Anda di halaman 1dari 19

MALOKLUSI

Filed under: Orto 7 Comments


May 8, 2010

MALOKLUSI
2.1

Pengertian Maloklusi

Maloklusi adalah setiap keadan yang menyimpang dari oklusi normal, maloklusi juga
diartikan sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan
dengan bentuk rongga mulut serta fungsi
Maloklusi dapat timbul kaena faktor keturunan dimana ada ketidaksesuaian besar rahang
dengan besar gigi-gigi di dalam mulut. Misalnya, ukuran rahang mengikuti garis keturunan
Ibu, dimana rahang berukuran kecil, sedangkan ukuran gigi mengikuti garis keturunan bapak
yang giginya lebar-lebar. Gigi-gigi tersebut tidak cukup letaknya di dlaam lengkung gigi.
Kekurangan gizi juga dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang
terganggu.
2.1.1 Macam-macam Maloklusi
Maloklusi dibagi 3:
1. Maloklusi tipe dental, terjadi jika perkembangan rahang atas dan rahang bawah
terhadap tulang kepala normal, tapi gigi-giginya mengalami penyimpangan
2. Maloklusi tipe skeletal, terjadi karena hubungan rahang atas dan rahang bawah
terhadap tulang kepala tidak harmonis, karena ada gangguan pertumbuhan dan
perkembangan rahang
3. Maloklusi fungsional, terjadi karena adanya kelainan otot-otot, sehingga timbul
gangguan saat dipakai untuk mengunyah
2.2

Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle

Kelas I Angle

Tonjol Mesiobukal M1 atas beroklusi dengan cekung bukal M1 bawah

Neutroklusi

kelas 1 angle
Kelas II Angle

Tonjol mesiobukal M1 atas berada lebih kemesial dari posisi kelas 1


telah melewati puncak tonjol mesiobukal M1 bawah
gigi M1 bawah lebih ke distal : Distoklusi

kelas II angle
Kelas III Angle

Tonjol mesiobukal M1 atas berada lebih Ke distal dari posisi klas 1


Telah melewati puncak tonjol distobukal M1 bawah
Gigi M1 bawah lebih ke mesial : Mesioklusi

kelas III angle


2.2.1 Kekurangan Klasifikasi Angle
Klasifikasi Angle ini masih merupakan system yang belum sempurna, masih terdapat
kekurangan-kekurangan pada system ini, karena Dr.Angle hanya berdasarkan hubungan gigigigi saja dan oklusi antara lengkung gigi dirahang atas dan rahang bawah. Hingga sekarang
klasifikasi Dr.Angle masih banyak dipakai. Selain itu, system ini terbatas dan tidak dapat
dipakai untk segala keadaan sehingga dengan sstem ini kita tidak dapat memecahkan masalah
tentang hubungan gigi-gigi. Sebaba diagnose intra oral tidak mencukupi untuk menentukan
suatu anomaly, sebaiknya kita menggunakan ekstra oral dan diagnosis cephalometrik
sebelum kita memasukkan anomali itu kedalam suatu kelas. Apabila kita menggunakan M1
sebagai fixed point dalam menentukan klasifikasi dalam maloklusi, maka kita akan kecewa,
sebab suatu hubungan mesio-distal yang normal dari molar-molar. Dan perlu ditekankan
bahwa didalam makhluk hidup tidak ada yang dinamakan fixed point, khususnya pada masa
pertumbuhan. Kita masih menggunakan klasifikasi dari Dr.Angle untuk menentukan
maloklusi hanyalah untuk penyederhanaan saja.

Apabila dengan system Angle kita mengalami kesulitan dalam menentukan klasifikasi dari
maloklusi, maka kita dapat pula menggunakan bantuan cara gnatognatik dan fotostatik.
Bukan suatu diagnosis, hanya suatu penggolongan.
2.2.2 Batasan untuk Klasifkasi Menurut Angle dalam penilaian maloklusi.
Penilaian masalah vertical dan transversal tidak termasuk ke dalam klasifikasi menurut
Angle. Overbite secara umum digunakan untuk mengukur hubungan oklusal vertical pada
gerigi , tapi tidak digunakan untuk pengukuran untuk hubungan vertical dari struktur facial
skeletal. Crossbites pada bidang transversal dapat berupa masalah sederhana seperti
masalah antar 2 gigi atau yang kompleks yang melibatkan sebagian besar gigi posterior
maxilla dan mandibula. Klasifikasi Angle tidak menilai masalah-masalah seperti rotasi ,
crowding, dan spacing yang terjadi pada gigi. Faktor lain seperti ketidakadaan gigi
karena factor turunan atau impaksi gigi yang membutuhkan perawatan orto , tidak
berhubungan dengan klasifikasi menurut Angle. Karena itulah, percobaan epidemiologi tidak
dapat mengandalkan system klasifikasi Angle , karena factor penting seperti alignment gigi,
overbite,overjet, dan crossbite tidak dapat diukur.
Pengetahuan tntang hubungan antara the angle classes dan alignment gigi, serta masalah
transversal dan vertical sangat berguna pada perlakuan kesehatan. Hubungan ini sangat
membantu untuk membedakan antara masalah maloklusi simple seperti alignment problem
pada maloklusi kelas 1 dengan maloklusi yang lebih kompleks seperti maloklusi divisi 1
kelas2 dengan crossbite posterior dan anterior.
Beberapa pendapat tentang klasifiksi Angle bersifat sangat subjektif untuk ukuran
epidemiologi. Pembahasan ini dapat berlaku saat investigator tidak menyusun batas objektif
pada variable seperti tooth crowding dan posisi anteroposterior gigi M1. Sebagai contoh,
seseorang dengan hubungan molar kelas 1 dapat memiliki oklusi yang ideal ,oklusi normal,
dan maloklusi kelas 1. Tiga grup ini dapat dibedakan dengan mendapatkan pengukuran
secara objektif dari incisor yang tidak beres dan penilaian oklusi ideal dengan skor 0
(alignment sempurna) , oklusi normal dengan skor 1 dan skor untuk maloklusi tingkat 1
adalah >1. Terdapat kemiripan pada beberapa hubungan M1 antara kelas 1 dan 3, dan kelas 1
dan 2.Hubungan molar kelas 1, 2, dan 3 dapat dibedakan dengan dibuat sebuah jarak yang
objektif, seperti 2mm mesial dan distal ke buccal groove dari bagian bawah M1 .
2.3

Klasifikasi Incisivus
1. Kelas 1- Incisor edge pada incisive rahang bawah oklusi atau terletak di bawah
cingulum plateau incisive rahang atas

kelas I incisivus
1. Kelas 2- incisor edge pada incisive rahang bawah oklusi atau terletak pada bagian
palatal sampai cingulum plateau pada incisive rahang atas. Terbagi menjadi:

kelas II incisivus
1.
1. Pembagian :

kelas II incisivus divisi 1


2. Pembagian 2: central incisor rahang atas mengalami retroklinasi

kelas II incisivus divisi 2


1. Kelas 3-incisor edge pada rahang bawah oklusi dengan atau terletak pada bagian
anterior sampai cingulum plateau pada incisive rahang bawah

kelas III incisivus


Pada oklusi yang normal adalah hubungan kelas 1 dan overjet sebesar 2-4mm. overbite
terjadi saat incisive rahang atas menutupi sampai 1/3 incisive bagian bawah pada saat
oklusi.
2.4 Klasifikasi caninus:
1. Kelas 1- canine rahang atas beroklusi pada ruang buccal antara canine rahang bawah

dan premolar satu rahang bawah


2. Kelas II- canine rahang atas oklusi di anterior sampai ruang buccal di antara canine
rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.

kelas II caninus
3. Kelas III- canine rahang atas oklusi di posterior sampai ruang buccal di antara canine
rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.
2.5 Klasifikasi Skeletal
Hubungan rahang satu sama lain juga bervariasi pada ketiga bidang ruang, dan variasi pada
setiap bidang bisa mempengaruhi.
Hubungan posisional antero-posterior dari bagian basal rahang atas dan bawah, satu
sama lain dengan gigi-gigi berada dalam keadaan oklusi, disebut sebagai hubungan skeletal.
Keadaan ini kadang-kadang disebut juga sebagai hubungan basis gigi atau pola skeletal.
Klasifikasi dari hubungan skeletal sering digunakan, yaitu:
1. Klas 1 skeletal-dimana rahang berada pada hubungan antero-posterior yang ideal pada
keadaan oklusi.

kelas I skeletal
2. Klas 2 skeletal-dimana rahang bawah pada keadaan oklusi, terletak lebih ke belakang
dalam hubungannya dengan rahang atas, dibandingkan pada Klas 1 skeletal.

kelas II skeletal
3. klas 3 skeletal-dimana rahang bawah pada keadaan oklusi terletak lebih ke depan
daripada kelas 1 skeletal.

kelas III skeletal


Contoh dari Klas 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada Gambar 4.3. Tentu saja, di sini ada berbagai
macam kisaran keparahan Klas 2 dan Klas 3 skelatal.
Gambar 4. 4 memperlihatkan efek variasi dari hubungan skeletal terhadap oklusi gigi-gigi
jika posisi gigi pada rahang tetap konstan.
Variasi pada hubungan skeletal bisa disebabkan oleh:
1. Variasi ukuran rahang
2. Variasi posisi rahang dalam hubungannya dengan basis kranium
Jadi jika salah satu rahang terlalu besar atau kecil dalam hubungannya dengan rahang lainnya
pada dimensi anteroposterior, akan dapat terjadi perkembangan hubungan klas 2 atau 3
skeletal. Selanjutnya, jika salah stau rahang terletak lebih ke belakang atau ke depan daripada
yang lain dalam hubungannya dengan basis kranium, juga bisa terbentuk hubungan kelas 2
atau 3 skeletal.
Ukuran relatif dari rahang pada dimensi lateral juga mempengaruhi oklusi gigi-gigi. Idealnya,
kedua rahang cocok ukurannya, sehingga oklusi dari gigi-gigi bukal pada relasi transversal
adalah tepat. Kadang-kadang sebuah rahang lebih lebar dari yang lain sedemikian rupa
sehingga menimbulkan oklusi dari gigi-gigi terpengaruh, menimbulkan gigitan terbalik bukal
jika rahang bawah lebih lebar, atau oklusi lingual dari gigi-gigi bawah jika rahang atas yang
lebih lebatr. Gigitan terbalik bukal bisa unilateral atau bilateral.
Hubungan vertikal dari rahang atas dan bawah juga mempengaruhi oklusi. Efeknya paling
jelas terlihat berupa variasi bentuk rahang bawah pada sudut gonium. Mandibula dengan
sudut gonium yang tinggi cenderung menimbulkan dimensi vertikal wajah yang lebih
panjang, dan pada kasus yang parah bisa menimbulkan gigitan terbuka anterior. Sebaliknya,
mandibula dengan sudut gonium yang rendah cenderung menimbulkan dimensi vertikal
wajah yang lebih pendek.

2.6

Klasifikasi Profitt-Ackerman

Di tahun 1960-an, Ackerman dan Profitt meresmikan sistem tambahan informal pada metode
Angle dengan mengidentifikasi lima karakteristik utama dari malocclusi untuk digambarkan
secara sistematis pada klasifikasi. Pendekatan tersebut menutupi kelemahan utama skema
Angle. Secara spesifik, ia (1) menyertakan evaluasi pemadatan dan asimetri pada gigi dan
menyertakan evaluasi incisor protrusion, (2) mengenali hubungan antara protrusion dan
crowding, (3) menyertakan bidang transversal dan vertikal dan juga anteroposterior, dan (4)
menyertakan informasi tentang proporsi rahang pada titik yang tepat, yaitu pada gambaran
hubungan pada tiap bidang. Pengalaman membuktikan bahwa minimal lima karakteristik
harus dipertimbangkan dalam evaluasi diagnostik lengkap.
Meskipun elemen-elemen skema Ackerman-Profitt biasanya tidak dikombinasikan seperti
awalnya, sekarang banyak digunakan klasifikasi dengan lima karakteristik utama. Namun
perubahan terpenting adalah penekanan yang lebih besar pada evaluasi proporsi jaringan
lunak pada wajah dan hubungan gigi pada mulut dan pipi, pada senyum dan juga saat
istirahat.
Penambahan Mengenai 5 Karakteristik Sistem Klasifikasi
Dua hal yang secara seksama membantu menganalisis hal ini adalah: (1) mengevaluasi
orientasi dari garis estetik (esthetic line) dari pertumbuhan gigi yang berhubungan tetapi
berbeda dengan fungsi garis Angle pada oklusi dan (2) menambahkan mengenai 3 dekripsi
dimensional dari wajah dan hubungan gigi dengan karakteristik rotasi sekitar daerah dari
setiap alat.
1. Estethic Line of Dentition
Pada analisis moderen, garis kurva yang lain mengkarakteistikkan kemunculan dari
pertumbuhan gigi sangatlah penting. Garis estetik ini mengikuti tepi muka dari maksila gigi
anterior dan gigi posterior. Orientasi dari garis ini, seperti pada kepala dan rahang yang
dideskripsikan ketika terjadi rotasi yang tepat (pitch) pada aksis, perputaran (roll), dan
pergeseran (yaw) sebagai tambahan pada bagian transverse, anteroposterior dan vertikal.
1. Ketepatan, Perputaran, Pergeseran dari dekripsi sitematik
Kunci dari aspek yang telah dijelaskan dari sistem klasifikasi di atas adalah penggabungan
dari analisis sistematik dari skeletal dan hubungan gigi pada tiga bagian, sehingga tingkat
kesalahan (deviasi) pada setiap arah dapat digabungkan ke dalam daftar masalah pasien.
Deskripsi yang lengkap membutuhkan pertimbangan dari kedua pergerakan secara translasi
(ke depan/ke belakang, ke atas/ke bawah, ke kiri/ke kanan) pada bidang tiga dimensi dan
rotasi mengenai garis tegak lurus pada aksis dengan posisi yang tepat, berputar atau bergeser
(pitch, roll, dan yaw). Pengenalan dari rotasi aksis ke dalam deskripsi yang sistematis dari
ciri dentofacial secara signifikan meningkatkan ketelitian dari pendeskripsian dan dengan
demikian terjadi peningkatan fasilitas terhadap setiap masalah yang ada.
Ketepatan, perputaran, dan pergeseran dari garis estetik pertumbuhan gigi berguna untuk
mengevaluasi hubungan gigi dengan jaringan lunak. Dari pandangan ini, rotasi ke atas/ ke
bawah yang berlebihan dari gigi dan cenderung pada bibir dan dagu dapat diperhatikan
sebagai salah satu aspek dari ketepatan. Ketepatan dari pertumbuhan gigi cenderung pada

jaringan lunak di daerah wajah dan harus dievaluasi dengan percobaan klinis. Ketepatan dari
rahang dan gigi satu dengan yang lainnya serta otot skeletal di wajah dapat diperhatikan
secara klinis, tetapi harus dipastikan dengan menggunakan cephalometric radiograph pada
klasifikasi akhir, di mana ketepatan dinyatakan sebagai orientasi/patokan dari palatum,
oklusal, dan daerah mandibula ke bagian horisontal yang benar.
Perputaran (roll) dideskripsikan sebagai perputaran/rotasi ke atas dan ke bawah pada satu sisi
atau sisi yang lain. Pada percobaan klinis, hal ini sangat penting untuk menghubungkan
orientasi transverse dari gigi (garis estetik) dengan kedua jaringan lunak dan skeleton pada
wajah. Hubungan dengan jaringan lunak dievaluasi secara klinis dengan garis
intercommissure sebagai referensi. Baik cetakan maupun foto dapat digunakan untuk
menandai bagian oklusal (Fox plane) yang akan memperlihatkan bagian frontal maupun
oblique ketika bibir tersenyum. Hubungan skeleton wajah memeperlihatkan keterkaitan
dengan garis interokular. Penggunaan Fox plane adalah dengan memberi tanda pada
kemiringan dari bidang oklusi yang dapat memepermudah untuk memperlihatkan hubungan
gigi pada garis oklusal namun dengan perlengkapan ini tidak mungkin untuk dapat melihat
hubungan gigi dengan garis intercommissure. Hal ini membuat dokter gigi dapat mendeteksi
ketidaksesuaian antara sisi-sisi dari gigi ke bibir yang berjarak 1mm sedangkan pada orang
normal berjarak 3mm.
Rotasi dari rahang dan gigi satu dengan yang lainnya disekitar aksis vertikal memproduksi
skeletal atau ketidaksesuain garis tengah yang disebut dengan pergeseran. Pergerakan gigi
yang relatif ke rahang, atau pergerakan dari rahang bawah atau rahang atas yang mengambil
gigi dengan hal itu, dapat terjadi. Efek pergerakan, selain gigi dan atau penyimpangan yang
skeletal midline, biasanya terjadi secara unilateral antara hubungan Kelas II atau Kelas II
molar. Pergerakan yang ekstrim berhubungan dengan asmetris posterior crossbite, buccal
pada satu sisi dan pada bagian lingual yang lain. Pergerakan meninggalkan klasifikasi
sebelumnya, tetapi pada bagian transverse yang asimetris memudahkan pendeskripsisan
hubungan yang akurat.
Penyimpangan midline gigi hanya dapat sebagai bayangan dari salah penempatan incisive
karena gigi yang tumpang tindih. Hal ini harus dibedakan dari ketidaksesuaian pergerakan
dimana seluruh lengkung gigi dapat berputar di satu sisi. Jika ketidaksesuaian pergerakan
terjadi, pertanyaan berikutnya adalah apakah rahang itu sendiri mengalami penyimpangan,
atau apakah gigi cenderung menyimpang ke arah rahang. Penyimpangan pergerakkan maksila
dapat terjadi namun jarang, suatu kasus asimetri dari mandibula terjadi pada 40% pasien dari
pasien normal mandibular pertumbuhan yang berlebihan, dan pada pasien ini giginya akan
cenderung mengalami penyimpangan dalam penyeimbangan arah ke rahang. Hal ini dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan klinis dengan seksama karena mungkin tidak terlihat jelas
dalam catatan diagnostik.
Meskipun merupakan tambahan kepada evaluasi diagnostik, ciri-ciri dentofacial harus dapat
menggambarkan lima karakteristik utama. Pemeriksaan lima karakteristik utama sesuai
dengan urutan akan mempermudah dalam mengorganisir informasi diagnostik untuk
meyakinkan bahwa tidak ada hal penting yang terlewatkan.
2.7

Maloklusi Dental dan Skeletal

Klasifikasi melalui 5 karakteristik ciri dentofacial

Penampakan dentofacial

Perbandingan frontal dan oblique facial, gigi anterior, orientasi terhadap garis estetik oklusi,
profil

Penjajaran (allignment)

Rapat/ terdapat ruang, membentuk lengkung, simetris, orientasi terhadap garis fungsional
oklusi

Anteroposterior

Klasifikasi Angle, skeletal dan dental

Transverse

Crossbite, skeletal dan dental

Vertikal

Kedalaman menggigit, skeletal dan dental


2.8 Maloklusi dalam Sistem Stomatognatik
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efek dari maloklusi terhadap kinerja
mastikasi. Pasien dewasa dengan maloklusi dental dan skeletal yang parah memiliki
kemampuan mastikasi terbatas dibandingkan dengan individu yang oklusinya normal.
Beberapa penelitian juga telah mengevaluasi efek dari maloklusi terhadap kinerja mastikasi
pada anak-anak. Manly and Hoffmeistr melaporkan bahwa anak-anak dengan maloklusi kelas
I dan kelas II memiliki kemampuan mastikasi yang sama dengan anak-anak oklusi normal,
dan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kinerja mastikasinya, tetapi anak-anak
dengan maloklusi kelas III tidak memiliki kemampuan mastikasi sebaik anak-anak dengan
maloklusi kelas I dan II.
Sebenarnya maloklusi tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menggigit dan
memroses makanan. Tetapi jika dibandingkan dengan maloklusi kelas I, kelas II, dan kelas
III, individu dengan oklusi normal dapat menghasilkan distribusi partikel yang lebih luas
sehingga mengidikasikan adanya kemampuan mastikasi yang lebih baik.
Setiap penyimpangan dari oklusi statis serta fungsional yang ideal akan bisa menimbulkan
kelainan pada komponen-komponen sistem pengungunyahan yang lain, khususnya sendi
temporomandibula dan otot-otot pengunyahan. Anggapan ini tidak benar sejauh menyangkut
oklusi alami. Banyak penelitian yang sudah dilakukan pada pasien dengan disfungsi sendi
temporomandibular dan otot. Kebanyakan peneliti sependapat bahwa masalah ini mempunyai
etiologi multifaktor, dengan maloklusi sebagai salah satu faktor di antaranya, tetapi tidak ada
faktor tunggal yang bisa menimbulkan masalah ini. Sebaliknya, penelitian-penelitian
mengenai maloklusi sebagian besar gagal untuk menemukan hubungan yang pasti antara tipe
atau keparahan suatu maloklusi dengan disfungsi temporomandibular. Meskipun demikian,
disfungsi oklusal bisa timbul akibat perawatan ortodonsi, bahkan dewasa ini makin tumbuh
kesadaran bahwa di samping upaya untuk mendapatkan oklusi statis yang ideal, perawatan
ortodonsi juga harus dilakukan dengan tujuan mendapatkan oklusi fungsional yang baik.

MALOKLUSI
Emirza Nur Wicaksono, S.Ked September 12, 2014
[0] comments
DEFINISI MALOKLUSI

Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak harmonisnya hubungan
antar lengkung di setiap bidang spasial atau anomali abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi
menunjukkan kondisi oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi yang tidak reguler.
Penentuan maloklusi dapat didasarkan pada kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan
key of occlusion artinya molar pertama merupakan kunci oklusi.
Menurut Angle yang dikutip oleh Dewanto, oklusi normal sebagai hubungan dari bidangbidang inklinasi tonjol gigi pada saat kedua rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan
tertutup, disertai kontak proksimal dan posisi aksial semua gigi yang benar, dan keadaan
pertumbuhan, perkembangan posisi dan relasi antara berbagai macam jaringan penyangga
gigi yang normal pula.
Menurut Andrew yang dikutip oleh Bisara, terdapat enam kunci oklusi normal, sebagai
berikut:
1. Relasi molar menujukkan tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas beroklusi dalam
celah antara mesial dan sentral dari molar pertama rahang bawah.
1. Angulasi mahkota yang benar.
2. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan maloklusi.
3. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan oklusi.
4. Tidak ada rotasi gigi.
5. Tidak ada celah diantara gigi geligi.
6. Adanya curve of spee yang datar terhadap dataran oklusal.

Oleh karena itu, jika berbagai ketentuan oklusi normal di atas tidak sesuai, maka akan
tergolong kasus maloklusi. Menurut Graber yang dikutip oleh Dewanto maloklusi merupakan
penyakit gigi terbesar kedua setelah karies gigi. Gambaran maloklusi pada remaja di
Indonesia masih sangat tinggi, mulai dari tahun 1983 adalah 90% sampai tahun 2006 adalah
89%, sementara perilaku kesehatan gigi pada remaja khususnya tentang maloklusi
masih belum cukup baik dan pelayanan kesehatan gigi belum optimal.
Tingginya prevalensi maloklusi juga dapat dilihat dari beberapa hasil survei yang telah
dilakukan terhadap populasi di berbagai tempat. Survei tersebut membuktikan bahwa
kebanyakan anak-anak memiliki gigi yang tidak teratur atau maloklusi. Penelitian Silva et al
tentang maloklusi tahun 2001 di Amerika Latin pada anak usia 12-18 tahun yang dikutip dari
penelitian Apsari menunjukkan bahwa lebih dari 93% anak menderita maloklusi. Hasil
penelitian Apsari di SMPN 1 Ungaran tahun 1997 pada 91 remaja menunjukkan bahwa
83,5% menderita maloklusi, dengan 38,2% merupakan maloklusi ringan.10 Hasil penelitian
Dewi Oktavia tentang maloklusi pada remaja SMU di kota Medan tahun 2007 dengan
menggunakan skor HMA menunjukkan bahwa prevalensi maloklusi sebesar 60,5% dengan
kebutuhan perawatan ortodontik sebesar 23 %.

PENYEBAB MALOKLUSI
1. Etiologi lokal

Faktor dental
Gigi adalah tempat utama dalam etiologi dari kesalahan bentuk dentofacial dalam berbagai
macam cara. Variasi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan posisis gigi semua dapat
menyebabkan maloklusi.
Hal yang sering dilupakan adalah kemungkinan bahwa malposisisi dapat menyebabkan
malfungsi, secara tidak langsung malfungsi merubah pertumbuhan tulang. Yang sering
bermasalah adalah gigi yang terlalu besar Beberapa contoh kelainan gigi yang menyebabkan
terjadinya maloklusi adalah hipodontia, supernumerary gigi, bentuk gigi konus, bentuk gigi
tuberkel, mikrodontia, makrodontia, dan terjadinya tanggalnya gigi yang terlalu cepat yang
tidak sesuai dengan waktu normalnya.
Tidak adanya salah satu atau beberapa benih gigi ( hipodontia ) dapat menyebabkan
maloklusi. Keparahan maloklusi efek dari hipodontia ini tergantung pada jumlah gigi yang
tidak terbentuk. Misalnya tidak terbentuknya gigi caninus, maka rahang atas dan rahang
bawah tidak mendapatkan kunci oklusi yang tepat. Hal inilah yang dapat menyebabkan
maloklusi.
Tumbuhnya gigi yang berlebihan atau sering disebut supernumerary gigi juga mempengaruhi
perkembangan oklusi. Jika pada seseorang memiliki rahang yang tidak terlalu besar dan
seseorang tersebut memiliki kelainan supernumerary gigi maka akan terjadi berjejalnya gigi
geligi yang dapat menyebabkan maloklusi.
Selain dua contoh kelainan pada gigi di atas kelainan bentuk gigi konus dan tuberkel juga
dapat mempengaruhi perkembangan oklusi. Gigi berbentuk konus biasanya berukuran kecil
dan tidak dapat berkontak dengan gigi antagonisnya, sehingga dapat menyebabkan
maloklusi. Selain itu gigi berbentuk konus juga sering tumbuh sebagai supernumerary teeth
yang tumbuh pada labial antara insisivus sentral RA. Hal ini akan mempengaruhi
pertumbuhan gigi insisivus sentral yang bisa berakibat retrusi pada gigi insisivus sentral RA
sehingga mengakibatkan maloklusi. Kelainan bentuk gigi tuberkel juga memiliki efek yang
hampir sama dengan kelainan bentuk gigi konus, hanya saja berbeda tempat. Gigi tuberkel
biasa tumbuh pada bagian palatal antara gigi insisivus sentral RA. Efek dari kelainan ini
mempengaruhi pertumbuhan gigi insisivus sentral RA yang dapat mengakibatkan protrusinya
gigi-gigi tersebut dan pada akhirnya menyebabkan maloklusi.
Kelainan gigi yang lain adalah mikrodontia dan makrodontia. Mikrodontia dapat
menyebabkan diastema pada lengkung gigi sehingga menyebabkan terjadinya maloklusi.
Sedangkan makrodontia dapat menyebabkan berjejalnya gigi geligi pada lengkung gigi,
sehingga mengakibatkan kelainan kontak gigi geligi atau maloklusi.
Selain terjadinya anomaly gigi geligi penyebab maloklusi pada faktor dental adalah
tanggalnya gigi yang terlalu cepat. Tanggalnya gigi susu yang terlalu cepat akan
mempengaruhi erupsi gigi permanen nantinya. Gigi permanen dapat tumbuh dengan tidak
sempurna atau bertumbuh dengan posisi yang tidak sesuai dengan posisi yang tapat. Hal
inilah yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi.

Etiologi umum :
1. Herediter

Herediter telah lama dikenal sebagai penyebab maloklusi. Kesalahan asal genetic dapat
menyebabkan penampilan gigi sebelum lahir / mereka tidak dapat dilihat sampai 6 tahun
setelah kelahiran (contoh : pola erupsi gigi). Peran herediter dalam pertumbuhan craniofacial
dan etiologi kesalahan bentuk dentalfacial telah menjadi banyak subjek penelitian. Genetic
gigi adalah kesamaan dalam bentuk keluaraga sangat sering terjadi tetapi jenis transmisi /
tempat aksi genetiknya tidak diketahui kecuali pada beberapa kasus ( contoh : absennya gigi /
penampilan beberapa syndrome craniofacial).
Sebagai contoh orantua laki laki memiliki rahang yang besar dan gigi yang besar pula,
namun memiliki lengkung gigi yang normal dan rapi menikah dengan orangtua perempuan
yang memiliki rahang yang kecil dan gigi geligiyang kecil kecil pula, memiliki lengkung
rahang yang normal dan kedudukan gigi geligi yang rapi. Maka perkiraan keturunan bisa
terjadi keadaan anak dimana memiliki rahang yang kecil namun gigi geligiyang besar
besar sehingga terjadinya berjejalnya gigi geligi yang akhrinya menyebabkan maloklusi.
1. Kebiasaan buruk

Terdapat bermacam-macam kebiasaan buruk dalam mulut anak, antara lain bernafas melalui
mulut, menjulurkan lidah, menggigit jari, mengisap jari, menghisap bibir. Kebiasaanburuk
pada seseorang bisa berdiri sendiri-sendiri atau terjadi bersama-sama dengan kebiasaanburuk
lainnya. Artinya pada pasien yang sama dapat terjadi beberapa kebiasaan buruk
Klasifikasi kebiasaan buruk oral pada anak sebagai berikut :
1. Bernafas melalui mulut (mouth breathing)Bernafas melalui mulut dapat diklasifikasikan
menjadi tiga sebagai berikut :
a. Obstruktif : Anak yang mempunyai gangguan dalam menghirup udara melaluisaluran
hidung (nasal passage).
b. Habitual : Disebabkan karena kebiasaan meskipun gangguan yang abnormalsudah
dihilangkan.
c. Anatomical : Bila anatomi bibir atas-bawah pendek sehingga tidak dapatmengatup
sempurna tanpa ada usaha untuk menutupnya.

Anak yang mouth breathing biasanya berwajah sempit, gigi anterior atas majuke arah labial,
dan bibir terbuka dengan bibir bawah yang terletak di belakang insisif atas. Karena
kurangnya stimulasi muscular normal dari lidah dan karena adanyatekanan berlebih pada
caninus dan daerah molar oleh otot orbicularis oris danbucinator, maka segmen bukal dari
maksila berkontraksi mengakibatkan
maksilaberbentuk V dan palatal tinggi. Sehingga menurut beberapa pendapat
mouthbreathers cenderung memberikan klinis memilki wajah yang panjang (long faced)dan

sempit.Bila hal ini dilakukan terus menerus dapat mengakibatkan kelainan berupagigi depan
rahang atas baas mrongos (protusif) dan gigitan depan menjadi terbuka(open bite).

1. Kebiasaan menghisap ibu jari

Menghisap ibu jari merupakan kebiasaan yang umum pada anak. Kebiasaanmenghisap
ibu jari yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. MenurutProfit (2000),
karakteristik maloklusi berhubungan dengan adanya kombinasi tekananlangsung dari ibu jari
dan perubahan pola tekanan pipi dan bibir. Tekanan pipi padasudut mulut merupakan tekanan
yang tertinggi, Tekanan otot pipi terhadap gigigigiposterior rahang atas ini meningkat akibat kontraksi otot buccinators selama
mengisap pada saat yang sama.sehingga memberikan risiko lengkung maksilamenjadi
berbentuk V.

1. Kebiasaan mendorong lidah (tongue thrusting)

Kebiasaan mendorong lidah dapat disebabkan karena bottlefeeding yang tidak tepat dan
biasanya disertai dengn kebiasaan buruk lain sepertikebiasaan menghisap ibu jari, menggigit
bibir, dan menggigit kuku. Jika kebiasaan initerus berlanjut akan menyebabkan open bite dan
incomplete coverbite serta ujung lidah terposisi lebih anterior dari normal.

1. Kebiasaan menggigit benda

Terdiri dari :
a. Menggigit kuku (nail biting)Merupakan kebiasaan buruk oral dimana posisi gigi insisif atas
dan bawahmengalami penekanan gigi pada bagian kuku tersebut. Kebiasaan menggigit kuku
adalah kebiasaan normal pada anak yang sebelumnyamemiliki kebiasaan menghisap. Selain
itu menggigit kuku disebabkan karena stres, imitasi terhadap anggotakeluarga, herediter,
transfer dari kebiasaan menghisap jari, dan kuku jari yangtidak rapi. Pada beberapa kasus
kebiasaan ini dapat menyebabkan atrisi pada gigianterior bawah.
b. Menggigit jari
Kebiasaan menggigit jari pada anak-anak timbul pada usia 1-2 tahun. Jika dibiarkan terus
menerus sampai usia 5 tahun atau lebih dapat berakibat kelainanpada posisi gigi. Jari akan
menekan gigi rahang atas ke depan dan gigi rahangbawah ke dalam, sehingga gigi tampak
merongos (protusif).
Selain kebiasaan kebiasaan di atas, kebiasaan menopang dagu juga dapat mengakibatkan
pertumbuhan tulang rahang bawah yang tidak sempurna. Kebiasaan ini dapat menyebabkan
tidak simetrisnya antara kanan dan kiri tulang rahang tersebut karena dalam kebiasaan ini

dagu tertopang sebagian yang artinya sebagian rahang bawah mendapat suatu tekanan
sehingga pertumbuhan rahang tidak sempurna. Hal inilah yang nantinya dapat menyebabkan
maloklusi.
Menurut Moyers yang dikutip oleh Suminy, maloklusi dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya :
1. Faktor keturunan, seperti sistem neuromuskuler, tulang, gigi dan bagian lain di luar otot dan
saraf.
2. Gangguan pertumbuhan.
3. Trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta trauma setelah
dilahirkan.
4. Keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi.
5. Kebiasaan buruk seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus rahang atas lebih
ke labial sedangkan insisivus rahang bawah ke lingual, menjulurkan lidah, menggigit kuku,
menghisap dan menggigit bibir.
6. Penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal (gangguan
saluran pernapasan, penyakit gusi, jaringan penyangga gigi, tumor, dan gigi berlubang).
7. Malnutrisi.

DAMPAK MALOKLUSI
Maloklusi dapat menimbulkan berbagai dampak diantaranya dapat dilihat dari segi fungsi
yaitu jika terjadi maloklusi yang berupa gigi berjejal akan berakibat gigi sulit dibersihkan
ketika menyikat gigi. Dari segi rasa sakit, maloklusi yang parah dapat menimbulkan kesulitan
menggerakkan rahang (gangguan TMJ dan nyeri). Dari segi fonetik, maloklusi salah satunya
adalah distooklusi dapat mempengaruhi kejelasan pengucapan huruf p, b, m sedangkan
mesio-oklusi s, z, t dan n. Dari segi psikis, maloklusi dapat mempengaruhi estetis dan
penampilan seseorang.

KLASIFIKASI MALOKLUSI

Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi Angle.6
Menurut Angle yang dikutip oleh Rahardjo, mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa
gigi molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya.Angle
mengelompokkan maloklusi menjadi tiga kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan
Klas III.
Maloklusi Klas I : relasi normal anteroposterior dari mandibula
dan maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen berada pada bukal groove
molar pertama permanen mandibula. Terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal
dilihat dari relasi molar pertama permanen (netrooklusi). 12Kelainan yang menyertai
maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan protrusi.

Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C ektostem
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi
Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik (anterior
crossbite).
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat prematur
ekstraksi.
Maloklusi Klas II : relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol mesiobukal cusp
molar pertama permanen atas berada lebih mesial dari bukal groove gigi molar pertama
permanen mandibula.
Divisi 1
: insisivus sentral atas proklinasi sehingga didapatkan jarak gigit besar (overjet),
insisivus lateral atas juga proklinasi, tumpang gigit besar (overbite), dan curve of spee positif.
Divisi 2
: insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, tumpang gigit
besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa normal atau sedikit bertambah.
Pada penelitian di New York Amerika Serikat diperoleh 23,8% mempunyai maloklusi Klas
II. Peneliti lain mengatakan bahwa 55% dari populasi Amerika Serikat mempunyai
maloklusi Klas II Divisi I.
Maloklusi klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. 12 Tonjol mesiobukal
cusp molar pertama permanen atas berada lebih distal dari bukal groove gigi molar pertama
permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite (gigitan silang anterior).
Tipe 1

: adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak normal.

Tipe 2
: adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila
linguoversi dari gigi anterior mandibula.

tetapi ada

Tipe 3
: lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi anterior maksila;
lengkung gigi mandibula baik.
Untuk kasus crossbite ada yang membaginya menjadi crossbite anterior dan crossbite
posterior.
1. Crossbite anterior

Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa gigi anterior
maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.
1. Crossbite posterior

Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior mandibula.

Selain Klasifikasi Angle, terdapat berbagai jenis maloklusi, seperti:


1. Deepbite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal gigi insisivus
maksila terhadap insisal gigi insisivus mandibula dalam arah vertikal melebihi 2-3 mm. Pada
kasus deepbite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke mesial dan insisivus
mandibula sering berjejal, linguoversi, dan supra oklusi.
2. Openbite adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat rahang atas dan
rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Macam-macam open bite menurut lokasinya
antara lain :
3. Anterior openbite

Klas I Angle anterior openbite terjadi karena rahang atas yang sempit, gigi depan inklinasi ke
depan, dan gigi posterior supra oklusi, sedangkan Klas II Angle divisi I disebabkan karena
kebiasaan buruk atau keturunan.
b. Posterior openbite pada regio premolar dan molar.
c. Kombinasi anterior dan posterior/total openbite terdapat baik di anterior,
posterior, dapat unilateral ataupun bilateral.
1. Crowded (Gigi berjejal)

Gigi berjejal adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susunan yang normal. Penyebab
gigi berjejal adalah lengkung basal yang terlalu kecil daripada lengkung koronal. Lengkung
basal adalah lengkung pada prossesus alveolaris tempat dari apeks gigi itu tertanam,
lengkung koronal adalah lengkung yang paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah
mesiodistal yang paling besar dari mahkota gigi geligi. Faktor keturunan merupakan salah
satu penyebab gigi bejejal, misalnya ayah mempunyai struktur rahang besar dengan gigi yang
besar-besar, ibu mempunyai struktur rahang kecil dengan gigi yang kecil. Kombinasi genetik
antara rahang kecil dan gigi yang besar membuat rahang tidak cukup dan gigi menjadi
berjejal.Kasus gigi berjejal dibagi berdasarkan derajat keparahannya, yaitu:
a. Gigi berjejal kasus ringan
Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi depan mandibula, dianggap suatu
variasi yang normal dan dianggap tidak memerlukan perawatan.
b. Gigi berjejal kasus berat
Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat menimbulkan oral hygiene yang
buruk.
4. Diastema (Gigi renggang)
Gigi renggang adalah suatu keadaan terdapatnya ruang di antara gigi geligi yang seharusnya
berkontak. Diastema ada 2 macam, yaitu: 10

a. Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi. Penyebabnya antara lain frenulum labial yang
abnormal, kehilangan gigi, kebiasaan jelek, dan persistensi.
b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh faktor keturunan,
lidah yang besar dan oklusi gigi yang traumatis.

Anda mungkin juga menyukai