudah. Ibarat mencari sebuah jarum di tengah tumpukan jerami.
Tetapi coba kita lihat lagi, genom manusia ada sekitar tiga milyar pasang basa, dan mencoba
menemukan seutas DNA berisi beberapa ratus pasang basa yang diinginkan, tentu bukan menjadi
hal yang mudah. Ibarat mencari sebuah jarum di tengah tumpukan jerami.
Tetapi sekali lagi, sel-sel tubuh kita melakukan pekerjaan yang amat luar biasa. Proses pencarian
ini ternyata hanya memakan waktu beberapa menit dan tentunya dengan efisiensi dan ketepatan
yang tidak kalah mengagumkan. Ketika urutan basa DNA yang sesuai sudah ditemukan maka
kedua molekul akan saling berikatan dengan kuat sehingga proses perbaikanpun dapat
berlangsung.
Bagaimana prinsip analisa DNA Sequencing berbasis Sanger Method yang fenomenal dan kini
menjadi andalah jutaan ilmuwan di seluruh dunia?
Informasi genetik pada suatu makhluk hidup tersimpan pada DNA-nya. Nah, untuk mengetahui
informasi genetik tersebut digunakan teknik DNA Sequencing, yaitu metode yang digunakan
untuk menentukan urutan basa nukleotida (adenine, guanine, cytosine dan thymine) pada
molekul DNA. Saat ini teknik DNA Sequencing sudah memasuki tahap baru yang mengarah
pada large scale atau high-throughput sequencing, jutaan bahkan miliaran basa nukleotida DNA
dapat
ditentukan
urutannya
dalam
sekali
run
saja.
Meskipun begitu, teknik lama berbasis chain-termination masih umum digunakan, bahkan sangat
efisien untuk menentukan sekuen DNA fragmen pendek (masih dalam hitungan kilobasa). Jadi
ditemukannya teknik DNA Sequencing yang lebih canggih tidak serta merta bakal menggusur

mesin-mesin capillary sequencing yang sudah merajalela di berbagai laboratorium biologi


molekuler di seluruh dunia.
Artikel ini akan membahas prinsip dasar dan protokol DNA sequencing berbasis metode chaintermination menggunakan mesin automated capillary sequencer.
Prinsip Dasar DNA Sequencing
DNA sequencing menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai pijakannya.
DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGT-nya dijadikan sebagai cetakan (template) untuk
kemudian diamplifikasi menggunakan enzim dan bahan-bahan yang mirip dengan reaksi PCR,
namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu. Proses ini dinamakan cycle sequencing.

Proses Cycle Sequencing (Image from appliedbiosystems.com)


Jadi yang membedakan cycle sequencing dengan PCR biasa adalah:

Primer yang digunakan hanya satu untuk satu arah pembacaan, tidak dua (sepasang)
seperti PCR
ddNTPs (dideoxy-Nucleotide Triphosphate) adalah modifikasi dari dNTPs dengan
menghilangkan gugus 3-OH pada ribosa.

Struktur molekul dNTP dan ddNTP, perhatikan bedanya (Image from csa.fi.it)
Saat proses ekstensi, enzim polimerase akan membuat rantai baru DNA salinan dari template
dengan menambahkan dNTP-dNTP sesuai dengan urutan pada DNA cetakannya. Nah, jika yang
menempel adalah ddNTP, maka otomatis proses polimerisasi akan terhenti karena ddNTP tidak
memiliki gugus 3-OH yang seharusnya bereaksi dengan gugus 5-Posfat dNTP berikutnya
membentuk ikatan posfodiester.
Pada akhir cycle sequencing, yang dihasilkan adalah fragmen-fragmen DNA dengan panjang
bervariasi. Jika fragmen-fragmen tersebut dipisahkan dengan elektroforesis, maka akan terpisahpisah dengan jarak antar fragmennya satu basa-satu basa. Lalu bagaimana caranya menentukan
urutan basa DNA dari produk cycle sequencing ini?
Cara Klasik
Metode yang pertama kali dikembangkan oleh Frederick Sanger pada tahun 1975, yaitu dengan
melakukan reaksi cycle sequencing pada empat tabung terpisah yang masing-masing berisi
semua pereaksi yang dibutuhkan. Khusus untuk ddNTP, yang ditambahkan hanya 1 jenis untuk
setiap tabung. Setiap tabung diberi tanda, A jika yang ditambahkan adalah ddATP, G jika
ddGTP, C jika ddCTP dan T jika ddTTP.
Setelah reaksi cycle sequencing selesai, keempat hasil reaksi tersebut dilarikan pada gel
electrophoresis sehingga fragmen-fragmen yang dihasilkan dapat terpisah. Urutan basa DNA
dapat ditentukan dengan mengurutkan fragmen yang muncul dimulai dari yang paling bawah
(paling pendek). Fragmen DNA dapat divisualisasi karena primer yang digunakan dilabel dengan
radioaktif atau fluorescent. Pada teknik lain, bukan primer yang dilabel melainkan dNTP.

Prinsip Sanger Method dengan primer labelling (Image from noaa.gov)


Dye Primers dengan Label Berbeda
Agar proses pemisahan fragmen pada gel electrophoresis bisa digabung dalam 1 lajur saja,
digunakanlah pelabel fluorescent dengan 4 warna berbeda untuk setiap reaksi cycle sequencing.

Prinsip Sanger Method dengan primer fluorescent labelling yang berbeda-beda (Image from
appliedbiosystems.com)
Dengan teknik ini visualisasi dan penentuan urutan basa dapat dilakukan dengan lebih mudah
karena keempat reaksi dipisahkan dalam satu lajur electrophoresis dengan 4 warna berbeda.
Coba bandingkan cara ini dengan cara sebelumnya, lebih mudah mana membacanya?

Pembacaan sekuen DNA, lebih mudah mana? (Image from wikipedia.org)


Dye-Terminators Sequencing
Cara yang lebih simple akhirnya ditemukan juga. Para ilmuwan cerdas menemukan cara untuk
melabel ddNTP dengan 4 label fluorescent yang berbeda-beda untuk ddATP, ddCTP, ddGTP dan
ddTTP. Dengan demikian, reaksi cycle sequencing dapat dilakukan dalam 1 tabung reaksi dan
dirun pada satu lajur gel electrophoresis saja. Sangat simple dan cepat.

Prinsip Sanger Method dengan dye dideoxy terminator (Image from appliedbiosystems.com)
Dengan ditemukannya mesin Automated Capillary Sequencer, proses pemisahan fragmen dan
pembacaan urutan basa DNA dapat dilakukan dengan lebih simple, cepat dan terotomatisasi.
Jumlah kapiler pada mesin ini bervariasi, mulai dari 1, 4, 16, 48 hingga 96 kapiler dalam satu
mesin, semakin banyak jumlah kapiler, semakin banyak pula jumlah sampel DNA yang bisa
ditentukan urutan basanya.
Hasil pembacaan mesin sequencer disebut electropherogram, yaitu peak-peak berwarna yang
menunjukkan urutan basa DNA-nya.

Contoh Electropherogram (image from ggpht.com)


Teknik DNA Sequencing yang berbasis fragment analysis saat ini tidak hanya digunakan untuk
menentukan urutan basa-basa DNA semata, tapi bisa dikembangkan untuk berbagai aplikasi,
seperti penentuan SNP (Single Nucleotide Polymorphism), analisa keragaman genetik seperti
DNA Microsatellite dan AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), community
analysis seperti tRFLP (Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism) dan segudang
aplikasi lainnya. Banyaknya aplikasi DNA Sequencing kapiler ini menunjukkan bahwa metode
ini meskipun kini tergolong lambat setelah ditemukannya high-throughput sequencing akan
tetap jadi primadona dan andalan para life-scientist di seluruh dunia. Dan tak heran pula jika
Frederick Sanger menerima hadiah Nobel bidang kimia untuk kedua kalinya di tahun 1980 atas
penemuannya ini

Struktur Protein
Protein merupakan senyawa makromolekul yang terbentuk dari hasil polimerisasi kondensasi
berbagai asam amino. Protein termasuk kopolimer. Setiap molekul protein mengandung sekitar
20 jenis asam amino yang berikatan, dengan jumlah asam amino yang dapat mencapai ribuan.
Antarmolekul asam amino tersebut berikatan kovalen yang disebut ikatan peptida. Ikatan peptida
ini terjadi antara atom C (dari gugus -COOH) dan atom N dari (gugus -NH2).

Gambar Ikatan Peptida.


Protein yang terbentuk dari dua molekul asam amino disebut dipeptida, dari tiga molekul asam
amino disebut tripeptida, dan dari banyak molekul asam amino disebut polipeptida. Suatu
rangkaian asam amino diberi nama dengan cara menambahkan akhiran -il pada asam amino awal
(yang memiliki gugus fungsional bebas -NH2), diikuti oleh asam amino berikutnya, kemudian
diakhiri dengan nama asam amino terakhir (yang memiliki gugus fungsi bebas -COOH) tanpa
akhiran -il. Misalnya, senyawa tripeptida yang terbentuk dari asam amino glisin, alanin, dan
fenilalanin, diberi nama glisilalanilfenilalanin.
Rangkaian asam amino yang membentuk protein sering dikelompokkan ke dalam empat
tingkatan struktur, yaitu primer, sekunder, tersier, dan kuarterner. Struktur primer merupakan
rantai pendek dari asam amino dan dianggap lurus. Struktur sekunder merupakan rangkaian lurus
(struktur primer) dari rantai asam amino. Namun, setiap gugus mengadakan ikatan hidrogen
sehingga rantai asam amino membentuk struktur heliks, seperti pegas atau per. Struktur tersier
terbentuk jika rangkaian heliks (struktur sekunder) menggulung karena adanya tarik-menarik
antarbagian polipeptida sehingga membentuk satu subunit protein yang disebut struktur tersier.
Struktur kuarterner terbentuk jika antarsubunit protein (dari struktur tersier) berinteraksi
membentuk struktur kuarterner.

Gambar Empat Struktur Protein

Anda mungkin juga menyukai