Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap makhuk hidup, seperti
halnya manusia. Tanpa kondisi yang sehat pada tubuh manusia maka tidak
akan bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan maksimal. Salah satu faktor
penentu derajat kesehatan manusia adalah pelayanan kesehatan. Banyak sekali
program yang harus dilaksanakan dalam rangka melayani pasien secara
khusus serta masyarakat pada umumnya. Dalam melayani masyarakat
tentunya tidak lepas dari masalah komunikasi, yang tentunya dalam
penyampaiannya harus dengan materi dan kemampuan yang baik.
Pemberian informasi kesehatan diharapkan pengetahuan masyarakat
mengenai kesehatan menjadi bertambah, yang pada gilirannya diharapkan
terjadi perubahan dari
berperilaku sehat.

yang tadinya

berperilaku tidak sehat menjadi

Perlu ditanamkan kesadaran pada masyarakat

bahwa

kesehatan bukan hanya ketidakhadiran penyakit, tetapi adalah kondisi


fisik, mental, paripurna yang baik (Mulyana, 2002). Oleh karena itu,
menurut

Siregar, Pembangunan

kemasyarakatan

antara

lain

depat

kesehatan

memerlukan

suatu

melalui komunikasi, informasi, dan

edukasi (Siregar, 2000).


Lingkungan masyarakat memang bersifat fleksibel seiring dengan
berkembangnya jaman. Budaya masyarakat yang masih kental terkadang
dalam menyampaikan informasi kesehatan juga harus menyesuaikan dengan
budaya sekitar supaya dalam berkomunikasi dengan masyarakat dapat berjalan
dengan efektif dan efisien. Masyarakat akan lebih menerima masukan dan
saran ketika mereka merasa dihargai. Hal ini yang sebenarnya akan
memudahkan seorang tenaga medis ketika memberikan informasi kesehatan
pada kelompok masyarakat, sehingga tujuan riil yakni merubah perilaku
masyarakat dapat segera terjadi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian konsep komunikasi kesehatan?
2. Apa saja ruang lingkup dalam komunikasi kesehatan?
3. Apa saja model-model komunikasi kesehatan?
1

4. Apa saja program-program dalam komunikasi kesehatan?


5. Apa hubungan komunikasi kesehatan dengan sosiokultural?
6. Bagaimana hubungan komunikasi kesehatan sebagai intervensi perubahan
perilaku masyarakat?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah komunikasi
kesehatan dalam konteks sosiokultural ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari konsep komunikasi kesehatan.
2. Mengetahui ruang lingkup komunikasi kesehatan.
3. Mengetahui model-model yang ada dalam komunikasi kesehatan.
4. Mengetahui program-program dalam komunikasi kesehatan.
5. Mengetahui hubungan komunikasi kesehatan dengan sosiokultural.
6. Mengetahui hubungan komunikasi kesehatan sebagai intervensi perubahan
perilaku masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Komunikasi Kesehatan
2.1.1 Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi (communication) berasal dari bahasa Latin
communicatus yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan
demikian komunikasi menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi

untuk mencapai kebersamaan. Secara harfiah, komunikasi berasal dari Bahasa


Latin: Communis yang berarti keadaan yang biasa, membagi. Dengan kata
lain, komunikasi adalah sutu proses di dalam upaya membangun saling
pengertian. Dalam suatu organisasi biasanya selalu menekankan bagaimana
pentingnya sebuah komunikasi antar anggota organisasi untuk menekan
segala kemungkinan kesalahpahaman yang bisa saja terjadi. Berikut
merupakan definisi komunikasi menurut beberapa ahli :
Effendi (1995)
Komunikasi itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu proses penyampaian
pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberikan atau untuk
mengubah sikap, pendapat atu prilaku baik secara langsung (lisan) maupun
tak langsung (tulisan).
Hoyland, Janis dan Kelley (1953)
Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan
mengubah atau membentuk prilaku orang lain (khalayak).
Barelson dan Steiner (1964)
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian
dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambargambar, angka-angka dan lain-lain.
Louis Forsdale (1981)
Komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu
sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah
.
Brent D. Ruben (1988)
Komunikasi dikatakan sebagai suatu proses yaitu suatuaktivitas yang
mempunyai beberapa tahap yang terpisah satu sama lain tetapi berhubungan.
William J. Seller (1988)
Komunikasi adalah proses dengan nama simbol verbal dan nonverbal
dikirimkan, diterima, dan diberi arti.

Palo Alto
Ketika dua orang sedang bersama, mereka berkomunikasi secara terus
menerus karena mereka tidak dapat berperilaku.
Himstreet & Baty
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui
suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyak - sinyal,
maupun perilaku atau tindakan.
Bovee
Komunikasi adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan.
Harold D. Lasswell
Komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa mengatakn apa
dengan cara apa, kepada siapa dengan efek apa.
Theodorson
Komunikasi adalah penyebaran informasi, ide-ide sebagai sikap atau emosi
dari seseorang kepada orang lain terutama melalui simbol-simbol.
Edwin Emery
Komunikasi adalah seni menyampaikan informasi, ide dan sikap seseorang
kepada orang lain.
Delton E, Mc Farland
Komunikasi adalah suatu proses interaksi yang mempunyai arti antara sesama
manusia.
William Albig
Komunikasi adalah proses sosial, dalam arti pelemparan pesan/lambang yang
mana mau tidak mau akan menumbuhkan pengaruh pada semua proses dan
berakibat pada bentuk perilaku manusia dan adat kebiasaan.
Charles H. Cooley
Komuniksi berarti suatu mekanisme hubungan antar manusia dilakukan
dengan mengartikan simbol secara lisan dan membacanya melalui ruang dan
menyimpan dalam waktu.

Winnet
Komunikasi merupakan proses pengalihan suatu maksud dari sumber kepada
penerima, proses tersebut merupakan suatu seri aktivitas, rangkaian atau
tahap-tahap yang memudahkan peralihan maksud tersebut.
Karfried Knapp
Komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem
simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata) dan non verbal.
Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung / tatap muka atau melalui
media lain (tulisan, oral, dan visual).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah pertukaran pesan
verbal maupun nonverbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk
mengubah tingkah laku. Perubahan tingkah laku maksudnya yaitu perubahan
yang terjadi didalam diri individu mungkin dalam aspek kognitif, afektif,
ataupun psikomotor.
Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri begitu
juga halnya suatu organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu
organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya,
kurangnya atau tidak adanya komunikasi organisasi dapat macet atau
berantakan.
2.1.2 Kesehatan
Kata dasarnya adalah sehat, yang berarti baik itu sehat jasmani
maupun rohani. Jadi, kesehatan adalah salah satu konsep yang sering
digunakan namun sukar untuk dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda
menyebabkan sukarnya mendefinisikan kesehatan,kesakitan dan penyakit
(Gochman,1988. De Clereq,1993). Setidaknya definisi kesehatan harus
mengandung paling tidak komponen biomedis, personal dan sosiokultural.
Keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial,
bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Definisi tersebut tidak hanya meliputi tindakan yang dapat secara langsung
diamati dan jelas. Tetapi juga kejadian mental dan keadaan perasaan yang
diteliti dan diukur secara tidak langsung.
5

2.1.3 Komunikasi Kesehatan


Komunikasi kesehatan yaitu proses penyampaian pesan kesehatan
oleh komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan
tujuan untuk mendorong perilaku manusia tercapainya kesejahteraan sebagai
kekuatan yang mengarah kepada keadaan (status) sehat utuh secara fisik,
mental (rohani) dan sosial.
Menurut Alo Liliweri. 2007 pengertian komunikasi kesehatan adalah:
a. Studi yang mempelajari bagaimana cara menggunakan strategi
komunikasi yang dapat mempengaruhi individu dan komunitas agar
mereka dapat membuat keputusan yang tepat berkaitan dengan
pengelolaan kesehatan.
b. Proses kemitraan antara para partisipan berdasarkan dialog dua arah yang
didalamnya ada suasana interaktif, ada pertukaran gagasan, ada
kesepakatan mengenai kesatuan gagasan mengenai kesehatan, juga
merupakan teknik dari pengirim dan penerima untuk memperoleh
informasi mengenai kesehatan yang seimbang demi memperbarui
pemahaman bersama (ratzan, S.C., 1994 : Alo Liliweri. 2007)
c. Proses untuk mengembangkan atau membagi pesan kesehatan kepada
audiens tertentu dengan maksud mempengaruhi pengetahuan, sikap,
keyakinan mereka tentang pilihan dan perilaku hidup sehat.
2.2 Ruang Lingkup Komunikasi Kesehatan
Ruang lingkup komunikasi kesehatan meliputi pencegahan penyakit,
promosi kesehatan, kebijakan kesehatan, dan bisnis perawatan kesehatan serta
peningkatan kualitas hidup dan kesehatan individu dalam masyarakat.
A. Pencegahan Penyakit ( Preventif )
Dalam garis besarnya usaha-usaha kesehatan, dapat dibagi dalam 4
golongan, yaitu :
a) Usaha pencegahan (usaha preventif)
b) Usaha pengobatan (usaha kuratif)
c) Usaha promotif
d) Usaha rehabilitative

Dari keempat jenis usaha ini, usaha pencegahan penyakit mendapat


tempat yang utama, karena dengan usaha pencegahan akan diperoleh hasil
yang lebih baik, serta memrlukan biaya yang lebih murah dibandingkan
dengan usaha pengobatan maupun rehabilitasi. Dapat kita mengerti bahwa
mencegah agar kaki tidak patah akan memberikan hasil yang lebih baik serta
memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan mengobati kaki
yang sudah patah ataupun merehabilitasi kaki patah dengan kaki buatan.
Leavell dan Clark dalam bukunya Preventive Medicine for the
Doctor in his Community , membagi usaha pencegahan penyakit dalam 5
tingkatan yang dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada masa sakit.
Usaha-usaha pencegahan itu adalah :
1. Masa sebelum sakit
a. Mempertinggi nilai kesehatan (health promotion)
Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan
pada umumnya. Beberapa usaha diantaranya :
1)

Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun


kuantitasnya.

2) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti : penyediaan air


rumah tangga yang baik, perbaikan cara pembuangan sampah,
kotoran dan air limbah dan sebagainya.
3)

Pendidikan kesehatan kepada masyarakat

4) Usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan kepribadian


yang baik

b. Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (spesific


protection)
Usaha ini merupakan tindakan pencegahan terhadap penyakit-penyakit
tertentu. Beberapa usaha diantaranya adalah :
1) Vaksinasi untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu
2) Isolasi penderita mpenyakit menular

3) Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat-tempat umum


maupun di tempat kerja
2.

Pada masa sakit


a. Mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingakt awal, serta
mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (early diagnosis and
prompt treatment)
Tujuan utama dari usaha ini adalah :
1) Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepatnya dari seytiap jenis
penyakit sehingga tercapai penyembuhan yang sempurna dan
segera
2) Pencegahan menular kepada orang lain, bila penyakitnya menular
3) Mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan suatu penyakit
Beberapa usaha diantaranya :
1) Mencari penderita di dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan
misalnya pemeriksaan darah, rontgen, paru-paru dsb, serta
memberikan pengobatan.
2) Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita
penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar bila
penyakitnya timbul dapat diberikan segera pengobatan dan
tindakan-tindakan yang lain misalnya isolasi, desinfeksi, dsb.
3) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar mereka dapat
mengenal gejala penyakit pada tingkat awal dan segera mencari
pengobatan. Masyarakat perlu menyadari bahwa berhasil atau
tidaknya usaha pengobatan, tidak hanya tergantung pada baiknya
jenis obat serta keahlian tenaga kesehatnnya, melainkan juga
tergantung pada kapan pengobatan itu diberikan. Pengobatan yang
terlambat akan menyebabkan usaha penyembuhan menjadi lebih
sulit, bahkan mungkin tidak dapat sembuh lagi misalnya
pengobatan kanker (neoplasma) yang terlambat. Kemungkinan
kecacatan terjadi lebih besar penderitaan si sakit menjadi lebih
lama, biaya untuk pengobatan dan perawatan menjadi lebih besar.

b.

Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan


kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit (disibility
limitation)
Usaha ini merupakan lanjutan dari usaha poin c, yaitu dengan
pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh
kembali dan tidak cacat. Bila sudah terjadi kecacatan, maka dicegah
agar kecacatan tersebut tidak bertamabah berat (dibatasi), fungsi
dari alat tubuh yang menjadi cacat ini dipertahankan semaksimal

c.

mungkin.
Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan bekas
penderita ke dalam masyarakat, sehingga dapat berfungsi lagi
sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat,

semaksimalnya

sesuai

Rehabilitasi ini terdiri atas :


a) Rehabilitasi fisik
Yaitu agar bekas penderita

dengan

memperoleh

kemampuannya.

perbaikan

fisik

semaksimalnya. Misalnya, seorang yang karena kecelakaan, patah


kakinya, perlu mendapatkan rehabilitasi dari kaki yang patah
yaitu denganmempergunakan kaki buatan yang fungsinya sama
dengan kaki yang sesungguhnya.
b) Rehabilitasi mental
Yaitu agar bekas penderita dapat menyusuaikan diri dalam
hubungan perorangan dan social secara memuaskan .seringkali
bersamaan dengan terjadinya cacat badania muncul pula kelainankelaianan atau gangguan mental.untuk hal ini bekas penderita
perlu mendapatkan bimbingan kejiwaan sebelum kembali
kedalam masyarakat.
c) Rehabilitasi social vokasional
Yaitu agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan/jabatan
dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimalnya
sesuai dengan kemampuan dan ketidak mampuannya.
d) Rehabilitasi aesthetis
Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan
rasa keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat

tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan misalnya: misalnya


penggunaan mata palsu.
Usaha pengembalian bekas penderita ini kedalam masyarakat, memerlukan
bantuan dan pengertian dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti
dan memahami keandaan mereka (fisik mental dan kemampuannya) sehingga
memudahkan mereka dalam proses penyesuian dirinya dalam masyarakat dalam
keadan yang sekarang ini.
Sikap yang diharapkan dari warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah
pancasila yang berdasarkan unsure kemanusian dan keadailan social. Mereka yang
direhabilitasi ini memerlukan bantuan dari setiap warga masyarakat, bukan hanya
berdasarkan belas kasian semata-mata, melainkan juga berdasarkan hak asasinya
sebagai manusia.
B. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu health
promotion. Sesungguhnya, penerjemahan kata health promotion atau tepatnya
promotion of health kedalam bahasa Indonesia pertama kali dilakukan ketika
para ahli kesehatan masyarakat di Indonesia menerjemahkan lima tingkatan
pencegahan (five levels of prepention) dari H.R.Leavell dan E. G. Clark
dalam buku preventive medicine for the doctor in his community. Menurut
leavell dan clark (1965), dari sudut pandang kesehatan masyarakat, terdapat 5
tingkat pencegahan terhadap penyakit, yaitu :
1) promotion of healt
2) specifik protection
3) early diagnosis and prompt treatment
4) limitation of disability dan
5) rehablitation.
Tingkat pencegahan yang pertama,yaitu promotion of health oleh para ahli
kesehatan masyarakat di Indonesia di terjemahkan menjadi peningkatan
kesehatan,bukan promosi kesehatan.Mengapa demikian? Tidak lain karena
makna yang terkandung dlam istilah promotion of health disini adalah
meningkatkan

kesehatan

seseorang,yaitu

melalui

asupan

gizi

seimbang,olahraga teratur,dan lain sebagainya agar orang tersebut tetap


sehat,tidak terserang penyakit.
Namun demikian,bukan berarti bahwa peningkatan kesehatan tidak ada
hubungannya

dengan

promosi

kesehatan.

Leavell

dan

Clark

dalam

penjelasannya tengtan promotion of health menyatakan bahwa selain melalui


10

peningktan gizi dll,peningkatan kesehatan juga dapat di lakukan dengan


memberikan pendidikan kesehatan (health education)kepada individu dan
masyarakat.
Organisasi kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu bentuk definisi
mengenai promosi kesehatan : Health promotion is the process of enabling
people to increase control over, and improve, their health. To reach a state of
complete physical, mental, and social, well-being, an individual or group must
be able to identify and realize aspirations, to satisfy needs, and to change or
cope with the environment . (Ottawa Charter,1986).
Jadi, dapat disimpulkan dari kutipan diatas bahwa Promosi Kesehatan
adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan
yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu
mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu
mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan
sebagainya). Dalam konferensi ini ,health promotion di maknai sebagai
perluasan dari healt education atau pendidikan kesehatan.
C. Kebijakan kesehatan
1) Definisi Kebijakan Kesehatan
Ilmu kebijakan adalah ilmu yang mengembangkan kajian tentang
hubungan antara pemerintah dan swasta, distribusi kewenangan dan
tanggung jawab antar berbagai level pemerintah, hubungan antara
penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya, ideologi kebijakan makna
reformasikesehatan. Ilmu manajemen digunakan dalam ilmu kebijakan
yaitu dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan, teori dan
konsep manajemen tidak dapat diabaikan. Apa sistem kebijakan kesehatan
itu?
a) Kebijakan (Policy): Sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka
yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu
b) Kebijakan Publik (Public Policy): kebijakan kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah atau Negara
c) Kebijakan Kesehatan (Health Policy): Segala sesuatu untuk
mempengaruhi faktor faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat; dan bagi seorang dokter
11

kebijakan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan


layanan kesehatan (Walt, 1994)
2) Kerangka Konsep dalam Kebijakan Kesehatan
Ada 3 kerangka konsep kesehatan yaitu :
a) Konteks
b) Isi konten,terdiri dari aktor/Pelaku:

Individu

Pelaku

Organisasi
c) Proses
Keuntungan Analisis Kebijakan adalah kaya penjelasan mengenai apa dan
bagaimana hasil (outcome) kebijakan akan dicapai, dan piranti untuk
membuat model kebijakan di masa depan dan mengimplementasikan
dengan lebih efektif.
Contoh Penggunaan Analisis Kebijakan:
Kasus : Tarif untuk meningkatkan efisiensi di pelayanan kesehatan
Konteks : kondisi ekonomi, ideologi, dan budaya
Konten/ Isi :
Apa tujuan yang ingin dicapai?
Apakah ada pengecualian?
Aktor/ Pelaku : Siapa yang mendukung dan menolak kebijakan tarif?
Proses :
Pendekatan Top- Down?
Bagaimana kebijakan ini akan dikomunikasikan
d. Faktor Kontekstual yang Mempengaruhi Kebijakan:
Faktor situasional: Faktor yang tidak permanen atau khusus yang dapat

berdampak pada kebijakan (contoh: kekeringan).


Faktor struktural: bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah (misal:

system politik).
Faktor Budaya: Faktor yang dapat berpengaruh seperti hirarki, gender,

stigma terhadap penyakit tertentu.


Faktor Internasional atau eksogen: faktor ini menyebabkan meningkatnya
ketergantunganantar negara dan mempengaruhi kemandirian dan kerja sama

e.

internasional dalam kesehatan.


Proses Penyusunan Kebijakan menggunakan Segitiga Kebijakan Kesehatan

12

Segitiga kebijakan kesehatan digunakan untuk memahami kebijakan


tertentu dan menerapkan untuk merencanakan kebijakan khusus dan dapat
bersifat:
Retrospektif (meliputi evaluasi dan monitoring kebijakan)
Prospektif (Memberi pemikiran strategis, advokasi dan lobi kebijakan)

f.
I.

Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Kesehatan


Dasar Hukum Menimbang
1) SKep Men Kes RI No 99a/Men.Kes /SK/III/1982 Tentang berlakunya
Sistem Kesehatan Nasional.
2) TAP MPR RI VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
3) Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang pokok-pokok kesehatan.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi.
5) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah.
6) Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 574/ Men.Kes. `/SK/IV/2000
tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat tahun 2010.
7) Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 1277/Men. Kes/SK/X/2001 tentang

Susunan organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan


II. Memutuskan Menetapkan :
1) Keputusan Menteri Kesehatan tentang Sistem Kesehatan Nasional.
2) Sistem Kesehatan Nasional Dimaksud dalam dictum dimaksud agar
digunakan

sebagai

Pedoman

semua

pihak

dalam

penyelenggaran

pembangunan kesehatan di Indonesia


3) Keputusan ini berlaku mulai pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan
akan diadakan perubahan sebagaimana mestinya apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan ditetapkan 10 Februari 2004 ( Jakarta/ MenKes RI).
D. Bisnis Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun
sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia. Demikian yang dimaksud

13

dengan pengertian keperawatan menurut hasil Lokarya Keperawatan Nasional


Tahun 1983.
Perkembangan Pelayanan Keperawatan Perubahan sifat pelayanan dari
fokasional menjadi profesional dengan fokus asuhan keperawatan dengan peran
preventif dan promotif tanpa melupakan peran kuratif dan rehabilitatif harus
didukung dengan peningkatan sumber daya manusia di bidang keperawatan.
Sehingga pada pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan dapat terjadinya
pelayanan

yang

efisien,

efektif

serta

berkualitas.

Selanjutnya, saat ini juga telah berkembang berbagai model prakti keperawatan
profesional, seperti:
Praktik keperawatan di rumah sakit fasilitas kesehatan.
Praktik keperawatan di rumah (home care).
Praktik keperawatan berkelompok (nursing home = klinik bersama, dan
Praktik keperawatan perorangan, yaitu melalui keputusan Kepmenkes No.
647 tahun 2000, yang kemudian di revisi menjadi Kepmenkes No. 1239
tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan.
Pertumbuhan Pengguna internet di Indonesia semakin meningkat.
Diprediksikan pada tahun 2010 ada 54 juta pengguna internet di Indonesia.
Sebuah angka yang fantastis besarnya dan meruapakn sebuah peluang bagi
perawat untuk meningkatkan cakupan pelayanan keperawatan keseluruh wilayah
Indonesia dengan efisiensi yang tinggi. teknologi informasi internet tersebut,
istilah telemedicine, telehealth dan telenursing menjadi popular sebagai salah satu
model layanan kesehatan. (Martono N. www.inna.ppni.org .2006).
Telenursing sudah diterapkan di berbagai negara seperti di Amerika, Yunani,
Israel, Jepang, Italia, Denmark, Belanda, Norwegia, Jordania, India dan bahkan
Malaysia. Organisasi perawat Amerika pada tahun 1999 telah merekomendasikan
pengembangan analisa komprehensif penggunaan telenursing. Di Amerika
Serikat, 36% peningkatan kebutuhan perawat home care dalam 7 tahun mendatang
dapat ditanggulangi dengan telenursing dan di negara lainpun dilaporkan telah
menggunakan pelayanan telekomunikasi di rumah untuk perawatan home care
dengan telenursing.
Layanan kesehatan khususnya keperawatan jarak jauh dengan menggunakan
media teknologi informatika (internet) memberikan kemudahan bagi masyarakat.
14

Masyarakat atau pasien tidak perlu datang ke rumah sakit, dokter atau perawat
untuk mendapatkan layanan kesehatan. Waktu yang diperlukan untuk layanan
kesehatan juga semakin pendek. Pasien dapat hanya dirumah dan melakukan
kontak via internet atau melalui video converence untuk mendapatkan informasi
kesehatan, perawatan dan bahkan sampai pengobatan.
2.3 Model-Model Komunikasi Kesehatan
2.3.1 Model Shanon Weaver
Komnikasi dipandang sebagai suatu sistem dimana sumber
informasi (source) memilih informasi yang dirumuskan (encode)
menjadi pesan (message) dan selanjutnya pesan ini dkirim dengan
isyarat (signal) melalui saluran (channel) kepada penerima (receiver).
Kemudian

penerima

menerjemahkan

pesan

ersebut

dan

mengirimkannya ke tempat tujuan (destination). Untuk jelasnya,


model ini dapat dilihat pada ilustrasi diabawah ini:

Gambar 1. Model Shanon Weaver


Ciri utama dari model ni adalah konsep noise atau pengganggu,
yakni faktor-faktor yang mepengaruhi atau menghambat pesan
pesan yang disampaikan sepajang saluran komunikasi, dai sumber
informasi ke tempat tujuan (destination).
Salah satu kekuatan dari model ini, yakni menjelaskan suatu proses
penyampaian informasi dari sumber ke tempat tujuan secara rinci.
Sedangkan

kelemahannya

adalah

kurang

dapat

menjelaskan

bagaimana hubungan transaksional (timbal balik) antara sumber


informasi dan penerima. Model ini hanya mampu menggambarkan
proses menyampaikan informasi satu arah (one way event). Contoh
aplikasi dari model ini adalah ketika proses komunikasi berlangsung

15

antara perawat dengan pasiennya, dimana perawat berperilaku aktif


sedangkan pasien dalam keadaan pasif

atau bersifat sebagai

pendengar saja.
2.3.2

Model S M C R
Model ini menampilkan empat variabel dalam komunikasi, yakni
source

(sumber),

message

(pesan),

chanel

(saluran),

dan

receiver(penerima). Model ini melihat proses komunikasi berlangsung


berdasarkan keterampilan, sikap, pengetahuan, dan latar belakang
budaya yang berbeda dari sumber informasi. Sementara itu, pesan
yang disampaikan biasanya mengandung elemen-elemen tertentu,
seperti struktur isi dan kode-kode yang unik. Pesan tersebut ditransfer
melalui saluran yang melibatkan pendengaran, penglihatan, sentuhan,
bau dan rasa.kemudian penerima menginterpretasikan pesan tersebut
juga didasarkan pada keterampilan, sikap, pengetahuan, dan latar
belakang sosio budaya yang berbeda sehingga seringkali terjadi salah
interpretasi dalam proses komunikasi.
Salah satu kekuatan dari model ini adalah bahwa komunikasi
dilihat sebagai suatu proses yang dinamis, bukan sekedar peristiwa
yang statis. Sedangkan kekurangan dari model ini adalah tidak ada
mekanisme umpan balik (feed back) dalam proses tersebut. Apabila
model ini diaplikasikan dalam komunikasi kesehatan, maka model ini
tidak mampu menjelaskan betapa banyaknya faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi antar petugas kesehatan dengan
klien yang memiliki latar be;lakang bketerampilan dan sosio budaya
yang berbeda. Mekanisme umpan balik di perlukan agar proses
komunikasi menjadi lebih dinamis dan dapat menghindari misinterpretasi kedua belah pihak. Namun demikian, model ini sangat
bermanfaat untuk komunikasi antar petugas kesehatan. Dibawah ini
adalah gambar yang mengilustrasikan tentang model SMCR.
SOURCE
Communication
Skills

MESSAGE
Elemen

CHANEL
Seeing

RECEIVER
Communication
Skills

16

Attitudes
Structure
Hearing
Attitudes
Knowledges
Content
Touching
Knowledges
Social Systems
Treatments
Smelling
Social Systems
Culture
Code
Tasting
Culture
Sumber: David K Berlo, The Process of Communication, hal. 34
Tabel 1. Model S M C R
2.3.3

Speech Communication Model


Model ini pertama kali dikembangkan oleh miller (1972) yang
melihat bahwa proses komunikasi terdiri dari tiga variabel yakni
pembicara (speaker), pendengar (receiver), dan umpan balik (feed
back). Dalam hal ini, pembicara menyampaikan informasi berdasarkan
sikap tertentu, sedangkan pendengar menginterpretasikan pesan
tersebut berdasarkan sikap yang berbeda. Kemudian pendengar
memberikan umpan balik kepada pembicara. Demikian seterusnya
sehingga terjadi proses komunikasi yang hidup dan dinamis.
Model ini tampak sederhana (over simplified) untuk menjelaskan
proses komunikasi yang kompleks dan rumit dalam realitas, namun
sangat mudah dipahami untuk menjelaskan proses komunikasi antarmanusia. Hal-hal inilah yang merupakan kekuatan dan kelemahan dari
speech communication model. Ilustrasi dari model ini dapat dilihat dari
gambar sederhana yang ada dibawah ini:
Positif/negatif
SPEAKER

Feed back

LISTENER

ATTITUDE
ATTITUDE
ENCODING
DECODING
SKILLS
SKILLS
Sumber: Nourthouse and Nourthouse, Health Communication For
Healh Professional, hlm. al 17
Gambar 2. Speech Communication Model
2.3.4 Health Belief Model Theory ( Teori Model Kepercayaan Kesehatan)
Model Kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model
sosio psikologis. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan
bahwa problem kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau

17

masyarakat. Untuk menerima usaha sama dengan pencegahan dan


penyembuhan

penyakit

yang

diselenggarakan

oleh

provider.

Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku


pencegahan penyakit atau preventif behavior, yang oleh Becker tahun
1974 mengembangkan dari teori lapangan (field theory) oleh Lewin
tahun 1954 menjadi model kepercayaan kesehatan/ health belief
model.
Health Belief Model (HBM) menjadi salah satu kerangka
konseptual yang digunakan secara luas di dalam perilaku kesehatan
selama 5 dasawarsa. HBM digunakan untuk menjelaskan perubahan
dan pemeliharaan dari perilaku yang berhubungan dengan kesehatan,
serta sebagai sebuah kerangka pedoman dari intervensi perilaku
kesehatan. HBM menggambarkan, membandingkan, dan menganalisa
dengan menggunakan sebuah aturan yang luas dari beraneka ragam
teknik analitik. Lebih dari 2 dasawarsa yang lalu, lebih banyak
penelitian yang melakukan penetapan ukuran dari kepercayaan orang
yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan dan hubungan antara
kepercayaan-kepercayaan ini.
Tinjauan dini dari penelitian HBM menemukan tersedianya
konteks sejarah untuk cabang ini (Becker, 1974 ; Janz & Becker,
1984). HBM baru saja melanjutkan penelitian untuk menegaskan
kepercayaan individu yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan,
lalu menempatkannya di berbagai ragam analisis & memeriksa kualitas
dari prediktifnya.
HBM mulai berkembang pada tahun 1950 oleh sebuah kelompok
ahli ilmu jiwa sosial di US. Pelayanan kesehatan masyarakat
menjelaskan kegagalan yang tersebar luas dari keikutsertaan individu
dalam program untuk pencegahan dan pendeteksian penyakit
(Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1960, 1974). Kemudian model ini
menyampaikan tentang respon orang untuk berbagai gejala (Kirscht,
1974) dan tingkah laku mereka sebagai respons untuk mendiagnosa
penyakit, dengan factor-faktor yang adheren untuk aturan hidup dalam
kedokteran (Becker, 1974). Pada umumnya, sekarang timbul

18

kepercayaan/ keyakinan bahwa orang lebih memilih tindakan


pencegahan, perlindungan atau untuk mengontrol keadaan sakit dan
sehat.
2.3.5 Communication Persuasion Model
Berdasarkan Oxford English Dictionary, communication berasal
dari bahasa Latin. Sekarang kita memberikan definisi communication
sebagai hasil dan pertukaran informasi dan bisa diartikan dengan
menggunakan lambang/ isyarat dan dengan menggunakan symbol
(Gerbner, 1985). Ianya meliputi proses encoding, transmisi, decoding,
dan pembentukan informasi sekaligus artinya.
Karena yang menjadi pusat dari communication adalah hubungan
antara tiap individu, maka banyak tuntutan studi seperti empiris,
kritikal,

dan diwujudkan dalam praktek, termasuk

masyarakat.

Perwujudan

communication

kesehatan

perspective

dengan

menggunakan fakta-fakta mempengaruhi kesehatan masyarakat.


2.3.6 Transtheoretical Model
Transtheoretical Model (TTM) menggunakan tingkatan dari
perubahan untuk proses integrative dan prinsipel dari perubahan across
major theories dari intervensi; karena itulah teori ini diberi nama
transtheoritical. Model ini timbul dari analisis komperatif leading
theories psikoterapi dan perubahan perilaku. Tujuannya adalah untuk
mencapai integrasi secara teratur dari sebuah lapangan yang
memecahnya

menjadi

lebih

dari

300

teori

psikoterapi

(Prochaska,1979). Setiap tahap perkembangan, analisis komperatif


mengidentifikasi 10 proses dari perubahan.
Mereka menaksir bahwa frekuensi setiap kelompok digunakan di
setiap proses dalam analisis empirical dari perbandingan perubahan
diri seorang perokok dalam laporan professional (DiClemente dan
Prochaska, 1982). Penelitian partisipan menuturkan bahwa mereka
menggunakan proses perbedaan waktu dalam perjuangan mereka
dalam merokok.
2.3.7 Precede/Proceed Model

19

Adopsi dari sebuah tindakan pencegahan baru atau penghentian


dari sebuah perilaku berbahaya memerlukan tindakan yang sengaja
tenang dan berhati-hati. Precaution Adoption Model lebih suka
mempergunakan tipe ini untuk bertindak dibandingkan perkembangan
yang berangsur-angsur dari pola kebiasaan perilaku, contohnya latihan
(exercise) dan diet. Ianya juga menggunakan penjelasan mengapa dan
bagaimana seseorang membuat perubahan sengaja tenang dan berhatihati (deliberate) di dalam pola kebiasaan mereka.
Tujuan dari model ini adalah untuk menjelaskan bagaimana
seseorang dapat memutuskan untuk mengambil tindakan, dan
bagaimana seseorang menterjemahkan keputusan menjadi tindakan.
Meskipun beberapa aspek dari teori ini didiskusikan pada tahun 1988
(Weinstein, 1988), formulasi saat ini di publikasikan pada tahun 1992
(Weinstein dan Sandman, 1992). Dalam model ini dikenal ada 7
tingkatan sepanjang jalur mulai dari kekurangan kesadaran sampai
dengan tindakan. Dalam beberapa poin inisial, orang tidak sadar
dengan persoalan kesehatan (tingkatan 1). Ketika mereka pertama kali
mempelajari tentang isu-isu itu, mereka tidak menyadari secara jangka
panjang, tetapi tidak terikat dengan isu-isu tersebuts (tingkatan 2).
Orang yang meraih ketegasan akan membuat tingkatan (tingkatan 3)
menjadi

perjanjian

melalui

persoalan

dan

mempertimbangkan

tanggapan mereka. Ketegasan ini membuat proses dapat menghasilkan


1 dari 2 hasil. Jika suatu keputusan tidak mengakibatkan tindakan,
maka adopsi tindakan pencegahan mengakhiri proses (tingkatan 4),
tingkatan selanjutnya untuk memulai perilaku (tingkatan 6). Pada
tingkatan 7, jika relevant, ini merupakan indikaasi bahwa perilaku
dapat dipelihara dalam waktu yang lebih (tingkatan 7).

20

Gambar 3. Proceed Model


2.3.8

Diffusion Of Innovation Model


Meskipun upaya yang sungguh-sungguh dan berbagai sumber
dicurahkan untuk mengembangkan dan menguji intervensi perilaku
kesehatan,

sedikit

perhatian

biasanya

memberikan

metode

pengembangan yang efektif untuk difusi penyebarannya. Difusi dapat


memaksimalkan pembukaan dan meraih intervensi yang baik, jadi
meningkatkan pengaruh yang kuat di kesehatan masyarakat. Cabang
provider ini merupakan sebuah konseptual kerangka kerja untuk
memahami proses difusi dan jenis tingkatan, sebuah peninjauan luar
dari kunci metodologi dan isu penelitian, serta beberapa aplikasi dari
Teori Difusi untuk mengembangkan dan mengimplementasi inovasi
perubahan perilaku kesehatan.
Edisi terakhir dari edisi buku Diffusion of Innovations, catatan
Roger di topik literature difusi, luas dan sangat banyak, hampir
menekankan 4 ribu publikasi pada tempat subjek dari penelitian
agricultural untuk penelitian kontraseptif, produk consumer, dan ilmu
pasti modern di sekolah serta promosi kesehatan (Rogers, 1995).
Walaupun demikian, banyak inovasi perubahan perilaku kesehatan
gagal diakhir, karena batasan frekuensi yang telah hilang antara
inovasi dan akhir pengembangan serta merencanakan awal difusi
21

(Orlandi, Landers, Weston, dan Haley, 1990). Asumsi ini timbul


setelah

terjadinya

pengembangan

inovasi,

dan

menunjukkan

keampuhan serta keefektifitasan, adopsinya tersebar luas dan


ditemukan dengan otomatis. Bagaimanapun, bayak fakta-fakta bahwa
pengguna daftar percobaan inisial dalam implementasi tidak khusus
mengarahkan penggunaan substansi dari sebuah program pendidikan
kesehatan yang efektif, cepat mengerti dan melebihi pengguna lainnya
ini adalah tipe dari orang miskin
Roger (1983) menegaskan bahwa inovasi adalah sebuah ide,
praktek atau objek yang baru dari seorang individu atau unit lain dari
adopsi. Difusi didefinisikan sebagai proses dari sebuah inovasi yang
disampaikan melalui saluran yang pasti melebihi waktu diantara
anggota-anggota

dari

sebuah

sistem

sosial,

dengan

maksud

memaksimalkan pembukaan dan meraih berbagai inovasi, strategi, atau


program (Rogers, 1983). Proses ini adalah tipe difusi yang meliputi 5
tingkatan: pengembangan inovasi, diskriminasi, adopsi, implementasi,
dan pemeliharaan.
2.4 Program Komunikasi Kesehatan
Program Komunikasi Kesehatan merupakan upaya promosi yang dimlai
dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan yang didesain untuk tujuan
jangka panjang agar terjadi perubahan perilaku yang lestari pada kelompok
sasaran. Seperti halnya dalam promosi kesehatan dan pemasaran sosial, program
komunikasi kesehatan memiliki keterbatasan dan dianggap kurang efektif
dibandingkan dengan promosi kesehatan atau komunikasi produk-produk
komersial. Agar upaya komunikasi kesehatan lebih efektif, maka dianggap perlu
mengadposi strategi yang digunakan oleh upaya komunikasi produk komersial.
Keberhasulan upaya komersial terletak bukan pada anggaran yang besar, akan
tetapi lebih ditentukan oleh langkah-langkah penting yang strategis (Azwar,
2009).
Secara umum, strategi komunikasi kesehatan terdiri dari tiga langkah
strategis yang merupakan siklus berkesinambuungan, yakni perencanaan,
pelaksanaan kegiatan, dan pemantauan. Setiap langkah terdiri dari berbagai

22

kegiatan yang intinya terletak pada tahap perencanaan. Secara rinci, langkahlangkah ini dapat diuraikan sebagai berikut (Azwar, 2009) :
1. Tahap perencanaan terdiri dari:
a. Analisis masalah kesehatan
b. Riset pengembangan
c. Pengembangan strategi
d. Uji coba bahan
e. Rencana operasional
2. Tahap pelaksanaan, yang terdiri dari:
a. Produksi
b. Pelatihan, dan
c. Distribusi
3. Tahap pemantauan dan evaluasi terdiri dari:
a. Evaluasi keluaran (output) atau produksi
b. Avaluasi akibat (effect)
c. Evaluasi dampak
Langkah-langkah ini merupakan siklus berkesinambungan dan berulang
dimana pengalaman dari setiap langkah merupakan umpan balik untuk kegiatan
berikutnya. Dbawah ini adalah ilustrasi tentang siklus program komunikasi
kesehatan.
2.4.1 Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan bagian terpenting dari seluruh kegiatan
program komunikasi kesehatan, dimana pada tahap ini dilakukan berbagai
macam kegiatan serius dan berbagai aspek dipelajari. Kunci keberhasilan
program komunikasi kesehatan terletak pada sejauh mana tahap perencanaan
dirancang, yang meliputi langkah-langkah berikut ini:
a. Analisis Masalah Kesehatan
Analisis masalah kesehatan merupakan langkah awal yang dilakukan
pada tahap perencanaan, yang merupakan upaya sistematis untuk
mengidentifikasi

masalah

yang

hendak

ditanggulangi,

dengan

mengumpuulkan data dasar, membuat rumusan masalah, mencari akar


masalah dan prioritas masalah. Berdasarkan rumusan ini kemudian
disusun bentuk-bentuk perilaku baru yang akan dikomunikasikan kepada
kelompok sasaran. Informasi yang harus dikumpilkan pada langkah ini
adalah sebagai berikut:
1. Prevalensi penyakit dan kematian pada kelompok sasaran

23

2. Perbedaan prevalensi berdasrkan status sosial ekonomi, usia dan


jenis kelamin
3. Variansi prevalensi karena cuaca, musim, dan ciri-ciri demografis
4. Kelompok sasaran yang paling rentan
5. Penyebabb utama masalah kesehatan dan faktor risiko
Setelah langkah-langkah ini, maka prencanaan program harus
menyusun pola pencegahan dan penanggulangan masalah-masalah
tersebut. Disamping itu, perencana juga harus memahami strategi lebih
lanjut. Upaya-upaya yang dilakukan diharapkan dapat membantu
pengambil keputusan utnuk merumuskan kebijakan pada tingkat yang
lebih luas.
b. Riset Pengembangan (formative research)
Langkah ini merupakan langkah kedua pada tahap perencanaan, yang
dilakukan agar program komuikasi kesehatan didasarkan pada pemahaman
kelompok sasaran. Riset ini biasanya menggunakan kombinasi dari berbagai
metode, seperti survei, diskusi keompok terarah (DKT), wawancara
mendalam (indepth interview), studi etnografi, dan observasi perilaku.
Kombinasi diharapkan dapat menentuukan tujuan yang bisa diukur dan
strategi pemasaran yang lebih realistis berdasarkan pemahaman kelompok
sasaran. Riset pengembangan yang dilakukan secara ekstensif ditujukan untuk
memperoleh informasi dasar tentang:
1. Kelompok sasaran, jumlah, dan karakteristiknya
2. Fakta tentng petugas kesehatan, jumlah dan keterampilan yang
dimiliki
3. Fakta tentang pelayanan kesehatan yang ada
4. Jalur-jalur komunikasi yang potensial, dan
5. Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat
Pertimbangan perlunya melakukan riset pengembangan berkaitan
dengan beberapa alasan dibawah ini:
1. Efektivitas program tergantung pada informasi tentang situasi dan
kondisi kelompok sasaran pada konsumen
2. Pesan-pesan yang dikembangkan dalam

program

komunikasi

kesehatan harus didasarkan pada pengetahuan tentang konsumen dan


lingkungannya
3. Perlunya data dasar yang akan digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan program.

24

Informasi yang harus dikumpulkan dalam riset pengembangan dapat


dilihat pada rincian dibawah ini.
Informasi tentang konsumen yang meliputi:
1. Tingkat

pengetahuan,

sikap

dan

kebiasaan

kelompok

sasaran

sehubungan dengan masalah kesehatan yang dihadapi


2. Konsep dan istilah setempat yang digunakan untuk jenis-jenis penyakit
tertentu
3. Penyebab masalah kesehatan berdasarkan persepsi masyarakat
4. Kebiasaan-kebiasaan dalam menangani masalah kesehatan yang
dihadapi
5. Identifikasi tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama yang sering
dimintakan pendapat atau nasihatnya
6. Manfaat pengorbanan yang diperoleh dalam penerimaan kebiasaan baru
7. Faktor-faktor yang dijadikan motivasi untuk mengadopsi perilaku baru
Informasi tentang petugas kesehatan yang meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.

Tingkat pengetahuan petugas dalam prosedur pelaksanaan


Kebiasaan-kebiasaan petugas dalam melakukan penyuluhan
Metode yang sering digunakan
Faktor-faktor yang dapat memotivasi petugas
Sumber-sumber yang digunakan
Informasi tentang sisem pelayanan kesehatan yang ada:

1. Jumlah dan jenis pelayanan yang masih berfungsi


2. Pelatihan-pelatihan yang pernah diselenggarakan untuk petugas
3. Kondisi dan fasilitas yang dimiliki
Informasi tentang media, yaitu:
1. Struktur media massa secara nasional yang ada, seperti radio, TV dan
2.
3.
4.
5.

media tradisional yang biasa digunakan masyarakat


Cakupan dan biaya produksinya
Jumlah penduduk yang menggunakan masing-masing media
Pola penggunaan media
Jumlah penduduk yang bisa baca tulis

1.
2.
3.
4.

Informasi tentang institusi/departemen dan kebijakan yang ada:


Rencana dan prioritas departemen yang bersangkutan
Tujuan kebijakan program secara nasional
Ketentuan-ketentuan yang ada
Pengalaman dalam melakukan kerja sama

25

Informasi tentang hambatan yang dihadapi, yaitu:


1. Kerugian yang dialami masyarakat dengan adanya program komunikasi
kesehatan
2. Bagaimana mengetahui dan mencegah akibat dari produk atau layanan
yang tidak disenangi masyarakat
3. Faktor sosial ekonomi yang mendorong adopsi
4. Sumber informasi yang dipercaya masyarakat
5. Reaksi pejabat, tokoh masyarakat, anggota legislatif serta tokoh agama
terhadap pesan-pesan yang disampaikan
Teknik Kuantitatif
Teknik ini digunakan untuk mengkuantifikasi dan mengukur fasilitas
yang tersedia, presentase khalayak sasaran setuju atau menolak program yang
ingin dikembangkan, catatan klinik yang tersedia dan data tentang penjualan
produk-produk tertentu. Biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik
survei dan perhitungan pencatatan data skunder.
Teknik Kualitatif
Digunakan untuk mengenali informasi mendalam tentang penyakit
dan kebiasaan. Sikap dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat yang
berhubungan dengan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Teknik ini
juga sering digunakan untuk mengetahui presepsi tentang penyakit dan cara
pencegahan serta penanggulangan penyakit. Teknik ini meliputi diskusi
kelompok terarah (DKT), wawancara mendalam (indepth interview), studi
etnografi, dan observasi perilaku.
Berbagai metode dan teknik digunakan secara bersamaan atau
terpisah, sesuai dengan kebutuhan. Teknik-teknik yang digunakan tidak hanya
pada tahap pengembangan tetapi juga pada tahap lain, seperti tahap uji-coba
dan tahap produksi. Perencanaan Komunikasi Kesehatan harus ahli dalam
strategi penggunaan metode dan teknik-teknik tersebut guna memperoleh
informasi penting yang dibutuhkan.

c. Pengembangan Strategi
Pengembangan strategi dalam tahap perencanaan diadopsi dari
prinsip-prinsip

pemasaran

sosial

yang

dijadikan

pasangan

dalam
26

pengembangan berbagai strategi progam secara menyeluruh, dan biasanya


berkaitan dengan pencapaian tujuan progam. Tujuan progam yang dimaksud
adalah perubahan perilaku dan peningkata derajat kesehatan kelompok
sasaran. Hasil yang diperoleh melalui "riset pengembangan" (formative
research) memberikan dasar untuk merancang strategi komunikasi yang
berbeda tetapi berkaitan satu sama lain. Tujuannya agar hasil yang hendak
dicapai dapat diukur baik secara kuantitatif dan kualitatif. Rencana dasar
strategi meliputi: a) pengelompokan (segmentasi) sasaran, b) strategi produk,
c) strategi perilaku, d) strategi distribusi dan pelatihan, f) strategi saluran
media, g) strategi pelayanan, h) pemantauan, dan i) modifikasi program.
Setiap rencana strategi harus mencerminkan situasi sosial, ekonomi budaya
dan psikologi lingkungan.

(a) Pengelompokan (segmentasi) sasaran


Untuk menenentukan sasaran

progam,

masyarakat

harus

dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok sasaran, yakni sasaran primer,


sekunder dan tertier. Sasaran primer merupakan kelomopk yang
diharapkan dapat"mengadopsi" perilaku, misalnya,mibu rumah tangga
untuk pemberian oralit, ibu hamil agar memeriksakan kehamilannya
kebidan atau puskesmas, dan kelompok umur 12-55 tahun untuk tidak
merokok, dan sebagainya. Sasaran sekunder merupakan kelompok yang
diharapkan "mendukung" perilaku sasaran primer, seperti suami, orang
tua, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan. Sedangkan sasaran tertier
adalah kelompok yang berpengaruh dan berperan dalam pengambilan
keputusan/kebijakan, termasuk penyandang dana.
Pengelompokan sasaran dapat digunakan

sebagai

dasar

pengembangan produk pesan promosi untuk pasar potensial. Penentuan


sasaran primer harus realistis dengan memperhatikan sistem pelayanan
kesehatan. Dalam rgam komunikasi kesehatan, upaya peningkatan
permintaan harus berpedoman pada kemampuan sistem kesehatan yang
ada untuk menghindari kekecewaan konsumen.
(b) Strategi Produk

27

Produk yang dihasilkan dakam progam komunikasi kesehatan


dapat berupa "komoditi", "gagasan" atau "perilaku" yang diharapkan.
Produk komoditi misalnya berbentuk larutan guka garam atau oralit, alat
kontrasepsi atau vaksin. Sedangkan "gagasan" merupakan produk dalam
bentuk ide, misalnya cara membuat larutan gula-garam yang sederhana,
kepercayaan bahwa imunisasi dapat mencegah penyakit, atau pemberian
ASI pada bayi. Perubahan perilaku merupakan salah satu produk
komunikasikesehatan yang paling sulit untuk diadopsi, misalnya perilaku
ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya ke bidan atau puskesmas
atau pemberian "kolestrum" pada bayi yang baru lahir dan sebagainya.
Dalam strategi produk perencana harus sedapat mungkin
memanfaatkan informasi yang diperoleh melalui riset pengembangan
untuk menentukan produk yang seauai dengan masalah kesehatan yang
ada pada kelompok sasaran. Kemudian ditetapkan "posisi" dan "harga"
produk sesuai dengan kebiasaan, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut
oleh

masyarakat.

Produk

tertentu

mungkin

cocok

bagi

satu

kelompok,tetepi tidak cocok bagi satu kelompok, tetapi tidak cocok bagi
kelompok lain, sehingga dibutihkan kombinasi dua atau lebih produk
dengan harga dan posisi yang berbeda. Setiap produk memiliki ciri fisik
yang khas, seperti nama produk, kemasan dan ukurannya. Tampilan
produk harus mencerminkan "citra" khusus. Sehubungan dengan itu,
dibutuhkan pesan promosi yang dapat menampilkan ciri-ciri produk yang
menonjol serta menjanjikan keuntungan yang menarik bagi konsumen.
Produk komunikasi kesehatan tidak mengharapkan keuntungan
finansial yang berlebihan, tetapi lebih diarahkan pada efektivitas
penerimaan gagasan dan perubahan perilaku. Namun demikian, agar tidak
mengalami kerugian secara ekonomis, maka penetapan harga produk harus
memperhatikan hal-hal berikut ini :
i.
Biaya progam yang dikeluar.
ii.
Daya beli masyarakat.
iii.
Keuntungan minimal untuk menjaga daya tarik distributor.
iv. Harga produk lain.
v. Biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk transportasi.
vi.
Waktu yang terbuang untuk memperoleh produk.
vii.
Peraturan pemerintah tentang keuntungan minimal.

28

(c) Strategi Perilaku


Strategi untuk menentukan "perilaku" yang diharapkan dalam
perencanaan harus didasarkan pada temuan studi retnografi. Kebiasaan
kelompok sasaran tertentu mungkin merugikan untuk terjadinya perubahan
perilaku, karena sulit, rumit atau tidak sesuai dengan kebiasaan setempat.
Hal ini harus dijadikan "tema" dalam strategi perubahan perilaku.
Mengingat kerumitan tersebut, perencana sebaiknya membatasi langkahlangkah perubahan dalam mengadopsi perilaku baru agar tidak
menimbulkan kebingungan pada kelompok sasaran. Analisis perilaku yang
telah diuraikan sebelumnya juga dapat membantu memilih langkah
perubahan perilaku yang lebih sederhana dan sistematis.
Dalam strategi perilaku, perncanaan harus mampu melakukan
penilaian langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan manfaat,
kerumitan dan ketekunan dalam menampilkan perilaku secara rinci untuk
memudahkan dalam menentukan perilaku yang menjadi prioritas untuk
dipromosikan.
(d) Strategi Pesan
Strategi peasn disusun berdasarkan tujuan progam dan posisi
produk agar dapat bersaing, harus menarik perhatian, menimbulkan rasa
percayadan

harus

dapat

merangsang

kelompok

sasaran

untuk

menggunakan produk yang ditawarkan. Strategi pesan biasanya disusun


dengan memperhatikan unsur-unsur seperti isi pesan, daya tarik dan citra
serta sifatnya. Di samping itu, pesan tidak dapat disampaikan secara
menyeluruh, tetapi harus disampaikan secara bertahap, sesuai dengan
tujuan pesan yang ingin disampaikan. Tahap-tahap ini meliputi:
Tahap I : Untuk menimbulkan kesadaran sasaran, bahwa ada produk
tertentu yang ditawarkan
Tahap II : Untuk memotivasi perilaku
Tahap III : Untuk menguatkan dan memantapkan perilaku yang telah
terbentuk
(e) Strategi Jalur Media
Strategi jalur media harus didasarkan pada hasil riset yang
menginformasikan hal-hal sebagai berikut :
1. Daya jangkau dan frekuensi tiap media
2. Pengaruh media terhadap kelompok sasaran
29

3. Perbandingan biaya tiap media


Jalur media meliputi :
1. Penyuluhan tatap muka
2. Radio,TV, dan media elektronik lain
3. Poster, pamflet, surat kabar, papan iklan dan media cetak lain yang
dianggap efektig untuk mencapai kelompok sasaran
Dalam menentukan panduan media (media mix) harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1. Jalur media apa yang akan digunakan untuk tiap pesan.
2. Peran yang harus ditampilkan tiap media, misalnya sebagai
"pengingat", "pengukur", atau "jangkauannya".
3. Intensitas yang dibutuhkan untuk tiap jalur media.
4. Keterpaduan yang saling mendukung.
5. Jadwal siaran yang sesuai dengan kondisi atau musim tertentu.
(f) Strategi Pelayanan Kelembagaan
Pelayanan kelembagaan harus dipilih berdasarkan efektiitas, sesuai
dengan tingkatan-tingkatan yang ada dalam masyarakat, seperti lembaga
Pemerintah, Swasta atau paduandaridua lembaga tersebut. Pelayanan
kelembagaan yang efektif meliputi :
1. Kerjasama dengan sektor swasta atau perusahaan pemasaran untuk
mengadakan riset, meningkatkan strategi, uji coba, atau untuk
penempatan media
2. Mengundang organisasi sosial setempat untuk mengembangkan
strategi, isi pesan dan jalur distribusi
3. Menggunakan "payung" Pemerintah dan swasta.
d. Uji coba
Uji coba bertujuan untuk menghindarikekeliruan dan meyakinkan
bahwa produk dan bahan yang ditawarkan menarik perhatian atau dapat
diterima kelompok sasaran. Uji coba berperan besar dalam upaya promosi
produk-produk komersial, dimana hal ini memberikan gagasan dalam
progam komunikasi kesehatan, terutama untuk memperoleh umpan balik
atas penerimaan produk-produk tersebut di masyarakat. Di samping itu, uji
coba juga dapat menghilangkan keraguan terhadap produk yang akan
dipasarkan, disamping bermanfaat dalam menghadapi persaingan dengan
produk lain yang sejenis. Uji coba ini meliputi uji coba produk, uji coba
bahan, pasar dan ujicoba perilaku.

30

Proses uji coba dibutuhkan untuk, mencari kelemahan yang


mungkin ada pada produk, bahan dan strategi yang diterapkan, serta untuk
menemukan sebab kegagalan dalam progam pelatihan. Pengelolaan uji
coba harus melibatkan pembuatan desain, dan harus dipandang sebagai
bagian dari "kreatif". Uji coba harus dimulai sedini mungkin untuk
,endorong terjadinya

inivasi dan memperoleh kesempatan untuk

memperbaiki produk yang tidak sesuai. Uji coba juga dapat memberikan
situasi "belajar bersama" antar berbagai pihak yang terlibat demi
tercapainya tujuan jangka panjang.

e. Menulis Rencana Operasional


Rencana operasional merupakan alat untuk mengelola kelompok
kerja dalam rangka memperbaiki, koordinasi, dan membuat progam kerja
jangka panjang, sehingga ada rasa "memiliki" (sence of belonging)
terhadap progam-progam yang dilaksanakan. Rencana operasional dapat
dilihat sebagai pedoman kerja bagi perencana dan pelaksana progam yang
sewaktu-waktu dapat berubah bila diperlukan. Rencana operasional harus
berbentuk dokumen tertulis dan merupakan hasil kelompok, bukan
individual. Rencana operasional harus mencakup hal-hal sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

Hasil riset pengembangan.


Analisis perilaku.
Tujuan progam yang dapat diukur.
Segmentasi sasaran, primer, sekunder, dan tertier.
Strategi Produk yang terdiri dari rencana pengadaan, penetapan

harga, distribusi peoduk dan pelayanan.


f. Strategi kreatif yang terdiri dari pesan pokok, urutan serta
warna yang sesuai.
g. Rencana promosi yang didasarkan pada gabungan mendia
h.
i.
j.
k.
2.4.2

(media mix), rencana pelatihan, kurikulum dan metodenya.


Rencana pemantauan, uji kelayakan dan rencana perbaikan.
Rencana pengelolaan, sektor-sektor terkait dan jadwalnya.
Rencana pengembangan dan
Rencana anggaran

Tahap Pelaksanan Kegiatan

31

Kegiatan dimulai dengan menggunakan bahan komunikasi yang


dihasilkan dengan kualitas yang tinggi, kemudian bahan yang didiatribusikan
melalui berbagai jalur media secara terpadu (media mix). Tujuannya untuk
memperoleh daya jangkau dan frekuensi maksimum. Sebelum tahap ini
dimulai, terlebih dahulu dilakukan progam pelatihan bagi mereka yang akan
berinteraksi dengan konsumen. Tahap ini terdiri dari 3 (tiga) kegiatan pokok,
yakni "produksi", "distribusi", dan "pelatihan".
i.

Produksi
Kualitas produksi harus cukup memadai, seauai dengan

kemampuan dan sumber daya/dana yang tersedia. Penentuan Dan


Kualitas media harus didasarkan pada hasil riset pengembangan
racangan uji coba dan harus dikelola secara teliti. Produksi dalam
komunikasi kesehatan berupapesan-pesan komunikasi. Pesan-pesan ini
kemudian dikemas dalam bentuk poster, bahan pelatihan, radio
spot atau siaran televisi. Kegiatan produksi harus ditangani oleh
tenaga-tenaga professional yang ahli di bidangnya. Untuk menjamin
mutu produksi, selayaknya dilakukan kerjasama dengan lembagalembaga swasta yang professional melalui proses lelang yang
transparan.
ii.

Distribusi
Distribusi adalah upaya penyaluran atau penyebaran produksi

media yang dilakukan secara terpadu berdasarkan strategi pokok yang


telah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Strategi distribusi dilakukan
untuk menjamin ketepatan jadual pengembangan produksi serta
penyalurannya, sehingga penyaluran pesan-pesan produksi melalui radio,
televise, surat kabar serta media cetak lainnya secara tepat waktu. Hal ini
merupakan tantangan selama proses promosi berlangsung. Upaya
distribusi yang direncanakan dengan teliti harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Membuat bahan dalam jumlah yang cukup memadai.
b. Mendistribusikannya pada berbagai saluran, seperti televisi, radio,
dan sebagainya.

32

c. Membuat petunjuk rinci.


d. Mengirim bahan tersebut berdasarkan petunjuk rinci.
e. Menentukan waktu, hari dan jam-jam tertentu yang dianggap tepat.
Distribusi media harus terpadu dan saling melengkapi sehingga
koordinasi pelayanan antara strategi produksi dan strategi promosi
mampu menumbuhkan permintaan terhadap teknologi kesehatan yang
ditawarkan. Keterkaitan antara produksi, distribusi dan pelayanan dapat
digambarkan pada contoh-contoh dibawah ini:
a. Bila seseorang ibu pergi ke apotik untuk membeli alat kontrasepsi,
petugas apotik harus siap memberikan

penjelasan tentang cara

pengguanaannya.
b. Jika siaran radio menerangkan materi pembuatan larutan gulagaram peda kelompok sasara yang buta huruf,penyebaran poster
atau gambar tentang yang sehubungan dengan itu sudah harus
dapat diterima kelompok sasaran sebelumnnya.
c. Jika para kader memasang tanda tersedianya oralit, masyarakat
sudah harus memahami arti tanda tersebut.
d. Jika seseorang ibu pergi ke puskesmas untuk imunisasi anaknya,
petugas harus mampu memeriksa dan memutuskan apakah
imunisasi yang diberikan bila anak sedang demam.
Untuk menunjang strategi produksi, distribusi dan pelayanan,
komunikasi tatap muka dapat dilakukan pada kelompok-kelompok
sasaran tertentu, misalnya para guru, anak-anak sekolah, tokoh
masyarakat atau tokoh-tokoh agama.
iii.
Pelatihan
Dalam progam komunikasi kesehatan, pelatihan salah satu
kegiatan pokok dalam rangka distribusi dan peyanan produksi. Pelatihan
memiliki

tujuan penting untuk meningkatkan

pengetahuan dan

keterampilan sebagai kriteria keberhasilan progam secara keseluruhan.


Upaya pelatihan harus dapat memberikan pengalaman belajar yang
baik bagi petugas maupun bagi masyarakat. Pelatihan dapat meyakinkan
peserta, bahwa :
a. Dalam mempelajari sesuatu yang mereka yakini, pasti mengandung
manfaat.

33

b. Proses

belajar

dapat

memberikan

keterampilan,dan

apabila

keterampilan tersebut sering dipraktikkan, akan semakin tinggi


tingkat keterampilannya.
c. Keterampilan yang dipraktikkan dengan baik akan mendapat
imbalan yang setimpalsebagai umpan balik.
d. Imbalan yang diperoleh dapat berasal dari berbagai sumber dan
dapat diperoleh dengan cepat.
Sasaran utama pelatihan adalah para petugas kesehatan sebagai
ujung tombak dalam jalur distribusi dan pelayanan. Kemudian para
pengecer swasta, kader kesehatan,tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
Pemilihan perserta pelatihan, jadual pelaksanaan, bahan-bahan pelatihan
dan dana yang dibutuhkan harus sesuai dengan rencana berdasarkan riset
pengembangan dan studi perilaku.
2.4.3 Pemantauan dan Evaluasi
Kerangka pemantauan yang sistematis sudah harus dicanangkan
dalam tahap perencanaan dengan melakukan analisis variable-variabel yabg
ingin dipantau, kriteria keberhasilan dan upaya perbaikan yang dibutuhkan.
Pada dasarnya pemantauan dilakukan untuk memperoleh informasi tentang
kekurangan atau kesalahan yang mungkin terjadi dalam strategi produksi,
distribusi, dan komunikasi. Informasi hasil pemantauan harus dapat diperoleh
tiap waktu agar perbaikan dapat dilakukan segera sementara progam
komunikasi kesehatan dapat terus berlangsung. Sedangkan evaluasi ditujukan
untuk mengetahui sejauh mana kegiatan progam berjalan dengan baik dan
apakah tujuan progam telah tercapai serta faktor apa yang perlu mendapat
perhatian khusus dan perbaikan untuk pengembangan progam selanjutnya.
Upaya pemantauan dan evaluasi merupakan kesatuan kegiatan yang
dilakukan secara terpadu dan tidak dapat dipisahkan serta dilaksanakan secara
sistematis. Pemantauan harus dilakukan pada hal-hal berikut ini:
a. System distribusi produksi dan bahan.
b. Pengelolaatikn dan kinerja.
c. Jadual kerja.
d. Anggaran.
e. Tingkat penerimaan, pemgetahuan, dan kebiasaan
Uji bahan merupakan pemantauan awal atas produksi dan strategi.
Dalam proses n pemantauan ini dapat dilakukan perbaikan dan peningkatan

34

strategi produksi dan strategi promosi secara bersamaan. Pemantauan juga


harus dapat mengukur efektivitas media, tingkat keterpaduan dan penjadualan
waktu yang sesuai untuk mengadakan pelayanan. Selama pemantauan
berlangsung, perencana harus tetap berorientasi pada tujuan progam semula.
Pada tingkatan tertentu, pemantauan dapat mempengaruhi progam terhadap
peningkatan derajat kesehatan,walaupun memerlukan waktu relative yang lebih
lama. Paling tidak, pemantauan dapat memberikan umpan balik (feed back)
yang diperlukan untuk perbaikan progam kesehatan lainnya.
Strategi pemantauan harus meliputi upaya-upaya sebagai berikut:
a. Pemeriksaan bahan secara teratur pada titik sasaran distribusi.
b. Distribusi Kelompok Terarah(DKT) untuk mengaetahuai pesan
promosi dan melihat kemungkinan adanyakeraguan dari kelompok
sasaran.
c. Pemantauan siaran untuk memastikan bahwa jadual penyiaran
dilakukan sesuai dengan rencana.
d. Wawancara sesaat di lokasi tertentu untuk memantau tema pokok dan
slogan progam serta jangkauannya.
e. Evaluasi tidak lanjut pelatihan bagi petugan kesehatan.
f. Pemantauan terhadap pengelolaan untuk mengetahuai pengaruh
progam pada distributor atau pelaksana.
a. Perbaikan progam
Pemantauan merupakan riset yang bertujuan untuk mengungkapkan
hambatan- hambatan yang terjadi selama progam berlangsung. Pemantauan dan
evaluasi diperlukan untuk melihat tingkat keberhasilan, masalah-masalah yang
dihadapi dan perubahan-perubahan yang diperlukan selama progam berlangsung.
Upaya ini memungkinkan perencana mengtahui langkah-langkah perbaikan yang
dapat diantisipasi di tengah-tengah progam,seperti :
a. Memasang poster kembali di tempat-tempat yang lebih mudah terlihat.
b. Mengubah jadual siaran pada waktu yang lebih memungkinkan.
c. Menaikkan atau menurunkan harga produksi.
d. Memperbaiki system distribusi.
e. Mengubah strategi pesan.
f. Menambah daftar lembaga yang perlu dilibatkan.
Dalam melakukan perubahan-perubahan ini perlu dipertimbangkan asas
ketepatan dan kemantapan.
b. Evaluasi

35

Evaluasi merupakan upaya penting dalam progam komunikasi kesehatan


yang bertujuan menilai hasil keseluruhan progam dengan menggunakan teknik
riset secara sistematis. Evaluasi dilakukan tidak hanya pada tahap akhir, tetapi
juga pada tahap-tahap proses secara menyeluruh.(Green, et. Al., hal, 247).
Sedangkan evaluasi di akhir progam harus dapat menjawab pertanyaanpertanyaan berikut ini:
a. Sejauh mana tujuan progam telah tercapai.
b. Seberapa besar pengaruh progam terhadapperubahan perilaku.
c. Akibat-akibat apa saja yang tidak diharapkan dari progam.
d. Bagian progam mana yang paling berhasil dan mana yang kurang
berhasil.
Pertanyaan-pertanyaan evaluasi ini seharusnya sudah dirancang pada tahap
perencanaan ketika riset pengambangan dilakukan dan pada tahap pengukuran
dilakukan selama proses berlangsung.
Sedangkan untuk melihat hasil akhir berupa dampak terhadap derajat
kesehatan, upaya evaluasi harus memperhatikan factor-faktor di bawah ini :
a. Sejauh mana jalur komuniksi yang digunkan dapat menjangkau sasaran.
b. Pesan-pesan apa saja yang disampaikan melaluai jalur tersebut,
c. Apakah pesan yang disampaikan dapat diinggat oleh kelompok sasaran yang
jelas.
d. Apakah telah terjadi perubahan perilaku pada kelompok sasaran akibat
adanya progam.
e. Apakah telah terjadi peningaktan derajat kesehatan akibat perubahan
perilaku.
Tidak semua pertanyaan dapat terjawab dalam proses evaluasi, tetapi
beberapa factor penting sudah dapat diketahui. Proses evaluasi hanyalah salah satu
dari berbagai pilihan kegiatan dan penentuan yang cermat atas prioritas sasaran,
dana yang tersedia dan waktu yang terbatas.
c. Strategi Evaluasi
Evaluasi yang efektif merupakan gabungan berbagai strategi dab studi
dengan metode yang berbeda, di mana setiappertanyaan yang berbeda harus dapat
dijawab dengan metodologi terntentu. Alat studi utama yang biasa digunakan
dalam evaluasi adalah survey skala besar yang dilakukan sebelum dan sesudah
progam

berlangsung.

Tujuannya

utamanya

dalah

mengukur

tingkat

pengetahuan,sikap dan perilaku kelompok sasaran. Survei ini juga berperan untuk
mengukur jangkauan dan pencapaian jalur media, pesan serta penerimaannya di
36

kalangan

khalayak sasaran. Data sosio demografis yang dikumpulkan dalam

survei ini, seperti tingkat ekonomi, pendidikan,melek huruf, dan sebagainya


membantu untuk mengidentifikasi apakah perubahan perilaku terjadi pada
kelompok tertentu saja.
Di samping survei skla besar, teknik pengamatan dan penelusuran data
sekunder juga dapat membantu untuk menguji akurasi data yang dikumpukan,
termsuk catatan klinik di Puskesmas, prevalensi penyakit dan tingkat kematian di
suatu wilayah. Pendekatak lain yang dapat digunakan dalam rangka evaluasi
adalah survei ibu rumah tangga dan pemeriksaan kartu imunisasi. Dalam memilih
teknik-teknik evaluasi, evaluator harus dapat menentukan teknik tertentu yang
dapat dipercaya ditinjau dari segi waktu, biaya dan pertimbangan lain.
d. Evaluasi sebagai Dasar Pengambilan Keputusan
Evaluasi tertentu saja harus didasarkan hasil riset, baik kuantitatif maupun
kualitatif, agar dapat mengukur seberapa jauh tujuan progam telah tercapai.
Dengan demikian, evaluasi akan dapat memberikan penilaian secara lebih akurat
tentang manfaat yang diperoleh dari suatu progam komunikasi kesehatan. Dengan
akurasi ini setiap penilaian dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan oleh
pejabat dari instansi yang berwenang.
Bagi pembuat kebijakan, informasi dari hasil evaluasi dapat memberi
kesempatan untuk melakukan analisis lebih lanjut tentang pola pelaksanaan suatu
progam, perluasan kelembagaan, biaya serta penentuan tenaga relawan. Hasilnya
dapat dijadikan bahan bagi perencana untuk memperbaiki atau mempertajam
rancangan dasar progam baru di tempat berbeda.
Evaluasi juga dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana dan
mengapa progam tersebut berhasil, sedangkan progam lain tidak. Studi-studi yang
dilakukan dapat menunjukkan kaitan yang jelas antara progam yang baik dan
tidak, sehingga selanjutnya dapat dijadikan dasar pengambilan keputudan tentang
arah kegiatan mendatang.
Bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam program program
kesehatan masyarakat adalah komunikasi antar pribadi dan komunikasi massa.
1.1. Komunikasi Antar Pribadi

37

Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi langsung, tatap muka antara


satu orang dengan orang lain baik perorangan maupun kelompok. Komunikasi ini
tidak melibatkan kamera, artis, penyiar, atau penulis skenario. Kamonikator
langsung bertatap muka dengan komunikan, baik secara individual, maupun
kelompok.
Didalam pelayanan kesehatan, komunikasi antar peribadi ini terjadi
antara petugas kesehatan atau health provider dengan clients, atau kelompok
masyarakat dan para anggota masyarakat. Komunikasi antar pribadi merupakan
pelengkap komunikasi massa. Artinya pesan pesan kesehatan yang telah
disampaikan lewat media massa (televisi, radio, koran, dan sebagainya) dapat
ditindaklanjuti dengan melakukan komunikasi antar pribadi, misalnya penyuluhan
kelompok dan konseling kesehatan.
Komunikasi antar pribadi dapat efektif apabila memenuhi tiga hal diantaranya:
a. Empathy, yakni menempatkan diri pada kedudukan orang lain (orang yang
diajak komunikasi)
b. Respect terhadap perasaan dan sikap orang lain
c. Jujur dalam menanggapi pertanyaan orang lain yang diajak berkomunikasi
Metode komunikasi antar pribadi yang paling baik adalah konseling, karena
di dalam cara ini antara komunikator atau konselor dengan komunikan atau klien
terjadi dialog. Klien dapat lebih terbuka menyampaikan masalah dan keinginan
keinginannya, karena tidak ada pihak ketiga yang hadir.
Proses konseling ini dapat diingat secara mudah dengan akronim berikut :
G = Greet Client Warmly (menyambut klien dengan hangat)
A = Ask Client About Themselves (menanyakan tentang keadaan mereka)
T = Tell Client About Their Problems (menanyakan masalah masalah yang
mereka hadapi)
H = Help Clients Solve Their Problem (membantu pemecahan masalah yang
mereka hadapi)
E = Explain How To Prevent To Have The Same Problem (menjelaskan
bagaimana mencegah terjadinya masalah yang sama)
R = Return To Follow-Up (melakukan tindak lanjut terhadap konseling)

38

1.2. Komunikasi Massa


Komunikasi massa ialah penggunaan media massa untuk menyampaikan
pesan pesan atau informasi kepada khalayak atau masyarakat. Komunikasi
dalam kesehatan masyarakat berarti menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada
masyarakat melalui berbagai media massa (TV, Radio, media cetak, dan
sebagainya) dengan tujuan agar masyarakat berperilaku hidup sehat.
Dalam perkembangannya, komunikasi massa tidak hanya terbatas pada
penggunaan media cetak dan media elektronik saja, melainkan mencakup juga
pengguaaan media tradisional. Komunikasi massa dengan menggunakan media
tradisional itu tampaknya lebih efektif, karena sangat erat hubungannya dengan
sosial budaya masyarakat setempat

2.5 Hubungan Komunikasi Kesehatan dengan Sosiokultural


Komunikasi kesehatan secara umum didefinisikan sebagai segala aspek
dari komunikasi

antarmanusia

yang

berhubungan

dengan

kesehatan.

Komunikasi kesehatan secara khsusus didefinisikan sebagai semua jenis


komunikasi

manusia yang

isinya pesannya berkaitan

(Rogers,1996:15) dalam Arianto (2013).

Definisi

dengan

kesehatan

ini menjelakan

bahwa

komunikasi kesehatan dibatasi pada pesan yang dikirim atau diterima, yaitu
ragam pesan berkaitan dengan dunia kesehatan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi. Sebagaimana dikutip dari Roger, (1996:16) dalam Arianto
(2013) mengatakan bahwa komunikasi kesehatan adalah :
health communication has been defined as referring to any type of
human communication whose content is concerned with health.
Komunikasi kesehatan merupakan proses komunikasi yang melibatkan
pesan kesehatan, unsur-unsur atau peserta komunikasi. Dalam komunikasi
kesehatan berbagai peserta yang terlibat dalam proses kesehatan antara dokter,
pasien, perawat, profesional kesehatan, atau orang lain. Pesan khusus dikirim
dalam komunikasi kesehatan atau jumlah peserta yang terbatas dengan
menggunakan konteks komunikasi antarpribadi sebaliknya menggunakan konteks

39

komunikasi massa dalam rangka mempromosikan kesehatan kepada masyarakat


luas yang lebih baik, dan cara yang

berbeda adalah

upaya meningkatkan

keterampilan kemampuan komunikasi kesehatan (Arianto, 2013).


Pemberian informasi kesehatan diharapkan pengetahuan masyarakat
mengenai kesehatan

menjadi

bertambah,

yang pada gilirannya diharapkan

terjadi perubahan dari yang tadinya berperilaku tidak sehat menjadi berperilaku
sehat. Perlu ditanamkan kesadaran pada masyarakat bahwa kesehatan bukan
hanya ketidakhadiran penyakit, tetapi adalah kondisi fisik, mental, paripurna
yang

baik

(Mulyana,

2002).

Oleh

karena

itu,

menurut

Siregar,

Pembangunan kesehatan memerlukan suatu kemasyarakat an antara lain


depat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (Siregar, 2000 dalam Pakku,
2013).
Komunikasi kesehatan melibatkan dokter, pasien, dan keluarga adalah
komunikasi yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan kesehatan atau klinikal.
Komunikasi dalam lingkup kesehatan begitu penting. Hasil konferensi tentang
komunikasi kesehatan yang berlangsung di Toronto menghasilkan Toronto
Consensus, menghasilkan 8 (delapan) poin pernyataan hubungan antara
praktek komunikasi dan kesehatan sebagai berikut :
1. Communication problems in medical practice are important and common.
2. Patient anxiety and dissatisfaction are related to uncertainty and
lack of information, explanation and feedback.
3. Doctors often misperceive the amount and type of information that
patients want to receive.
4. Improved quality of clinical communication is related to positive
health outcomes.
5. Explaining and understanding patient concerns, even when they
cannot be resolved, results in a fall in anxiety.
6. Greater participation by the patient in the encounter improves
satisfaction, compliance and treatment outcomes.
7. The level of psychological distress in patients with serious illness is less
when they perceive themselves to have received adequate information.
8. Beneficial clinical communication is routinely possible in clinical
practice and can be achieved during normal clinical encounters,
without unduly prolonging them, provided that the clinician has

40

learned the relevant techniques. (Dianne Berry, 2007:31 dalam Arianto,


2013)
Seperti dicatat oleh Pettigrew dan Logan (1987) dalam Arianto (2013),
komunikasi kesehatan

mempromosikan kesehatan

dan

penyakit

dalam

masyarakat, dan membuat sistem dijalankan pada efektivitas secara optimal.


Kemampuan komunikasi yang baik atau keterampilan sosial memberikan
keuntungan lebih dalam kehidupan antarmanusia manusia. Mereka yang
memiliki tingkat

kemampuan

mengatasi

atau kegelisahan lebih mudah dan untuk beradaptasi dan

stres

dan

keterampilan

tinggi

berguna

untuk

menyesuaikan hidup lebih baik dan menjadi lebih kecil kemungkinannya untuk
menderita

depresi,

kesepian

atau kecemasan. Dalam konteks komunikasi,

penting bagi seorang profesional kesehatan untuk memiliki keterampilan


komunikasi yang baik. Seperti dikemukakan oleh Blasi, dkk. (2001; 760) yang
dikutip dalam oleh Dianne Berry, (2007;9) dalam Arianto (2013) bahwa :
In healthcare, the importance of health professionals having good
communication skills is being increasingly recognized.
Kemudian,

hasil

penelitian

mereka di

sejumlah

negara

dan

menemukan bahwa seorang praktisi (kesehatan) yang baik memiliki kemampuan


menjalin suatu hubungan baik dan bersahabat seperti dijelaskan berikut ini :
practitioners who attempted to form a warm and friendly relationship with
their patients and reassured them that they would soon be better, were
found

to

be

more

effective

than

practitioners

who

kept

their

consultations impersonal, formal or uncertain.


Komunikasi kesehatan yang positif tidak hanya relevan dengan interaksi
yang berhubungan dengan pasien dalam pengaturan kesehatan, seperti dokter
umum praktik, General Practitioner (GP) rumah sakit, puskesmas dan klinik,
tetapi juga mendasar pada tingkat kesehatan yang lebih luas masyarakat. Penentu
paling penting dari kesehatan adalah keadaan sosial, ekonomi, dan paling
tidak penting adalah perilaku kesehatan individu (Perancis dan Adams,
2002). Dengan demikian, disarankan untuk harus memfokuskan usaha lebih
luas pada kampanye pendidikan kesehatan masyarakat daripada mencoba untuk
mempengaruhi perilaku pada tingkat individu.
41

Berfokus pada berkomunikasi dengan publik yang lebih luas dalam rangka
untuk mempromosikan kesehatan yang lebih baik. Dengan mempertimbangkan
pendekatan yang berbeda dan strategi yang telah diambil, dan mengevaluasi
efektivitas mereka. Setelah ini, terjalin di sejumlah media komunikasi yang
digunakan untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas (Dianne
Berry, 2007:12) dalam Arianto (2013).

2.6 Komunikasi Kesehatan sebagai Intervensi Perubahan Perilaku


Komunikasi kesehatan masyarakat kini sudah menjadi disiplin ilmu baru
yang berbasiskan aplikasi dilapangan dan berupaya untuk menumbuhkan sikap
serta mempengaruhi perilaku kesehatan secara sistematis dengan menggunakan
metode komunikasi massa (mass communication). Di samping itu , komunikasi
kesehatan telah menggunakan prinsip dessain pengajaran, pemasaran sosial
analisis perilaku dan antropologi medis.
Tujuan pokok dari program komunikasi kesehatan adalah perubahan
perilaku kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Dengan adanya
intervensi

komunikasi

kesehatan

juga

diharapkan

dapat

menumbuhkan

permintaan (de-mand) terhadap produk atau layanan kesehatan yang dibutuhkan,


seperti keluarga berencan, kelangsungan hidup anak, pencegahan penyakit infeksi
yang aman dan efektif. Dalam proses ini konsumen atau klien ditempatkan pada
posisi yang penting dan dianggap menentukan.
Upaya

menumbuhkan

permintaan

terhadap

pelayanan

kesehatan

merupakan efek dari proses komunikasi yang memberikan informasi kepada


anggota masyarakat bahwa telah tersedia pelayanan kesehatan yang mereka
butuhkan, mudah didapat dan digunakan. Informasi ini diharapkan dapat
mengubah perilaku masyarakat yang mulanya tidak pernah memanfaatkan
pelayanan kesehatan karena tidak tahu, kini bahkan menjadi kebutuhan.
Salah satu efek komunikasi kesehatan masyarakat adalah tumbuhnya
motivasi masyarakat untuk mengadopsi kebiasaan atau perilaku baru yang
mulanya percaya pada cara-cara tradisional dan bersikap fatalistis terhadap

42

masalah kesehatan yang dihadapi. Dengan tumbuhnya motivasi di kalangan


masyarakat diharapkan upaya penggerakan masyarakat menjadi lebih dinamis
untuk memperoleh kesempatan dan peluang dalam upaya baik pencegahan
(prefentif) maupun promotif.
1) Kerangka Konseptual Komunikasi Kesehatan
Seperti yang telah diuraikan, displin ilmu komunikasi kesehatan
merupakan modifikasi dari teori dan metode komunikasi dengan
disiplin ilmu lain. Dengan kerangka konseptual ini akan diuraikan
berbagai teori atau metode dari diplin ilmu lain, seperti pemasaran
sosial,

analisis perilaku dan antropologi medis. Prinsip pemasaran

sosial digunakan untuk memperoleh kerangka dalam memilih


segmentasi sasaran dan menyebar luaskan informasi tentang produk
serta pelayanan yang tersedia. Analisis perilaku memberikan metode
dan teknik untuk mempelajari perilaku masyarakat yang sudah ada serta
memberikan gagasan dalam menentukan dan menumbuhkan perilaku
yang baru. Disamping itu, analisis perilaku juga dapat memberikan
pedoman untuk motivasi suatu perubahan. Sedangkan antropologi
medis digunakan untuk mengungkapkan persepsi masyarakat dan nilainilai yang mendasari perilaku tersebut. Pendekatan ini juga, seperti
halnya dalam pendekatan lain, dapat digunakan untuk memperkenlkan
perilaku baru.
2) Pemasaran Sosial
Kotler (1984) memberikan batasan bahwa pemasaran sosial (social
marketing) sebagai suatu kompleks yang terdiri dari desain,
implementasi pengawasan suatu program yang ditujukan untuk
meningkatkan penerima gagasan atau ide sosial atau perilaku pada
suatu kelompok sasaran. Prinsip itu diadopsi dari konsep pemasaran
komersial yang menggunakan teknik analisis riset pasar, pengembangan
produk, penentuan harga, keterjangkauan atau promosi. Pemasaran
sosial menjual produk dan perilaku sesuai dengan minat masyarakat.
Untuk menumbuhkan perilaku yang menguntungkan individu dan

43

masyarakat, pemasaran sosial juga dapat berperan dalam menawarkan


komoditi (barang), gagasan, atau periaku yang diharapkan.
Pemasaran sosial selalu dimulai dengan promosi tentang sikap atau
kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan. Kemudian dilakukan
penyampaian anjuran tentang produk atau pelayanan dengan petunjuk
cara pemakaian yang efektif. Perbedaanya dengan pemasaran komersial
adalah bahwa pemasaran sosial tidak mengharapkan keuntungan dalam
bentuk uang, tetapi lebih didasarkan pada nilai (value) dari suatu
perubahan perilaku. Walaupun produk-produk pemasaran sosial dapat
berbentuk komoditi, seperti alat kontrasepsi atau oralit, namun tujuan
utamanya adalah meningkatkan motivasi dan merangsang kegiatan
masyarakat, perusahaan, agen, atau pengecer serta untuk meningkatkan
potensi kemandirian masyarakat. Inilah yang dijadikan ukuran
keberhasilan program pemasaran sosial, bukan keuntungan komersial.
Dibawah ini adalah faktor-faktor yang membedakan antar
pemasaran komersial dan pemasaran sosial:
a. Produk-produk sosial lebih rumit darai pada produk komersial.
b. Produk komersial biasanya lebih kontroversial.
c. Keuntungan produk sosial tidak jelas dan baru dirasakan dalam
jangka waktu yang panjang.
d. Saluran distribusinya sulit dikontrol.
e. Sulitnya melakukan analisi pasar dari produk sosial.
f. Sasarannya

sangat

terbatas,

tergantung

pada

masalah

kesehatan/sosial yang ingin diatasi


g. Ukuran keberhasilannya tidak dalam bentuk uang dan tidak sejelas
ukuran dalam produk komersial.
3) Fokus Pada Konsumen
Pemasaran sosial berorientasi pada konsumen, bukan pada
produkdan

konsumen inilah yang dijadikan alat ukur keberhasilan

program pemasaran sosial. Disepanjang program pemasaran sosial,


konsumen selalu dilibatkan dan secara sisematis dimintai sarannya serta

44

dicari datanya untuk bahan pengambilan keputisan dalam pemasaran.


Riset pasar yang berorientasi pada konsumen merupakan keharusan
yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang faktor lingkungan
dan aspek psikologis yang mempengaruhisikap kelompok sasaran
terhadap produk yang ditawarkan. Sasaran terdiri dari beberapa
kelompok yang memiliki latar belakang sosial budaya, pandangan,
nilai, dan kebutuhan berbeda. Denagan demikian upaya menentukan
segmentasi sasaran menjadi sangat penting didalam pemasaran sosial.
Segmentasi sasaran merupakan proses untuk menentukan subkelompok serta media yang biasa digunakan oleh masyarakat.
Pembagian kelompok sasaran ditrentukan oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Karakteristik demografis, seperti usia, jenis kelamin, pengetahuan,
pendidikan, pendapatan, kelas sosial, jumlah anggota keluarga,
tempat tinggal, agama, kelompok etnis dan latar belakang sosial
budaya.
b. Karakteristik geografis, seperti wilayah, luas tanah, kepadatan
penduduk dan mobilitas masyarakat.
c. Aspek psikologis, seperti gaya hidup, nilai yang dianut serta tingkat
kesia[pan dalam penggunaan produk yang akan ditawarkan.
4) Variabel Pemasaran
Konsumen sebaai fokus dalam pemasaan ssial rdii dari empat
varabel yakni produk(product), harga(price), tempat(place), dan
promosi(promotion) yang dikenal dengan 4 P.
Produk, dapat berbentuk komoditi, gagasan atau ide serta perilaku
kesehatan yang ditawarkan. Posisi produk merupakan istilah yang
digunakan dalam pemasaran sosial untuk memberikan gambaran
tentang

sifat

dan

penempatan

produk

dalam

promosi,

yang

membedakannya dengan produk lain atau pesaing. Pengembangan


produk harus didasarkan pada riset pasar yang luas, yang meliputi aspek
nama produk, kemasan, isi pesan serta pertimbangan rasionalnya. Riset
45

pasar juga dapat digunakan untuk memperoleh ilustrasi enang manfat


dari produk yang ditawarkan.
Harga meliputi aspek pengorbanan alam bentuk uang, kesempatan,
status sosial, atau waktu yang digunakan konsumen untuk memeroleh
produk tersebut. Sebagai ilustrasi, seorang ibu balita mungkin tidak
perlu mengeluarkn uagn untuk imunisasi anaknya, namun dia harus
mengeluarkan biaya transportasi, kehilangn waktu dan kesepatan untuk
mengurus keluarganya. Disamping tu dai juga harus menghadapi reaksi
anaknya setelah di imunisasi seperti panas, demam, dan menangis
sepanjang malam atau komplikasi lainnya. Semua ini harus di
perhitungkan sebagai harga atau cost yang harus dikeluarkan, yang
terdiri dari social cost, psychological cost, opportunity cost dan
sebagainya. Biaya ini tentu aja berbeda antar individu yang satu dengan
yang lainna.
Tempat adalah jalur yang digunakan untuk menyalurkan produk ke
berbagai kelompok sasaran atau konsumen. Distribusi produk tidak saja
melibatkan para agen dan pengecer, tetapi juga tenaga kesehatan, kader,
dan kerabat serta tetangga konsumen. Tempat yang digunakan untuk
pemasaran bisa berupa toko, warung, puskesmas, atau rumah tokoh
masyarakat seperti rumah ketua RT, RW, guru, dukun, bidan yang
mendistribusikan oralit pada keluarga yang membutuhkan. Seringkali
produk dan pelayanan sosial tidak siap pakai dan tidak memadai
dibandingkan dengan produk komersial, karena lemahya sistem
distribusi. Dalam perencanaan distribusi (tempat) menjadi sngat penting
untuk menekan harga produk.
Promosi, dalam hal ini perlu memperhatikan aspek pendidikan
konsumen agar mampu menggunakan dengan produk tepat. Dalam hal
ini, penggunaan prinsip-prinsip pengajaran menjadi penting untuk
melatih konsumen dalam penggunaan produk yang rumit. Promosi
produk-produk sosial juga harus mampu memberikan motivasi kepada
konsumen untuk mendorong proses penerimaan gagasan, komoditi atau
perilaku yang baru. Setiap aktivitas rutin masyarakat, seperti arisan,

46

pengajian, kegiatan gotong royong harus dijadikan tempat promosi


yang efektif.
5) Analisis Perilaku
Analisis perilaku merupakan studi tentang peristiwa yang ada
dalam masyarakat, terutama yang berkaitan dengan perilaku atau
kebiasaan-kebiasan yang hidup dalam masyarakat serta faktor-faktor
yang melatarbelakangi perlakuan tersebut. Program komunikasi
kesehatan yang berorientasi pada konsumen selayaknya menggunakan
analisis perilaku untuk menggnakan fakta yang ada dalam masyarakat
serta alasan mengapa perilaku tersebut sering muncul dalam kehidupan
sehari-hari.
Analisis perilaku merupakan metode sistematis untuk mengamati
dan menjabarkan perilaku yang dianggap penting serta mengidentifikasi
perilaku yang sulit dan mudah diubah. Analisis ini juga dapat digunakan
untuk memperkuat atau memelihara perilaku yang sudahp\ positif,
seperti perilaku tidak merokok, penggunaan sabuk pengaman
penanggulangan diare dan sebagainya.
Dibawah ini adalah faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
analisis perilaku, yaitu:
a. Aktor lingkungan yang merangsang munculnya perilaku tertentu,
misalnya pada kebiasaan buang air besar disungai, atau perilakuperilaku yang bersumber dai rangsangan lingkngan alamiah
tertentu, misalnya keadaan anak yang merasa haus ketika terjadi
dehidrasi. Keadaan ini dapat menumbuhkan perilaku ibu untuk
memberi oralit.
b. Ciri-ciri atau kerumitan perilaku tertentu, misalnya dalam
menyiapkan larutan gula-garam.
c. Sifat kejadian yang mendahului serta akibatnya, misalnya apakah
perilaku tersebut segera dirasakan manfaatnya, atau justru akibatnya
tidak menyenangkan, apa untung ruginya bagi sasaran dan
sebagainya.
47

Analisis perilaku juga dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang


menghambat perubahan perilaku, seperti:
a. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan sasaran. Informasi
tidak lengkap atau sulit dipahami.
b. Tidak tersedianya bahan yang diperlukan.
c. Tidak menunjukkan manfaat yang nyata dari perubahan perilaku
tersebut
d. Perilaku yang ditawarkan bertentangan dengan manfaat yg
dirasakan.
e. Akibat yang tidak menyenangkan dari perilaku tersebut,
misalnya demam dan panas setelah anak diimunisasi.
6) Analisis Antropologi Medis
Antropoloi medis merupakan cabang ilmu antropologi yang
mendorong masalah penyakit atau kesehatan pada suatu tempat tertentu
yang berhubugan dengan latar belakang budaya setempat. Antropologi
merupakan ilmu pengetahuan tentang manusia dan kebudayaan serta
ikatan-ikatan

budaya

yang

melatarbelakangi

perilaku

manusia.

Antropologi mempelajari presepsi, kepercayan, nilai, dan kebiasaankebiasaan yang ada dalam suau masyarakat. Seorang perencana
komunikasi kesehatn dapat melihat secara jelas adat istiadat serta
kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam suatu msyarakat melalui teknikteknik dan metode yang digunakan dalam ilmu antropologi, seperti
teknik observasi, wawancara mendalam, informasi tokoh masyarakat,
studi etnografi dan sebagainya. Dengan demikian, ahli komunikasi
kesehatan dapat mengembangkan strategi yang sesuai dengan kondisi
masyarakat setempat.
Teknik-teknik yang digunakan dalam antropologi dapat membantu
seorang perencana komunikasi kesehatan memahami budaya yang
berbeda dengan budaya perencana dan menjadi lebih sensitif terhadap
budaya orang lain. Upaya promosi atau komunikasi kesehatan harus

48

dengan cermat melihat perbedaan budaya dari kelompok sasaran yang


dapat menentukan upaya komunikasi dalam strategi intervensi.
penggunaan teknik-teknik ini oleh perencana dapat memberikan
wawasan bahwa suatu masyarakt dan kebudayannya selalu berubah
setiap saat sehingga suatu intervensi harus disesuaikan dengan dinamika
masyarakat.
Studi etnografi, termasuk teknis observasi, wawancara mendalam
serta teknik partisipasi obervasi dapat memberikan informasi berharga
tentang persepsi budaya, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan serta
makna yang terkandung didalamnya. Studi semacam ini baru bisa
dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama dan melelahkan untuk
memperoleh informasi mendalam dan akurat. Studi mendalam ini juga
dapat memberikan informasi akurat tentang segmen-segmen pemasaran
untuk tujuan pemasaran. Disamping itu, informasi yang diperoleh
melalui studi etnografi dapat di jadikan dasar untuk desain survei dan
riset-riset pengembangan lain. Perencana komunikasi kesehatan juga
dapat memanfaatkan informasi penting yang dikumpulkan ahli
antropologi yang meliputi:
a. struktur ekonomi rumah tangga
b. hubungan pria dan wanita
c. dominasi dalam proses pengambilan keputusan
d. Kepercayaan mengenai kesehatan dan peyakit
e. Perilaku kesehatan tertentu

49

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi kesehatan yaitu proses penyampaian pesan kesehatan
oleh komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan
tujuan untuk mendorong perilaku manusia tercapainya kesejahteraan
sebagai kekuatan yang mengarah kepada keadaan (status) sehat utuh
secara fisik, mental (rohani) dan sosial.
Ruang lingkup komunikasi kesehatan meliputi pencegahan
penyakit, promosi kesehatan, kebijakan kesehatan, dan bisnis perawatan
kesehatan serta peningkatan kualitas hidup dan kesehatan individu dalam
masyarakat.
Bentuk komunikasi dalam program program kesehatan
masyarakat adalah komunikasi antar pribadi dan komunikasi massa.
Komunikasi kesehatan secara umum didefinisikan sebagai segala aspek
dari komunikasi antarmanusia yang berhubungan dengan kesehatan.
Komunikasi kesehatan masyarakat kini sudah menjadi disiplin ilmu baru
yang berbasiskan aplikasi dilapangan dan berupaya untuk menumbuhkan
sikap serta mempengaruhi perilaku kesehatan secara sistematis dengan
menggunakan metode komunikasi massa (mass communication).
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah komunikasi
dalam kesehatan hendaknya selalu mengalami perubahan seiring
perubahan lingkungan dan disesuaikan dengan keadaan masyarakat dan
pelaku atau komunikator hendaknya lebih variatif dan inovatif dalam
penyampaian pesan informasi kesehatan.

50

DAFTAR PUSAKA
Alo, Lilliweri. 2008. Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Andini, Ardan. 2012. Komunikasi Dalam Kesehatan Masyarakat. (online).
http://ardandini.blogspot.com/2012/10/komunikasi-dalam-kesehatanmasyarakat_9.html, diakses pada 11 November 2014.
Arianto. 2013. Komunikasi Kesehatan (Komunikasi Antara Dokter Dan Pasien).
Palu: Jurnal Universitas Tadulako
Arni, Dr. Muhammad. 2002. Komunikasi organisasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Diana. 2013. Konsep Komunikasi Kesehatan. (online).
http://sebilahukirankata.blogspot.com/2013/11/konsep-komunikasikesehatan.html , diakses pada 11 November 2014.
Isna Nilna R. 2012. Health Behavior & Behavior Change Theory. (online).
https://catatankuliahnya.wordpress.com/category/semester-3/komunikasikesehatan/ , diakses pada 10 November 2014
Jufry, Andry. 2013. Makalah Komunikasi Kesehatan. (online).
http://andryjufri.blogspot.com/2013/01/makalahkomunikasikesehatan.html , diakses pada 10 November 2014
Maulana, Arif. 2012. Pengembangan Komunikasi Kesehatan Perlu Ditingkatkan.
http://www. unpad.ac.id/2012/10/pengembangan-komunikasi
kesehatanperluditingkatkan/ , diakses pada 12 November 2014
Mubarak, W, Dkk. 2011. Komunikasi Dalam Keperawatan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Shizukessa. 2013. Konsep Komunikasi Kesehatan. (online).
http://sebilahukirankata.blogspot.com/2013/11/konsep-komunikasikesehatan.html, diakses pada 11 November 2014.
Susanti, L. 2013. Pemanfaatan Media Komunikasi Kesehatan (Studi Kasus Pada
Radio Gamasi Fm Di Kota Makassar) (Online), (digilib.uin-suka.ac.id
%2F910%2F1%2FBAB%2520I%2C%2520IV%2C%2520DAFTAR
%2520PUSTAKA.pdf), diakses pada 17 November 2014
Pakku, Kristian J. 2013. Pemanfaatan Media Komunikasi Kesehatan (Studi Kasus
Pada Radio Gamasi Fm Di Kota Makassar). Makasar: Jurnal FKM Unhas

51

Anda mungkin juga menyukai