Anda di halaman 1dari 2

Peran Sentral Guru Agama dalam Kurikulum 2013

Salah satu aspek perubahan mendasar kurikulum 2013 (K-13) adalah standar isi yang
berkaitan dengan konten dan struktur kurikulum. Pada K-13 kita mengenal Kompetensi Inti
yang menjadi komponen pengorganisasi kompetensi yang harus dicapai siswa. Kompetensin
Inti berkaitan dengan 4 aspek yang harus integral dalam diri siswa sebagai hasil
pembelajaran, yaitu aspek spiritual, aspek sosial dan karakter, aspek pengetahuan, dan aspek
penerapan, aplikasi, atau keterampilan.
Dengan adanya penegasan aspek spiritual sebagai unsur pengorganisasi keseluruhan
kompetensi yang harus dimiliki siswa, K-13 sangat memahami kondisi bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang agamis dan spiritual. Ini mengandung pesan sekaligus amanat tentang
peran besar dan sentral guru agama dalam penerapana K-13. Spiritualitas harus menjadi ruh
dan nafas bagi keseluruhan kompetensi, materi, dan pembelajaran. Bila ini dicapai dan benarbenar mewujud, cita-cita pendidikan nasional untuk mewujudkan manusia Indonesia
seutuhnya sebagai manusia paripurna (baca: insan kamil) bukan lagi sebatas impian.
Pertanyaannya, sudahkah guru agama memahami hal ini? Sudahkah guru agama memainkan
perannya untuk mengisi ruang gerak yang lapang baginya ini? Apa saja peran yang harus
dimainkan oleh guru agama terkait hal ini?
Peran Yang Harus Dimainkan
Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan aspek spiritual? Spiritual dipahami sebagai segala
hal yang berhubungan dunia di balik materi yang menjadi makna bagi sebuah fenomena dan
perbuatan manusia. Spiritualitas adalah aspek spiritual yang telah terbentuk dalam diri
seseorang. Ajaran agama memudahkan kita untuk terhubung dengan alam spiritual itu.
Prinsip ajaran agama tentang penciptaan dan ketuhanan, merupakan jembatan emas
spiritualitas. Itulah karenanya dalam K-13 aspek spiritual dibahasakan secara sederhana
sebagai pengamalan siswa terhadap ajaran agamanya.
Dengan pemahaman ini, maka aspek spiritual paling mendasar yang harus ditumbuhkan
dalam diri siswa adalah bahwa belajar ilmu melalui semua mata pelajaran di sekolah
merupakan tugas spiritual. Bahwa belajar adalah tugas suci untuk terhubung dengan Allah
swt sebagai Sang Pencipta dan Sang Maha Ilmu. Bahwa belajar adalah wujud dari
keberagamaan. Aspek ini bisa menjadi agenda guru agama secara khusus dengan
mengemukakan dalil tentang ilmu dan mencari ilmu yang bertebaran dalam Al-Quran
maupun hadits Nabi saw. Guru agama bisa memainkan peran sebagai integrator ilmu
pengetahuan dengan menanamkan kesadaran ini.
Bila peran ini berhasil dimainkan, maka tidak ada lagi dikotomi dan dualisme ilmu
pengetahuan dalam pemikiran siswa. Sebagai dimaklumi, dualisme ilmu plus sekulerisme
adalah akar masalah krisis pendidikan dan pembentukan karakter di negeri ini. Nah, dengan
penanaman aspek ini, Ilmu apapun akan disikapi siswa sebagai ilmu menuju Allah yang
mengilhamkan segala ilmu. Integritas dan keutuhan akan menjadi frame keilmuan siswa
sekaligus keutuhan kepribadiannya.
Untuk mewujudkan integrasi ini guru agama harus mampu membuat peta relasi konsep dan
teori ilmu dengan ajaran agama. Pada dasarnya tidak ada pertentangan antara ilmu dengan
agama. Ilmu harus menguatkan argumen dan komitmen keberagamaan seseorang. Sebaliknya
agama memandu nilai-nilai kebaikan untuk setiap ilmu. Dengan paradigma ini, peta relasi
tersebut sebetulnya mudah dilakukan.
Untuk memulai langkah ini guru agama bisa melakukannya dengan mempelajari kompetensi
inti dan kompetensi dasar mata pelajaran lain. Ini bukan beban tambahan, sebab memang

demikianlah seharusnya agar setiap kompetensi berrelasi, bersinggungan, beririsan. Setelah


ditelaah kemudian dipetakan sedemikian rupa untuk menemukan kompetensi dengan kategori
berikut:
1; Kompetensi yang materinya berkaitan langsung dengan ajaran agama. Atau dengan
kata lain, kompetensi yang terdapat ayat Al-Qur'an dan Hadits tentangnya secara
tekstual. Pada kategori ini guru agama dapat mengkodifikasi ayat tentang saisn, sosial,
ekonomi, pendidikan, keindahan dan tema lainnya.
2; Kompetensi yang terdapat isyarat dari ajaran agama tentang materinya. Pada kategori
ini, tidak ada ayat dan hadits secara tekstual yang berkaitan langsung, namun prinsip
dan nilai keagamaan berkaitan erat dengannya.
3; Kompetensi yang bisa dikaitkan dengan ajaran agama melalui analogi dan permisalan.
Kompetensi ini dapat diposisikan untuk memperkuat pola pikir logis dan rasional
siswa dalam memahami dan menjalankan agama.
Dengan pemetaan kompetensi dan materi tersebut, guru agama menjadi mitra strategis semua
guru mata pelajaran. Tentu saja ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru agama untuk tidak
sekadar paham agama tetapi juga memiliki wawasan yang luas. Pada tataran berikutnya
sangat mungkin sebuah mata pelajaran dikelola dengan pola team teaching untuk menguatkan
ketercapaian aspek keagamaan, sosial, pengetahuan dan keterampilan dalam diri siswa secara
utuh.

Anda mungkin juga menyukai