PENDAHULUAN
sehat. Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap kesehatan ibu adalah
keadaan gizi ibu (DepKes,RI, 2003).
Dalam masa kehamilan, kebutuhan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang janin, pemeliharaan
kesehatan ibu, dan persediaan laktasi baik untuk ibu maupun janin. Kekurangan
nutrisi dapat mengakibatkan anemia, abortus, partus prematurus, inersia uteri,
perdarahan, dan lain-lain. Selama kehamilan, terjadi peningkatan kalori sekitar
80.000 kilokalori sehingga dibutuhkan penambahan kalori sebanyak 30
kilokalori/hari. Penambahan kalori ini dihitung melalui protein, lemak yang ada
pada janin, lemak pada ibu, dan konsumsi O2 ibu selama 9 bulan (Yulaikhah,
2009).
Penyesuaian maternal terhadap kehamilan melibatkan perubahan sistem
kardiovaskuler yang ekstensif, baik aspek anatomis maupun fisiologis. Volume
darah meningkat sekitar 1500 ml (nilai normal 8,5-9% BB). Peningkatan terdiri
atas 1000 ml plasma ditambah 450 ml sel darah merah. Peningkatan volume
plasma mulai terjadi pada sekitar minggu ke-10 sampai ke-12, mencapai puncak
sekitar 30-50% di atas volume plasma tidak hamil pada minggu ke-20 sampai ke26, dan menurun setelah minggu ke 30. Peningkatan volume plasma merupakan
mekanisme protektif. Keadaan pembesaran uterus, hidrasi jaringan janin dan ibu
yang adekuat saat ibu berdiri atau terlentang, dan cadangan cairan untuk
mengganti darah yang hilang selama proses melahirkan dan puerperium. Selama
masa hamil terjadi percepatan produksi sel darah merah (normal 4-5,5 juta/mm 3).
Persentasi kenaikan bergantung kepada jumlah zat besi yang tersedia, massa sel
darah merah meningkat 30% sampai 33% pada kehamilan aterm jika ibu
mengonsumsi suplemen zat besi. Apabila tidak mengkonsumsi suplemen zat besi,
sel darah merah hanya meningkat 17% pada beberapa wanita. Walaupun produksi
sel darah merah meningkat, nilai normal hemoglobin (12-16 gr/dl dalam darah)
menurun secara menyolok. Kondisi ini disebut anemia fisiologis, penurunan lebih
jelas terlihat selama trimester kedua, saat terjadi ekspansi volume darah yang
cepat. Apabila nilai hemoglobin turun sampai 10 gr/dl atau lebih wanita dalam
keadaan anemik (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005).
Anemia adalah kondisi dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya
kurang dari 12 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan trimester pertama adalah
saat kadar Hb-nya kurang dari 11 gr/dl, anemia pada trimester kedua saat kadar
Hb-nya kurang dari 10,5 gr/dl, dan anemia pada trimester ketiga saat kadar Hbnya kurang dari 10gr/dl ( Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005).
Anemia yang paling sering dijumpai pada kehamilan adalah anemia
defisiensi zat besi yang kejadiannya sekitar 62,3% pada kehamilan. Anemia
defisiensi zat besi adalah anemia yang terjadi akibat defisiensi zat besi dalam diet,
atau kehilangan darah secara lambat atau kronis (Corwin, 2009).
Pada saat seorang ibu mengetahui kehamilannya, ia harus memeriksakan
kehamilannya secara terus menerus. Salah satunya yaitu melakukan pemeriksaan
laboratorium yang akan dilakukan oleh dokter seperti pemeriksaan kadar
hemoglobin dalam darah untuk mengetahui apakah ibu menderita anemia dan
golongan darah terutama Rh positif atau negatif (Gupte, 2004 ).
pada
bayinya
akan
terjadi
persalinan
premature,
gangguan
mengandung zat besi tinggi yang terdapat pada sayur-sayuran segar seperti
bayam, daun singkong, dan kangkung. Selain itu, zat besi dapat ditemukan pada
buah-buahan, kacang-kacangan (kedelai dan kacang merah), serta makanan
hewani (daging, telur, limpa, dan hati). Penyerapan zat besi dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu bentuk zat besi, asam organik (vitamin C), asam fitat
dan asam oksalat dalam sayuran, tannin yang terdapat dalam teh dan kopi, serta
tingkat keasaman lambung. Vitamin C dapat meningkatkan penyerapan zat besi,
sedangkan asam fitat, asam oksalat dan tanin dapat mengurangi jumlah serapan
(Almatsier, 2002).
Sebagian besar anemia di Indonesia selama ini dinyatakan sebagai akibat
kekurangan besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, sehingga
pemerintah Indonesia mengatasinya dengan mengadakan pemberian suplemen zat
besi untuk ibu hamil mulai tahun 1974, namun hasilnya belum memuaskan
(Depkes RI, 2003). Oleh karenanya perlu dilakukan upaya untuk menurunkan
prevalensi anemia gizi zat besi pada kehamilan. Departemen Kesehatan pada
tanggal 1 Maret 2007 telah meluncurkan Kampanye Indonesia Bebas Anemia
(Medicastore, 2007).
Program pemerintah, agar setiap ibu hamil mendapatkan tablet zat besi 90
tablet selama kehamilannya. Tablet zat besi yang diberikan mengandung FeSO4
320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 0,25 mg. Program tersebut bertujuan
mencegah dan menangani masalah anemia pada ibu hamil. Adapun program
pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan dalam mencegah anemia
meliputi pemberian tablet zat besi pada ibu hamil secara rutin sebanyak 90 tablet
untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara tepat. Tablet zat besi untuk ibu
hamil sudah tersedia dan telah didistribusikan ke seluruh Provinsi dan
pemberiannya dapat melalui Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu dan
Bidan di Desa, dan secara teknis diberikan setiap bulan sebanyak 30 tablet,
diterbitkannya buku pedoman pemberian zat besi bagi petugas tahun 1995, dan
pembagian poster-poster mengenai tablet zat besi, serta penerbitan buku Pedoman
Operasional Penanggulangan Anemia Gizi bagi petugas tahun 1996.
Pemberian zat besi secara oral merupakan salah satu pendekatan untuk
pencegahan dan pengendalian anemia defisiensi zat besi. Zat besi adalah salah
satu nutrien yang tidak dapat diperoleh dalam jumlah yang adekuat dari makanan
yang dikonsumsi selama hamil. Wanita hamil yang mengkonsumsi nutrisi yang
sangat baik sekalipun tanpa mengkonsumsi tablet zat besi akan mengalami
kehamilan yang disertai defisiensi zat besi karena diet saja tidak dapat mengganti
kehilangan zat besi pada masa hamil (Bobak, Lowdermik & Jensen, 2005). Tablet
zat besi disarankan diberikan perhari untuk semua ibu hamil tanpa memandang
status zat besi oleh karena manfaatnya bagi kesehatan ibu hamil dan kesulitan
biaya untuk menetapkan diagnosa defisiensi zat besi selama kehamilan.
Suplementasi harus diberikan pada trimester ke 2 dan 3, saat efisiensi absorbsi
meningkat dan risiko terjadinya mual muntah berkurang. Di Indonesia,
Departemen Kesehatan menyarankan pemberian tablet zat besi pada ibu hamil
sekitar 60 mg perhari selama 90 hari (Paath, 2005). Data cakupan pemberian 90
tablet zat besi (Fe) pada ibu hamil menurut provinsi tahun 2011 untuk provinsi
Jawa Barat yaitu, dari jumlah ibu hamil 1.056.144 jiwa, ibu hamil yang mendapat
tablet zat besi berjumlah 868.149 (82,2%) (KemenkesRI, 2011).
Tablet zat besi sebagai suplementasi yang diberikan pada ibu hamil menurut
aturan disarankan dikonsumsi seiap hari. Namun karena berbagai alasan misalnya
pengetahuan, sikap, dan praktek ibu hamil yang kurang baik, efek samping dari
tablet zat besi, motivasi petugas kesehatan yang kurang seringkali terjadi
ketidakpatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi tersebut. Hal ini
dapat mengakibatkan tujuan dari pemberian tablet zat besi tidak tercapai.
Dari studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Batujajar yang
merupakan puskesmas percontohan di Wilayah Kabupaten Bandung Barat
(Dinkes Kabupaten Bandung Barat, 2013) dengan mewawancarai secara langsung
kepada 10 orang ibu hamil didapatkan data bahwa sebagian besar ibu hamil
mengatakan tidak teratur mengkonsumsi tablet zat besi yang diberikan oleh
Puskesmas dikarenakan mual yaitu sebanyak 3 orang, sebagian besar ibu hamil
mengatakan rutin mengkonsumsi tablet zat besi sebanyak 2 orang, dan sebanyak 5
orang mengatakan tidak mengkonsumsi tablet zat besi dikarenakan masih mual,
takut tekanan darahnya meningkat, dan takut berakibat pada berat badan bayi
meningkat. Didapatkan juga data dari petugas Puskesmas, bahwa program
Puskesmas dengan memberikan 30 tablet zat besi setiap bulan secara gratis, serta
pemberitahuan akan konsumsi tablet zat besi seperti penyuluhan secara langsung
maupun dari para kader sudah di informasikan kepada ibu hamil. Selain itu,
didapatkan juga data bahwa di
Barat bahwa setiap tahunnya 25% dari ibu hamil yang berkunjung mengalami
anemia atau terindikasi anemia dan sisanya yaitu 75% tidak mengalami anemia.
Selain itu, peneliti juga mewawancarai 10 orang ibu hamil lainnya untuk
mengetahui konsumsi zat besi apa saja yang sudah dikonsumsi ibu hamil selama
kehamilannya. Dan didapatkan data bahwa sebagian besar ibu hamil
mengkonsumsi bayam dan daging ayam sebanyak 6 orang dan 4 orang lainnya
mengkonsumsi bayam, kacang hijau, dan telur ayam.
Dari uraian studi pendahuluan di atas, peneliti mendapat sedikit gambaran
mengenai kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi serta asupan
nutrisi mengandung zat besi.
Oleh karena itu peneliti berminat untuk mengidentifikasi lebih jauh
mengenai gambaran kadar Hb ibu hamil berdasarkan konsumsi zat besi di
Wilayah Kerja Puskesmas Batujajar Kabupaten Bandung Barat.
1.2. Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka identifikasi
masalah penelitian ini adalah Bagaimana Gambaran Kadar Hb Ibu Hamil
Berdasarkan Konsumsi Zat Besi di Wilayah Kerja Puskesmas Batujajar
Kabupaten Bandung Barat?.
(3)
digunakan
dalam
memberikan
bimbingan
atau
dorongan
dengan
meningkatkan aspek preventif bagi kesehatan pasien dalam konsumsi zat besi
secara teratur.
10
11
memenuhi kebutuhan ibu, janin , dan plasenta, cadangan zat besi di janin tidak
dikorbankan, tetapi simpanan besi ibu akan dipakai dan massa sel darah merah ibu
akan menurun (Bobak, Lowdermilk & Jensen. 2005).
Ada dua jenis pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan
mencegah anemia. Pertama, pendekatan berbasis medis, yakni dengan
suplementasi. Kedua, pendekatan berbasis pangan, yakni dengan perbaikan gizi.
Pendekatan berbasis pangan dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang
mengandung zat besi tinggi yang terdapat pada sayur-sayuran segar seperti
bayam, daun singkong, dan kangkung. Selain itu, za besi dapat ditemukan pada
buah-buahan, kacang-kacangan (kedelai dan kacang merah), serta makanan
hewani (daging, telur, limpa, dan hati). Selain itu, kurangi mengkonsumsi teh dan
kopi karena kedua hal tersebut dapat menghambat penyerapan zat besi (Soebroto,
2009).
Zat besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia defisiensi
zat besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan
kandungan hemoglobin yang rendah. Zat besi berperan dalam sintesis hemogobin
dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot. Kandungan 0,004% berat
tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin yang disimpan sebagai ferritin di
dalam hati, hemosiderin di dalam limpa dan sumsum tulang (Zarianis,2006).
Zat besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah lebih
dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin
(lebih dari 2,5 g), myoglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome, hati, limpa
sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian
12
fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan bagian yang merupakan
cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim hem dan non-hem
adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan.
Sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis dan
jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan. Ferritin dan hemosiderin adalah bentuk besi
cadangan yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang.
Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi, pengangkutan,
pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran (Zarianis, 2006).
Dari studi pendahuluan yang dilakukan, diketahui kepatuhan ibu hamil
dalam mengkonsumsi zat besi berbeda-beda, dan sumber zat besi yang
dikonsumsi pun berbeda-beda, serta
13
Bagan 1.1.
Kerangka Pemikiran Gambaran Kadar Hb Ibu Hamil Berdasarkan Konsumsi Zat Besi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Batujajar Kabupaten Bandung Barat
Kehamilan
Adaptasi fisiologis
Kadar Hb
rendah
Keterangan :
Diteliti
Tidak Diteliti
Kadar Hb
normal
14