Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomy dan Fungsi sistem bilier


Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung
empedu, dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.
Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran
yang mengalir dari hati melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya
mengalir ke duktus hepatik umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan
duktus sistikus dari kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang
berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50 persen dari
empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ
berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan
empedu ke duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.
Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:

untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum


untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu

Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah,


kolesterol, dan garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan
dua fungsi utama, termasuk yang berikut:

untuk membawa pergi limbah


untuk memecah lemak selama pencernaan

Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap
lemak. Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang
memberikan kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University.2011.Sistem
Bilier.Columbus:Medical center).

2.2 Definisi Atresia bilier

Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluransaluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran
(Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
2.3

Klasifikasi Atresia bilier

Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :


gambar 1.3 tipe atresia bilier
1. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
2. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus
sistikus, dan kandung empedu semuanyanormal).
IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus.
Kandung empedu normal.
1. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke
hilus.
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable),
sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable).
Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II
2.4

Etiologi

Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan
bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan
kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus
atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah
akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit
keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana
hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar
disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat
kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari
faktor-faktor predisposisi berikut:

infeksi virus atau bakteri

2.5

masalah dengan sistem kekebalan tubuh


komponen yang abnormal empedu
kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
hepatocelluler dysfunction

Manifestasi Klinis

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit
ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
termasuk:

Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat
tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah.

Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir.
Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang
bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang
pada dua atau tiga minggu setelah lahir

Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan


dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan
dibuang dalam urin.
Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi
bengkak akibat pembesaran hati.
Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang
larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak
larut dalam air serta gagal tumbuh

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.


Gatal-gatal
Rewel
o splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi
portal / Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

2.6

Patofisiologi

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan


kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan
hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau
keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat
total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab
tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung
bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri,
striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan
hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan
vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal
hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal.
Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang
dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut
lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K
dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap
oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak
didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi
berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga
menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung

2.7

Pemeriksaan Diagnostik

Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis
besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi
hati (darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis
atresia bilier.

1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin
untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan
pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk
< 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10
kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan
hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gammaGT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total
atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9%
dalam menentukan atresia bilier.
Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.
Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time,
partial thromboplastin time.
b) Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup


sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari
pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin
dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah
60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan
adanya atresia bilier.
2) Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan
bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan
sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi,
maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal
duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas
hati, sangat mendukung diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung
empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe
I / distal.
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m
mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan,
kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis
selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit
berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia bilier
proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi
sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan
ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas
danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik
(penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat
menyingkirkan kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan
petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan
pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan
bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik adalahmenggabungkan basil
pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic
Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga
dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.

d) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography).
Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia
bilier dengan kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan,
dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas
untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan.
Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai
95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi
eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran
empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di
daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150 400 u maka aliran
empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen section
pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat
dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia
bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah
waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya
proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia
bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak
dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu

2.8

Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa

1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :

Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.


Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi
toksin),
enzim
Na+
K+
ATPase
(menginduksi
aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai
jadwal pemberian susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder

2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu,
metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy
untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak
dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A,
D, E, K
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu
keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk
melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus,
dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya
merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan
hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati

Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan
kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun
terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami
tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak
dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah
mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan
kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier.
Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi

karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk
menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split
liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :
1. a.

Palliative treatment

Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan


fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
1. b.

Supportive treatment

Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam


pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan perdarahan
berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis,
kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik
vitamin ini.
Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier
mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan
vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang
mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang
menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut
membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.

2.9

Komplikasi
1. Kolangitis:

komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu
yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi
terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak
30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda
sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang,
feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan
kultur darah dan / atau biopsi hati.

1. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
1. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic
hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada
arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia,
sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu,
hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi
penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat
ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan
dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
1. Keganasan:
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul
padapasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk
keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi
Kasai yang berhasil.
Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran
empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya
dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan
hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari
setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak. Hal ini juga
mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi
Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau
untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

2.10 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran
histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya
sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya
71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka
keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12

bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi, faktorfaktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60
hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier
ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi,
Kristiana.2010.Atresia bilier)

DAFTAR PUSTAKA

Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric
Surgery, 4th Edition.

Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Parlin Ringoringo. 1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak,FK UI, RSCM.
from: url: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf /
15AtresiaBilier086.html

Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir
yang berkepanjangan. From : url
:http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-bilier waspadai-bilakuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/

Mark Davenport. Biliary Atresia. London: 2010. Available from : url :


http://asso.orpha.net/OFAVB/__PP__4.html

ST.Louis Children's Hospital. Biliary Atresia. Washington University School of


Medicine.2010. Available from : url :
http://www.stlouischildrens.org/content/greystone_779.htm

North American Society For Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and


Nutrition.Biliary Atresia. From : url: http: //www.naspghan.org/ userassets/
Documents/pdf /diseaseInfo/BiliaryAtresia-E.pdf

Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009. Available From: url: http:// emedicine.
medscape.com/ article/927029-overview

Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan
Anak FK UNAIR.Surabaya. 2006. Available from : url
:http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-pkb.pdf

Anda mungkin juga menyukai