Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sistem pertahanan tubuh merupakan gabungan sel, molekul, dan jaringan
yang berperan dalam resistensi terhadap bahan atau zat yang masuk kedalam
tubuh. Jika bakteri fatogen berhasil menembus garis pertahanan pertama,
tubuh melawan serangan dengan reaksi radang(inflamasi) atau reaksi imun
yang spesifik. Reaksi yang dikoordinasikan sel-sel dan molekul-molekul
terhadap benda asing yang masuk kedalam tubuh disebut respon imun. Sistem
imun ini sangat diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya
terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan atau zat dari
lingkungan hidup.
Imunomodulator adalah agen yang memengaruhi (melemahkan atau
menguatkan) respon imunitas. Imunomodulator yang menekan respon
imunitas (imunosupresan) biasanya digunakan dalam transplantasi organ
untuk mengurangi penolakan terhadap organ baru. Herbal tertentu seperti
gingseng, madu dan lain-lain dapat menjadi imunomodulator alami yang
menguatkan respon imunitas (imunoterapi, imunostimulan).
Secara keseluruhan fungsi dari sistem imun ada 3 macam yaitu
pertahanan, keseimbangan, perondaan. Sistem imun tubuh terdiri dari banyak
macam tentara imun, mulai dari yang bersifat fisik/mekanik, seperti kulit,
selaput lendir, silia, batuk dan bersin. Ada yang berbentuk bahan larut dalam
tubuh, seperti asam lambung, lisosims, laktoferin dan lain-lain, ada pula yang
terlarut dalam darah, seperti komplemen, Interferon dan C Reactive Protein.
Komponen lain yang terpenting adalah sel-sel yang ada di dalam darah
yang dikenal sebagai darah putih atau leukosit. Semua komponen tersebut
akan bekerja secara serentak manakala tubuh mendapatkan serangan dari
penyakit yang berasal dari luar tubuh atau bisa juga dari dalam tubuh kita
sendiri.
Sistem imun berkembang sesuai dengan perkembangan tubuh kita pada
waktu bayi umumnya sistem imun masih belum banyak berkembang, disana
sini beberapa komponennya masih belum dapat bekerja optimal, tetapi akan

berkembang sesuai dengan bertambahnya umur mulai dari masa anak-anak


sampai remaja. Setelah dewasa umumnya sistem imun telah dapat bekerja
optimal, tetapi di masa tua, sistem imun mulai menurun lagi. Oleh karenanya
bayi, anak-anak dan orang tua (lansia) mudah sekali terkena penyakit.
Imunomodulator berperan membuat sistem imun lebih aktif dalam
menjalankan fungsinya menguatkan sistem imun tubuh (imunostimulator) atau
menekan reaksi sistem imun yang berlebihan (imunosuppressan) sehingga
kekebalan atau daya tahan tubuh kita selalu optimal menjaga kita tetap sehat
ketika diserang oleh virus, bakteri atau mikroba lainnya.
Salah satu imunomodulator yang telah teruji klinis dengan baik (sekitar 15
uji klinis telah dilakukan) adalah STIMUNO. STIMUNO telah memperoleh
sertifikat FITOFARMAKA dari Badan POM karena telah terstandarisasi dan
telah lolos uji praklinis (uji keamanan) dan uji klinis (pembuktian khasiatnya).
(Suprapto, 2008)
1.2 Rumusan Masalah
1. Definisi imunomodulator.
2. Definisi sitokin dan sifat umumnya.
3. Peran sitokin dan imunitasinnate dan adaptif.
4. Peran sitokin dalam pembentukan sel homeopotik.
1.3 Tujuan
Untuk lebih memahami mengenai sistem kekebalan tubuh atau sering
disebut juga dengan sistem imun.
1.4 Manfaat
1.

Memberi pengetahuan tentang apa itu imunomodulator dan sitokin baik


pengertian, peranan dan hal apasaja yang mencakup didalamnya.

2.

Lebih memberikan wawasan tentang imunomodulator dan sitokin.

BAB II
ISI
2.1 Definisi Imunomodulator
Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan
mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan
terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun
humoral. Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini disebut paramunitas,
dan zat berhubungan dengan penginduksi disebut paraimunitas. Induktor
semacam ini biasanya tidak atau sedikit sekali kerja antigennya, akan tetapi
sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel
yang berperan pada imunitas.
2.2 Karakteristik imunomodulator dan metode penguji
Aktivitas suatu senyawa yang dapat merangsang sistem imun tidak
tergantung pada ukuran molekul tertentu. Efek ini dapat diberikan baik oleh
senyawa dengan berat molekul yang kecil maupun oleh senyawa polimer.
Karena itu usaha untuk mencari senyawa semacam ini hanya dapat dilakukan
dengan metode uji imunbiologi saja. Metode pengujian yang dapat dilakukan
adalah metode in vitro dan in vivo, yang akan mengukur pengaruh senyawa
kimia terhadap fungsi dan kemampuan sistem mononuklear, demikian pula
kemampuan terstimulasi dari limfosit B dan T.
Metode uji aktivitas imunomoduator yang dapat digunakan,yaitu:
1.

Metode bersihan karbon (Carbon-Clearance) Pengukuran secara


spektrofluorometrik laju eliminasi partikel karbon dari daerah hewan. Ini
merupakan ukuran aktivitas fagositosis.

2.

Uji granulosit Percobaan in vitro dengan mengukur jumlah sel ragi atau
bakteri yang difagositir oleh fraksi granulosit yang diperoleh dari serum
manusia. Percobaan ini dilakukan di bawah mikroskop.

3.

Bioluminisensi radikal Jumlah radikal 02 yang dibebaskan akibat kontak


mitogen dengan granulosit atau makrofag, merupakan ukuran besarnya
stimulasi yang dicapai.

4.

Uji transformasi limfosit T Suatu populasi limfosit T diinkubasi dengan


suatu mitogen. Timidin bertanda ( 3 H) akan masuk ke dalam asam

nukleat limfosit 1. Dengan mengukur laju permbentukan dapat


ditentukan besarnya stimulasi dibandingkan dengan fitohemaglutinin A
(PHA) atau konkanavalin A (Con A).
2.3 Persyaratan imunomodulator
Menurut WHO, imunomodulator haruslah memenuhi persyaratan berikut:
1.

Secara kimiawi murni atau dapat didefinisikan secara kimia.

2.

Secara biologik dapat diuraikan dengan cepat.

3.

Tidak bersifat kanserogenik atau ko-kanserogenik.

4.

Baik secara akut maupun kronis tidak toksik dan tidak mempunyai efek
samping farmakologik yang merugikan.

5.

Tidak menyebabkan stimulasi yang terlalu kecil ataupun terlalu besar.

2.4 Definisi Sitokin


Sitokin adalah mediator yang dihasilkan oleh sel dalam reaksi radang atau
imunologik yang berfumgsi sebagai isyarat antara sel-sel untuk mengatur
respons setempat dan kadang-kadang juga secara sistemik. Sitokin tersebut
mempengaruhi peradangan dan imunitas melalui pengaturan pertumbuhan,
permiabilitas dan diferensiasi lekosit dan sel-sel jenis lain. (Subowo)
Kalau hormon mempunyai sel sasaran dengan jangkauan yang dapat
dicapai melalui peredaran darah maka jangkauan mediator sitokin terdapat
disekitar sel penghasilnya saja. Mekanisme kerjanya seperti neurotransmitter
pada system saraf, namun dalam penyiapannya mempunyai perbedaan. Kalau
neurotransmitter sebelum dilepaskan bahannya sudah siap, maka sitokin
dibuat secara de novo setelah sel penghasilnya mendapatkan rangsangan.
Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur
immunitas, inflamasi dan hematopoesis. Sitokin adalah salah satu dari
sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan
tubuh yang membawa sinyal antara sel-sel lokal, dan dengan demikian
memiliki efek pada sel-sel lain Sitokin dihasilkan sebagai respon terhadap
stimulus sistem imun. Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor
membran spesifik, yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui second
messenger (tirosin kinase), untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi gen).
Respon-respon terhadap sitokin diantaranya meningkatkan atau menurunkan

ekspresi protein-protein membran termasuk reseptor-reseptor sitokin,


proliferasi, dan sekresi molekul-molekul efektor. Sitokin bisa beraksi pada
sel-sel yang mensekresinya atau aksi autokrin, pada sel-sel terdekat dari
sitokin disekresi atau aksi parakrin. Sitokin bisa juga beraksi secara sinergis
dua atau lebih sitokin beraksi secara bersama-sama atau secara antagonis
sitokin menyebabkan aktivitas yang berlawanan.
2.5 Sifat Umum Sitokin
Seperti diketahui hampir semua sistem biologi memerlukan komunikasi
antar sel untuk pertumbuhan dan pengaturannya. Pada sistem imun
komunikasi antar sel umumnya melibatkan sitokin. Mediator ini diperlukan
untuk proliperasi dan diferensiasi sel-sel hematopoitik dan untuk mengatur
dan menentukan respon imun. Sitokin dalam menjalankan fungsinya sebagai
mediator saling berinteraksi amara sitokin sendiri dan interaksi ini dapat
berjalan sinergis atau antagonis. Oleh karena interaksi tersebut, konsep kerja
sitokin sebagai suatu network.
Sifat-sifat dari sitokin yaitu:
a. Pleiomorfik
Artinya sitokin tertentu dapat bekerja pada beberapa sel yang berbeda,
redundant (berlebihan) sejumlah sitokin mempunyai fungsi yang sama,
multifungsi artinya sitokin yang sama dapat mengatur beberapa fungsi
yang berbeda. Sitokin bisa berefek lokal atau sistemik, lokal bekerja pada
sel yang memproduksinya {autocrine action) atau bekerja pada sel
sekelilingnya (paracrine action). Bila diproduksi dalam jumlah banyak,
sitokin dapat masuk kedalam sirkulasi dan bekerja jauh dari sel yang
memproduksinya (endocrine action). Oleh karena sitokin sebagai mediator
atau pembawa pesan maka ia mempunyai reseptor untuk menerima pesan
terebut dan klasifikasi sitokin didasarkan dari reseptornya pada membran
sel.
b. Redudansi
Beberapa jenis sitokin berbeda dapat menghasilkan efek yang sama satu
suatu sel target.

c. Sinergis
Suatu sitokin dapat mempengaruhi sintesis dan dapat meningkatkan
aktivitas sitokin lainnya.
d. Antagonis
Suatu sitokin bekerja menghambat aktivitas sitokin lainnya.

Sitokin bisa berefek lokal atau sistemik, lokal bekerja pada sel yang
memproduksinya {autocrine action) atau bekerja pada sel sekelilingnya
{paracrine action). Bila diproduksi dalam jumlah banyak, sitokin dapat
masuk kedalam sirkulasi dan bekerja jauh dari sel yang memproduksinya
{endocrine action}. Oleh karena sitokin sebagai mediator atau pembawa
pesan maka ia mempunyai reseptor untuk menerima pesan terebut, dan
klasifikasi sitokin didasarkan dari reseptornya pada membran sel.
2.6 Fungsi Sitokin Dalam Sistem Imun
Ada dua macam respon imun yang terjadi apabila ada mikroba yang masuk ke
dalam tubuh, yaitu innate response dan adaptive response.
a. Innate response
Sel yang berperan dalam innate response adalah sel fagosit (netropil,
monosit dan makrofag). sel yang melepaskan mediator inflamasi (basofil,
sel mast dan eosinofil) serta sel natural killer. Komponel lain dalam innate
response ini adalah komplemen, acutephase protein dan sitokin seperti
interferon.

b. Adaptive response
Adaptive response meliputi proliferasi antigen-specific sel T dan sel B,
yang terjadi apabila reseptor permukaan sel ini berikatan dengan antigen.
Sel khusus yang disebut dengan antigen-presenting cells (APC)
mempresentasikan antigen pada MHC dan berikatan dengan reseptor
limfosit. Sel B akan memproduksi imunoglobulin, yang merupakan
antibodi yang spesifik terhadap antigen yang dipresentasikan oleh sel
APC. Sedangkan sel T dapat melakukan eradikasi mikroba intraseluler dan
membantu sel B untuk memproduksi antibodi.
Ada tiga fungsi sitokin dalam sistem imun yaitu:
a. Sitokin sebagai mediator dan regulator respon imun alam.
b. Sitokin sebagai mediator dan regulator respon imun didapat.
c. Sitokin sebagai stimulator hematopoiesis.
2.7 Peran Sitokin, Imunitasinnate dan Adaptif
Tubuh memiliki system imun untuk melindungi tubuh itu sendiri dari
berbagai mikroba patogen yang membahayakan. Sistem imun terdiri dari dua
macam yaitu system innate imun atau bawaan dan system imun adaptif.
Kedua macam system imun ini memiliki komponen-komponen sendirisendiri yang intinya saling bekerjasama untuk memberikan pertahanan bagi
tubuh sehingga tidak mudah terserang oleh berbagai penyakit khususnya yang
ditimbulkan dari mikroba patogen.
Respon Imun ialah tanggapan terhadap substansi asing yang masuk ke
dalam tubuh. Misalnya mikroorganisme, bakteri, virus, parasit dan molekul
besar (protein, polisakarisa).
Ada 2 respon aktifitas imun yang saling mempengaruhi, yaitu:
1. Pengenalan (recognition), untuk:
Mengenal dan mendeterminasi substansi asing secara spesifik.
Menyeleksi molekul yang bersifat imunogenik.
Membedakan komponen sendiri (self) dari substansi asing (nonself).

2. Tanggapan (respon), untuk:


Mengerahkan bermacam-macam sel dan molekul sehingga menghasilkan
reaksi yang sesuai dan tepat untuk melawan dan menetralkan
substansi/organisme yang masuk.
Innate immunity atau kekebalan alami adalah pertahanan paling awal pada
manusia untuk

mengeliminasi

mikroba patogen

bagi

tubuh. Innatte

immunity merupakan kekebalan non-spesifik. Artinya semua bentuk mikroba


yang masuk akan dieliminasi tanpa memperhatikan jenis dari mikroba itu.
Pada imunitas bawaan ini memiliki dua sistem pertahanan, pertahanan tingkat
pertama dan pertahanan tingkat kedua. Pada pertahanan tingkat pertama
tubuh akan dilindungi dari segala macam mikroba patogen yang menyerang
tubuh secara fisik, kimia dan flora normal. Dan pertahanan kedua yang
dilakukan oleh tubuh untuk melawan mikroba patogen meliputi fagosit,
inflamasi demam dan substansi antimikroba. Yang termasuk sel fagosit
adalah makrofag, sel dendrit, neutrofil. Sedangkan Inflamasi merupakan
respon tubuh terhadap sel yang rusak, repon ini ditandai dengan adanya
kemerahan, nyeri, panas, bengkak. Tujuan inflamasi adalah untuk membatasi
invasi oleh mikroba agar tidak menyebar lebih luas lagi, serta memperbaiki
jaringan atau sel yang telah rusak oleh mikroba. Dan jenis pertahanan kedua
yang terakhir yaitu substansi mikroba. Substansi mikroba yang dimaksud
adalah komplemen. Sistem komplemen merupakan sistem yang penting
dalam innate immunity karena fungsinya sebagai opsonisator untuk
meningkatkan fagositosis sel fagosit dan kemoatrtaktor untuk menarik sel-sel
radang yang menyebabkan inflamasi.
Sistem imun bawaan atau sistem imun nonspesifik adalah respon
pertahanan inheren yang secara nonselektif mempertahankan tubuh dari
invasi benda asing atau abnormal dari jenis apapun, walaupun baru pertama
kali terpajan. (Sherwood, 2001)
Respon ini membentuk lini pertama pertahanan terhadap berbagai faktor
yang mengancam, termasuk agen infeksi, iritan kimiawi, dan cedera jaringan
yang menyertai trauma mekanis atau luka bakar termasuk dalam menghadapi

serangan berbagai mikroorganisme. Sistem ini disebut nonspesifik karena


tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. (Baratawidjaya, 2002)
Selain itu sistem imun ini memiliki respon yang cepat terhadap serangan
agen patogen atau asing, tidak memiliki memori immunologik, dan umumnya
memiliki durasi yang singkat. (OGorman and Albert, 2008)
Fungsi sistem innate immune
1. Mengambil sel imun ke wiayah infeksi dan inflamasi, melalui produksi
faktor kimia, termasuk mediator kimia terspesialisasi yang disebut sitokin.
2. Aktivasi lembah komplemen untuk mengidentifikasi bakteri, mengaktivasi
sel dan melakukan pembersihan sel mati atau sisa-sisa antibodi.
3. Identifikasi dan memindahkan substansi asing yang terdapat pada organ,
jaringan, darah dan limpa, oleh sel darah putih yang terspesialisasi.
Sistem imun adaptif mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang
dianggap asing bagi dirinya. Sistem imun adaptif memiliki beberapa
karakteristik, meliputi kemampuan untuk merespon berbagai antigen, masingmasing dengan pola spesifik, kemampuan untuk membedakan antara antigen
asing dengan antigen sendirinya dan kemampuan untuk merespon antigen
yang ditemukan sebelumnya dengan memulai respon yang kuat. Ada dua
kelas respon imun spesifik yaitu imunitas humoral dan imunitas selular.
(Katzung, 2004)
2.8 Peran sitokin dalam pembentukan sel homeopotik
Peran utama dari sitokin meliputi regulasi dan komunikasi. Sitokin sering
diproduksi oleh tubuh sebagai reaksi terhadap kondisi ketidakseimbangan,
termasuk penyakit dan trauma fisik, dan merupakan upaya untuk
mengumpulkan

bagian-bagian

lain

dari

tubuh

untuk

membantu

mengembalikan keseimbangan yang tepat. Salah satu peran utama sitokin


dasarnya adalah pengaturan, dan dalam hal ini memiliki kemiripan fungsional
yang dekat dengan hormon. Sedangkan sitokin yang disekresikan oleh lebih
menyebar jaringan umum seluruh tubuh. Ini termasuk sel-sel sistem
kekebalan tubuh, yang disebut sel glial dari sistem saraf, dan kedua dinding
dalam dan dinding luar sel yang membentuk dan melindungi organ.

Kebanyakan hormon juga memiliki efek sistem-melebar, sedangkan sebagian


besar sitokin memiliki satu efek khusus dan terarah.
Sebuah fungsi regulasi merupakan salah satu modulasi, umpan balik dan
reaksi baik atas atau bawah untuk menjaga keseimbangan yang sehat yang
tepat. Salah satu yang lebih penting adalah dalam sistem kekebalan tubuh,
serta dua utama lainnya sitokin adalah interleukin dan interferon. Dalam hal
infeksi atau trauma, ini sinyal marabahaya akan membanjiri aliran darah.
Beberapa peneliti medis mendefinisikan peran sitokin sebagai agen
imunomodulasi.
Peran utama sitokin juga untuk komunikasi secara kimiawi dengan sel
terpencil lain dari tubuh, isyarat atau memicu mereka untuk melakukan fungsi
masing-masing, dan untuk mengatur fungsi mereka. Sebagian sitokin adalah
target spesifik, protein mereka terstruktur tepat agar sesuai dengan struktur
dinding sel mereka berusaha untuk sinyal. Kebalikannya belum tentu benar,
sitokin yang berbeda dapat menargetkan sel yang sama dan memicu reaksi
yang sama. Sitokin juga diyakini memiliki peran dalam memulai beberapa
tahap perkembangan janin.

10

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari materi yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa
imunomodulator merupakan senyawa tertentu yang dapat meningkatkan
mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan
terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun
humoral. Sedangkan sitokin merupakan mediator yang dihasilkan oleh sel
dalam reaksi radang atau imunologik yang berfumgsi sebagai isyarat antara
sel-sel untuk mengatur respons setempat dan kadang-kadang juga secara
sistemik. Imunomodulator dan sitokin mempunyai fungsi dan peranan yang
saling bekerjasama.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Imunomudulator dan
Sitokin yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami
banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

11

DAFTAR PUSTAKA
Maat, Suprapto. 2008. Patologi Klinik. Surabaya: Tabloid Kabar Sehar.
Subowo. 1988. Imunobiologi. Bandung: Angkasa.

12

Anda mungkin juga menyukai