Devaluasi mata uang adalah suatu tindakan penyesuaian nilai tukar mata uang terhadap mata uang
asing lainnya yang dilakukan oleh Bank Sentral atau Otoritas Moneter yang mengadopsi sistim nilai
tukar tetap. Devaluasi tersebut biasanya dilakukan apabila rezim yang mengadopsi sistim nilai tukar tetap
tersebut menilai bahwa harga mata uangnya dinilai terlalu tinggi dibandingkan nilai mata uang negara lain
dimana nilai mata uang tersebut tidak didukung oleh kekuatan ekonomi negera yang bersangkutan. Mata
uang suatu negara dikatakan mengalami kelebihan nilai dapat dilihat dari perbedaan inflasi kedua negara.
Negara yang inflasinya tinggi seharusnya akan segera mengalami penurunan nilai namun dalam sistim
nilai tukar tetap proses penyesuaian tersebut tidak berlaku secara otomatis karena penyesuaian nilai tukar
tersebut harus melalui penetapan pemerintah. Tanda-tanda suatu mata uang yang mengalami kenaikan
nilai antara lain ekspor yang terus menurun dan industri manufaktur mulai mengalami penurunan
kinerja.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Devaluasi di Indonesia
1.3 1966
3 Pranala luar
[sunting]Devaluasi
di Indonesia
[1]
[sunting]30
Maret 1950
Pemerintahan Presiden Sukarno , melalui menkeu Syafrudin Prawiranegara (Masyumi, Kabinet Hatta RIS)
pada 30 Maret 1950 melakukan devaluasi dengan penggutingan uang. Syafrudin Prawiranegara
menggunting uang kertas bernilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya berkurang separuh. Tindakan ini dikenal
sebagai "Gunting Syafrudin".
[sunting]24
Agustus 1959
Pemerintahan Presiden Sukarno melalui Menteri Keuangan yang diranagkap oleh Menteri Pertama
Djuanda menurunkan nilai mata uang Rp 10.000 yang bergambar gajah dan Rp 5.000 yang bergambar
macan, diturunkan nilainya hanya jadi Rp 100 dan Rp 50.
[sunting]1966
Imbas dari tindakan embargo yang dilancarkan oleh sekutu Kapitalis dan Imperialis terhadap Indonesia
karena berani menentang pembentukan negara boneka di kawasan Asia Tenggara oleh Inggris dan AS,
Waperdam III Chairul Saleh terjeblos dalam tindakan ekstrem, mengganti uang lama dengan uang baru
dengan kurs Rp. 1000 akan diganti Rp. 1 baru. Akibatnya inflasi tak terkendali dan segera melonjak 650%
dan Bung Karno dipaksa untuk mengeluarkan Supersemar 11 Maret 1966 yang semakin mengukuhkan
pemberontakan Soeharto sejak menolak dipanggil ke Halim oleh Panglima Tertinggi pada 1 Oktober 1965.
[sunting]21
Agustus 1971
Terjadi pada masa pemerintahan Presiden Suharto (Orde Baru) melalui Menkeu Ali Wardhana. AS pada 15
Agustus 1971 harus menghentikan pertukaran dollar dengan emas. Presiden Nixon cemas dengan
terkurasnya cadangan emas AS jika dollar dibolehkan terus ditukar emas, dimana 1 troy onz emas = US$
34.00. Maka untuk menjaga cadangan emas AS, pemerintah AS menghapuskan sistem penilaian dollar
yang dikaitkan dengan emas. Soeharto yang sangat tergantung dengan AS mati kutu dan tidak bisa
mengelak dari dampak gebrakan Nixon dan Indonesia mendevaluasi Rupiah pada 21 Agustus 1971 dari
Rp. 378 menjadi Rp. 415 per 1 US$.
[sunting]15
November 1978
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Ali Wardhana. Walaupun Indonesia mendapat
rezeki kenaikan harga minyak akibat Perang Arab - Israel 1973, tetapi Pertamina justru nyaris bangkrut
dengan utang US$ 10 milyar dan Ibnu Sutowo dipecat pada 1976. Tetap tidak bisa dihindari devaluasi
kedua oleh Soeharto pada 15 November 1978 dari Rp. 415 menjadi Rp. 625 per 1 US$.
[sunting]30
Maret 1983
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Radius Prawiro. Pada saat itu Menkeu Radius
Prawiro mendevaluasi rupiah 48% jadi hampir sama dengan menggunting nilai separuh. Kurs 1 dolar AS
naik dari Rp 702,50 menjadi Rp 970.
[sunting]12
September 1986
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Radius Prawiro. Pada 12 September 1986 Radius
Prawiro kembali mendevaluasi rupiah sebesar 47%, dari Rp 1.134 ke Rp 1.664 per 1 dolar AS. Walaupun
Soeharto selalu berpidato soal tidak ada devaluasi, tapi sepanjang pemerintahannya telah terjadi empat
kali devaluasi.
Devaluasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Devaluasi adalah menurunnya nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal
tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil.
Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata
uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Devaluasi di Indonesia
1.3 1966
4 Pranala luar
[sunting]Devaluasi
[sunting]30
di Indonesia
Maret 1950
Pemerintahan Presiden Sukarno, melalui menkeu Syafrudin Prawiranegara (Masyumi, Kabinet Hatta RIS)
pada 30 Maret 1950 melakukan devaluasi dengan pengguntingan nilai uang. Syafrudin Prawiranegara
menggunting uang kertas bernilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya berkurang separuh. Tindakan ini dikenal
sebagai "Gunting Syafrudin". [1]
[sunting]24
Agustus 1959
Pemerintahan Presiden Sukarno melalui Menteri Keuangan yang dirangkap oleh Menteri Pertama Djuanda
menurunkan nilai mata uang Rp 10.000 yang bergambar gajah dan Rp 5.000 yang bergambar macan,
diturunkan nilainya hanya jadi Rp 100 dan Rp 50.[2]
[sunting]1966
Walaupun perjuangan Irian Barat sudah dimenangkan pada tahun 1963 Bung Karno menciptakan momok
baru Malaysia, untuk memelihara koalisi semu segitiga antara dirinya dengan TNI dan PKI. Koalisi ini
berantakan dengan pembunuhan, kudeta dan kontra kudeta 1 Oktober 1965. Waperdam III Chairul Saleh
terjeblos tindakan drastis, mengganti uang lama dengan uang baru dengan kurs Rp. 1000 akan diganti Rp.
1 baru. Inflasi segera melonjak 650% dan Bung Karno mengeluarkan Supersemar 11 Maret 1966 yang
semakin mengukuhkan konfrontasi Soeharto sejak menolak dipanggil ke Halim oleh Panglima Tertinggi
pada 1 Oktober 1965.
[sunting]21
Agustus 1971
Masa pemerintahan Presiden Suharto (Orde Baru) melalui Menkeu Ali Wardhana. AS pada 15 Agustus
1971 harus menghentikan pertukaran dollar dengan emas. Presiden Nixon cemas dengan terkurasnya
cadangan emas AS jika dollar dibolehkan terus ditukar emas, sedang nilai waktu itu US$ 34.00 sudah bisa
membeli 1 onz emas. Soeharto tidak bisa mengelak dari dampak gebrakan Nixon dan Indonesia
mendevaluasi Rupiah pada 21 Agustus 1971 dari Rp. 378 menjadi Rp. 415 per 1 US$.
[sunting]15
November 1978
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Ali Wardhana. Walaupun Indonesia mendapat
rezeki kenaikan harga minyak akibat Perang Arab - Israel 1973, tetapi Pertamina justru nyaris bangkrut
dengan utang US$ 10 milyar dan Ibnu Sutowo dipecat pada 1976. Tetap tidak bisa dihindari devaluasi
kedua oleh Soeharto pada 15 November 1978 dari Rp. 415 menjadi Rp. 625 per 1 US$.
[sunting]30
Maret 1983
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Radius Prawiro. Pada saat itu Menkeu Radius
Prawiro mendevaluasi rupiah 48% jadi hampir sama dengan menggunting nilai separuh. Kurs 1 dolar AS
naik dari Rp 702,50 menjadi Rp 970.
[sunting]12
September 1986
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Radius Prawiro. Pada 12 September 1986 Radius
Prawiro kembali mendevaluasi rupiah sebesar 47%, dari Rp 1.134 ke Rp 1.664 per 1 dolar AS. Walaupun
Soeharto selalu berpidato soal tidak ada devaluasi, tapi sepanjang pemerintahannya telah terjadi empat
kali devaluasi.
Powered by
Translate
INILAH.COM, Gyeongju - Jepang Jumat (22/10) memperingatkan bahwa ekonomi global akan hilang jika negara-negara
bersaing mendevaluasi mata uang mereka.
AP melaporkan pejabat keuangan dari pemimpin ekonomi dunia berkumpul selama dua hari perundingan dan mereka
berharap akan bisa meredakan ketegangan yang meningkat selama ini terkait nilai tukar. "Fundamental ekonomi harus
dicerminkan dalam nilai tukar asing," kata Menteri Keuangan Jepang, Yoshihiko Noda kepada wartawan. "Volatilitas yang
berlebihan di pasar mata uang berbahaya bagi stabilitas ekonomi global dan sistem keuangan."
Komentar Noda ini menggarisbawahi prediksi bahwa isu mengenai mata uang akan mengambil panggung pada pertemuan
para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari Kelompok 20 negara kaya dan berkembang, yang terjadi menjelang
pertemuan puncak para pemimpin G-20 di Seoul bulan depan.
Pertemuan di kota Gyeongju, Korea Selatan datang hanya dua minggu setelah pada pertemuan di Washington gagal untuk
menyatukan perbedaan yang menyebabkan ketakutan perang mata uang yang dapat memicu penurunan ekonomi lain. Dalam
skenario semacam itu, negara mendevaluasi mata uang mereka untuk mendapatkan keuntungan kompetitif di tengah ekonomi
dunia yang belum sepenuhnya pulih dari krisis keuangan global dua tahun lalu.
Hambatan perdagangan sebagai respon terhadap perang mata uang ini telah memukul perdagangan internasional dan
mengirim kemunduran dalam pemulihan ekonomi. Seorang pejabat pemerintah Korea Selatan mengatakan para pejabat
sedang mendiskusikan masalah mata uang dan itu adalah suatu prestasi yang baik. Pejabat tersebut mengatakan diskusi
tentang masalah ini sedang berlangsung dan dia berharap beberapa kemajuan bisa diperoleh untuk menghindari perang mata
uang.
"Saya tidak tahu apakah kita bisa membuatnya pada akhir besok atau pada pertemuan puncak di Seoul. Tapi kami percaya
dan kami berharap bahwa negara-negara bersedia bekerja sama pada saat itu," kata pejabat itu.
Kelompok tujuh negara industri yang meliputi AS, Jepang, Inggris, Perancis, Jerman, Italia dan Kanada, bertemu untuk
melakukan pembicaraan informal menjelang pertemuan G-20 pada hari Jumat. Noda mengatakan tidak ada agenda yang
ditetapkan untuk pertemuan G7.
Pembahasan akan membantu menetapkan agenda pertemuan puncak pemimpin G20 11-12 November. Presiden Barack
Obama dan kepala negara lainnya akan menghadiri acar puncak tersebut. Secara terpisah, Brazil, Rusia, India dan Cina - yang
disebut negara BRIC - yang memiliki pertemuan menjelang pertemuan G20 akan membahas isu-isu terkait kepentingan
bersama termasuk reformasi Dana Moneter Internasional dan mempromosikan perdagangan dan investasi antara mereka
sendiri, DS Malik, seorang pejabat Departemen Keuangan India. [cms]
Akibat devaluasi :
1. Daya beli masyarakat dalam negeri (Indonesia) menurun di luar negeri, karena nilai mata uangnya turun
terhadap mata uang asing.
2. Daya saing produk eksport Indonesia di luar negeri meningkat, karena menjadi lebih murah dari harga
sebelumnya. Contoh : kurs lama 10.000 = 1 dollar AS. Kurs baru 20.000 = 1 dollar AS. Harga barang dalam
negeri 1 dollar atau 10.000 rupiah. Setelah devaluasi, harga barang di luar negeri menjadi 1/2 dollar AS atau
10.000 rupiah.
3. Cadangan devisa Indonesia adalah dalam bentuk mata uang asing. Dengan cadangan yang tetap, Indonesia
memperoleh nilai rupaiah yang lebih besar.
Akibat negatif
1. Inflasi menjadi naik
2. Impor menjadi mahal
3. Roda ekonomi dapat terganggu, meskipun belum tentu.
dagang Indonesia mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika
juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap barang dagangan relatif mengalami penurunan.
b. Tingkat pendapatan relatif
Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing adalah laju pertumbuhan riil
terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan riil dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs mata uang
asing. Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif dibandingkan
dengan supply yang tersedia.
c. Suku bunga relatif
Kenaikan suku bunga mengakibatkan aktifitas dalam negeri menjadi lebih menarik bagi para penanam modal dalam
negeri maupun luar negeri. Terjadinya penanaman modal cenderung mengakibatkan naiknya nilai mata uang yang
semuanya tergantung pada besarnya perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan di luar negeri, maka perlu dilihat
mana yang lebih murah, di dalam atau di luar negeri. Dengan demikian sumber dari perbedaan itu akan menyebabkan
terjadinya kenaikan kurs mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri.
d. Kontrol pemerintah
Menurut Madura (2003:114), bahwa kebijakan pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam
berbagai hal termasuk :
a. Usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing.
b. Usaha untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri.
c. Melakukan intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata uang. Alasan pemerintah untuk
melakukan intervensi di pasar uang adalah :
1. Untuk memperlancar perubahan dari nilai tukar uang domestik yang bersangkutan.
2. Untuk membuat kondisi nilai tukar domestik di dalam batas-batas yang ditentukan.
3. Tanggapan atas gangguan yang bersifat sementara.
d. Berpengaruh terhadap variabel makro seperti inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan.
e. Ekspektasi
Faktor kelima yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi atau nilai tukar di masa depan. Sama
seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan.
Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas
menjual Dollar, karena memperkirakan nilai Dollar akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai
tukar Dollar dalam pasar.
Kemudian menurut Madura (2003:111-123), untuk menentukan perubahan nilai tukar antar mata uang suatu negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terjadi di negara yang bersangkutan yaitu selisih tingkat inflasi, selisih tingkat
suku bunga, selisih tingkat pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta asing dan expectations
(perkiraan pasar atas nilai mata uang yang akan datang).
D.DEVALUASI,REVALUASI,DEPRESIASI,DAN APRESIASI.
1. Deflasi=keadaan perekonomian yg menunjukkan turunnya harga secara terus-menerus disebabkan krna
jumlah uang yg beredar terlalu sedikit.
2. Devaluasi=kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendirh terhadap mata uang
asing.Tujuannya,untuk memperbaili posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran.
4. Depresiasi=sama-sama merupakan penurunan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing.
5. Apresiasi=kenaikan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing yg terjadi karena kekuatan tarikmenarik antara permintaan dan penawaran mata uang diparasar valuta asing.
I.DAMPAK DEVALUASI
1.Dampak positif
a.Mendorong eksportir untuk meningkatkan ekspornya
b.Memperbesar nilai devisa
c.Memacu perdagangan internasional
d.Posisi neraca pembayaran semakin membaik.
2.Dampak negatif
a.Harga barang impor menjadi mahal
b.Kewajiban membayar utang dan bunga ke luar negeri bertambah besar
c.Harga barang produksi dalam negeri juga ikut naik atau mahal.