Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MANAGEMENT

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN ETIKA

Disusun oleh:
Agnes Wahyuana A

37653

Bernardinus Andrie L

37785

Erlina Rosa Evasari

38361

Evan Caesario T

38307

Ferdana Eldriansyah

37772

Indrayana Pratama

37551

Prizka Andhika

38311

Jurusan Teknik Kimia


Universitas Gadjah Mada
2013

PENDAHULUAN

A. Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan
wajib menaggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus
umum Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menaggung, memikul,menanggung
segala sesuatunya,dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran
manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun yang tidak di
sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati,artinya sudah menjadi bagian hidup
manusia ,bahwa setiap manusia di bebani dengan tangung jawab.apabila di kaji
tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus di pikul sebagai akibat dari
perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang
beradab.manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau
buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan
pengadilan atau pengorbanan.
Bentuk tanggung jawab perusahaan atas kegiatan yang dilakukannya terhadap
pihak-pihak yang berkepentingan yakni kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya
dapat melalui berbagai program yang dikoordinasikan melalui CSR yakni Corporate
Social Responsibility. Dana yang digunakan berasal dari profit perusahaan hasil
produksi barang dan jasa yang telah diterima oleh masyarakat luas, dampak usahanya
baik untuk lingkungan hidup. Objek dari program ini berkaitan dengan masyarakat
atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan eksistensi perusahaan yg disebut
Stakeholders
CSR memberikan profit kepada perusahaan dalam jangka panjang dan
tentunya program tersebut harus tepat guna dan memberikan keuntungan secara
berkelanjutan bagi masyarakat dan planet bumi misalnya pengembangan ukm dan
lain-lain dimana kedua pihak saling menguntungkan sehingga keberadaan perusahaan
dapat diterima, baik bagi masyarakat maupun lingkungan sehingga kelangsungan
perusahaan terjamin dan mendukung pembangunan berkelanjutan

B. Etika
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep
individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu
yang telah dilakukan. Menurut para ahli, etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat
kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang
benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari
kata Yunani ethos yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuranukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.
Adapun prinsip- prisip etika yang merupakan landasan perilaku etika
professional, menurut Arens dan Lobbecke (1996 : 81) adalah :
1. Tanggung jawab : Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional dan
pertimbangan moral dalam semua aktifitas mereka.
2. Kepentingan Masyarakat : Akuntan harus menerima kewajiban-kewajiban melakukan
tindakan yang mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan
masyarakat dan menunjukkan komitmen pada professional.
3. Integritas : Untuk mempertahankan dan menperluas kepercayaan masyarakat, akuntan
harus melaksanakan semua tanggung jawab professional dan integritas.
4. Objektivitas dan indepedensi : Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas
dari benturan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesioanal. Akuntan
yang berpraktek sebagai akuntan public harusbersikap independen dalam kenyataan
dan penampilan padawaktu melaksanakan audit dan jasa astestasi lainnya.
5. Keseksamaan : Akuntan harus mematuhi standar teknis dan etika profesi, berusaha
keras untuk terus meningkatkan kompetensi dan mutu jasa, dan melaksanakan
tanggung jawab professional dengan kemampuan terbaik.

Isi

A. Perubahan Konsep Tanggung Jawab Sosial


Bisnis besar selalu dikritik oleh para wartawan sejak awal abad lalu akibat
adanya kegiatan korup yang telah ditelanjangi. Peraturan pemerintah dibuat saat terjadi
Depresi Besar pada tahun 1930-an kemudian terjadi lagi pada tahun 1960-1970-an
dimana terjadi masalah sosial yang kebanyakan merupakan tanggung jawab
perusahaan.
1.

Sikap Terhadap Bisnis Besar dan Pemerintah


Sejarah munculnya bisnis besar menciptakan suatu set hubungan yang tidak
terbanyangkan oleh masyarakat dan para pendirinya. Pada tahun 1890 muncul
perusahaan kereta api yang mempekerjakan 100.000 orang dan organisasi seperti
Standar Oil Company milik John D. Rockefeller telah tumbuh menjadi korporasi
multinasional raksasa. Perusahaan tembakau juga tumbuh pesat sekitar pertengahan
abad ini lewat nerger dab perluasan internal. Masa ini merupakan masa
keraksasaan ekonomi Amerika yang tadinya berdasarkan pada petani dan penjaga
toko. Ciri yang membedakan hubungan pengaturan A.S. antara sektor pemerintah
dan swasta dengan negara lain terutama Eropa, adalah A.S. berdiri sendiri di antara
ekonomi pasar yang besar dalam hal bisnis besar mendahului pemerintah besar. Di
negara Eropa birokrasi pemerintah sudah terbentuk dalam budaya dan menjadi
penyeimbang bagi bisnis besar. Pada budaya Amerika terjadi penolakan pada
campur tangan pemerintah ke dalam urusan bisnis, besar dan kecil.

2.

Andrew Carnegie dan Konsep Mengenai Kekayaan


Pada tahun 1889, Andrew Carnegie (1835-1919), pendiri konglomerat
perusahaan U.S. Steel, memberikan pandangan yang didasarkan pada dua prinsip :
prinsip amal dan prinsip mengurus harta orang lain. Mereka memandang pemilik
bisnis memiliki peran seperti orang tua kepada karyawan dan pelangan yang
menjadi anak-anaknya.
Prinsip

Amal, mengharuskan anggota masyarakat

yang lebih beruntung

membantu anggota yang kurang beruntung, termasuk mereka yang menganggur,


cacat, sakit dan berusia lanjut. Para anggota masyarakat yang kurang beruntung ini
dapat dibantu secara langsung ataupun tidak langsung, melalui lembaga seperti
4

gereja, lembaga kekeluargaan, dan gerakan Community Chest. Tentunya orang


beruntung tersebut yang menentukan kontribusi yang mau diberikannya dan pada
awalnya amal dianggap sebagai kewajiban individual.
Prinsip Kepengurusan harta orang lain, adalah orang kaya yang menguasai
uang karena menerima kepercayaan dari masyarakat lain dan menggunakan
untuk tujuan apa pun yang dipandang sah oleh masyarakat. Akan tetapi, Carnegie
juga memandang bisnis berperan untuk mengadakan kekayaan milik masyarakat
itu sendiri dengan meningakatkan yang dikuasainya melalui investasi sumberdaya
yang dijaganya secara hati-hati.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, prinsip amal dan kepengurusan harta orang
lain diterima secara luas dalam bisnis Amerika dengan semakin banyaknya
perusahaan yang mengakui bahwa kekuasaan membawa tanggung jawab.
Bahkan perusahaan yang tidak mengakui prinsip ini menyadari bahwa bisnis tidak
menerima tanggung jawab sosial sendiri secara bebas, melainkan dipakasa
menerimanya oleh pemerintah.

3. Argumen Milton Friedman


Pada tahun 1970-an dan 1980-an, konvergensi beberapa kekuatan ekonomi
menyebabkan beberapa penerima beasiswa melakukan pengkajian ulang pengertian
tanggung jawab sosial perusahaan. Adanya kenaikan harga bahan bakar dan biaya
untuk mematuhi peraturan yang ditunjukkan untuk mengurangi polusi, melindungi
konsumen, dan memastikan kesempatan yang sama membuat bisnis menjadi
sempoyongan. Akibat dari permasalahan ini konsep kekayaan oleh Andrew
Carnegie tidak lagi dapat diterapkan karena untuk mempertahankan suatu bisnis
diperlukan keuntungan atau laba sebesar-besarnya.
Oleh karena itu, muncul argument Menurut Friedman, Ada satu dan hanya
satu tanggung jawab sosial dari bisnis : menggunakan sumber daya dan energinya
dalam aktivitas yang didesain untuk meningkatkan labanya, sepanjang bisnis tidak
melanggar peraturan permainan dan terlibat dalam persaingan yang terbuka dan
bebas tanpa penipuan. Singkatnya, kata Friedman, bisnis seharusnya membuat
barang dan jasa secara efisien dan membiarkan masalah dan tanggung jawab sosial
untuk tidak hanya diperhatikan oleh perorangan atau suatu perusahaan saja
melainkan bersama-sama dengan badan pemerintah.

4. Korelasi Kepentingan sendiri dan Kepekaan Sosial Perusahaan


Beribicara mengenai kepentingan sendiri, tak akan pernah lepas dari tanggung
jawab. Apa yang telah dicapai, dan kekuasaan yang telah diraih, dapat hilang
apabila tidak ada tanggung jawab yang dianggap bertanggung jawab oleh
masyarakat. Maka, kepentingan sendiri dan tanggung jawab terhadap masyarakat
haruslah memiliki harmonisasi dalam sebuah organisasi.
Kemudian dengan sendirinya, harmonisasi tersebut dapat menimbulkan
kepekaan sosial, yakni bagaimana organisasi menyadari akan dan kemudian
memberikan respon pada isu sosial. Maka, terdapat dua pendekatan dasar. Yang
pertama menyangkut bagaimana perusahaan memberikan respon pada isu sosial.
Kedua, teori menyangkut kekuasaan yang menentukan isu sosial, yang mana bisnis
harus memberikan respon. Robert Ackerman merupakan salah satu tokoh yang
mengusulkan bahwa kepekaan, bukan tanggung jawab yang menjadi sasaran upaya
sosial perusahaan.
Sebagai contoh adalah bagaimana harmonisasi tersebut terjadi pada
perusahaan Dayton-Hudson yang bergabung dengan Klub 5%, suatu kelompok
perusahaan yang menyumbangkan 5% laba sebelum pajak untuk berbuat amal.
Apabila Dayton-Hudson menganggap semua pendapatan harus dibagikan kepada
para pemegang saham, tentu tidak akan ada citra positif dalam masyarakat.
Sehingga ketika perusahaan tersebut mengalami masalah atau bahaya untuk
diambil

alih,

masyarakat

minneosta

membantunya

dari

undang-undang

pengambilalihan.

B. Pergeseran ke Etika
Banyak kritik mengatakan bahwa kita hidup di zaman krisis etika. Menurut
pengumpulan pendapat oleh Gallup (1983), sekitar 50 persen berpendapat bahwa etika
bisnis telah menurun dalam sepuluh tahun terakhir. Semua pengumpulan pendapat
menunjuk kearah yang sama: Kepercayaan publik terhadap etika bisnis telah menurun.
Karena kebanyakan keputusan bisnis mempunyai komponen etika, yaitu keputusan itu
mempengaruhi maksud orang lain, maka manajer harus menambahkan etika pada
pemahaman mereka tentang organisasi.
Etika merupakan studi tentang hak dan kewajiban manusia, peraturan moral
yang diterapkan orang dalam membuat keputusan, dan sifat alami hubungan di antara
manusia. Empat kategori pertanyaan etika dalam bisnis:
6

1. Sosial
Pada tingkat sosial, pertanyaan mengenai insitusi dasar dalam mesyarakat.
Masalah apartheid di Afrika Selatan adalah contoh pertanyaan tingkat sosial.

2. Pihak yang berkepentingan


Jenis pertanyaan etika menyangkut pihak yang berkepentingan, yaitu
pemasok, pelanggan, pemegang sahan, dan lain-lain. Pada tingkat ini, pertanyaan
mengenai cara sebuah perusahaan seharusnya menangani kelompok eksternal yang
terpengaruh oleh keputusanya, di samping bagaimana pihak yang berkepentingan
seharusnya berhubungan dengan perusahaan.

3. Kebijakan Internal
Kategori ketiga dari etika ini mungkin disebut kebijakan internal,
pertanyaannya mengenai sifat hubungan perusahaan dengan para karyawannya.

4. Pribadi
Pertanyaan pada kategori ini mengenai bagaimana orang yang seharusnya
saling memperlakukan di dalam sebuah organisasi. Pertanyaan-pertanyaan ini
menyangkut isu sehari-hari kehidupan suatu organisasi.

C. Unsur-unsur Etika
Secara umum etika memiliki unsur-unsur berikut ini :
1. Nilai-nilai
Nilai-nilai

didefinisikan

sebagai

sesuatu

yang

berharga,

bermutu,

menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Selain itu nilai merupakan
keinginan yang relatif permanen yang dianggap baik.
Di dalam perusahaan, terdapat pula nilai-nilai yang berorientasi untuk
memimpin perusahaan kepada perbaikan mutu. Di dunia perusahaan terdapat sistem
untuk memperbaik mutu, antara lain : pendekatan manajemen mutu terpadu dan
pemfokusan pada perbaikan proses. Dengan sistem pendekatan manajemen mutu,
perusahaan lebih memusatkan perhatiannya pada pengembangan karyawan.
Sedangkan sistem pemfokusan pada perbaikan proses lebih terpusat pada modifkasi
proses untuk meningkatkan mutu dan profit perusahaan.

2. Hak dan Kewajiban


Hak didefinisikan sebagai suatu hal yang sepenuhnya menjadi milik kita
sendiri dan penggunaannya hanya bergantung pada diri kita sendiri. Hak juga
merupakan tuntutan dan kebebasan yang dimiliki seseorang untuk melakukan
tindakan. Hak individual dibatasi oleh hak orang lain. Sebagai contoh di dalam
perusahaan, seorang Manajer juga memiliki hak untuk menjadwalkan kerja lembur
kepada karyawannya, asalkan ada kompensasi yang setara dengan kerja lembur
tersebut bagi para karyawan.
Di sisi lain, Kewajiban adalah suatu hal yang dianggap sebagai suatu
keharusan untuk melakukan suatu tindakan dan mengambil langkah-langkah
tertentu. Dalam perusahaan, seorang manajer memiliki kewajiban untuk mengontrol
kinerja karyawannya. Begitu juga para karyawan wajib untuk menyelesaikan
pekerjaannya sesuai dengan target yang sudah ditetapkan.
Hak dan kewajiban merupakan kesatuan yang saling memberikan implikasi.
Setiap individu akan memperoleh hak setelah melakukan kewajiban. Akan tetapi,
dewasa ini banyak orang mulai menuntut haknya tanpa melakukan kewajibannya.
Hal ini mengindikasikan kurangnya etika pada masing-masing individu. Dalam
perusahaan, seorang manajer akan memperoleh gaji sebagai haknya setelah
melakukan pekerjaannya.

3. Peraturan Moral
Peraturan moral merupakan cara dan solulsi untuk menyelasaikan suatu
pertentangan, yang tentu juga sering terjadi dalam setiap kegiatan manajerial.
Peraturan moral yang mengatur tingkah laku individu sering disebut sebagai nilainilai.

4. Hubungan Manusia
Sebagai makhluk sosial, manusia saling berinteraksi dan berhubungan. Suatu
perusahaan dan manajemen ada karena adanya hubungan antar manusia yang
dipandang sebagai sebuah aspek kehidupan. Agar tercipta hubungan manusia yang
terus menerus harmonis dan berjalan sinergis, etika sebagai suatu hal yang
mencerminkan nilai-nilai juga mengambil peranan besar dalam mengatur hubungan
tersebut.

5. Moralitas umum
Etika yang ada dalam permasalahan keseharian setiap individu maupun etika
dalam persoalan manajerial juga diatur oleh moralitas umum sebagai peraturan
moral utama. Prinsip dasar moralitas umum dalam persoalan manajerial, antara lain

Menepati Janji
Agar terjadi interaksi sosial yang baik, antar individu harus saling
menepati janji yang telah dibuat. Begitu pula dalam setiap kegiatan bisnis dan
manajerial, segala perputaran roda bisnis dan manajerial akan berjalan dengan
baik apabila setiap individu saling menepati janji.

Tidak suka dengki


Dalam setiap kegiatan manajerial akan selalu memunculkan suatu
konflik dan perbedaan pendapat. Setiap konflik dan perbedaan sebaiknya tidak
diselesaikan dengan sikap dengki agar setiap kegiatan manajerial tidak
terganggu.

Saling membantu
Setiap kegiatan manajerial menuntut setiap individunya untuk saling
membantu. Hal itu karena naluri setiap individu sebagai makhluk sosial yakni
selalu bergantung dan membutuhkan orang lain.

Menghargai Orang
Sikap saling menghargai yakni selalu menganggap orang lain sebagi
pribadi yang memiliki cita-cita dan keinginan sendiri, bukan sebagai cara
untuk menggapai cita-cita dan keinginan kita. Hal ini tentu sangat diperlukan
dalam setiap kegiatan manajerial untuk mencamin berjalannya kegiatan
manajerial dengan baik.

Menghargai Milik
Menghargai milik berarti pula menghargai orang lain. Menghargai
milik juga merupakan konsekuensi dari menghargai individu.

D. Pentingnya Etika dalam Bisnis


Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan
manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan
bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya
9

dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika
dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang
dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage. Sehingga dengan
menciptakan etika bisnis dalam kerjanya, perusahaan sendiri akan menciptakan
reputasinya.

E. Relativisme
Relativisme berasal dari bahasa Latin, relativus, yang berarti nisbi atau
relatif. Secara umum relativisme berarti bahwa perbedaan manusia, budaya, etika,
moral, agama, bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan faktor-faktor
di luarnya sehingga kita tidak dapat memutuskan sesuatu benar dan salah, baik dan
buruk, dengan cara yang rasional.
Etika yang merupakan suatu ukuran nilai benar atau salah bersifat relatif.
Relativisme tersebut bergantung kepada etika bisnis dimana perusahan itu berada dan
budaya-budaya serta kehidupan sosial yang ada di daerah tersebut. Oleh karena itu,
etika bisnis suatu perusahaan harus disesuaikan dengan keadaan sosial dan kebudayaan
yang ada.
Sebagai paham dan pandangan moral, relativisme berpendapat bahwa yang
baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang
dan budaya masyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh Protagras, Pyrrho, dan
pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik.
Relativisme moral yang berpendapat bahwa penilaian baik-buruk dan benarsalah tergantung pada masing-masing orang disebut relativisme moral subjektif atau
analitis. Menurut relativisme moral subjektif, dalam masalah moral, emosi dan perasaan
berperan

penting.

Karena

itu,

pengaruh

emosi

dan

perasaan

dalam

keputusan moral harus diperhitungkan. Yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang
salah tidak dapat dilepaskan dari orang yang tersangkut dan menilainya. Relativisme
moral berpendapat bahwa tidak terdapat kriteria absolut bagi putusan-putusan moral.
1. Relativisme Budaya
Relativisme Budaya menyatakan bahwa moralitas bersifat relatif terhadap
budaya, masyarakat, dan komunitas tertentu atau dapat dikatakan tidak ada standar
yang membantu kita menilai moralitas dari budaya tertentu. Relativisme budaya
berpendapat bahwa penilaian moral tidak sama, karena tidak ada kesamaan masyarakat

10

dan budaya.Yang dapat kita lakukan dalam menghadapi relativisme budaya ini adalah
dengan memahami kode moral dan kebiasaan dari suatu masyarakat.
Westermarck memeluk relativisme moral yang menghubungkan kriteria
putusan

dengan

kebudayaan

individual,

yang

memperlihatkan

perbedaan-

perbedaan individual. Etika situasi dari Joseph Fletcher menganggap moralitas suatu
tindakan relatif terhadap kebaikan tujuan tindakan itu.
Contoh:
Faktor-faktor budaya yang harus diketahui oleh pengusaha sebelum melakukan bisnis
di Saudi Arabia adalah
1.

Di Saudi Arabia, Agama Islam merupakan agama mayoritas dimana penganutnya


sembahyang lima kali sehari, praktis menutup bisnis mereka selama bulan Haji,
bulan untuk beribadat, dan bulan puasa (Ramadan)

2.

Saudi Arabia menghargai boikot terhadap perusahaan yang mempunyai ikatan


dengan Israel

3.

Wanita di Saudi Arabia dibatasi kebiasaan sosial dan agama

Faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan oleh pengusaha sebelum melakukan


bisnis di Saudi Arabia.
2. Relativisme Naif
Merupakan relativisme yang tersebar paling luas pada masyarakat.
Relativisme naif yaitu ide bahwa semua manusia merupakan standar untuk menilai
tindakan mereka sendiri. Penganut relativisme naif percaya bahwa karena keputusan
etika bersifat pribadi, penting, dan kompleks, hanya opini pengambul keputusan yang
relevan.
Toleransi terhadap orang lain pastinya merupakan hal yang penting dan baik,
namun relativisme naif menerima toleransi terlalu jauh. Orang sering kali tidak setuju
mengenai pertanyaan moral, tetapi kita seharusnya tidak menyimpulkan bahwa tidak
akan pernah ada alasan apapapun untuk segala yang kita lakukan, atau bahwa suatu
tindakan selalu sama baiknya dengan yang lain. Dalam relativisme naif, kita tidak perlu
memeriksa isi dari tindakan tertentu, kita hanya perlu mencari apakah orang bertindak
sesuai dengan keyakinannya atau tidak.
Contoh:
Penilaian apapun yang diambil mengenai sesuatu seperti aborsi, pembunuhan bayi,
kebebasan sipil, dan hukuman mati tidak ditinjau dari tindakan tersebut melainkan dari

11

keyakinan seseorang dalam melakukannya. Pada contoh ini, sangat terlihat toleransi
penganut relativisme naif.
Kekuatan relativisme moral subjektif adalah kesadarannya bahwa manusia itu
unik dan berbeda satu sama lain.Karena itu, orang hidup menanggapi lika-liku hidup
dan menjatuhkan penilaian moral atas hidup secara berbeda. Dengan cara itulah
manusia dapat hidup sesuai dengan tuntutan situasinya. Ia dapat menanggapi hidupnya
sejalan dengan data dan fakta yang ada. Ia dapat menetapkan apa yang baik dan yang
jahat, yang benar dan yang salah, menurut pertimbangan dan pemikirannya
sendiri. Demikian manusia tidak hanya berbeda dan unik, tetapi berbeda dan unik pula
dalam hidup moralnya.
Walaupun sangat menekankan keunikan manusia dalam hal pengambilan
keputusan moral, para penganut relativisme moral subjektif dapat menjadi khilaf untuk
membedakan antara normamoral dan penerapannya, serta antara normamoral dan
prinsip moralnya. Bila orang berbeda dalam hidup dan pemikiran moralnya, bukan
berarti tidak ada norma moral yang sama. Bisa saja norma moral objektif itu sama,
tetapi perwujudannya berbeda karena situasi hidup yang berbeda.

12

PENUTUP
Dalam setiap kegiatan manajerial dalam perusahaan, perusahaan diharapkan mampu
memenuhi aspek tanggung jawab sosial dan etika demi tetap berlangsungnya setiap kegiatan
bisnis dan manajerial serta terciptanya korelasi atau hubungan yang baik antara perusahaan
dengan lingkungan sosial dan budaya di sekitarnya.
Tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh para eksekutif perusahaan melalui CSR
(Corporate Social Responsibility) yang dapat dilakukan melalui berbagai program. Akan
tetapi, tanggung jawab sosial yang kemudian berkembang menjadi kepekaan sosial sebaiknya
juga dilakukan bersama-sama secara sinergis dengan pemerintah. Selain itu, dalam setiap
kegiatan manajerial untuk menciptakan kepekaan sosial kepada masyarakat sebaiknya juga
dilakukan melalui harmonisasi dengan pemenuhan kepentingan perusahaan itu sendiri.
Saat ini mulai banyak perusahaan yang mengalami krisis etika sehingga banyak
menimbulkan hambatan dalam setiap kegiatan manajerial perusahaan. Oleh karena itu, selain
tanggung jawab sosial, aspek lain yang perlu diterapkan oleh perusahaan dalam setiap
kegiatan manajerialnya yakni etika berbisnis. Etika bisnis mejadi suatu aspek penting dalam
perusahaan untuk menjaga reputasi atau nama baik serta eksistensi perusahaan di mata
masyarakat sosial.
Tanggung jawab sosial dan etika yang diterapkan oleh suatu perusahaan dapat bernilai
relatif terhadap budaya sosial yang ada lingkungan sekitar serta terhadap setiap individu
dalam masyarakat. Oleh karena itu penerapan tanggung jawab sosial dan etika hendaknya
disesuaikan dengan keadaan sosial dan budaya di sekitar perusahaan tersebut berada.

13

DAFTAR PUSTAKA
www.youtube.com

diakses pada Sabtu 9 Maret 2013 pukul 13.00

www.etikabisnis.wordpress.com diakses pada Sabtu 9 Maret 2013 pukul 13.05


id.w/wikipedia.org/wiki/relativisme diakses pada Sabtu 9 Maret 2013 pukul 13.15
pengamenkelompok4.blog.perbanas.ac.id diakses pada Sabtu 9 Maret 2013 pukul
13.30

14

Anda mungkin juga menyukai