Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Com
Lokasi
Negara
Indonesia
Koordinat
Arsitek
1|Dikumpulkan Oleh
7.608LS 110.204BTKoordinat:
7.608LS 110.204BT
Gunadharma
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Klien
Syailendra
Awal konstruksi
Penyelesaian
Sistem struktural
Jenis
Ukuran
Negara
Indonesia
Tipe
Budaya
Kriteria
i, ii, vi
Rujukan
592
Kawasan UNESCO
Asia Pasifik
Sejarah pengukuhan
2|Dikumpulkan Oleh
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Tahun pengukuhan
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah,
Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat
Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa
Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga
pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca
Buddha.[1] Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga
barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam
posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha
sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi
menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.[2] Para peziarah masuk melalui sisi timur
memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus
naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu
adalah Kmadhtu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud).
Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak
kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh
kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam.[3] Dunia mulai menyadari
keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat
sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya
penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya
Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs
Warisan Dunia.[4]
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang
dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak.
Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi
wisatawan.[5][6][7]
Daftar isi
1 Nama Borobudur
2 Lingkungan sekitar
o 2.1 Tiga candi serangkai
o 2.2 Danau purba
3 Sejarah
o 3.1 Pembangunan
3.1.1 Tahapan pembangunan Borobudur
o 3.2 Borobudur diterlantarkan
o 3.3 Penemuan kembali
o 3.4 Pemugaran
o 3.5 Peristiwa kontemporer
o 3.6 Rehabilitasi
4 Arsitektur
o 4.1 Konsep rancang bangun
3|Dikumpulkan Oleh
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
o
5 Relief
6 Arca Buddha
7 Ikhtisar waktu proses pemugaran Candi Borobudur
8 Referensi
9 Lihat pula
10 Daftar pustaka
11 Pranala luar
Nama Borobudur
Stupa Borobudur dengan jajaran perbukitan Menoreh. Selama berabad-abad bangunan suci ini sempat
terlupakan.
Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga digunakan secara
lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha di
Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan pancuran pemandian). Asal mula nama
Borobudur tidak jelas,[8] meskipun memang nama asli dari kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui.[8]
Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles. [9] Raffles
menulis mengenai monumen bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang
menyebutkan nama yang sama persis.[8] Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai
adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur adalah Nagarakretagama, yang
ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.[10]
Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris
untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro); kebanyakan candi memang
seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur'
mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti "purba" maka bermakna, "Boro
purba".[8]Akan tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang
berarti gunung.[11]
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini
kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lerenglerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata
borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan
lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata
vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya
kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang
berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
4|Dikumpulkan Oleh
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat
bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis
memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga,
yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada
masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah
abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas
pajak) oleh r Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamln yang disebut Bhmisambhra. [12]
Istilah Kamln sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk
memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhmi
Sambhra Bhudhra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan
boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.[13]
Lingkungan sekitar
Borobudur, Pawon, dan Mendut terbujur dalam satu garis lurus yang menunjukan kesatuan perlambang
Terletak sekitar 40 kilometer (25 mil) barat laut dari Kota Yogyakarta, Borobudur terletak di atas bukit pada
dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar; Gunung Sundoro-Sumbing di sebelah barat laut dan
Merbabu-Merapi di sebelah timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah
selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta candi ini terletak dekat pertemuan dua sungai yaitu
Sungai Progo dan Sungai Elo di sebelah timur. Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran
Kedu adalah tempat yang dianggap suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai 'Taman pulau Jawa'
karena keindahan alam dan kesuburan tanahnya.[14]
Tiga candi serangkai
Selain Borobudur, terdapat beberapa candi Buddha dan Hindu di kawasan ini. Pada masa penemuan dan
pemugaran di awal abad ke-20 ditemukan candi Buddha lainnya yaitu Candi Mendut dan Candi Pawon yang
terbujur membentang dalam satu garis lurus.[15] Awalnya diduga hanya suatu kebetulan, akan tetapi
berdasarkan dongeng penduduk setempat, dulu terdapat jalan berlapis batu yang dipagari pagar langkan di
kedua sisinya yang menghubungkan ketiga candi ini. Tidak ditemukan bukti fisik adanya jalan raya beralas
batu dan berpagar dan mungkin ini hanya dongeng belaka, akan tetapi para pakar menduga memang ada
kesatuan perlambang dari ketiga candi ini. Ketiga candi ini (Borobudur-Pawon-Mendut) memiliki kemiripan
langgam arsitektur dan ragam hiasnya dan memang berasal dari periode yang sama yang memperkuat
dugaan adanya keterkaitan ritual antar ketiga candi ini. Keterkaitan suci pasti ada, akan tetapi bagaimanakah
proses ritual keagamaan ziarah dilakukan, belum diketahui secara pasti.[10]
Selain candi Mendut dan Pawon, di sekitar Borobudur juga ditemukan beberapa peninggalan purbakala
lainnya, diantaranya berbagai temuan tembikar seperti periuk dan kendi yang menunjukkan bahwa di sekitar
Borobudur dulu terdapat beberapa wilayah hunian. Temuan-temuan purbakala di sekitar Borobudur kini
disimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur, yang terletak di sebelah utara candi bersebelahan
dengan Museum Samudra Raksa. Tidak seberapa jauh di sebelah utara Candi Pawon ditemukan reruntuhan
5|Dikumpulkan Oleh
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
bekas candi Hindu yang disebut Candi Banon. Pada candi ini ditemukan beberapa arca dewa-dewa utama
Hindu dalam keadaan cukup baik yaitu Shiwa, Wishnu, Brahma, serta Ganesha. Akan tetapi batu asli Candi
Banon amat sedikit ditemukan sehingga tidak mungkin dilakukan rekonstruksi. Pada saat penemuannya
arca-arca Banon diangkut ke Batavia (kini Jakarta) dan kini disimpan di Museum Nasional Indonesia.
Danau purba
Borobudur di tengah kehijauan alam dataran Kedu. Diduga dulu kawasan di sekeliling Borobudur adalah
danau purba.
Tidak seperti candi lainnya yang dibangun di atas tanah datar, Borobudur dibangun di atas bukit dengan
ketinggian 265 m (870 kaki) dari permukaan laut dan 15 m (49 kaki) di atas dasar danau purba yang telah
mengering.[16] Keberadaan danau purba ini menjadi bahan perdebatan yang hangat di kalangan arkeolog
pada abad ke-20; dan menimbulkan dugaan bahwa Borobudur dibangun di tepi atau bahkan di tengah
danau. Pada 1931, seorang seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan
teori bahwa Dataran Kedu dulunya adalah sebuah danau, dan Borobudur dibangun melambangkan bunga
teratai yang mengapung di atas permukaan danau.[11] Bunga teratai baik dalam bentuk padma (teratai
merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai putih) dapat ditemukan dalam semua ikonografi seni
keagamaan Buddha; seringkali digenggam oleh Boddhisatwa sebagai laksana (lambang regalia), menjadi alas
duduk singgasana Buddha atau sebagai lapik stupa. Bentuk arsitektur Borobudur sendiri menyerupai bunga
teratai, dan postur Budha di Borobudur melambangkan Sutra Teratai yang kebanyakan ditemui dalam
naskah keagamaan Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha yang kemudian menyebar ke Asia Timur). Tiga
pelataran melingkar di puncak Borobudur juga diduga melambangkan kelopak bunga teratai.[16] Akan tetapi
teori Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa dan fantastis ini banyak menuai bantahan dari para arkeolog;
pada daratan di sekitar monumen ini telah ditemukan bukti-bukti arkeologi yang membuktikan bahwa
kawasan sekitar Borobudur pada masa pembangunan candi ini adalah daratan kering, bukan dasar danau
purba.
Sementara itu pakar geologi justru mendukung pandangan Nieuwenkamp dengan menunjukkan bukti
adanya endapan sedimen lumpur di dekat situs ini.[17] Sebuah penelitian stratigrafi, sedimen dan analisis
sampel serbuk sari yang dilakukan tahun 2000 mendukung keberadaan danau purba di lingkungan sekitar
Borobudur,[16] yang memperkuat gagasan Nieuwenkamp. Ketinggian permukaan danau purba ini naik-turun
berubah-ubah dari waktu ke waktu, dan bukti menunjukkan bahwa dasar bukit dekat Borobudur pernah
kembali terendam air dan menjadi tepian danau sekitar abad ke-13 dan ke-14. Aliran sungai dan aktivitas
vulkanik diduga memiliki andil turut merubah bentang alam dan topografi lingkungan sekitar Borobudur
termasuk danaunya. Salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi yang terletak
cukup dekat dengan Borobudur dan telah aktif sejak masa Pleistosen.[18]
Sejarah
Pembangunan
Lukisan karya G.B. Hooijer (dibuat kurun 19161919) merekonstruksi suasana di Borobudur pada masa
jayanya
6|Dikumpulkan Oleh
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa
kegunaannya.[19] Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang
tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan
abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi.[19] Kurun waktu ini sesuai
dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah,[20] yang kala
itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun
825.[21][22]
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau
Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan
tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu
Siwa.[21] Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan
Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan
suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur
dari Borobudur.[23] Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan
candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825
M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun
850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha termasuk Borobudur saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya,
Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi.[24] Bahkan untuk
menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas
Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan
Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi.[24]
Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi
masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong
dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya.[25] Akan tetapi diduga terdapat
persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan
wangsa Sanjaya yang memuja Siwa yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun
856 di perbukitan Ratu Boko.[26] Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan,
candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya
untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra,[26] akan tetapi banyak pihak percaya
bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu
pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.[27]
Tahapan pembangunan Borobudur
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar
memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini membahayakan
tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk membongkar stupa raksasa
ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah
perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:
1. Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan
850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar
diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah
dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit
tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun
bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti
ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli
piramida berundak.
7|Dikumpulkan Oleh
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
2. Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang
diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
3. Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk
besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris
melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya.
Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli
sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula
dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar.
Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser
keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas
akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor dan runtuh.
Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya
dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa
induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan
yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang
mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief
Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu
4. Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan
terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.
Borobudur diterlantarkan
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
pada 1709.[3] Disebutkan bahwa bukit "Redi Borobudur" dikepung dan para pemberontak dikalahkan dan
dihukum mati oleh raja. Dalam Babad Mataram (Sejarah Kerajaan Mataram), monumen ini dikaitkan dengan
kesialan Pangeran Monconagoro, putra mahkota Kesultanan Yogyakarta yang mengunjungi monumen ini
pada 1757.[28] Meskipun terdapat tabu yang melarang orang untuk mengunjungi monumen ini, "Sang
Pangeran datang dan mengunjungi satria yang terpenjara di dalam kurungan (arca buddha yang terdapat di
dalam stupa berterawang)". Setelah kembali ke keraton, sang Pangeran jatuh sakit dan meninggal dunia
sehari kemudian. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian
dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan dianggap wingit (angker) sehingga dikaitkan dengan
kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini.
Meskipun secara ilmiah diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat
ini pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti demam berdarah atau malaria.
Penemuan kembali
Foto pertama Borobudur oleh Isidore van Kinsbergen (1873) setelah monumen ini dibersihkan dari tanaman
yang tumbuh pada tubuh candi. Bendera Belanda tampak pada stupa utama candi.
Teras tertinggi setelah restorasi Van Erp. Stupa utama memiliki menara dengan chattra (payung) susun tiga.
Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa dibawah pemerintahan Britania
(Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia
memiliki minat istimewa terhadap sejarah Jawa. Ia mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno
dan membuat catatan mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya
dengan rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya di Semarang tahun
1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa Bumisegoro.[28]
Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal, ia tidak dapat pergi sendiri untuk mencari
bangunan itu dan mengutus H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan
bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak
belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena
ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia melaporkan penemuannya
kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur. Meskipun penemuan ini
9|Dikumpulkan Oleh
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
hanya menyebutkan beberapa kalimat, Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta
menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.[9]
Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius
dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat. Minatnya terhadap Borobudur
lebih bersifat pribadi daripada tugas kerjanya. Hartmann tidak menulis laporan atas kegiatannya; secara
khusus, beredar kabar bahwa ia telah menemukan arca buddha besar di stupa utama.[29] Pada 1842,
Hartmann menyelidiki stupa utama meskipun apa yang ia temukan tetap menjadi misteri karena bagian
dalam stupa kosong.
Pemerintah Hindia Belanda menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang teknik, ia
mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief. J.F.G. Brumund juga ditunjuk untuk
melakukan penelitian lebih terperinci atas monumen ini, yang dirampungkannya pada 1859. Pemerintah
berencana menerbitkan artikel berdasarkan penelitian Brumund yang dilengkapi sketsa-sketsa karya Wilsen,
tetapi Brumund menolak untuk bekerja sama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan
lain, C. Leemans, yang mengkompilasi monografi berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen. Pada 1873,
monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya
dalam bahasa Perancis setahun kemudian.[29] Foto pertama monumen ini diambil pada 1873 oleh ahli engrafi
Belanda, Isidore van Kinsbergen.[30]
Penghargaan atas situs ini tumbuh perlahan. Untuk waktu yang cukup lama Borobudur telah menjadi
sumber cenderamata dan pendapatan bagi pencuri, penjarah candi, dan kolektor "pemburu artefak". Kepala
arca Buddha adalah bagian yang paling banyak dicuri. Karena mencuri seluruh arca buddha terlalu berat dan
besar, arca sengaja dijungkirkan dan dijatuhkan oleh pencuri agar kepalanya terpenggal. Karena itulah kini di
Borobudur banyak ditemukan arca Buddha tanpa kepala. Kepala Buddha Borobudur telah lama menjadi
incaran kolektor benda antik dan museum-museum di seluruh dunia. Pada 1882, kepala inspektur artefak
budaya menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan reliefnya dipindahkan ke museum akibat
kondisi yang tidak stabil, ketidakpastian dan pencurian yang marak di monumen.[30] Akibatnya, pemerintah
menunjuk Groenveldt, seorang arkeolog, untuk menggelar penyelidikan menyeluruh atas situs dan
memperhitungkan kondisi aktual kompleks ini; laporannya menyatakan bahwa kekhawatiran ini berlebihan
dan menyarankan agar bangunan ini dibiarkan utuh dan tidak dibongkar untuk dipindahkan.
Bagian candi Borobudur dicuri sebagai benda cinderamata, arca dan ukirannya diburu kolektor benda antik.
Tindakan penjarahan situs bersejarah ini bahkan salah satunya direstui Pemerintah Kolonial. Pada tahun
1896, Raja Thailand, Chulalongkorn ketika mengunjungi Jawa di Hindia Belanda (kini Indonesia) menyatakan
minatnya untuk memiliki beberapa bagian dari Borobudur. Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan dan
menghadiahkan delapan gerobak penuh arca dan bagian bangunan Borobudur. Artefak yang diboyong ke
Thailand antara lain; lima arca Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa
batu berbentuk kala, tangga dan gerbang, dan arca penjaga dwarapala yang pernah berdiri di Bukit Dagi
beberapa ratus meter di barat laut Borobudur. Beberapa artefak ini, yaitu arca singa dan dwarapala, kini
dipamerkan di Museum Nasional di Bangkok.[31]
Pemugaran
Borobudur kembali menarik perhatian pada 1885, ketika Yzerman, Ketua Masyarakat Arkeologi di
Yogyakarta, menemukan kaki tersembunyi.[32] Foto-foto yang menampilkan relief pada kaki tersembunyi
dibuat pada kurun 18901891.[33] Penemuan ini mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengambil
langkah menjaga kelestarian monumen ini. Pada 1900, pemerintah membentuk komisi yang terdiri atas tiga
pejabat untuk meneliti monumen ini: Brandes, seorang sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur
yang juga anggota tentara Belanda, dan Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen
Pekerjaan Umum.
10 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Penanaman beton dan pipa PVC untuk memperbaiki sistem drainase Borobudur pada pemugaran tahun
1973
Pada 1902, komisi ini mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian Borobudur kepada pemerintah.
Pertama, bahaya yang mendesak harus segera diatasi dengan mengatur kembali sudut-sudut bangunan,
memindahkan batu yang membahayakan batu lain di sebelahnya, memperkuat pagar langkan pertama, dan
memugar beberapa relung, gerbang, stupa dan stupa utama. Kedua, memagari halaman candi, memelihara
dan memperbaiki sistem drainase dengan memperbaiki lantai dan pancuran. Ketiga, semua batuan lepas dan
longgar harus dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu yang rusak
dipindahkan dan stupa utama dipugar. Total biaya yang diperlukan pada saat itu ditaksir sekitar 48.800
Gulden.
Pemugaran dilakukan pada kurun 1907 dan 1911, menggunakan prinsip anastilosis dan dipimpin Theodor
van Erp.[34] Tujuh bulan pertama dihabiskan untuk menggali tanah di sekitar monumen untuk menemukan
kepala buddha yang hilang dan panel batu. Van Erp membongkar dan membangun kembali tiga teras
melingkar dan stupa di bagian puncak. Dalam prosesnya Van Erp menemukan banyak hal yang dapat
diperbaiki; ia mengajukan proposal lain yang disetujui dengan anggaran tambahan sebesar 34.600 gulden.
Van Erp melakukan rekonstruksi lebih lanjut, ia bahkan dengan teliti merekonstruksi chattra (payung batu
susun tiga) yang memahkotai puncak Borobudur. Pada pandangan pertama, Borobudur telah pulih seperti
pada masa kejayaannya. Akan tetapi rekonstruksi chattra hanya menggunakan sedikit batu asli dan hanya
rekaan kira-kira. Karena dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan keasliannya, Van Erp membongkar
sendiri bagian chattra. Kini mastaka atau kemuncak Borobudur chattra susun tiga tersimpan di Museum
Karmawibhangga Borobudur.
Akibat anggaran yang terbatas, pemugaran ini hanya memusatkan perhatian pada membersihkan patung
dan batu, Van Erp tidak memecahkan masalah drainase dan tata air. Dalam 15 tahun, dinding galeri miring
dan relief menunjukkan retakan dan kerusakan.[34] Van Erp menggunakan beton yang menyebabkan
terbentuknya kristal garam alkali dan kalsium hidroksida yang menyebar ke seluruh bagian bangunan dan
merusak batu candi. Hal ini menyebabkan masalah sehingga renovasi lebih lanjut diperlukan.
Pemugaran kecil-kecilan dilakukan sejak itu, tetapi tidak cukup untuk memberikan perlindungan yang utuh.
Pada akhir 1960-an, Pemerintah Indonesia telah mengajukan permintaan kepada masyarakat internasional
untuk pemugaran besar-besaran demi melindungi monumen ini. Pada 1973, rencana induk untuk
memulihkan Borobudur dibuat.[35] Pemerintah Indonesia dan UNESCO mengambil langkah untuk perbaikan
11 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
menyeluruh monumen ini dalam suatu proyek besar antara tahun 1975 dan 1982.[34] Pondasi diperkokoh
dan segenap 1.460 panel relief dibersihkan. Pemugaran ini dilakukan dengan membongkar seluruh lima teras
bujur sangkar dan memperbaiki sistem drainase dengan menanamkan saluran air ke dalam monumen.
Lapisan saringan dan kedap air ditambahkan. Proyek kolosal ini melibatkan 600 orang untuk memulihkan
monumen dan menghabiskan biaya total sebesar 6.901.243 dollar AS.[36] Setelah renovasi, UNESCO
memasukkan Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan Dunia pada tahun 1991.[4] Borobudur masuk dalam
kriteria Budaya (i) "mewakili mahakarya kretivitas manusia yang jenius", (ii) "menampilkan pertukaran
penting dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu wilayah budaya di dunia,
dalam pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang monumental, perencanaan tata kota dan rancangan
lansekap", dan (vi) "secara langsung dab jelas dihubungkan dengan suatu peristiwa atau tradisi yang hidup,
dengan gagasan atau dengan kepercayaan, dengan karya seni artistik dan karya sastra yang memiliki makna
universal yang luar biasa".[4]
Peristiwa kontemporer
Turis di Borobudur
12 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973 yang didukung oleh UNESCO,[35] Borobudur kembali menjadi
pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha. Sekali setahun pada saat bulan purnama sekitar bulan Mei atau
Juni, umat Buddha di Indonesia memperingati hari suci Waisak, hari yang memperingati kelahiran, wafat,
dan terutama peristiwa pencerahan Siddhartha Gautama yang mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi
menjadi Buddha Shakyamuni. Waisak adalah hari libur nasional di Indonesia[37] dan upacara peringatan
dipusatkan di tiga candi Buddha utama dengan ritual berjalan dari Candi Mendut menuju Candi Pawon dan
prosesi berakhir di Candi Borobudur.[38]
Pada 21 Januari 1985, sembilan stupa rusak parah akibat sembilan bom.[39] Pada 1991 seorang penceramah
muslim beraliran ekstrem yang tunanetra, Husein Ali Al Habsyie, dihukum penjara seumur hidup karena
berperan sebagai otak serangkaian serangan bom pada pertengahan dekade 1980-an, termasuk serangan
atas Candi Borobudur.[40] Dua anggota kelompok ekstrem sayap kanan djatuhi hukuman 20 tahun penjara
pada tahun 1986 dan seorang lainnya menerima hukuman 13 tahun penjara.
13 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
14 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Denah Borobudur membentuk Mandala, lambang alam semesta dalam kosmologi Buddha.
15 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Model Borobudur
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. Dasar denah bujur sangkar berukuran 123 m
(400 kaki) pada tiap sisinya. Bangunan ini memiliki sembilan teras, enam teras terbawah berbentuk bujur
sangkar dan tiga teras teratas berbentuk lingkaran.
Pada tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur tersembunyi di kaki Borobudur.[32] Kaki
tersembunyi ini terdapat relief yang 160 diantaranya adalah berkisah tentang Karmawibhangga. Pada relief
panel ini terdapat ukiran aksara yang merupakan petunjuk bagi pengukir untuk membuat adegan dalam
gambar relief.[50] Kaki asli ini tertutup oleh penambahan struktur batu yang membentuk pelataran yang
cukup luas, fungsi sesungguhnya masih menjadi misteri. Awalnya diduga bahwa penambahan kaki ini untuk
mencegah kelongsoran monumen.[50] Teori lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini disebabkan
kesalahan perancangan kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu Sastra, kitab India mengenai arsitektur dan
tata kota.[32] Apapun alasan penambahan kaki ini, penambahan dan pembuatan kaki tambahan ini dilakukan
dengan teliti dengan mempertimbangkan alasan keagamaan, estetik, dan teknis.
Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:
Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu
rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat
konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita
Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan
sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan
yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.[2]
Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli
dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300
gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah
dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan
ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patungpatung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat
432 arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan.[2] Pada pagar langkan
terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu menuju ranah
Rupadhatu; pagar langkan paling rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan
diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan hiasan dan ukiran
relief.
Arupadhatu
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai lantai kelima hingga ketujuh
dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak
berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia
sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Pada
pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang
mengelilingi satu stupa besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras
lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih
besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya
berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubanglubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar. Rancang bangun ini
dengan cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada
tetapi tak terlihat.
17 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan berupa stupa yang
terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah
ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga Buddha yang tidak rampung, yang
disalahsangkakan sebagai patung 'Adibuddha', padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada
patung di dalam stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman
dahulu. Menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak.
Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini. Stupa
utama yang dibiarkan kosong diduga bermakna kebijaksanaan tertinggi, yaitu kasunyatan, kesunyian dan
ketiadaan sempurna dimana jiwa manusia sudah tidak terikat hasrat, keinginan, dan bentuk serta terbebas
dari lingkaran samsara.
Struktur bangunan
18 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Penampang candi Borobudur terdapat rasio perbandingan 4:6:9 antara bagian kaki, tubuh, dan kepala
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk wilayah dengan curah hujan yang
tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran, 100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing
dengan rancangan yang unik berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas permukaan datar,
tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya serupa dengan candi-candi lain di Jawa.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong
panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi
tingkat. Secara umum rancang bangun Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah
umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Borobudur
mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau candi.[51] Stupa memang
dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang stupa dibangun sebagai lambang
penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha. Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah
ibadah. Rancangannya yang rumit dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah
bangunan tempat peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini
diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari
masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama Gunadharma, sedikit yang diketahui
tentang arsitek misterius ini.[52] Namanya lebih berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan
berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai perbukitan
Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh
Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi
dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara ujung garis
rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari dengan ujung jari kelingking ketika
telapak tangan dikembangkan sepenuhnya.[53] Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar
individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio
perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan
dimensi yang tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur.[53][54]
Rasio matematis ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog
yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi.
Hal yang sama juga berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.[52]
Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan puncak.[52] Dasar berukuran
123123 m (403.5 403.5 ft) dengan tinggi 4 m (13 kaki).[51] Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujur
sangkar yang makin mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 m (23 kaki) dari ujung dasar teras. Tiap
teras berikutnya mundur 2 m (6.6 kaki), menyisakan lorong sempit pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri
atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara
konsentris. Terdapat stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 m (110
kaki) dari permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang kini dilepas
adalah 42 m (140 kaki) . Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata angin yang membawa
pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui serangkaian gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca
singa. Gawang pintu gerbang dihiasi ukiran Kala pada puncak tengah lowong pintu dan ukiran makara yang
menonjol di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui dalam arsitektur pintu candi di Jawa. Pintu
utama terletak di sisi timur, sekaligus titik awal untuk membaca kisah relief. Tangga ini lurus terus
tersambung dengan tangga pada lereng bukit yang menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.
Relief
20 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Seni pahat Borobudur memiliki kehalusan gaya dan citarasa estetik yang anggun
Borobudur
Pada dinding candi di setiap tingkatan kecuali pada teras-teras Arupadhatu dipahatkan panel-panel
bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus.[55] Relief dan pola hias Borobudur bergaya naturalis
dengan proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus. Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap
sebagai yang paling elegan dan anggun dalam kesenian dunia Buddha.[56] Relief Borobudur juga menerapkan
disiplin senirupa India, seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis tertentu. Reliefrelief berwujud manusia mulia seperti pertapa, raja dan wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang
mencapai derajat kesucian laksana dewa, seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan
posisi tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu melekuk atau sedikit condong pada bagian
leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, sementara kaki
yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan keanggunan, misalnya figur
bidadari Surasundari yang berdiri dengan sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai
panjang.[57]
21 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik bangsawan, rakyat jelata, atau
pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional
Nusantara. Borobudur tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat
Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung, istana dan
candi, bentuk perhiasan, busana serta persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat
transportasi, dicermati oleh para peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal
Borobudur.[58] Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan bahari purbakala. Replika
bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di
sebelah utara Borobudur.[59]
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang
berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi
ceritanya, antara lain relief-relief cerita jtaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan
berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah
kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya
(utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya
serupa benar.
Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah sebagai berikut.
Bagan Relief
Tingkat
Posisi/letak
Cerita Relief
Jumlah Pigura
-----
Karmawibhangga 160
Tingkat I
dinding
a. Lalitawistara
120
b. jataka/awadana 120
langkan
a. jataka/awadana 372
b. jataka/awadana 128
Tingkat II
dinding
Gandawyuha
langkan
jataka/awadana
100
Tingkat III
dinding
Gandawyuha
langkan
Gandawyuha
88
Tingkat IV
dinding
Gandawyuha
langkan
Gandawyuha
72
Jumlah
1460
22 | D i k u m p u l k a n O l e h
128
88
84
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :
Karmawibhangga
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0 sudut tenggara)
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung
tersebut menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran
mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief tersebut bukan merupakan
cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab
akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan
hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan
merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak
pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju
kesempurnaan. Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto lengkap
relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
Lalitawistara
23 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
25 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
Arca
Mudra
Melambangkan
Bhumisparsa
mudra
Memanggil
sebagai saksi
Wara mudra
Kedermawanan
Dhyana mudra
Semadi
meditasi
Abhaya mudra
Ketidakgentaran
bumi
atau
Dharmachakra
mudra
Pemutaran
dharma
roda
Arah
Dhyani Buddha Mata
Angin
Lokasi Arca
Aksobhya
Timur
Ratnasambhawa Selatan
Amitabha
Barat
Amoghasiddhi
Utara
Wairocana
Tengah
Wairocana
Tengah
penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk
menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi
Borobudur.
1907 - Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
26 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com
Kisahkamu.Com
1926 - Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang
Dunia II.
1956 - Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia
menyelamatkan Borobudur.
1971
1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan
Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika
Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
10 Agustus 1973 - Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran
yang kemudian segera diperbaiki kembali. Serangan dilakukan oleh kelompok Islam ekstremis yang
dipimpin oleh Husein Ali Al Habsyi.
1991 - Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.
27 | D i k u m p u l k a n O l e h
Kisahkamu.Com