Anda di halaman 1dari 14

BAB III

PENDEKATAN FORMULA
III.1. Uraian Bahan
1. Pengawet
a. Propilen glikol (FI III, Hal. 534; HOPE, hal 592)
Kelarutan

: Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P dan


dengan Kloroform P ; Larut dalam 6 bagian eter P, tidak
dapat bercampur dengan eter minyak tanah P dan dengan
minyak lemak.

Stabilitas

: Pada Temperatur yang dingin propilen glikol stabil dalam


wadah tertutupbaik, tetapi pada suhu tinggi, ditempat terbuka
propilen

glikol

cenderung

mengoksidasi

sehingga

menimbulkan produk propional dehida, asam laktat, pirurat


asam dan asam asetat. Propelin glikol stabil secara kimia bila
dicampur dengan etanol (95 %), gliserin atau air.
Inkompatibilitas : Propelin glikol inkom dengan bahan pengoksida seperti
potasium permanganate.
Konsentrasi

: Sebagai pengawet 15%-30%

b. Natrium Benzoat (FI IV Hal 584; Hope 6th Hal 627)


Kelarutan

: Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan
lebih mudah larut dalam etanol 90%.

Stabilitas

: Larutan encer dapat disterilkan dengan autoclave atau filtrat.

Inkompatibilitas : inkompatibel dengan campuran kuartener, gelatin, garamgaram besi, garam-garam kalsium dan garam-garam dari
logam berat. Aktivitas pengawet akan berkurang apabila
kaolin atau surfaktan non ionik.
Konsentrasi

: 0,02-0,5%

c. Asam Benzoat (FI III Hal. 49; HOPE 6th Hal 66


Kelarutan

: Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang
3 bagian etanol (95 %) p. Dalam 8 bagian kloroform p dan
dalam 3 bagian eter p.

Stabilitas

: dalam 0,5 % b/v larutan berair, asam benzoat telah dilaporkan


stabil selama 8 minggu baik disimpan dalam botol dan pada
suhu kamar.

Inkompatibilitas : mengalami reaksi khas asam organik, misalnya dengan


alkalis atau logam berat kegiatan pengawet dapat dikurangi
dengan interaksi kaolin
Konsentrasi

2. Pemanis
a. Sakarin (FI IV Hal 748; Hope 6th Hal 606)
Kelarutan

: Agak sukar larut dalam air, dalam kloroform dan dalam eter,
larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol. Mudah
larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam alkali
karbonat dengan pembentukan karbondioksida.

Stabilitas

: Sakarin stabil dibawah kondisi kisaran normal yang


digunakan dalam formulasi. Dalam bentuk tidak terdeteksi
dekomposisinya, dan pada suhu 1250 c pada ph rendah (ph 2)
selama > 1 jam tidak terjadi dekomposisi yang terbentuk
adalah (ammonium -o- sulfo) asam benzoate. Sakarin harus
disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk dan
kering.

Imkompatibilitas : Sakarin dapat bereaksi dengan molekul besar yang dapat


memicu atau menyebabkan reaksi tersebut terbentuk.
Konsentrasi

: 0,02-0,5%

b. Sukrosa (FI IV Hal 762; Hope 6th Hal 703 )


Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air; lebih mudah larut dalam air
mendidih; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam
kloroform dan dalm eter.

Stabilitas

: sukros stabil pada temperatur ruangan dan pada kadar


kelembaban relatif. Menyerap kelembaban sampai 1% yang
dipanaskan pada suhu 900 c. Sukrosa ketika dipanaskan pada
suhu diatas 1600c akan membentuk caramel.

Inkompatibilitas : Serbuk sukrosa dapat terkontaminasi dengan adanya berat


logam yang dapat menyebabkan ketidak cocokan dengan
bahan aktif misalnya asam askorbat. Sukrosa yang dapat
terkontaminasi dengan sulfur dan pemurnian.
Konsentrasi

: Sebagai pemanis 67 %

c. Aspartam (Hope 6th Hal 48 )


Stabilitas

: Aspartam stabil dalam kondisi kering, dalam keadaan


lembab, hidrolisis dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
produk. Seperti aspartyl phenylamine dan 3-benzyl -6carboxyl

methyl-2,5-diketopiperazine.

Hasil

degradasi

produk yang ketiga juga diketahui yaitu -l-aspartyl-lphenylamine methyl ester. Kestabilannya pada suhu 250 c
dalam larutan penyangga.
Inkompatibilitas : Aspartam inkompatibel dengan kalsium dibasic fosfat dengan
lubricant magnesium stearat dan juga reaksi antara aspartame
dan gula alcohol.
3. Emulgator
a. Tween 80 (FI IV Hal 687; HOPE 5th Hal 584)
Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau, dan


praktis tidak berwarna. Larut dalam etanol p, dalam etil asetat
dan tidak larut dalam minyak mineral.

Stabilitas

: Stabil dalam elektrolit dan asam serta basa lemah

Inkompatibilitas : Perubahan warna atau presipitat terjadi pada berbagai zat


khususnya fenol, tanin, aktivitas pengawet antimikroba
paraben dapat berkurang adanya polisorbatum.
Konsentrasi

: 5%
th

b. Span 80 (HOPE 6 Hal 677)


Kelarutan

: Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan dapat


bercampur dengan alkohol, sedikit larut dalam minyak biji
kapas.

Stabilitas

: Perlahan-lahan akan membentuk busa dengan adanya asam


kuat dan basa. Stabil terhadap asam lemah dan basa lemah
dapat disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat kering
dan sejuk.

Inkompatibilitas : Konsentrasi

: m/a 1-10%

c. Natrium Lauril Sulfat (FI III Hal 713; HOPE 6th Hal 651)
Kelarutan

: Larut dalam air

Stabilitas

: Natrium Lauril Sulfat stabil dalam kondisi penyimpanan


normalnya. Namun dalam larutan di bawah kondisi ekstrim
yaitu pH 2,5 atau di bawahnya akan mengalami hidrolisis
menjadi lauril alkohol dan soidum bisulfat. Sebagaian besar
bahan harus disimpan dalam wadah tertutup baik, jauh dari
oksidasi kuat di tempat sejuk dan kering.

Inkompatibilitas :

Natrium Lauril Sulfat bereaksi dengan surfaktan kationik


yang menyebabkan penurunan aktivitas bahkan dalam
konsentrasi

terlalu

rendah

sehingga

menyebabkan

pengendapan. Natrium Lauril Sulfat kompatibel dengan asam


encer dan kalsium dan ion magnesium. Natrium Lauril Sulfat
tidak kompatibel dengan garam dari polifalen ion logam
seperti aluminium, timah atau seng dan presipitan dengan
garam kalium.
Konsentrasi

: Sebagai emulgator 0,5-2,5 %

4. Antioksidan
a. tokferol (HOPE 6th)
Kelarutan

: tokferol asam suksinat tidak larut dalam air, sukar larut


dalam larutan alkali, larut dalam etanol, dalam aseton dan
dalam minyak nabati.

Stabilitas

: tokferol ester stabil sebagai bahan pengoksidasi yang bebas


tetapi memilki sedikit resiko akibat kurang efektivitasnya
suatu penghambat oksidasi tokferol harus disimpan dalam

wadah inert, dalam kedap udara. Botol dalam keadaan dingin


tempat kering dan terlindung dari cahaya
Inkompatibilitas : tokferol inkompatibel dengan bahan peroksida dan ion
metal terutama besi, tembaga dan perak.
Konsentrasi

b. Asam Askorbat (HOPE 6th Hal 45, FI III Hal 47)


Kelarutan

: Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol 95 % p,


praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter p, dalam
benzena p.

Stabilitas

: Dalam bentuk serbuk, asam askorbat ralatif stabil di udara


tidak adanya oksigen dan bahan pengoksidasi lain. Asam
askorbat tidak stabil dalam larutan terutama larutan alkali,
mudah mengalami oksidasi jika terpapar dengan udara.

Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan alkali, ion logam berat khususnya


tembaga dan besi, bahan pengoksidasi, methenamine,
phenyleprien hidroklorida, pyrilamine maleat, salisilamida,
natrium nitrit, natrium salisilat, salisilat theobromine, dan
picotamide.
Konsentrasi

c. Asam sitrat (FI III, Hal 50; Hope 6th Hal 181)
Kelarutan

: Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam 1,5 bagian
etanol (95%) p; sukar larut dalam eter p.

Stabilitas

: Asam sitrat nonhidrat kehilangan kristal dipanaskan pada


400c. Sedikit mencair pada udara lembab.

Inkompatibilitas : Asam sitrat inkompatibel dengan potasium tartrat alkali, dan


alkali tanah karbonat, bikarbonat, asetat dan sulfide.
Inkompatibel juga dengan bahan pengoksida, basa, bahan
pereduksi dan nitrat. Asam sitrat berpotensi meledak dalam
kombinasi dengan besi nitrat. Dalam penyimpanan, sukrosa
dapat mengkristal dari sirup dengan adanya asam sitrat.
Konsentrasi

5. Pengental
a. Na CMC (FI IV Hal 175; Hope 6th Hal 119)
Kelarutan

: Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal,


tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut
organik lain.

Stabilitas

: Na CMC dapat disterilkan dalam keadaan kering dengan


memperhatikan pada suhu 160OC. Namun proses ini
mengakibatkan pengurangan viskositas. Setelah proses di
dalam autoklav viskositas berkurang sekitar 2%.

Inkompatibilitas :
Konsentrasi

: Sebagai pengental 0,025-1%

6. Pewarna
a. FD&C Yellow (Hope 6th Hal 195)
Kelarutan

: Mudah larut dalam air, gliserin dan propilenglikol (50%),


sedikit larut dalam propilenglikol.

Stabilitas

: Bahan

pewarna

obat

membentuk

bermacam-macam

kelompok zat kimia. Beberapa warna terutama pigmen


anorganik, menunjukan stabilitas yang baik.
Inkompatibilitas : Kompatibel dengan asam sitrat, larutan sukrosa dan natrium
bikarbonat jenuh, tidak kompatibel dengan asam askorbat,
gelatin dan glukosa.
b. FD&C Red # 40 (Hope 6th Hal 189-196)
Stabilitas

: Bahan

pewarna

obat

membentuk

bermacam-macam

kelompok zat kimia. Beberapa warna tertera pigmen


anorganik, menunjukan stabilitas yang baik, zat pewarna lain,
seperti beberapa pewarna lain memiliki stabilitas yang buruk
tapi digunakan dalam formulasi karena toksisitasnya rendah.
Inkompatibilitas : berbeda untuk setiap jenis warna.

c. FD&C Green No 3 (Hope 6th Hal 189-196)


Stabilitas

: Bahan

pewarna

obat

membentuk

bermacam-macam

kelompok zat kimia. Beberapa warna terutama pigmen


anorganik, menunjukan stabilitas yang baik,
Inkompatibilitas : Berbeda untuk setiap jenis warna
7. Pelarut
a. Air (FI III Hal 96; Hope 6th Hal 776)
Stabilitas

: Air secara kimia stabil disemua bentuk fisika (es, cairan, dan
uap). Air meninggalkan system kemurnian farmasetik dan
masuk ketempat penyimpanan dengan spesifik. Penyimpanan
dan sistem distribusi harus dapat dipastikan bahwa air
terlindungi dari kontaminasi ion dan organik. Sistem juga
harus dapat dihambat dan diminimalisir.

Inkompatibilitas : Dalam formulasi farmasetik, air dapat bereaksi dengan obat


dan bahan tambahan lainnya memungkinkan terjadinya
hidrolisis pada suhu sedang dan tinggi. Air dapat bereaksi
cepat dengan logam alkali dan oksida lain seperti kalsium
oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan
garam anhidrt untuk membentuk hidrat pada komposisi yang
berfariasi dan dengan bahan organic tertentu dan kalsium
karbid.
III.2 Alasan Penambahan
1. Pengawet
a. Propilen glikol

Bahan pengawet merupakan substansi alami atau sintesis yang ditambahkan


dalam suatu produk makanan, obat-obatan, kosmetik, cat dan sebagainya
dengan maksud untuk mecegah terjadinya dekomposisi karena adanya
pertumbuhan mikroba atau terjadinya perubahan secara kimiawi (Dwiartyani,
G.N, 2012).

Propilen glikol merupakan pengawet antimikroba, desinfektan, humectants,


pelarut, agen stabilisasi dan yang banyak digunakan adalah sebagai pencampur

dan pengawet, bahan ini bening, tanpa warna, kental dan tidak berbau
(Dwiartyani, G.N, 2012).

Propilen glikol juga digunakan sebagai bahan pada kosmetik dan industri
makanan, bahan ini dinyatakan stabil secara kimia ketika dicampur dengan
etanol (95%), gliserol atau air. Propilen glikol digunakan secara luas pada
formulasi obat-obatan, kosmetik hingga makanan karena bahan ini dianggap
tidak toksik, tetapi penggunaan bahan ini sebesar 35% pada suatu formulasi
dapat menyebabkan hemolisis pada manusia (Dwiartyani, G.N, 2012).

b. Natrium Benzoat

Digunakan natrium benzoat yakni sebagai pengawet antimikroba, dimana


pengawet antimikroba merupakan salah satu komponen dari sirup (Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi, hal 328)

Pengawet-pengawet yang umum digunakan sebagai pengawet lazim yang


efektif adalah natrium benzoate pada konsentrasi 0,02-0,5% (Hanbook of
Pharmaceutical Edition 6th, hal 627)

Natrium benzoate digunakan sebagai bahan pengawet dalam kosmetik,


makanan, dan sediaan bahan farmasi (Hanbook of Pharmaceutical edition 6th
hal 627).

c. Asam Benzoate

Menurut Winarno (1986), asam benzoat merupakan bahan pengawet yang


sering digunakan pada bahan makanan yang bersifat asam, karena kelarutannya
lebih besar maka biasa digunakan dalam bentuk garam.

Tranggono (1989) menyatakan benzoat berfungsi untuk memperpanjang umur


simpan suatau makanan dengan cara menghambat pertumbuhan mikroba oleh
karena itu benzoat sering juga disebut sebagai senyawa anti mikroba.

Asam benzoat mempunyai pH optimal untuk menghambat mikroorganisme


yaitu pH 2,5-4,0. Asam benzoat dan natrium benzoat digunakan untuk
menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri tetapi kurang efektif untuk
kapang (Afrianti, 2010:57).

2. Pemanis
a. Sakarin

Sakarin mempunyai sifat stabil, non karsinogenik, nilai kalori rendah, harga
relative murah. Intensitas rasa manis garam na sakarin cukup tinggi yaitu kirakira 200-700 kali sukrosa 10%. Dampak sakarin terhadap tubuh manusia masih
menunjukan hasil yang konvensional (Analisis dan aspek kesehatan bahan
tambahan pangan, hal 73).

Sakarin sebagai pemanis buatan biasanya dalam bentuk garam berupa kalsium,
kalium dan na sakarin. Kombinasi penggunaanyadengan pemanis buatan
rendah kalori lainnya bersifat sinergis. Sakarin tidak dimetabolisme oleh tubuh,
lambat diserap oleh usus, dan cepat dikeluarkan melalui urin tanpa perubahan.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa sakarin tidak menyebabkan bahwa
sakarin tidak menyebabkan karies gigi dan cocok bagi penderita diabetes
(Penerapan standar penggunaan pemanis buatan pada produk pangan).

Sakarin dan garamnya telah digunakan sebagai pemanis sejak beberapa tahun
yang lalu, sakarin dalam bentukseperti sodium sakarin dan kalsium sakarin
secara luas digunakan sebagai pemanis non kalori dalam minuman dan
makanan, khususnya produk untuk penderita diabetes serta berbagai produk
non makanan (studi paparan dan metabolism sakarin (pemanis buatan)
padajajanan makanan).

b. Sukrosa

Sukrosa memiliki kelarutan sangat mudah larut dalam air, sehingga cocok
untuk sediaan larutan (FI IV, hal 762).

Sukrosa juga banyak digunakan sebagai pembawa dalam bentuk sediaan


larutan oral atau untuk meningkatkan viskositas

c. Aspartam

Aspartam memiliki rasa manis 160 200 kali sukrosa, tidak ada rasa pahit atau
After Taste yang sering terdapat pada pemanis buatan (Kajian keamanan
bahan tambahan pangan pemanis buatan).

Aspartam dapat digunakan untuk semua jenis gula rendah kalorinya yang
rendah dan tidak menyebabkan kelainan gigi seperti karies. (Skripsi pembuatan
bubuk effervescent dari ekstrak ubi ungu).

3. Emulgator
a. Tween 80

Tween 80 atau Polysorbate 80 merupakan ester oleat dari sorbitol di mana tiap
molekul

anhidrida sorbitolnya berkopolimerisasi

dengan 20 molekul

etilenoksida. Tween 80 berupa cairan kental berwarna kuning dan agak pahit
(Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).

Polysorbate digunakan sebagai emulsifying agent pada emulsi topikal tipe


minyak dalam air, dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik pada emulsi
minyak dalam air, dan untuk menaikkan kemampuan menahan air pada salep,
dengan konsentrasi 1-15% sebagai solubilizer.

Tween 80 digunakan secara luas pada kosmetik sebagai emulsifying agent


(Smolinske, 1992). Tween 80 larut dalam air dan etanol (95%), namun tidak
larut dalam mineral oil dan vegetable oil. Aktivitas antimikroba dari pengawet
golongan paraben dapat mengurangi jumlah polysorbate (Rowe et al., 2009).

b. Span 80

Span 80 mempunyai nama lain sorbitan monooleat. Pemeriannya berupa warna


kuning gading, cairan seperti minyak kental, bau khas tajam, terasa lunak.
Kelarutannya tidak larut tetapi terdispersi dalam air, bercampur dengan
alkohol, tidak larut dalam propilen glikol, larut dalam hampir semua minyak
mineral dan nabati, sedikit larut dalam eter. Berat jenis pada 20Oc adalah 1
gram. Nilai HLB 4,3. Viskositas pada 25 Ester sorbitan secara luas digunakan
dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sebagai surfaktan nonionik
lipofilik.

Ester sorbitan secara umum dalam formulasi berfungsi sebagai emulsifying


agent dalam pembuatan krim, emulsi, dan salep untuk penggunaan topikal.
Ketika C adalah 1000 cps (Smolinske, 1992). Span 80 dapat dimasukkan dalam
basis tipe parafin untuk membentuk basis tipe anhidrat yang mampu digunakan
sebagai emulsifying agent tunggal, ester sorbitan menghasilkan emulsi air
dalam minyak yang stabil dan mikroemulsi, namun ester sorbitan lebih sering
digunakan dalam kombinasi bersama bermacam-macam proporsi polysorbate

untuk menghasilkan emulsi atau krim, baik tipe M/A atau A/M (Rowe et al.,
2009).
c. Natrium Lauril Sulfat

Natrium lauril sulfat merupakan surfactan anionic yang biasa digunakan dalam
body care maupun hair care, selain sebagai surfactan Na lauril sulfat pun dapat
digunakan sebagai pembentuk busa. Surfactan ini berfungsi untuk mengangkat
kotoran yang ada di kulit. Di beberapa negara eropa, Na lauril sulfat ini sudah
dimodifikasi menjadi bentuk Na laureth ester sulfat yang tingkat iritasi kulitnya
lebih rendah.

4. Antioksidan
a. Alfatokoferol

Alfa tokoferol dan beta karoten dapat berfungsi mengendalikan peroksida


lemak dengan menyumbangkan hidrogen ke dalam reaksi, menyekat aktivitas
tambahan yang dilakukan oleh peroksida, sehingga memutus reaksi berantai
dan bersifat membatasi kerusakan sel (Hariyatmi, 2004).

Berfungsi sebagai antioksidan dan agen obat sumber vitamin E, kaya dan
efektif sebagai antioksidan. -tokoferol biasanya digunakan dalam konsentrasi
0,001-0,005% v/v (HOPE 5th)

Aksi biologis utama vitamin E dikenal sebagau proteksi polyunsakurated asam


berlemak dan jadi membran oksidasi dapat dicegah oleh vitamin E (martindale
35)

Vitamin E berfungsi mencegah oksidasi untuk lemak tidak jenus didalam


membran, mencegah hemolisis sel darah merah.

b. Asam sitrat

Antioksidan sekunder adalah suatu zat atau senyawa yang dapat mencegah
kerja prooksidan. Prooksidan adalah suatu senyawa yang dapat mempercepat
terjadinya proses oksidasi. Senyawa yang tergolong antioksidan sekunder ini
bersifat sinergis, yaitu interaksi antara dua antioksidan yang dapat
meningkatkan efektifitas antioksidan tersebut. Mekanisme reaksi sebagai
antioksidan yang terjadi dapat berupa penyerapan terhadap sinar UV (UV
absorber), sebagai contoh senyawa flavonoid. Mekanisme lain dapat berupa

deaktivator dari ion logam (metal deactivator), yaitu melalui pembentukan


senyawa kompleks, contoh dalam bidang farmasi yang sering digunakan
adalah etilendiamintetraasetat (EDTA), asam sitrat, asam tartrat dan beberapa
asam amino. Asam asam organik tertentu, biasanya dikarboksilat atau
trikarboksilat dapat mengikat logam logam (sequestran), sebagai contoh
salah satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti yang
dilakukan pada minyak kedelai (Triyem, 2010).
c. Asam askorbat

Antioksidan sebenarnya didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja


menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif
membentuk radikal bebas tidak reaktif yang relatif stabil. Vitamin C telah
dikenal sebagai jenis antioksidan yang efektif untuk menangkal radikal bebas.

Vitamin C mengandung asam askorbat yang mudah dioksidasi menjadi asam


dehidroaskorbat yang berperan dalam menghambat reaksi oksidasi yang
berlebihan (Anonimus, 2007b). Menurut Bellaart (1983) asam askorbat adalah
zat yang memiliki sifat pereduksi yang kuat. Dengan dilepaskannya dua atom
hidrogen, asam askorbat dapat diubah menjadi asam dehidroaskorbat.
Pengubahan asam askorbat menjadi asam dehidroaskorbat merupakan suatu
reaksi yang reversibel dan kedua zat itu membentuk suatu reduksi-oksidasi.

Vitamin C mampu menghambat pembentukan radikal superoksida, radikal


hidroksil, radikal peroksil, oksigen singlet dan hidrogen peroksida dengan cara
mengikat oksigen (Suhartono et al., 2007).

5. Pengental
a. Na CMC

Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak
berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang
bersifat higroskopis (Inchem, 2002). Menurut Tranggono dkk. (1991), CMC ini
mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi
pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible). Viskositas
larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran pH Na-CMC adalah 5-11

sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah (<3), Na-CMC


akan mengendap (Anonymous.2004).

Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang


bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang
sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi
dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan
viskositas (Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal ini akan menyebabkan
partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses
pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.

Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang penting dari
Na-CMC yaitu untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel dan beberapa hal
sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na-CMC) tidak
berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan
kestabilan.

6. Pewarna
a. FD&C Red #40

FD&C Red #40 digunakan sebagai pewarna merah pada sediaan ini
disesuaikan dengan strobery flavour yang digunakan dalam sirup ini.

Pemakaian warna merah ini ditujukan untuk menambah daya tarik dari sediaan.

b. FD&C Green #3

Bahan pewarna merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan nilai suatu
bahan pangan. Selain itu secara visual warna juga dapat digunakan untuk
menentukan kesegaran atau keuntungan suatu produk. Penggunaan bahan
pewarna harus semenarik mungkin sehingga dapat menambah daya tarik dari
produk tersebut (Analisis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan , 53).

Bahan pewarna obat (Termasuk FDC green no.3) dapat membentuk berbagai
macam kelompok zat kimia. Beberapa warna, terutama pigmen anorganik,
memiliki stabilitas yang baik. Tetapi ada pula pelarut organic yang memiliki
stabilitas yang buruk, tetapi masih digunakan dalam formulasi karena
toksisitasnya yang rendah (Hope 6th , 189)

c. FD&C yellow

FD&C yellow digunakan sebagai pewarna kuning pada sediaan ini disesuaikan
dengan orange flavor yang digunakan dalam sirup ini.

Pemakaian warna kuning ini ditujukan untuk menambah daya tarik dari
sediaan.

7. Pelarut
Aquadestilata

air banyak digunakan sebagai bahan baku dan pelarut dalam pengolahan dan
pembuatan produk farmasi (Hope 6th hal 766).

Air murni dimaksudkan untuk penggunaan dalam pembuatan bentuk-bentuk


saediaan yang mengandung air (Ansel, hal 315).

Formulasi sediaan cair pada umumnya mengupayakan zat aktif yang terdapat
dalam formula agar dilarutkan dalam cairan yang digunakan sebagai
mediumnya umumnya adalah air (Efrinora, hal 103).

Anda mungkin juga menyukai