Abstrak
Perkembangan sosial remaja dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu faktor biologi,
lingkungan, perkembangan moral, kognitif, dan psikososial. Dalam perkembangan remaja
juga terdapat peran dari orang-orang sekitar anak tersebut. Banyak terdapat masalah remaja
dari yang sederhana sampai serius. Masalah tersebut dapat timbul karena adanya gangguan
dalam perkembangannya baik pada masa anak-anak maupun pada masa remaja itu sendiri.
Karena mental remaja yang masih labil, remaja masih perlu dibimbing dan diarahkan.
Abstract
Adolescents sosial development depend on several thing which are biology factor,
environment, moral development, cognitive, psychosocial. In adolescents development there
is an involvement from people surround them. There are many adolescents problem
occurred from the simple one to complex. The problems occurred because there is distract in
their childhood development or in adolescence itself. Because adolescent mental is still
unstable, adolescent still needed a guide.
Pendahuluan
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menjadi dewasa dalam tahapan
perkembangan baik secara fisik maupun mental yang berubah dengan cepat. Pada saat anak
memasuki masa remaja akan berpengaruh pula pada perkembangan sosialnya. Remaja
seringkali dituntut untuk dapat melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan orang dewasa
karena secara fisik mereka sudah bukan anak-anak lagi yang harus dibantu untuk
mengerjakan banyak hal, tetapi justru pada masa remaja seorang anak masih memerlukan
bimbingan karena perubahan-perubahan cepat yang terjadi pada dirinya. Selain itu remaja
masih labil dan masih dalam tahap pencarian jati diri, banyak masalah remaja yang timbul
karena mental yang masih labil seperti penindasan dan pengucilan, di Indonesia sendiri
penindasan di kalangan anak sekolah masih sering terjadi.1
Tumbuh kembang
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda,
tetapi saling berkaitan dan sulit di pisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Sedangkan pengertian mengenai apa yang di maksud dengan pertumbuan dan perkembangan
adalah sebagai berikut. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan
ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan
keseimbanga metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).1
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan. Di sini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing
dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah
laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.1
anak yang optimal, bahkan kedua faktor ini dapat menyebabkan kematian anak-anak sebelum
mencampai usia Balita.2,3
Faktor lingkungan, lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai
atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya
potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini
merupakan lingkungan bio-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari
konsepsi sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan secara garis besar dibagi menjadi faktor
lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam kandungan (Faktor prenatal)
dan faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir (Faktor
postnatal). Pada usia bayi sampai prasekolah lingkungan yang berpengaruh adalah
lingkungan keluarga sedangkan masa sekolah anak akan lebih lama menghabiskan waktu
bersama teman-teman dan di luar rumah.2,3
perorangan yang mengasuh, sanitasi lingkungan. Pakaian yang layak, kesegaran jasmani,
rekreasi.4
Kebutuhan emosi, kasih saying (asih). Pada tahun-tahun pertama kehidupan,
hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu ataupun pengganti ibu dengan anak
merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental
maupun psikososial. Berperannya dan kehadiran ibu atau penggantinya sedini dan selanggeng
mungkin, akan menjalin rasa aman bagi bayinya. Ini diwujudkan dengan kontak fisik dan
psikis sedini mungkin, misalnya dengan menyusui bayi secepat mungkin segera setelah lahir.
Kekurangan kasih sayang ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai dampak
negatif pada tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun sosial emosi, yang disebut
Sindrom Deprivasi Maternal. Kasih sayang dari orang tuanya akan menciptakan ikatan yang
erat dan kepercayaan dasar.4
Kebutuhan akan stimulasi mental (asah). Stimulasi mental merupakan cikal bakal
dalam proses belajar pada anak. Stimulasi mental ini mengembangkan perkembangan mental
psiokososial, kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moraletika, produktivitas, dan sebagainya.4
pembentukan sisitem kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai faktor
penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai.1,3
Remaja pada tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang
dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial
dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya,
remaja telah mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda
dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai
lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja
mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak,
kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis
dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan
norma pergaulan sesama remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk
memilih teman hidup.2
menyesuaikan dirinya dan mengakomodasi, orang tua melindungi anak, komunikasi antar
anggota berlangsung dengan baik, keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan
mewariskan nilai-nilai budaya, dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi fungsi
seperti diatas, keluarga tersebut berarti mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi
yang pada gilirannya akan merusak kekokohan konstelasi keluarga tersebut khususnya
terhadap perkembangan kepribadian anak.5
Adapun ciri ciri keluarga yang mengalami disfungsi yaitu kematian salah satu atau
kedua orangtua, kedua orangtua bercerai, hubungan kedua orangtua tidak baik, hubungan
orangtua dengan anak tidak baik, suasana rumah tangga yang tegang tanpa kehangatan,
orangtua sibuk dan jarang di rumah, dan salah satu atau kedua orangtua mengalami kelainan
kepribadian atau gangguan kejiwaan.5
Hubungan antara karakteristik emosional dan pola perlakuan keluarga dengan
kepribadian remaja. yaitu sebagai berikut. Remaja yang memiliki ego kuat secara konsisten
berkaitan erat dengan pengalamannya dilingkungan keluarga yang saling mempercayai dan
menerima. Remaja yang gampang akrab dengan orang lain dan spontan, berhubungan erat
dengan iklim keluarga yang demokratis. Remaja yang bersikap bermusuhan dan memiliki
perasaan gelisah atau cemas terhadap dorongan dorongan dari dalam, berkaitan dengan
keluarga yang otoriter.5
Bersosialisasi
memerlukan
kematangan
fisik
dan
psikis.
Untuk
mampu
mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa
ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan
baik.6
Hubungan sosial ekonomi keluarga juga berpengaruh pada perkembangan mental dan
sosial anak. Keluarga dengan sosial ekonomi kurang cenderung lebih keras dalam toilet
training dan lebih sering meggunakan hukuman fisik, dibandingkan dengan kelas menengah.
Kelas Menengah cenderung lebih memberikan pengawasan, dan perhatiannya sebagai
orangtua. Kelas atas cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan
kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang pendidikan yang reputasinya tinggi, dan
biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya.7
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial
keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai
anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam
keluarga anak itu. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan
kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.7
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif
yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial
anak akan senantiasa menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu,
maksud menjaga status sosial keluarganya itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam
pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi
terisolasi dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan
normanya sendiri.6
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan
sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial
anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan
dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara
sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di sekolah (lembaga pendidikan). Kepada
peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan
kepada norma kehidupan bangsa dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan
membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.6
Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma
pergaulan. Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi cukup sulit,
karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesame remaja juga terselip
pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup. Kehidupan sosial
remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Remaja sering
mengalami sikap hubungan sosial yang tertuutup sehubungan dengan masalah yang
dialaminya. Menurut Erick Erison, pada masa remaja terjadi masa krisis, masa pencarian jati
diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural.
Sedangkan menurut Freud, Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada
kepentingan seksual atau libido. Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk
kelompok-kelompok, baik kelompok besar maupun kelompok kecil.2
cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak
hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam
lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang
dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-kanak
diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat
melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan
dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka
sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Salah satu poin yang perlu diperhatikan
yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara
baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya
ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity
confusion atau kekacauan identitas.2
Di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan dengan
kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit ruang toleransi terhadap
masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut maladaptif ini
dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat fanatisisme ini menganggap
bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan
identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka Erikson menyebut malignansi
ini dengan sebutan pengingkaran. Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya
di dunia orang dewasa atau masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat
lain yang merupakan bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang
mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya.2
Kemampuan kognitif
Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,
memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi,
kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan
kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal
ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi. Secara
umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan pengetahuan,
Tahap pra-operasional. Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan.
Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua
tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra) Operasi
dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek.
Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai.
Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan
gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk
melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan
satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Menurut Piaget, tahapan
pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam
tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai
merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih
menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung
egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal
tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari
orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif
orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan
menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.2
Tahap operasional konkrit. Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan.
Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan
logika yang memadai.2
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan
nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada gradasi
abu-abu di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara
fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.
Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia
tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan
penalaran dari tahap operasional konkrit.2
Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget
mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama
namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.2
Masalah-masalah remaja
Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi
dirumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas, dan lain-lain.
Masalah khas remaja, yaitu maslah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja,
seperti masalah pencapaian kemandirian kesalahpahaman, adanya hak-hak besar dan lebih
sedikit kewajiban yang di bebankan oleh orang tua.6
Tatalaksana masalah
Untuk melakukan tatalaksana perlu dipahami latar belakang masalah remaja dan
mencari faktor atau emosional masa lalu dan sekarang yang mungkin berpengaruh akan
timbulnya gangguan mental emosional. Juga perlu mendapatkan data hubungan remaja
dengan orang tua, keluarga, teman, dan orang disekelilingnya. Metode penanganan yang
diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan remaja dengan seberapa berat masalahnya.
Psikoterapi untuk anak dan keluarga serta jika diperlukan dapat diberikan training program
untuk anak (social skill training) dan orang tua (parent management training).8
Kesimpulan
Dari faktor-faktor perkembangan yang telah disampaikan diatas, dapat dipahami
bahwa remaja yang pemalu dan jarang bergaul di sekolah tetapi di rumah selalu marah-marah
dan menentang orang tuanya mengalami masalah atau gangguan dalam tumbuh kembang dan
siklus kehidupannya. Gangguan dapat terjadi pada tahap perkembangan anak atau pada tahap
perkembangan remaja itu sendiri, perlu juga diperhatikan aspek-aspek lingkungan, biologis
dan apakah kebutuhan dasar terpenuhi atau tidak untuk dapat mengetahui penyebab perilaku
remaja tersebut. Tekanan dari lingkungan sosial dan dari diri sendiri berupa perbuhan yang
cepat secara fisiologis dan psikologis dapat menjadi faktor utama masalah perilaku pada
remaja. Untuk menangani perilaku remaja tersebut dapat dilakukan psikoterapi untuk anak
dan keluarga, bisa juga menambahkan training program untuk anak dan orangtua.2,6,8
Daftar pustaka
1. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Edisi ke-1. Jakarta: EGC. 1995.h.3-10
2. Maramis WS. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
1995.h.33-89
3. Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh IGNG, Wiradisuria S.
Buku ajar 1 tumbuh kembang anak dan remaja. Jakarta: CV Sagung Seto Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2002.h.138-73
4. Stephen SA. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-15. Jakarta: EGC. 2000.h.45-85
5. Harold IK, Benjamin JS. Buku saku psikiatri klinik. Jakarta: Binarupa Aksara.
1994.h.256-95
6. Soetjiningsih. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.
2004.h.107-17
7. Gunarsa SD, Gunarsa YD. Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta :
Gunung Mulia. 2008. h.14-5
8. Anita W. Psikologi edukasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.h.49-51