PMP
PMP
Akhirnya saya sedikit mengerti tentang metodologi: (mudahnya kurang lebih begini)
Jika seorang berbicara tentang cara seorang peneliti melakukan percobaan lapangan,
dimana dalam menentukan plot di lapangan, ia pertama-tama membagi daerah dalam 4
(empat) buah blok. Kemudian blok-blok tersebut dibagi 4 (empat). Diteruskan dengan
memberikan perlakuan pada masing-masing blok tersebut, dan seterusnya. Maka yang
dibicarakan di sini adalah Prosedur Penelitian. Jika kita membicarakan bagaimana
secara berurut suatu penelitian dilakukan yaitu dengan alat apa dan prosedur bagaimana
suatu penelitian dilakukan, maka yang dibicarakan adalah Metode Penelitian.
Berikut ini saya kutipkan beberapa prinsip metodologi dari Titin Supenti dalam Sukses
Membuat Proposal .
(http://supermahasiswa.multiply.com/journal/item/5/Sukses_Membuat_Proposal_Penelitia
n).
Prinsip Metodologi
B. Alfred Julesayer
Dalam karyanya yang berjudul Language, Truth and Logic yang terkait dengan
prinsip metodologi adalah prinsip verifikasi. Terdapat dua jenis verifikasi yaitu:
1. Verifikasi dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu sejauh mana kebenaran
suatu proposisi (duga-dugaan) itu mendukung pengalaman secara meyakinkan.
2. Verifikasi dalam arti yang lunak, yaitu jika telah membuka kemungkinan untuk
menerima pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau) dan ramalan masa
depan sebagai pernyataan yang mengandung makna.
3. Ayer menampik kekuatiran metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-
pernyataan metafisika (termasuk etika theologi) merupakan pernyataan yang
MEANING LESS (tidak bermakna) lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi
apapun
K.R. Popper seorang filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip
verifikasi berupa sifat pembenaran (justification) terhadap teori yang telah ada. K.R.
Popper mengajukan prinsip verifikasi sebagai berikut:
1. Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat
dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi. Teori-teori ilmiah selalu
bersifat hipotetis (dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir.
Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori lain yang lebih tepat.
2. Cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan
(observasi) secara teliti gejala (simpton) yang sedang diselidiki. Pengamatan yang
berulang -ulang itu akan memperlihatkan adanya ciri-ciri umum yang dirumuskan
menjadi hipotesa. Selanjutnya hipotesa itu dikukuhkan dengan cara menemukan
bukti-bukti empiris yang dapat mendukungnya. Hipotesa yang berhasil dibenarkan
(justifikasi) akan berubah menjadi hukum.
K.R. Popper menolak cara kerja di atas, terutama pada asas verifiabilitas, bahwa
sebuah pernyataan itu dapat dibenarkan berdasarkan bukti-bukti verifikasi
pengamatan empiris.
3. K.R Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip FALSIFA
BILITAS, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya.
Maksudnya sebuah hipotesa, hukum, ataukah teori kebenarannya bersifat
sementara, sejauh belum ada ditemukan kesalahan-kesalahan yang ada di
dalamnya. Misalnya, jika ada pernyataan bahwa semua angsa berbulu putih
melalui prinsip falsifiabilitas itu cukup ditemukan seekor angsa yang bukan
berbulu putih (entah hitam, kuning, hijau, dan lain-lain), maka runtuhlah
pernyataan tersebut. Namun apabila suatu hipotesa dapat bertahan melawan segala
usaha penyangkalan, maka hipotesa tersebut semakin diperkokoh
(CORROBORATION).
Akhirnya, semoga peristiwa mengarang indah seperti yang saya lamunkan dapat
dihindari dan sekelumit eceran informasi ini bisa mengisi penelitian yang benar indah.
http://www.infoskripsi.com/Resource/Prinsip-Metodologi-Penelitian-Ilmiah.html
I. PENDAHULUAN
Metodologi atau Metode Penelitan yang tepat dan benar semakin dirasakan urgensinya
dan menjadi peringkat sangat penting bagi keberhasilan suatu riset (penelitian). Salah
satu hal yang penting dalam setiap penelitian adalah perumusan metodologi penelitian.
Melalui metodologi harus dengan jelas tergambar diantaranya bagaimana cara penelitian
dilaksanakan yang tertata secara sistimatis; bagaimana landasan teori tentang rancangan
penelitian (research design), model yang digunakan (didahului dengan rancangan
percobaan (penelitian eksperiment) atau teknik – teknik yang lumrah digunakan dalam
pengumpulan, pengolahan dan analisa data. Metodologi atau metode yng digunakan
antara lain metode sejarah, metode deskriptif antara lain menggambarkan tentang objek
tertentu, manusia, kondisi, sistem dan sebagainya yang terkini. Sering juga digunakan
metode survey (menyelidiki gejala, fakta secara faktual), metode percobaan
(eksperiment), metode KASUS (suatu objek spesifik), kooperatif (menjawab sebab akibat
dengan menganlisis faktor penyebab utama) atau gabungan, serta pemikiran kritis dan
analisa tentang sampling maupun design percobaan serta studi kepustakaan.
A. Metode Kuantitatif
Metode ini sangat cocok untuk digunakan pada penelitian dimana data yang dapat
diidentifikasi dengan mudah.
Beberapa hal lain dari metode kuantitatif diantaranya :
1. Peranan identifikasi dan spesifikasi variabel sangat penting;
2. Penelitian ini berdasarkan pada absraksi variabel dari konteksnya
3. Sangat menekankan pentingnya reliability dan replicability data;
4. Kurang memperhatikan validity;
5. Sangat erat hubungannya dengan metode penelitian Survey, Sensus dan sebagainya;
6. Kondisi data hanya menunjukkan keadaan atau situasi pada suatu waktu priode tertentu
atau beberapa waktu (longitudinal);
7. Cenderung menggunakan pendekatan diduktif (umum ke khusus);
8. Sangat cocok untuk pertanyaan yang diawali, apa, dimana, siapa dan kapan dan tidak
cocok untuk pertanyaan mengapa dan bagaimana;
9. Hasil analisis jika dikumpulkan dalam survey, sensus, secara statistik dapat
digeneralisasi.
B. Metode Kualitatif
Metode ini sangat cocok digunakan untuk menjawab pertanyaan apa, dimana dan kenapa
atau bagaimana.
Beberapa hal lain dari metode kualitatif diantaranya:
1. Data tidak dapat diidentifikasi dengan mudah;
2. Data tidak dapat di kuantifikasikan;
3. Menekankan pentingnya validity, kurang memperhatikan reliability;
4. Erat kaitannya dengan studi kasus
5. Hipotesa interpretasi data digunakan untuk membantu proses sebab akibat.
6. Pendekatan yang dipakai bersifat induktif (dari yang khusus ke umum )
7. Hasil penelitian secara ilmiah dapat digenderalisasi (tidak dapat di gendralisasikan)
dengan repliability penemuan dari beberapa studi.
8. Analisa data deskriftif untuk melihat proses dan secara langsung.
9. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti partisipasi
observasi, wawancara berstruktur dan tidak berstruktur serta focus group.
A. ALASAN
Alasan atau argumentasi ini sangat diperlukan untuk (a) mencegah kegiatan penelitian
yang tidak potensial, dan (b) untuk memecahkan masalah (tidak mencapai tujuan)
Beberapa hal penting dalam alasan sebagai magic pertama adalah :
1. Alasan rasional
2. Mengapa penelitian tersebut penting dilakukan (urgency)
3. Apa masalah pokoknya, dan bagaimana nanti untuk konseptual framework nya.
4. Relevansinya terhadap (kebijakan, program) departemen dan sebagainya
5. Analisa masalahnya bagaimana
6. Analisa tentang isu/kebijakan, (informasi) yang akan menuntun kepada
penspisifikasian tujuan
7. Apa yang akan dipertanyakan, sehingga sungguh-sungguh diperlukan untuk diteliti.
B. KONTEKS
Konteks sangat berguna untuk memperkaya atau memperbaiki pengeta-huan peneliti,
latar belakang pengalaman atau dasar-dasar untuk pendekatan yang akan dilakukan.
Beberapa hal yang berkaitan dengan Konteks diantaranya adalah:
1. Mengacu pada usaha-usaha penelitian serupa (keadaan, situasi kecenderung-an, konsep
metode dan hasil);
2. Mengacu pada situasi/keadaan atau daerah, waktu, sistem, kebijakan tertentu dan
sebagainya.
Untuk catatan, janganlah mengguna-kan konsep-konsep yang harus diukur yang tidak
sesuai dengan permintaan.
C. KERANGKA KONSEPTUAL
Kerangka Konseptual sangat berguna, untuk menegaskan batas-batas secara logis untuk
penyelidikan/penelitian (a) dan (b). sebagai petunjuk bagi peneliti untuk
memperhitungkan tentang apa yang relevan dan apa yang tidak relevan untuk dipelajari
dalam penelitian.
Beberapa hal penting dalam kerangka konseptual diantaranya:
1. Peneliti menyusun sebuah kerangka logis untuk hal yang akan ditelit (apa-apa yang
relevan)
2. Dilengkapi dengan perspektif yang diperoleh dari usaha-usaha atau penelitian
sebelumnya, serta konsep-konsep apa yang relevan untuk itu
3. Meliputi proposisi-proposisi (dugaan-dugaan) yang dianggap sudah diketahui, maupun
yang dinyatakan tidak diketahui (sebab itu perlu dukungan penelitian untuk
mengetahuinya).
4. Menspesifikasikan:
1. Variabel tergantung (dependent variable)
2. Variabel bebas (independent variable)
3. Mata rantai penghubung dua kelompok variable (interventing variable)
Perlu diingat hal ini baru hanya kerangka, belum tahu hasilnya.
D. TUJUAN
Dimaksudkan agar proposisi-proposisi (dugaan-dugaan) yang merupa-kan subjek dan
juga metode penelitian yang cocok dengan pelaksanaan peneliti-an tersebut. Bentuk
tujuan penelitian dapat, (a). berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab, dan (b).
hypotesis-hypotesis apa yang akan diuji sehingga menjadi arah / sasaran penelitian.
Tujuan penelitian merupakan atau menunjukan unit–unit yang seharusnya diobservasi
(a); apa yang harus diobservasi (b) dan (c). bagaimana proses pengobservasiannya.
F. SPESIFIKASI DATA
Melalui Spesifikasi data akan dapat membantu peneliti untuk BERHATI-HATI untuk
tidak mengumpulkan data yang tidak relevan atau tidak digunakan (useless).
Spesifikasi data yang dikumpulkan diantaranya:
1. Mengidentifikasikan konsep-konsep yang terkandung dalam tujuan penelitian (konsep-
konsep).
2. Menentukan data yang akan dikumpulkan sehubungan dengan populasi.
3. Dari konsep-konsep ini dikembang-kan definisi operasional penelitian dari
4. Definisi operasional akan menunjuk pada variabel-variabel dan
5. Data/informasi apa yang akan dikumpulkan.
Variabel adalah semua objek yang menjadi sasaran penyidikan sebut saja gejala-gejala
yang menunjukan variasi, baik dalam jenisnya (a), maupun dalam tingkatannya (b).
G. PENGUMPULAN DATA
Setelah spesifikasi data, tahap pengumpulan data sangat menentukan ukuran besar indeks
variabel (a) dan (b). realibilitas data yang akan dikumpulkan.
Inti dari tahap Pengumpulan Data adalah:
Menjelaskan prosedur yang akan digunakan untuk pengumpulan data isinya :
1. Teknik-teknik pengumpulan data yang akan dipakai
2. Teknik pendekatan yang digunakan (MEAN, MEDIAN dan sebagainya)
3. Instrumen-instrumen yang akan dipakai (kuantitatif dan kualitatif)
4. Mendiskripsikan langkah-langkah atau urut-urutan yang harus diikuti dalam
pemakaian instrumen (secara rinci)
5. Hindarkan redaksi-redaksi yang sifatnya statement-statement yang tidak sesuai ujung
pangkalnya atau mother hood.
H. ANALISIS
Tahap analisis merupakan TEST RIEL dari sebuah rencana penelitian yang menuntut
pemahaman/ penguasaan peneliti untuk memahami lebih dulu beberapa keterbatasan
dalam menerapkan kesimpulan-kesimpulan yang akan diambil.
Bila data yang dikumpulkan telah ditentukan, peneliti harus:
1. Mempertimbangkan secara simultan prosedur analisisnya yang sesuai
2. Bagaimana data akan diklasifikasikan
3. Pengaturan kedalam variabel-variabel yang ditunjukkan oleh data tsb.
4. Bagaimana hubungan antara variabel-variabel yang akan ditentukan
5. Penggunaan program komputer (jika ingin mendalaminya)
I. PENGADMINISTRASIAN (ORGANISASI)
Setelah peneliti mengetahui atau memutuskan populasi yang akan ditentukan dan
digunakan seperti (a) daerah penelitian, (b). hakekat dan jenis data yang akan
dikumpulkan; (c). jenis-jenis prosedur yang akan dipakai untuk mengumpulkan dan
menganalisa data, peneliti telah mempunyai dasar untuk memutuskan serangkaian
keputusan-keputusan Administratif yang Rasional seperti perkiraan biaya (a); Personil
(peneliti utama, madya, pembantu peneliti (b); jadwal waktu (c) dan (d). rencana kerja.
A. RENE DESCARTES
Dalam karyanya “Discourse On Method” dikemukakan 6 (enam ) prinsip metodologi
yaitu :
1. Membicarakan masalah ilmu pengetahuan diawali dengan menyebutkan akal sehat
(common sense) yang pada umumnya dimiliki oleh semua orang. Akal sehat menurut
Descartes ada yang kurang, adapula yang lebih banyak memilikinya, namun yang
terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah.
2. Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam
aktivitas ilmiah maupun penelitian. Descartes mengajukan 4 (empat) langkah atau aturan
yang dapat mendukung metode yang dimaksud yaitu:
1. Janganlah pernah menerima baik apa saja sebagai yang benar, jika anda tidak
mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai kebenaranya. Artinya, dengan cermat
hindari kesimpulan-kesimpulan dan pra konsepsi yang terburu-buru dan jangan
memasukkan apapun kedalam pertimbangan anda lebih dari pada yang terpapar dengan
begitu jelas sehingga tidak perlu diragukan lagi.
2. Pecahkanlah setiap kesulitan anda menjadi sebanyak mungkin bagian dan sebanyak
yang dapat dilakukan untuk mempermudah penyelesaiannya secara lebih baik.
3. Arahkan pemikiran andah secara jernih dan tertib, mulai dari objek yang paling
sederhana dan paling mudah diketahui, lalu meningkat sedikit demi sedikit, setahap demi
setahap kepengetahuan yang paling kompleks, dan dengan mengandaikan sesuatu urutan
bahkan diantara objek yang sebelum itu tidak mempunyai ketertiban baru.
4. Buatlah penomoran untuk seluruh permasalahan selengkap mungkin, dan adakan
tinjauan ulang secara menyeluruh sehingga anda dapat merasa pasti tidak suatu pun yang
ketinggalan.
5. Langkah yang digambarkan Descartes ini menggambarkan suatu sikap skeptis metodis
dalam memperoleh kebenaran yang pasti.
3. Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan metode
sebagai berikut:
1. Mematuhi undang-undang dan adat istiadat negeri, sambil berpegang pada agama yang
diajarkan sejak masa kanak-kanak.
2. Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling meyakinkan maupun
yang paling meragukan.
3. Berusaha lebih mengubah diri sendiri dari pada merombak tatanan dunia.
4. Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acap kali terkecoh oleh indera. Kita
memang dapat membayangkan diri kita tidak berubah namun kita tidak dapat
membayangkan diri kita tidak bereksistensi, karena terbukti kita dapat menyangsikan
kebenaran pendapat lain. Oleh karena itu, kita dapat saja meragukan segala sesuatu,
namun kita tidak mungkin meragukan kita sendiri yang sedang dalam keadaan ragu-ragu.
5. Menegaskan prihal dualisme dalam diri manusia yang terdiri atas dua substansi yaitu
RESCOGITANS (jiwa bernalar) dan RES-EXTENSA (jasmani yang meluas). Tubuh
(Res-Extensa) diibaratkan dengan mesin yang tentunya karena ciptaan Tuhan, maka
tertata lebih baik. Atas ketergantungan antara dua kodrat ialah jiwa bernalar dan kodrat
jasmani. Jiwa secara kodrat tidak mungkin mati bersama dengan tubuh. Jiwa manusia itu
abadi.
B. ALFRED JULESAYER
Dalam karyanya yang berjudul Language, truth and logic yang terkait dengan prinsip
metodologi adalah prinsip verifikasi. Terdapat dua jenis verifikasi yaitu:
1. Verifikasi dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu sejauh mana kebenaran suatu
proposisi (duga-dugaan) itu mendukung pengalaman secara meyakinkan
2. Verifikasi dalam arti yang lunak, yaitu jika telah membuka kemungkinan untuk
menerima pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau) dan ramalan masa depan
sebagai pernyataan yang mengandung makna
3. Ayer menampik kekuatiran metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-
pernyataan metafisika (termasuk etika theologi) merupakan pernyataan yang MEANING
LESS (tidak bermakna) lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi apapun
IV. PENUTUP
Sebagai penutup, dengan memahami dan menghayati metodologi dan sembilan keajaiban
(magic) pembuatan proposal penelitian semoga kita memiliki tenaga ahli peneliti yang
genius, cerdas (a) dan (c) menghasilkan luaran penelitian yang berkualitas, serta (c).
dapat menyinari instansi terkait sebagai bahan masukan bagi pengembangan kebijakan
dan program yang operasional dimasa datang. Agar tujuan tersebut dapat diwujudkan,
berikut disampaikan dua puluh satu kiat untuk mencapai sukses dari Nugroho A Suryo
sebagai berikut:
1. Kenali diri sendiri dan lingkungan sekitar kitanya. Manfaatkan kekuatan yang dimiliki,
hilangkan kelemahan, gunakan peluang dan hindari ancaman yang ada.
2. Bekerjalah dengan keras dan cerdik. Gunakan kreativitas untuk mempperoleh
keunggulan bersaing.
3. Milikilah komitment yang kuat untuk menjadi pemenang dan jangan mudah putus asa.
4. Bekerjalah dengan memperhatikan konsep bisnis, indera bisnis dan suara hati nurani.
5. Buatlah perencanaan kerja tetapi jangan terlalu kaku dengan rencana tersebut.
6. Belajarlah dari pengalaman orang lain atau perusahaan lain, dan ikuti perkembangan
konsep bisnis.
7. Berani mengakui kesalahan dan tidak mengulangi kesalahan yang sama atau yang
sudah di ketahui.
8. Berani mengambil resiko tetapi berani pula mengelola resiko dengan baik.
9. Komunikasikan pendapat secara nasional dan jangan cari musuh.
10. Lakukan perbaikan secara terus menerus baik dari sendiri maupun proses kerja di
perusahaan.
11. Lihatlah perubahan sebagai teman bukan sebagai musuh.
12. Tanggap atas perubahan yang terjadi maupun yang akan terjadi.
13. Perbesar jaringan bisnis yang ada. Gunakan jaringan yang ada dan perbesar terus.
Jaringan ini bukan untuk membentuk kolusi atau nepotisme, tetapi memperbesar peluang
dengan cara sehat.
14. Jangan terlalu sering pindah kerja atau usaha. Tekunilah apa yang dikerjakan. Dengan
menekuni, maka seseorang akan mengenali, menikmati pekerjaannya dengan baik dan
menjadi ahli dibidangnya.
15. Tingkatkan kemampuan berbaha asing.
16. Tingkatkan kemampuan kepemim-pinan dan kemampuan impersonal.
17. Tingkatkan kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan imple-mentasi
perubahan yang besar.
18. Tingkatkan kemampuan mengatasi konflik dan jangan menjadi penyebab konflik.
19. Tingkatkan terus kemampuan, ketrampilan kecil seperti teknik penyusunan laporan,
pembuatan proposal yang baik, teknik presentasi dan teknik negosiasi.
20. Tingkatkan terus motivasi kerja dan tunjukkan kemampuan untuk berprestasi.
21. Tingkatkan terus motivasi kerja dan kemampuan bawahan atau kelompok kerja anda.
Sumber:
http://supermahasiswa.multiply.com/journal/item/5/Sukses_Membuat_Proposal_Penelitia
n
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab III akan dikemukakan mengenai lokasi peneitian,
populasi, sampel, metode pengumpulan data, langkah-langkah penyusunan
instrumen penelitian, kisi-kisi penelitian, dan analisis data.
A. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di desa Kopen kecamatan Teras
kabupaten Boyolali Jawa Tengah dengan menitikberatkan pada
pemanfaatan dana bergulir IDT pasca program. Pemilihan lokasi desa
Kopen dengan pertimbangan telah menerima dana bergulir IDT tiga kali
secara berurutan yaitu tahun anggaran 1993/1994, 1994/1995 dan
1995/1996.
B. Populasi, Sampel dan Metode Pengumpulan Data
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah anggota dari 12 kelompok
masyarakat (pokmas) penerima bantuan dana bergulir IDT (Inpres
Desa Tertinggal). Satuan analisis adalah individu anggota pokmas,
satuan pengamatannya adalah para pengelola dana bergulir IDT yang
terdiri dari pengurus pokmas, anggota pokmas, badan-badan
pemerintah dan lembaga-lembaga terkait di desa Kopen kecamatan
Teras kabupaten Boyolali Jawa Tengah.
2. Sampel
Mengingat populasi penelitian ini banyak maka untuk efesiensi
waktu, biaya dan tenaga akan dilakukan sampling terhadap populasi
yang dianggap mewakili populasi secara keseluruhan dalam penelitian.
Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan Simple
Random sample (sampel acak sederhana). Sebuah sampel dari populasi
mempunyai kesempatan sama untuk dipilih sebagai sampel. Hasilnya
dievaluasi secara obyektif faktor obyektif bebas dari pengaruh dari
subyektivitas peneliti ataupun orang lain.
Jumlah populasi (N) sebanyak 329 KK yang terbagi dalam 12
kelompok masyarakat (pokmas) yang masing masing beranggotakan
rata-rata 27 KK. Dari 12 Pokmas diambil secara acak tiap pokmas 5
responden sehingga sampel dalam penelitian ini adalah 60 KK / 60
responden.
3. Metode pengumpulan data
Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer atau
data lapangan. Data primer diperoleh dengan pertanyaan kuisioner/
angket yang diberikan kepada responden yang dipilih sedangkan data
sekunder di dapat dari laporan mengenai pokmas, penelitian program
IDT dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan pelaksanaan
program IDT.
C. Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen Penelitian/Kuisioner.
Menurut Arikunto (2002: 178) penyusunan kuisioner sebagai
instrumen pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1).
Mengadakan identifikasi variabel-variabel yang ada di rumusan judul
penelitian atau yang tertera dalam masalah penelitian; 2). Menjabarkan
variabel menjadi sub atau bagian variabel; 3). Mencari indikator setiap
sub atau bagian variabel; 4). Menderetkan deskriptor dari setiap
indikator; 5). Merumuskan setiap deskriptor menjadi butiran-butiran
instrumen; 6). Melengkapi instrumen (pedoman atau instruksi) dan kata
pengantar.
Keseluruhan rincian variabel menjadi subvariabel kemudian
diteruskan menjadi indikator dan deskriptor ini dikenal dengan kisikisi
penyusunan instrumen (Arikunto, 2002: 178). Berikut ini kisi-kisi
penelitian:
1. Kisi-Kisi Variabel Jenis Usaha
Variabel
Sub Variabel Indikator Deskriptor Aras
ukur
Jenis
usaha
Macam usaha
yang dipilih
untuk kegiatan
ekonomi,
meningkatkan
pendapatan,
mencukupi
kebutuhan
dasar
orang miskin.
1. Memilih jenis
usaha sesuai
dengan potensi
SDA, SDM dan
pasar merupakan
salah satu tolok
ukur keberhasilan
2. Keterlibatan
anggota pokmas
dalam memilih
jenis usaha.
3. Ketepatan
anggota pokmas
dalam
menentukan jenis
usaha yang
dipilih.
4. Pengembangan
jenis usaha yang
dilaksanakan
merupakan salah
satu tolok ukur
pemilihan jenis
usaha.
1. Apakah
kegiatan
ekonomi yang
sdr. Lakukan
telah dipilih
secara tepat.
2. Apakah sdr.
Dilibatkan
dalam
pengambilan
keputusan
3.Apakah jenis
usaha yang sdr.
pilih
sebelumnya
sudah ada.
4. Apakah ada
keinginan atau
minat sdr.
untuk
membuka
usaha baru
ordinal
ordinal
ordinal
ordinal
2. Kisi-Kisi Variabel Besar Dana Diterima
Variabel
Sub
Variabel
Indikator Deskriptor Aras
Ukur
Besar
dana
yang
diterima.
Jumlah
uang
tunai
yang
diterima
dari
pokmas
1. Jumlah uang yang
diterima sebagai
modal kerja untuk
kegiatan usaha
sebagai tolok ukur
keberhasilan
pemanfaatan
jumlah dana yang
diterima.
2. Jumlah kebutuhan
nyata dana yang
diperlukan untuk
kegiatan usaha lain
sebagai tolok ukur
keberhasilan
pemanfaatan dana
yang diterima.
3. Jumlah kebutuhan
dana lain sebagai
tolok ukur
keberhasilan
variabel
pemanfaatan
jumlah dana yang
diterima.
4. Jumlah dana yang
dimiliki sendiri
sebagai tolok ukur
pemanfaatan
jumlah dana yang
diterima.
1. Apakah dana
IDT yang
diterima cukup
untuk memulai
kegiatan
usaha?
2. Apakah dana
yang diterima
memadai untuk
kegiatan usaha?
3. Apakah anda
juga membutuhkan
dana dari
sumber lain?
4. Apakah anda
mempunyai
modal
sendiri pada
saat memulai
kegiatan
usaha?
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
3. Kisi-Kisi Variabel Partisipasi Anggota Pokmas
Vari
-abel
Sub
Variabel
Indikator Deskriptor Aras
Ukur
Partisipasi
anggota
pokmas
Keterlibatan
secara
fisik dan
pikiran
sejak
perencanaan,
pelaksanaan,
pemanfaatan
hasil
usaha,
evaluasi
dan
bertanggung
jawab
atas
segala
risiko
yang
terjadi
1. Frekuensi
kehadiran dalam
rapat pokmas
merupakan tolok
ukur keberhasilan
variabel partisipasi
2. Frekuensi
memberikan usul
saran, memberikan
sarana dan
prasarana dalam
rapat pokmas
sebagai tolok ukur
keberhasilan
variabel partisipasi
3. Ketaatan pada
keputusan rapat
kelompok sebagai
tolok ukur
keberhasilan
variabel partisipasi
4. Pengembalian
dana yang diterima
tepat waktu
sebagai tolok ukur
keberhasilan
variabel partisipasi
1. Apakah sudara
sering
menghadiri
rapat kelompok
secara teratur?
2. Apakah dalam
rapat saudara
memberikan
usul saran?
3. Apakah sudara
taat
melaksanakan
hasil keputusan
rapat
kelompok?
4. Apakah saudara
mengembalikan
dana IDT yang
diterima tepat
waktu?
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
4. Kisi-Kisi Variabel Keberlanjutan Pemanfatan Dana IDT
Varia
bel
Sub
Variabel
Indikator Deskriptor Aras
Ukur
Keberlanjutan
pemanfaatan
dana
IDT
Dana
IDT yang
di terima
selalu
dimanfat
kan oleh
anggota
pokmas
untuk
menge
bangkan
usahanya
secara
terus
menerus
1. Frekuensi
pemanfaatan dana
IDT adalah tolok
ukur dari
keberlanjutan
pemanfaatan dana
IDT.
2. Omset usaha terus
bertambah besar
adalah tolok ukur
keberlanjutan
pemanfaatan dana
IDT.
3. Pemanfaatan dana
IDT di luar kegiatan
ekonomi produktif
sebagai tolok ukur
keberlanjutan
pemanfaatan dana
IDT.
4. Menabung di bank/
lembaga keuangan
lainnya di desa
sebagai tolok ukur
keberlanjutan dana
IDT.
1. Apakah
saudara sering
memanfaat kan
dana IDT.
2. Apakah
kegiatan usaha
saudara
lakukan
omsetnya
bertambah
besar ?
3. Apakah dana
yang diterima
digunakan
untuk kegiatan
lain di luar
kegiatan usaha
produktif ?
4. Apakah
dengan
kegiatan
ekonomi
produktif
dengan dana
IDT yang
diterima telah
memberikan
kesempatanme
nabung yang
lebih besar bagi
saudara ?
Ordin
al
Ordin
al
Ordin
al
Ordin
al
C. Tehnik Analisis Data
1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Istilah validitas sering disebut juga kesahihan yang
mengandung pengertian sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dipakai untuk melakukan pengukuran. Menurut pendapat
Sudaryanto (2003: 89) dalam penentuan validitas ada 3 hal penting
yang harus dipenuhi yaitu kriteria pengukuran harus relevan, isi
pengukuran harus relevan, dan cara pengukuran harus relevan.
Reliabilitas atau istilah lainnya yaitu reproduksibilitas,
keterandalan, keandalan, presisi, atau ketepatan pengukuran adalah
mencakup tingkat kepercayaan data yang diperoleh dari responden
karena hal ini dipengaruhi oleh sikap, motivasi dan persepsi responden
dalam memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Dalam bukunya Sudaryanto (2003: 89) mengemukakan
suatu pengukuran disebut reliabel, bila memberikan nilai yang sama
atau hampir sama pada pemeriksaaan berulang-ulang.
2. Analisis Regresi Berganda.
Permasalahan yang akan dibahas adalah sampai sejauh mana
pengaruh faktor jenis usaha (x1), dana yang diterima (x2), dan
partisipasi anggota pokmas (x3) terhadap keberlanjutan pemanfaatan
dana bergulir IDT (Y) dengan menggunakan analisis regresi berganda
karena variabel dependen dipengaruhi tiga variabel independen.
Rumus matematikanya adalah sebagai berikut:
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + e
dimana: Y = Keberlanjutan Pemanfaatan Dana IDT’
a = intercept
x1 = Jenis usaha
x2 = Besar dana diterima
x3 = Partisipasi anggota
b = Koefisien regresi
e = error
Sedangkan untuk menganalisa model tersebut dilakukan pengujian
sebagai berikut:
a. Uji t.
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen dengan hipotesa sebagai berikut:
Hipotesis nol atau Ho: bi = 0 artinya variabel independen bukan
merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
Hipotesis alternatif atau Ha: bi ¹ 0 artinya variabel independen
merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria bila t
hitung > t tabel maka menolak Ho dan menerima Ha artinya ada
pengaruh antara variabel dependen terhadap variabel independen dengan
derajat keyakinan yang digunakan adalah a = 1 %, a = 5%, a = 10 %,
dan begitu pula sebaliknya.
b. Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesa yang dipakai
sebagai berikut :
Ho: b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen.
Ha: b1 ¹ b2 ¹ b3 ¹ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
Cara menentukan kriteria dengan membandingkan nilai F hitung
dengan F tabel sebagai berikut:
Jika F hitung > dengan F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya
semua variabel independen secara bersama-sama merupakan penjelas
yang signifikan terhadap variabel dependen begitu pula sebaliknya.
c. Koefisien Determinasi (R²)
Uji ketepatan perkiraan (R²) dilakukan untuk mendeteksi
ketepatan paling baik dari garis regresi. Uji ini dilakukan dengan melihat
besarnya nilai koefisien determinasi R² merupakan besaran nilai non
negatif. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara nol sampai
dengan 1 (1³ R²³0). Koefisien determinasi bernilai nol berarti tidak ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen,
sebaliknya nilai koefisien determinasi 1 berarti suatu kecocokan
sempurna dari ketepatan pekiraan model.
3. Uji Asumsi Klasik.
a. Uji normalitas.
Uji ini dilakukan untuk memastikan e (error term) tersebar
normal. Jika e tersebut normal maka koefesien OLS (b OLS) juga
tersebar normal dengan demikian Y juga normal, hal ini disebabkan
adanya hubungan linier antara e, b dan Y. Untuk menguji sebaran e
dapat digunakan uji JB (Jarque Berra). Error term (e) disebut normal
jika nilai JB lebih rendah atau sama dengan nilai kritis tabel chi square
(derajat bebas, alpha).
Hipotesis yang dipakai adalah Ho diterima dan Ha ditolak jika
nilai JB lebih besar dari tabel chi square, berarti sebaran error (e) dan
Y tidak normal dan Ho ditolak sedangkan Ha diterima jika nilai JB
lebih kecil dari nilai tabel chi square berarti sebaran error (e) dan Y
normal.
b. Uji multikolinearitas
Multikolinearitas sering terjadi jika diantara variabel bebas (x)
saling berkorelasi sehingga tingkat penelitian pemerkiraan semakin
rendah. Di samping itu interval keyakinan kesimpulan yang diambil
keliru. Multikolinearitas yang berat dapat mengubah tanda koefisien
regresi yang seharusnya bertanda (+) berubah (-) atau sebaliknya. Uji
multikolinearitas diperoleh dengan beberapa langkah yaitu 1).
melakukan regresi model lengkap Y = f (X1…Xn) sehingga kita
mendapatkan R square; 2). Melakukan regresi X1 terhadap seluruh X
lainnya, maka diperoleh nilai Ri square (regresi ini disebut auxiliary
regression); dan 3). Membandingkan nilai Ri square dengan R square.
Hipotesa yang dapat dipakai adalah Ho diterima apabila Ri square < R
square model pertama berarti tidak terjadi multikolinearitas dan Ha
diterima apabila Ri square > R square model pertama berarti terjadi
masalah multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas adalah suatu kondisi dimana sebaran atau
variance dari u tidak konstan sepanjang observasi. Jika harga X makin
besar maka sebaran Y makin lebar atau makin sempit. Untuk menguji
heterokedastisitas dapat dilakukan dengan uji white sebagai berikut:
1). Lakukan regresi model yang kita miliki dan kita dapatkan nilai
residual untuk (estimasi error);
2). Lakukan regresi auxiliary kita dapatkan nilai R² dari regresi ini
kemudian kita hitung X² dengan rumus n x X²;
3). Dibandingkan X² dari regresi diatas dengan nilai chi square dengan
derajad bebas 2 dan alpha 1 %.
Jika R² x n lebih besar dari nilai tabel chi square (alpha, df)
berarti terjadi heteroskedastisitas jika sebaliknya berarti tidak
heteroskedastisitas. Dalam pengolahan data akan menggunakan
program komputer SPSS versi 10.
www.damandiri.or.id/file/waluyojatiunmuhsurakartabab3.pdf
PENDAHULUAN
Sesuai dengan nama yang disandangnya, tujuan dari Grounded Theory Approach adalah
teoritisasi data. Teoritisasi adalah sebuah metode penyusunan teori yang berorientasi
tindakan/interaksi, karena itu cocok digunakan untuk penelitian terhadap perilaku.
Penelitian ini tidak bertolak dari suatu teori atau untuk menguji teori (seperti paradigma
penelitian kuantitatif), melainkan bertolak dari data menuju suatu teori. Untuk maksud itu,
yang diperlukan dalam proses menuju teori itu adalah prosedur yang terencana dan teratur
(sistematis). Selanjutnya, metode analisis yang ditawarkan Grounded Theory Approach
adalah teoritisasi data (Grounded Theory).
Pada dasarnya Grounded Theory dapat diterapkan pada berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial,
namun demikian seorang peneliti tidak perlu ahli dalam bidang ilmu yang sedang
ditelitinya. Hal yang lebih penting adalah bahwa dari awal peneliti telah memiliki
pengetahuan dasar dalam bidang ilmu yang ditelitinya, supaya ia paham jenis dan format
data yang dikumpulkannya.
PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Bertolak dari dasar asumsi dan kemungkinan yang diutarakan di atas, rumusan masalah
dalam Grounded Theory disusun secara bertahap. Pada tahap awal –sebelum
pengumpulan data, dikemukan rumusan masalah yang bersifat luas (tetapi tidak terlalu
terbuka), yang kemudian nanti –setelah data yang bersifat umum dikumpulkan—rumusan
masalahnya semakin dipersempit dan lebih difokuskan sesuai dengan sifat data yang
dikumpulkan. Intinya adalah, bahwa rumusan masalah dalam Grounded Theory disusun
lebih dari satu kali. Rumusan masalah yang diajukan pada tahap pertama dimaksudkan
sebagai panduan dalam mengumpul data, sedangkan rumusan masalah yang diajukan pada
tahap berikutnya dimaksudkan sebagai panduan untuk menyusun teori. Perumusan
masalah yang disebut terakhir ini inheren dengan perumusan hipotesis penelitian.
Seperti lazimnya pada setiap penelitian, rumusan masalah yang disusun pada tahap awal
adalah yang memiliki substansi yang jelas serta diformulasikan dalam bentuk pertanyaan.
Ciri rumusan masalah yang disarankan dalam Grounded Theory adalah; (a) berorientasi
pada pengidentifikasian fenomena yang diteliti; (b) mengungkap secara tegas tentang
obyek (formal dan material) yang akan diteliti, serta (c) berorientasi pada proses dan
tindakan. Contoh rumusan masalah awal pada Grounded Theory; "Bagaimanakah wanita
yang berpenyakit kronis mengatasi kehamilan?" Pertanyaan yang diajukan dalam rumusan
masalah ini bermaksud untuk; (a) mengenali secara tepat dan mendalam perilaku wanita
yang sedang berpenyakit kronis dalam mengatasi kehamilannya, (b) obyek formal
penelitian adalah wanita yang berpenyakit kronis yang sedang hamil; sedangkan obyek
materialnya adalah cara-cara yang dilakukan oleh wanita itu dalam mengatasi persoalan
kehamilan dalam kondisi sakit, dan (c) orientasi utama yang disoroti adalah tahapan
tindakan si wanita dan jenis-jenis atau bentuk-bentuk tindakan yang dipilih.
PENGGUNAAN TEORI TERDAHULU
Dalam pendekatan Grounded Theory, teori yang sudah ada harus diletakkan sesuai
dengan maksud penelitian yang dikerjakan:
• Jika peneliti menghadapi kesulitan dalam hal konsep ketika merumuskan masalah,
membangun kerangka berpikir, dan menyusun bahan wawancara, maka konsep-
konsep yang digunakan oleh teori terdahulu dapat dipinjam untuk sementara
sampai ditemukan konsep yang sebenarnya dari kancah.
• Jika penelitian dengan Grounded Theory menemukan teori yang memiliki
hubungan dengan teori yang sudah dikenal, maka temuan baru itu merupakan
sumbangan baru untuk memperluas teori yang sudah ada. Demikian pula, jika
ternyata teori yang ditemukan identik dengan teori yang sudah ada, maka teori
yang ada dapat dijadikan sebagai pengabsahan dari temuan baru itu.
• Jika peneliti sudah menemukan kategori-kategori dari data yang dikumpulkan,
maka ia perlu memeriksa apakah sistem kategori serupa telah ada sebelumnya.
Jika ya, maka peneliti perlu memahami tentang apa saja yang dikatakan oleh
peneliti lain tentang kategori tersebut, tetapi bukan untuk mengikutinya. Penelitian
yang bermaksud memperluas teori;
• Jika penelitian bermaksud untuk memperluas teori yang telah ada, maka penelitian
dapat dimulai dari teori tersebut dengan merujuk kerangka umum teori itu. Dengan
kata lain, kerangka teoritik yang sudah ada bisa digunakan untuk menginterpretasi
dan mendekati data. Namun demikian, penelitian yang sekarang harus
dikembangkan secara tersendiri dan terlepas dari teori sebelumnya. Dengan
demikian, penelitian dapat dengan bebas memilih data yang dikumpulkan,
sehingga memungkinkan teori awalnya dapat diubah, ditambah, atau dimodifikasi.
• Jika penelitian sekarang bertolak dari teori yang sudah ada, maka ia dapat
dimanfaatkan untuk menyusun sejumlah pertanyaan atau menjadi pedoman dalam
pengamatan /wawancara untuk mengumpul data awal.
• Jika temuan penelitian sekarang berbeda dari teori yang sudah ada, maka peneliti
dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa temuannya berbeda dengan teori yang
ada.
ANALISIS DATA
Pada esensinya kegiatan pengumpulan dan analisis data dalam Grounded Theory adalah
proses yang saling berkaitan erat, dan harus dilakukan secara bergantian (siklus). Karena
itu kegiatan analisis --yang dibicarakan pada bagian berikut-- telah dikerjakan pada saat
pengumpulan data sedang berlangsung.
Kegiatan analisis dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk pengkodean (coding).
Pengkodean merupakan proses penguraian data, pengonsepan, dan penyusunan kembali
dengan cara baru. Tujuan pengkodean dalam penelitian Grounded Theory adalah untuk;
(a) menyusun teori, (b) memberikan ketepatan proses penelitian, (c) membantu peneliti
mengatasi bias dan asumsi yang keliru, dan (d) memberikan landasan, memberikan
kepadatan makna, dan mengembangkan kepekaan untuk menghasilkan teori.
Terdapat dua prosedur analisis yang merupakan dasar bagi proses pengkodean, yaitu; (a)
pembuatan perbandingan secara terus-menerus (the constant comparative methode of
analysis); dan (b) pengajuan pertanyaan. Dalam konteks penelitian Grounded Theory, hal-
hal yang diperbandingkan itu cukup beragam, yang intinya berada pada sekitar; (i)
relevansi fenomena atau data yang ditemukan dengan permasalahan pokok penelitian, dan
(ii) posisi dari setiap fenomena dilihat dari sifat-sifat atau ukurannya dalam suatu
tingkatan garis kontinum.
Pelabelan fenomena
Pelabelan fenomena merupakan langkah awal dalam analisis. Yang dimaksud dengan
pelabelan fenomena adalah pemberian nama terhadap benda, kejadian atau informasi yang
diperoleh melalui pengamatan dan atau wawancara. Pada hakikatnya, pelabelan itu
merupakan suatu pembuatan nama dari setiap fenomena dengan konsep-konsep tertentu.
Jadi pelabelan fenomena itu tidak lain adalah satu kegiatan konseptualisasi data.
Pada hakikatnya, setiap fenomena yang sudah diberi label adalah unit-unit data yang
masih berserakan. Kapasitas intelektual manusia tidak cukup kuat untuk sekaligus
memproses dan menganalisis informasi yang jumlahnya besar seperti itu. Untuk
menyederhanakan data tersebut perlu dipisahkan ke dalam beberapa kelompok.
Penyederhanaan data itu pada umumnya dilakukan dengan cara mereduksi data sehingga
menjadi lebih ringkas dan padat, kemudian membagi-baginya ke dalam kelompok-
kelompok tertentu (kategorisasi) sesuai sifat dan substansinya. Proses kategorisasi ini
pada dasarnya tergantung pada tujuan penelitian yang sudah ditetapkan pada rancangan
penelitian.
Jika dalam pelabelan fenomena dilakukan proses konseptualisasi, maka dalam pemberian
nama kategori dilakukan proses abstraksi. Kegiatan ini berkaitan dengan logika induktif,
di mana sejumlah unit data yang sama atau memiliki keserupaan dikelompokkan dalam
satu kategori kemudian diberi nama yang lebih abstrak. Kambing, lembu, dan kerbau,
misalnya, adalah konsep-konsep yang memiliki keserupaan dan dapat dikelompokkan jadi
satu kategori dengan nama binatang menyusui (mamalia). Contoh lain, jika anda melihat
anak-anak sedang bermain, lalu ada yang "merebut" mainan, "menyembunyikan mainan",
"menjauhi teman", "menangis", maka semua konsep perilaku itu dapat dijadikan satu
kategori, yaitu sebagai "strategi untuk menghindari pinjaman atas mainan miliknya".
Intinya adalah memadukan konsep-konsep –yang menurut tujuan penelitian anda
memiliki keserupaan—menjadi satu kategori dan kemudian memberi label (nama) yang
lebih abstrak yang mencakup semua konsep tersebut.
Dalam pemberian nama kategori ini, adakalanya peneliti membuat sendiri nama yang
sesuai dengan kelompok unit data, tetapi adakalanya meminjam istilah yang sudah dibuat
oleh peneliti atau ahli lainnya. Kedua-duanya tetap dibenarkan dalam Grounded Theory.
Namun demikian, cara pemberian nama yang paling dianjurkan, adalah dengan
menggunakan istilah yang dipakai oleh subyek yang diteliti, karena cara inilah yang
disarankan sesuai dengan pendekatan emic yang menjadi ciri dari setiap penelitian
kualitatif.
Penyusunan Kategori
Dasar untuk penyusunan kategori adalah sifat dan ukurannya. Yang dimaksud dengan
sifat di sini adalah karakteristik atau atribut suatu kategori (yang berfungsi sebagai ranah
ukuran, dimensional range), sedangkan ukuran adalah posisi dari sifat dalam suatu
kontinium. Lambang-lambang Partai Golkar dalam suatu kampanye, misalnya, berupa
kaos, jaket, topi, bendera, spanduk, umbul-umbul, dan sebagainya, semua dikategorikan
dengan "warna kuning". "Warna kuning" (kategori) dari lambang-lambang yang tampak
itu sesungguhnya tidak persis sama, di sana ada perbedaan baik dari segi intensitas
coraknya, maupun kecerahannya. Intensitas corak dan kecerahan itulah sifat dari "warna
kuning" tersebut. Masing-masing sifat itu memiliki dimensi yang dapat diukur. Setiap
dimensinya dapat ditempatkan pada posisi tertentu dalam garis kontinium. Intensitas
corak warna itu, misalnya, dapat diberi ukuran mulai dari yang "kuning tebal" (orange)
sampai pada "kuning tipis" (keputih-putihan). Demikian seterusnya, setiap kategori data
bisa ditempatkan di mana saja di sepanjang kontinua dimensional secara bervariasi.
Akibatnya, setiap kategori memiiki profil dimensional yang terpisah. Beberapa profil itu
dapat dikelompokkan sehingga membentuk suatu pola. Profil dimensional ini
menggambarkan sifat khusus dari suatu fenomena dalam kondisi-kondisi yang ada.
Hal penting yang perlu dipahami adalah penentuan sifat umum dari suatu fenomena atau
kategori. Sifat umum dari setiap kategori fenomena tentu tidak sama. Sifat umum dari
warna, adalah intensisitas corak dan kecerahan, sedangkan sifat umum dari perilaku
adalah frekuensi, intensitas, durasi, dan seterusnya.
Pengkodean terporos adalah seperangkat prosedur penempatan data kembali dengan cara-
cara baru dengan membuat kaitan antarkategori. Pengkodean ini diawali dari penentuan
jenis kategori kemudian dilanjutkan dengan penemuan hubungan antar kategori atau
antarsubkategori.
Dalam Grounded Theory, setiap kategori harus dikelompokkan ke dalam satu jenis
kategori berikut; yaitu kondisi kausal, konteks, kondisi pengaruh, strategi aksi/interaksi,
dan konsekuensi. Sistem pengelompokan kategori ini disebut dengan model paradigma
Grounded Theory. Tugas peneliti pada tahap ini adalah memberi kode terhadap setiap
kategori data, dengan mengajukan pertanyaan, "termasuk jenis kategori apa data ini"?
Model paradigma inilah yang menjadi dasar untuk menemukan hubungan antar kategori
atau antarsubkategori.
Mengingat masalah penelitian dalam Grounded Theory masih bersifat umum, mungkin
sekali peneliti menemukan sejumlah besar data dengan kategori dan hubungan
antarkategori/subkategori yang banyak dan bervariasi. Kenyataan ini tentu dapat
membingungkan, karena datanya masih belum terfokus pada titik tertentu. Untuk
menyederhanakannya perlu dilakukan proses penggabungan dan atau seleksi secara
sistematis.
Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk menyederhanakan data adalah dengan
menggabungkan semua kategori, sehingga menghasilkan tema khusus. Penggabungan
tidaklah banyak berbeda dengan pengkodean terporos, kecuali tingkat abstraksnya.
Konsep-konsep yang digunakan dalam penggabungan lebih abstrak dari konsep
pengkodean terporos. Cara ini merupakan tugas peneliti yang paling sulit. Kepekaan
teoritik dari peneliti amat penting di sini. Inti dari proses penggabungan itu adalah,
bagaimana peneliti dapat menemukan spirit teoritis dari semua kategori. Spirit teoritis itu
mungkin saja tidak tampak secara eksplisit, tetapi tertangkap oleh pikiran peneliti.
Ada beberapa tahapan kerja yang disarankan dalam proses pengkodean terpilih ini;
Mengidentifikasi data dengan menulis beberapa kalimat pendek yang berisi inti cerita atau
data. Pertanyaan yang perlu diajukan peneliti terhadap dirinya sendiri, adalah "apakah
yang tampak menonjol dari wilayah penelitian ini?", atau "apa masalah utamanya".
Menyimpulkan dan memberi kode terhadap satu atau dua kalimat sebagai kategori inti.
Keriteria kategori inti yang disimpulkan itu ialah bahwa ia merupakan inti masalah yang
dapat mencakup semua fenomena/data. Kategori inti harus cukup luas agar mencakup dan
berkaitan dengan kategori lain. Kategori inti ini dapat diibaratkan sebagai matahari yang
berhubungan secara sistematis dengan planet-planet lain. Lalu kategori inti tersebut diberi
nama (konseptualisasi).
Menentukan pilihan kategori inti. Jika ternyata pada tahap "c" ada dua atau tiga kategori
inti, maka mau tak mau harus dipilih satu saja. Kategori inti lainnya dijadikan sebagai
kategori tambahan yang tidak menjadi inti pembahasan dalam penelitian ini.
Pada tahap penggabungan dan atau pemilihan ini, peneliti sebenarnya telah sampai pada
penemuan tema pokok penelitian. Pada umumnya metode kualitatif menganggap
penelitian telah selesai pada penemuan tema ini. Lain hal dalam Grounded Theory, tema
utama (yang sudah ditemukan) dipandang sebagai dasar untuk merumuskan masalah
utama dan hipotesis penelitian. Karena itu, peneliti perlu merumuskan masalah pokok dan
hipotesis penelitiannya. Berdasarkan masalah dan hipotesis itu, peneliti harus kembali lagi
ke lapangan untuk mengabsahkan atau membutikannya. Hasil pembuktian itulah yang
menjadi temuan penelitian, yang disebut sebagai teori.
4. Analisis Proses
Menganalisis proses merupakan bagian penting dalam Grounded Theory. Yang dimaksud
dengan analisis proses adalah pengaitan urutan tindakan/interaksi. Kegiatan analisis ini
terdiri dari penelusuran terhadap; (a) perubahan kondisi, (b) respon (strategi
aksi/interaksi) terhadap perubahan; (c) konsekuensi yang timbul dari respon, dan (d)
penjabaran posisi konsekwensi sebagai bagian dari kondisi.
Pada penelitian Grounded Theory, analisis proses bukan merupakan bagian dari tahapan
kegiatan, tetapi sebagai cara untuk mempertajam analisis dalam pengkodean (khusus pada
pengkodean terporos dan pengkodean terpilih). Hasil analisis proses itu juga perlu
ditunjukkan dalam penulisan laporan penelitian. Maksud analisis proses ini adalah sebagai
cara untuk menghidupkan data melalui penggambaran dan pengaitan tindakan/interaksi
untuk mengetahui urutan dan atau rangkaian data. Dalam pengaitan itu tidak hanya untuk
mengenali urutan waktu atau kronologi suatu peristiwa, melainkan yang lebih penting
adalah untuk menemukan keterkaitan antara stimulus, respon, dan akibat. Kondisi, respon,
dan konsekwensi harus dilihat sebagai tiga hal yang terus bergerak secara dinamis dan
berputar mengikuti garis lingkaran.
Dalam prakteknya, proses dapat dilihat sebagai pergerakan progresif dan dapat pula
dilihat sebagai pergerakan nonprogresif. Kedua perspektif proses ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Proses sebagai pergerakan progresif; Jika proses dilihat sebagai pergerakan progresif,
maka peneliti dapat mengkonsepkan data sebagai langkah-langkah, fase-fase, atau
tahapan. Cara ini cukup baik untuk penelitian yang membahas tentang perkembangan,
sosialisasi, transformasi mobilitas sosial, imigrasi, dan peristiwa sejarah. Hal penting yang
perlu diingat di sini ialah bahwa kesemua unsur paradigma Grounded Theory harus
berperan dalam menjelaskan rentang waktu dan variasinya, di mana keterkaitan atau
hubungan-hubungan antar unsur tetap dapat dieksplisitkan.
Pada dasarnya instrumen pengumpul data penelitian Grounded Theory adalah peneliti
sendiri. Dalam proses kerja pengumpulan data itu, ada 2 (dua) metode utama yang dapat
digunakan secara simultan, yaitu observasi dan wawancara mendalam (depth interview).
Metode observasi dan wawancara dalam Grounded Theory tidak berbeda dengan
observasi dan wawncara pada jenis penelitian kualitatif lainnya.
Hal yang spesifik yang membedakan pengumpulan data pada penelitian Grounded Theory
dari pendekatan kualitatif lainnya adalah pada pemilihan fenomena yang dikumpulkan.
Paling tidak, pada Grounded Theory sangat ditekankan untuk menggali data perilaku yang
sedang berlangsung (life history) untuk melihat prosesnya serta ditujukan untuk
menangkap hal-hal yang bersifat kausalitas. Seorang peneliti Grounded Theory selalu
mempertanyakan "mengapa suatu kondisi terjadi?", "apa konsekwensi yang timbul dari
suatu tindakan/reaksi?", dan "seperti apa tahap-tahap kondisi, tindakan/reaksi, dan
konsekwensi itu berlangsung"?.
Dalam Grounded Theory, masalah sampel penelitian tidak didasarkan pada jumlah
populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam beragam bentuknya. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan cara penyampelan teoritik. Penyampelan teoritik
adalah pengambilan sampel berdasarkan konsep-konsep yang terbukti berhubungan secara
teoritik dengan teori yang sedang disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel
peristiwa/fenomena yang menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung
menjawab masalah penelitian. Sebagai contoh, jika peneliti sedang meneliti "warna
kuning" yang di dimensinya terdiri atas "intensitas corak" dan "kecerahan", maka peneliti
memutuskan untuk mendalami "intensitas corak" saja (tidak lagi membahas tentang
'kecerahan"), berarti ia sudah melakukan penyampelan. Penegasan ini memberi makna,
bahwa pada dasarnya yang di sampel itu bukan obyek formal penelitian (orang atau
benda-benda), melainkan obyek material yang berupa fenomena-fenomena yang sudah
dikonsepkan. Namun demikian, karena fenomena itu melekat dengan subyek (orang atau
benda), maka dengan sendirinya obyek formal juga ikut di sampel dalam peroses
pengumpulan atau penggalian fenomena.
Berkenaan dengan proposisi terakhir, pada hakikatnya fenomena yang telah terpilih itulah
yang dicari atau digali oleh peneliti ketika proses pengumpulan data. Karena fenomena itu
melekat dengan subyek yang diteliti, maka jumlah subyek pun terus bertambah sampai
tidak ditemukan lagi informasi baru yang diungkap oleh beberapa subyek yang terakhir.
Itulah sebabnya, penentuan sampel subyek dalam penelitian Grounded Theory, seperti
halnya penelitian kualitatif pada umumnya, tidak dapat direncanakan dari awal. Subyek-
subyek yang diteliti secara berproses ditentukan di lapangan, kaetika pengumpulan data
berlangsung. Cara penyampelan inilah yang disebut dalam penelitian kualitatif sebagai
snow bowl sampling.
Sesuai dengan tahap pengkodean dan analisis data, penyampelan dalam Grounded Theory
diarahkan dengan logika dan tujuan dari tiga jenis dasar prosedur pengkodean. Ada tiga
pola penyampelan teoritik, yang sekaligus menandai tiga tahapan kegiatan pengumpulan
data; (a) penyampelan terbuka, (b) penyampelan relasional dan variasional, serta (c)
penyampelan pembeda. Penyampelan ini bersifat kumulatif (di mana penyampelan
terdahulu menjadi dasar bagi penyampelan berikutnya) dan semakin mengerucut sejalan
dengan tingkat kedalaman fokus penelitian. Keterangan yang berkenaan dengan tiga pola
penyampelan ini dapat diringkas sebagai berikut:
PENUTUP
Grounded Theory Approach adalah satu jenis metode penelitian kualitatif yang
berorientasi pada penemuan teori dari kancah. Dilihat dari prosedur, prinsip, dan teknik
yang digunakan, metode ini benar-benar bersifat kualitatif murni, tetapi jika dilihat dari
kerangka berpikir yang digunakan ternyata secara implisit pendekatan ini meminjam
metode kuantitatif. Paling tidak ada 3 (tiga) dasar kerangka berpikir kuantitif yang
dipinjam Grounded Theory;
Penggunaan hukum kausalitas sebagai dasar penyusunan teori. Seperti diketahui, bahwa
dalam epistemologi ilmiah, prinsip kausalitas adalah salah asumsi dasar bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, karena sangat diyakini bahwa segala hal yang terjadi di
alam ini tidak lepas dari hukum sebab-akibat.
Penggunaan variabel; Secara eksplisit memang tidak pernah disebut-sebut istilah variabel
dalam Grounded Theory. Tetapi dengan penggunaan paradigma teoritik yang membagi
fenomena ke dalam kondisi kausal, konteks, kondisi pengaruh, tindakan/interaksi, dan
konsekwensi, serta mencari hubungan-hubungan antara unsur-unsur itu merupakan
pertanda bahwa di dalam metode ini digunakan konsep-konsep yang identik dengan
variabel.
Perkawinan metode kualitatif dengan kuantitatif dalam Grounded Theory merupakan satu
perkembangan baru yang patut diberi apresiasi positif. Proses perkawinan itu sendiri harus
dimaklumi, tidak saja karena Strauss dan Glaser sebagai dua tokoh penggagas metode ini
yang memiliki latar pemikiran yang berbeda (kualitatif dan kuantitatif), melainkan juga
karena tuntutan perkembangan metode keilmuan yang terus berkembang. Mau tak mau,
metode kualitatif harus menata prosedur dan teknik-teknik penelitiannya agar semakin
dipercaya sebagai metode yang dapat diandalkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
http://www.infoskripsi.com/Theory/Metode-Penelitian-Kualitatif-Grounded-Theory-
Approach.html
soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1991/1992%20meto.pdf
www.damandiri.or.id/file/nurhasyimadunairbab4.pdf