Anda di halaman 1dari 4

1.

Usia lanjut
Masa usia lanjut membawa dampak penurunan fisik lebih besar dibandingkan
periode usia sebelumnya, salah satunya penyakit jantung koroner (PJK). Semakin
lanjut usia seseorang, kemungkinan menderita beberapa penyakit akan meningkat.
Penurunan kualitas fisik membatasi kegiatan usia lanjut, penyakit yang melemahkan
membuat tidak berdaya (Adhiyani, 2012). Penduduk usia lanjut juga mengalami
masalah kesehatan selain pendidikan dan kualitas hidup.
Adhiyani (2012) mengatakan bahwa salah satu penyebab kematian pasien di atas
usia 65 tahun adalah penyakit jantung koroner atau PJK. Selain itu, penyakit jantung
koroner pada lansia juga dapat disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan
berlemak yang dapat meningkatkan kadar kolesterol total dalam darah. Peningkatan
kadar kolesterol laki-laki dan perempuan dimulai umur 20 tahun. Kadar kolesterol
laki-laki meningkat sampai umur 50 tahun, sedangkan kadar kolesterol perempuan
sebelum menopause lebih rendah dari laki-laki pada tingkat umur yang sama
(Djohan, 2004). Penelitian ini selaras dengan dengan penelitian Bintanah dan
Muryati (2008) di RSU Kraton Kabupaten Pekalongan yang memperoleh hasil bahwa
hiperkolesterolemia terjadi kisaran umur 55-64 tahun.
Saat belum menopause, estrogen berfungsi meningkatkan anabolisme protein serta
pembentukan HDL dan LDL. Hormon ini juga mengurangi konsentrasi LDL sehingga
resiko atersklerosis rendah. Sedangkan perempuan menopause terjadi defisiensi
estrogen berakibat kadar kolesterol meningkat sehingga resiko aterosklerosis
bertambah (Adhiyani, 2012).
2. Genetik
Riwayat keluarga yang menderita PJK dapat meningkatkan risiko seseorang untuk
menderita PJK. Peranan faktor keluarga (genetik) tampak lebih nyata pada beberapa
penyakit kardiovaskuler yang diturunkan secara mendelian. Beberapa diantara
penyakit ini memiliki risiko relatif besar untuk terjadinya PJK, diantaranya
hiperkolesterolemia familial, hiperhomosistinuria familial, penyakit Tangier, dan
beberapa penyakit channelopathies (Raharjo dkk, 2009).
Pengaruh faktor genetik dalam patogenesis penyakit kardiovaskuler diyakini bersifat
multigenetik, dipengaruhi oleh banyak gen, dengan peran individual gen yang tidak
besar dan gen-gen tersebut berperan bersama-sama dengan gen-gen modifiers.
Variasi genetik yang ada pada banyak individu normal mempunyai andil terhadap
keseluruhan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Lokasi genetik pertama kali
diidentifikasi memiliki asosiasi dengan PJK berada di kromosom 9p21. Petanda pada
9p21 sudah divalidasi pada studi kohort di Eropa dengan peningkatan odds ratio
untuk PJK sebesar 1,29 pada individu heterozigot dan 1,7 pada individu homozigot
(Raharjo dkk, 2009).
3. Kemiskinan

Kemiskinan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan makanan yang sehat dan


bergizi. Penduduk yang miskin cenderung lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat
yang merupakan sumber energi yang murah dibandingkan dengan protein, serat,
dan vitamin (Indrawati dkk, 2009). Kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat
dan mikronutrien seperti Mg, Cr, Cu, Vitamin C, Vitamin E dan B6 dapat
mempercepat terjadinya aterosklerosis. Selain itu, konsumsi makanan tinggi
kolesterol dan lemak akan memicu terjadinya aterosklerosis. Kondisi ini juga
dipengaruhi oleh nilai yang berkembang pada masyarakat miskin, yang beranggapan
bahwa hal yang paling penting dari makanan adalah mengenyangkan. Namun hal ini
tidak dipertimbangkan dari aspek gizi yang terkandung dalam makanan yang
dikonsumsi.
4. Status pendidikan rendah
Penyakit jantung koroner (PJK) dapat dipicu oleh pengetahuan gizi yang dimiliki oleh
seseorang. Masalah pengetahuan dan memperoleh informasi tentang gizi seimbang
masih belum diperhatikan oleh sebagian besar masyarakat. Pengetahuan yang
dimiliki oleh masyarakat mengenai pemilihan makanan yang sesuai dengan
kebutuhannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: ekonomi, sosial,
pendidikan,

budaya,

kondisi

lingkungan,

etnis/ras,

kepercayaaan,

dan lain

sebagainya (Suryaningsih dkk, 2011).


Tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi pola makannya
dalam hal ini pemilihan bahan makanan. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung
memilih makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitasnya dibandingkan
dengan orang yang berpendidikan rendah. Begitu halnya juga dengan pengetahuan
yang dimiliki oleh masing-masing individu. Seseorang yang memiliki banyak
informasi mengenai gizi tentunya memiliki perilaku yang berbeda dalam hal
menentukan bahan makanan yang cocok untuk dirinya dibandingkan dengan
seseorang

yang

sedikit

bahkan

tidak

memiliki

pengetahuan

seputar

gizi

(Suryaningsih dkk, 2011).


5. Inflamasi
Penyakit inflamasi yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner adalah
aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penebalan dan pengerasan dinding arteri
sedang atau besar yang disebabkan oleh penumpukan lemak dalam jaringan tubuh.
Kejadian aterosklerosis dipengaruhi oleh banyak faktor dan merupakan penyebab
paling umum untuk penyakit jantung koroner. Proses inflamasi dapat melibatkan
pembuluh darah secara langsung atau tidak langsung melalui penyesuaian
homeostatik dan pemicu respon inflamasi sistemik. Bakteri dan produknya dapat
merusak pembuluh darah secara langsung dengan mempengaruhi sel endotel,
koagulasi darah, metabolisme lemak, monosit, dan makrofag. Perubahan ini akan

menyebabkan peningkatan risiko terjadinya aterosklerosis. Tingginya faktor-faktor


inflamasi sistemik serta faktor homeostatik dapat meningkatkan inflamasi vaksuler
dan mengakibatkan trombosis (Hatta, 2011).
Salah satu penyakit yang menyebabkan inflamasi pada aterisklerosis adalah
penyakit periodontal. Studi observasi terkini juga menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan risiko ringan tetapi signifikan pada penyakit kardiovaskuler diantara
orang yang terkena penyakit pariodontal. Percobaan dengan model binatang lebih
jauh menunjukkan bahwa infeksi periodontal dapat meningkatkan aterosklerosis
dengan ada dan atau tidaknya hiperkolesterolemia. Periodontal dan aterosklerosis
keduanya mempunyai faktor etoiologi yang kompleks dan memiliki banyak
mekanisme patogen potensial yang sama (Hatta, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Hatta,

Muhammad.

2011.

Penyakit

Periodontal

dan

Hubungannya

dengan

Aterosklerosis. Skripsi. Diakses dari: http://repository.unhas.ac.id. Pada tanggal 12


November 2014. Pukul 17.22 WIB.
Raharjo, dkk. 2009. Revolusi Genomik dan Masa Depan Kardiologi (Preventif), Ilustrasi
Kasus: Penyakit Jantung Koroner pada Kembar Identik. Jurnal Kardiologi Indonesia;
30:80-5.

Diakses

dari:

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/karidn/article/download/317/316.

Pada

tanggal 12 November 2014. Pukul 16.15 WIB.


Suryaningsih, dkk. 2011. Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Gizi Seimbang
dengan Pola Makan pada Pasien Jantung Koroner di Unit Rawat Jalan RSUP DR.
Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011. Artikel Penelitian. Diakses dari:
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4147?show=full.

Pada

tanggal

12

November 2014. Pukul 16.40 WIB.


Idrawati, dkk. 2009. Hubungan Pola Kebiasaan Konsumsi Makanan Masyarakat Miskin
dengan

Kejadian

Hipertensi

di

Indonesia.

Artikel

Penelitian.

Diakses

dari:

http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Pada tanggal 12 November 2014. Pukul 16.55 WIB.


Adhiyani, Chisilia. 2012. Hubungan Usia dan Konsumsi Makanan Berlemak dengan
Kolesterol Total Pada Lansia di Kelurahan Serengan Surakarta. Jurnal. Surakarta.
Diakses dari: http://www.aaknasional.ac.id. Pada tanggal 12 November 2014. Pukul
15.56 WIB.

Djohan T.B.A. 2004. Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi. Diakses dari:
https://www.ibrary.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri10.pdf. Pada tanggal 12 November
2014. Pukul 16.18 WIB.
Bintanah S dan Muryati. 2008. Hubungan Konsumsi Lemak dengan Kejadian
Hiperkolesterolemia Pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Umum
Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan. Diakses dari: http://jurnal.unimus.ac.id. Pada
tanggal 12 November 2014. Pukul 16.20 WIB.

Anda mungkin juga menyukai