Anda di halaman 1dari 14

Tinjauan Pustaka

Demam Tifoid pada Penderita 35 Tahun


Ega Farhatu Jannah
(102012277)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No. 06 Jakarta Barat
farhatujannahega@yahoo.com
Latar Belakang
Demam merupakan suatu gejala dari beberapa penyakit. Namun tidak semua penyakit
menimbulkan demam. Demam biasanya disertai menggigil pada beberapa penyakit dan
kondisi tertentu. Dengan gejala demam saja, kita tidak bisa menentukan secara langsung
seseorang menderita penyakit tertentu, namun harus ada gejala penunjang yang lain atau
dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apakah seseorang
dengan gejala demam yang terus menerus dan lebih panas pada malam hari, nyeri pada
kepala dan ulu hati, disertai mual dan muntah, menderita penyakit demam tifoid ataukah ada
penyakit lain yang menyebabkan gejala seperti di atas serta penyebab penyakit, dan cara
penanganannya.
Anamnesis
Dalam dunia kedokteran, terdapat aforisme yang mengatakan bahwa dari 80% kasus,
diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, 10% berdasarkan pemerikasaan fisik dan dan
10% diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan penunjang. Anamnesis adalah langkah
pertama yang harus dilakukan oleh dokter apabila berhadapan dengan pasien. Dengan
melakukan anamnesis, data yang diperlukan dari pasien dapat dikumpulkan. Anamnesis
adalah proses komunikasi antara dokter dengan pasien melalui proses wawancara secara
langsung baik secara verbal maupun non verbal.1
Pada pasien demam tifoid, hal-hal yang perlu ditanyakan pada saat melakukan
anamnesis (menanyakan keluhan dan riwayat penyakit sekarang) yaitu:
1. Apakah pasien mengalami demam secara bertahap pada minggu pertama lalu
menetap pada minggu kedua?
2. Jika pasien demam, apakah suhu meningkat terutama di sore dan malam hari?

3. Apakah di minggu pertama pasien merasa demam, sakit kepala, mual, muntah,
nafsu makan menurun, sakit perut, diare atau sulit buang air beberapa hari?
4. Apakah di minggu kedua demamnya tinggi terus menerus?
5. Apakah nafas pasien berbau tak sedap, kulit dan rambut kering, bibir pecah-pecah,
lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan tremor?
6. Apakah pasien merasa nyeri bila perut di raba, perut kembung?
7. Apakah pasien merasakan tubuhnya menggigil?
8. Apakah pasien merasa denyut jantungnya lemah dan badan terasa lemah?
9. Apakah pasien merasakan nyeri otot, ulu hati dan lambung?
Dari skenario, didapatkan bahwa pasien laki-laki 35 tahun mengeluh demam sejak 7
hari yang lalu. Kemudian demam lebih panas pada malam hari dan disertai nyeri pada kepala
dan ulu hati, mual dan muntah 3 kali sehari. Dari keterangan ini, dokter mendiagnosis bahwa
pasien menderita demam tifoid dengan beberapa diagnosis pembanding. Oleh karena itu
dokter harus melakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu keterampilan pemeriksaan dasar yang harus
dimiliki oleh seorang dokter dalam mendukung diagnosanya terhadap suatu penyakit.
Seorang dokter yang baik, dapat mendiagnosis secara tepat hanya dengan melakukan
pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan laboratorium, khususnya untuk penyakit-penyakit yang
memang tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan penyakit demam,
pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah
a.

Perabaan abdomen pada regio epigastrium. Pada manusia normal nyeri tekan (-).
Pada skenario di dapatkan nyeri tekan (+).

b.

Pemeriksaan suhu. Pemeriksaan suhu tubuh dapat dilakukan dengan cara, yaitu
rektal, oral dan aksila. Dari ketiganya ini lebih akurat dengan cara aksila. Suhu tubuh
pada manusia, normalnya 36,5C sampai 37,5C.2 Dari skenario didapatkan suhu
pasien yaitu 38,6C .3,4

c.

Pemeriksaan frekuensi pernapasan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara inspeksi


dimana pada pasien laki-laki dilihat di bagian abdomen sedangkan pada pasien
perempuan dilihat di bagian thoraks. Dari skenario didapatkan frekuensi pernapasan
20 kali per menit.5

d.

Pemeriksaan denyut nadi. Pemeriksaan nadi merupakan pemeriksaan gelombang


aliran darah yang dipompa oleh jantung dengan meraba arteri radialis. Denyut
2

jantung normal pada manusia dewasa adalah 70-80 kali per menit.2 Dari hasil
pemeriksaan didapati pasien mempunyai denyut nadi 80 kali/menit.
e.

Pemeriksaan tekanan darah. Pemeriksaan tekanan darah untuk mengetahui jumlah


darah yang diedarkan oleh jantung setiap terjadi kontraksi dengan menggunakan
tensimeter. Normalnya tekanan darah manusia adalah 120/80 mmHg.2 Dari hasil
pengukuran tekanan darah didapat 110/80 mmHg.
Pada pemeriksaan fisik yang terdapat pada skenario, suhu normal yaitu 38,6C

, RR = 20x/menit, N= 80x/menit, dan TD= 110/80 mmHg.


Pemeriksaan penunjang
Apabila dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dokter belum bisa menegakkan
diagnosis utama, maka dilakukan pemeriksaan penunjang. Pada demam tifoid, diagnosis
klinik digambarkan dengan gambaran demam yang khas. Selain itu perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium:6
1) Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis
dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada
demam tifoid dapat meningkat.
Pada skenario ini di dapatkan hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin
leukosit 6000/L, hemoglobin 14 gr/dL, hematokrit 40%, dan trombosit 200.000/L
dan imunoglobulin 14.
2) Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thyphi. Pada uji
widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi
yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal
adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita demam tifoid
yaitu:

Aglutinin O (dari tubuh kuman)

Aglutinin H (flagela kuman)

Aglutinin Vi (simpai kuman)


3

Dari ketiga aglutinin diatas hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada orang yang telah sembuh
aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap
lebih lama antara 9-12 bulan.
3) Uji Tubex
Uji tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa
menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9 pada
serum pasien dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti O9 yang terkonjugasi
pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi
pada partikel magnetik latex. Hasil positif untuk hasil tubex ini menunjukkan terdapat
infeksi Salmonella serogroup D walaupun tidak secara spesifik menunjukkan pada
S.typhi. Infeksi S.paratyphi akan memberikan hasil negatif.
4) Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terpadat pada
protein membran luar Salmonella Typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3
hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG
terhadap antigen S.typhi seberat 50kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.
5) Uji IgM Dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.typhi pada
spesimen

serum.

Uji

ini

menggunakan

strip

yang

mengandung

antigen

lipopolisakarida S.typhoid dan anti IgM, reagen deteksi yang mengandung antibodi
anti IgM yang dilekati dengan latex pewarna, cairan membasahi strip sebelum
diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen perlengkapan ini
stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-25oC ditempat kering tanpa paparan
sinar matahari. Pemeriksaan dimulai pada inkubasi strip pada larutan campuran
reagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip
dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan
penilaian terhadap garis uji dengan membandingkannya dengan reference strip. Garis
kontrol harus terwarna dengan baik. Pemeriksaan ini mudah dan cepat (1 hari)
dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun akurasi hasil didapatkan bila
pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala.
4

6) Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal
sebagai berikut:

Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah
telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat
dan hasil mungkin negatif.

Volume darah yang kurang (diperlukan kurang kebih 5 cc darah). Bila darah
yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil
sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan kedalam media cair empedu
(oxgall) untuk pertumbuhan kuman.

Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam


darah pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga
biakan darah dapat negatif.

Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin
meningkat.

Differential Diagnosis
Diagnosis memerlukan aspek logis. Semakin sulit masalah klinis yang didapatkan,
semakin penting juga pendekatan berdasarkan logika dalam menghadapi masalah tersebut.
Pendekatan semacam ini mengisyaratkan agar dokter menyusun dengan teliti setiap
permasalahan yang ditunjukan oleh gejala dan hasil-hasil pemeriksaan fisik serta
laboratorium dan kemudian mencari jawaban bagi masing-masing permasalahan.3
Differential diagnosis merupakan suatu diagnosis pembanding dengan gejala yang serupa
terhadap penyakit utama, yang didapatkan ketika melakukan anamnesis. Oleh karena itu
perlu adanya pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis utama. Dari
gejala-gejala yang dialami pasien, ada beberapa penyakit yang menjadi diagnosis
pembanding yaitu:4
1) Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue. Virus ini mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4, dan keempat serotype ini mempunyai gejala yang berbeda-beda
jika menyerang manusia. Demam berdarah dengue ditularkan dari 1 manusia ke
manusia lainnya dengan perantaraan/gigitan nyamuk. Nyamuk yang paling sering

menimbulkan demam berdarah yaitu nyamuk Aedes aegypti betina. Masa inkubasi
DBD dimulai dari gigitan nyamuk sampai timbul gejala berlangsung selama 2 minggu.
Darah penderita sudah mengandung virus 1-2 hari sebelum terserang demam. Biasanya
demam timbulnya tiba-tiba, tinggi, terus-menerus berlangsung 5-7 hari, sakit kepala,
menggigil dan disertai kemerahan pada wajah. Suhu tubuh biasanya mencapai

39C 40C dan bersifat bifasik. Terdapat ruam kulit atau bercak-bercak merah pada
wajah, leher, dan dada, tampak bintik- bintik merah ketika diperiksa dengan uji
torniquet, terjadi pembesaran hati (hepatomegali), tekanan darah menurun sehingga
menyebabkan syok, terjadi penurunan trombosit di bawah 100.000/mm3 dan terjadi
peningkatan hematokrit diatas 20 %, pada tingkat lanjut terjadi mimisan dari hidung
dan gusi, terjadinya melena (buang air dengan kotoran berupa lendir yang bercampur
darah), tampak bintik-bintik merah sebagai bentuk dari pecahnya pembuluh darah dan
demam yang dirasakan menyebabkan pegal dan sakit pada sendi.4
Pada skenario, demam yang terus menerus sesuai dengan gejala penyakit DBD karena
pada DBD, demam akan terus-menerus selama 5-7 hari, namun rasa menggigil, dan
kemerahan pada wajah yang dialami oleh penderita DBD, berbeda dengan skenario.
Selain itu, pada penderita DBD ditemukan ruam kulit atau bercak-bercak merah pada
wajah, leher, dan dada, tampak bintik- bintik merah ketika diperiksa dengan uji
torniquet.
2) Malaria
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium, dan ditularkan
lewat tusukan nyamuk Anopheles. Penyakit malaria diawali dengan gejala yang tidak
spesifik diantaranya lesu, sakit kepala, anoreksi, nousea, dan vomitus, bahkan terjadi
demam yang tidak teratur, kemudian diikuti gejala demam yang khas, splenomegali,
dan anemi yang dikenal dengan trias malaria. Gejala utama malaria yaitu demam. Jenis
demam pada malaria menurut ulangan demamnya ada 2 jenis utama yaitu tertian dan
kuartana. Demam paroksismal tertiana yaitu demam yang berulang setiap 48 jam atau
setiap hari ketiga, sedangkan demam paroksismal kuartana yaitu demam yang berulang
setiap 72 jam atau setiap hari keempat. Serangan demam malaria terjadi selama 2-12
jam. Dengan 3 stadium yaitu stadium menggigil, acme dan sudoris. Dua atau tiga hari
kemudian terulang kembali serangan demam dengan stadium-stadium yang sama.
Pada malaria gejala demamnya berbeda dengan gejala demam pada skenario. Pada
skenario, gejala demam berlangsung terus-menerus secara bertahap (demam enteric)

dalam waktu lebih dari 5 hari sedangkan pada malaria demam hilang timbul. Oleh
karena itu, pasien pada skenario tidak menderita malaria.5
3) Leptospirosis
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan Leptospira. Manusia
dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Masa inkubasi 226 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Gejala klinisnya sering demam,
menggigil, sakit kepala, mual, muntah, nyeri abdomen terkadang diare. Keluhan pasien
biasanya demam yang muncul mendadak, sakit kapala, nyeri otot, mata merah, dan
mual atau muntah. Pada pemeriksaan laboratorium leukositosis normal dan kadang
turun sedikit. Leptospirosis memiliki 2 fase yaitu fase leptospiraemia dan fase imun.6
Pada leptospirosis gejala demamnya hampir sama dengan gejala demam pada
skenario. Pada skenario, gejala demam berlangsung terus-menerus secara bertahap
(demam enteric) dalam waktu lebih dari 5 hari yang membedakan adalah diare pada
leptospirosis. Sedangkan pasa demam tifoid menyebabkan tidak BAB. Selain itu pada
leptospirosis menyebabkan mata merah.6
Diagnosis kerja
Diagnosis kerja merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien
setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasien. Demam selama 7 hari pada
pasien skenario telah berlangsung sepanjang hari dan pada malam hari lebih panas, dari
anamnesis diketahui bahwa keluhan pada pasien ini memiliki gambaran yang spesifik, yaitu
demam yang sudah cukup lama dan terus menerus, mual dan muntah, nyeri hati dan kepala.
Demam tifoid dapat dipikirkan karena pada pasien ini dijumpai gejala yang sama seperti
gelaja demam tifoid.6
Dari anamnesis, dijumpai peningkatan suhu tubuh yang terutama pada sore atau
malam hari serta demam yang terus-menerus selama kurang lebih 7 hari, sehingga dapat
dipikirkan penyebab demam pada pasien ini bukan demam malaria.6
Dari anamnesis pula diketahui bahwa pasien tidak mengeluhkan adanya bintik-bintik
merah pada kulit, adanya gusi berdarah maupun mimisan, sehingga dapat dipikirkan
penyebab demam pada pasien ini bukanlah demam berdarah. Berdasarkan pengertian tersebut
didapatkan working diagnosis untuk kasus ini yaitu demam tifoid.6
Demam tifoid.
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali di selaput lendir
usus dan jika tidak diobati dapat menyerang jaringan tubuh yang lain. Kumam penyebabnya
adalah Salmonella typhi (basil gram negatif) yang memasuki tubuh melalui mulut dengan
7

perantaraan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi bakteri ini. Kuman ini terdapat
dalam tinja, urin atau darah. Penyakit ini paling sering diderita oleh kelompok umur 12-30
tahun, diikuti kelompok umur 30-40 tahun. Gejala klinis infeksi ini adalah demam biasanya
>5 hari terutama malam hari demam makin tinggi, nyeri/kembung pada abdomen.5 Selain itu,
terjadi gangguan BAB, perdarahan pada usus karena kuman Salmonella typhi ini menyerang
jaringan limfoid di usus kecil yaitu plak peyeri sehingga plak peyeri ini membesar.
Membesarnya plak peyeri menyebabkan jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh
gesekan makanan yang melaluinya. Apabila plak peyeri mengalami kerusakan yang parah
maka dinding usus juga ikut menipis, sehingga pembuluh darah setempat juga ikut rusak dan
terjadi pendarahan.4 Pada pemeriksaan klinis demam tifoid, didapatkan suhu tubuh yang
tinggi, lidah kotor dengan tepian merah, serta terdapat pembesaran limpa dan hati.
Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik (golongan kloramfenikol) yang
salah satu efeknya dapat menurunkan panas dan sterilisasi darah.5
Gejala-gejala yang dikeluhkan pasien pada skenario sangat mirip dengan gejala
demam tifoid, oleh karena itu diagnosis utama yang ditegakkan adalah pasien pada
skenario menderita demam tifoid.
Etiologi Demam Tifoid
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhosa. Infeksi berasal dari penderita atau
seseorang yang secara klinik tampak sehat tetapi yang mengandung kuman yang keluar
bersama fasesnya atau bersama kemih (carrier). Kuman kuman ini mengkontaminasi
makanan, minuman, dan tangan. Lalat merupakan penyebar kuman typhus yang penting,
karena dari tempat kotor ia dapat mengotori makanan. Infeksi selalu terjadi pada saluran
pencernaan. Porte dentree ialah jaringan limfoid usus halus. Dari usus, kuman kuman
menuju ke kelenjar getah bening mesenterium, disini mereka berpoliferasi lalu menuju ke
ductus thoracicus dan masuk ke dalam peredaran darah. Banyak kuman musnah,
endotoksinnya keluar dan menyebabkan gejala gejala penyakit.7
Epidemiologi Demam Tifoid
Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia
pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4
per 10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981-1986
memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi
26.606 kasus.6
Insidens demam tifoid bervariasi ditiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan, di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di
8

daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan
berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi
lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan.6
Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh
kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk
dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.6
Patofisiologis
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella Paratyphi (S.paratyphi)
kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian
kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka
kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar
ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid
dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua
kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.6
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus
usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan
hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator
inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, dan lain-lain.6
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan
(S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan
dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah

sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi selsel mononuklear di dinding usus.6
Gambaran Klinis
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi
yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat
penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu dibutuhkan
pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.6
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.6
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore dan malam hari. Dalam minggu
kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah
peningkatan suhu 1oC tidak diikuti denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor
di tengah, tepi, dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, psikosis. Roseolae jarang
ditemukan di Indonesia.6
Preventif
Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan
berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat demam tifoid,
menurunkan anggaran pengobatan pribadi maupun negara, mendatangkan devisa negara yang
berasal dari wisatawan macanegara karena telah hilangnya predikat negara endemik dan
hiperendemik sehingga mereka tidak takut lagi terserang tifoid saat berada di daerah
kunjungan wisata. Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid
yaitu :6
1) Identifikasi dan eradikasi S.typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karier dan akut
Tindakan identifikasi atau penyaringan pengidap kuman S.typhi cukup sulit dan perlu
biaya yang cukup besar dari segi pribadi maupun skala nasional. Cara pelaksanaannya
dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran maupun pasif menunggu bila ada
penerimaan pegawai di suatu instansi atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada
populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan minuman baik tingkat usaha rumah
10

tangga, restoran, hotel sampai pabrik beserta distributornya. Sasaran lainnya adalah
yang terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas kesehatan, guru, petugas
kebersihan, pengelola sarana umum lainnya.
2) Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun karier
Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah dan lingkungan sekitar
orang yang telah diketahui menginap kuman S.typhi.
3) Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan terinfeksi
Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah
endemik maupun hiperendemik. Sasaran vaksin tergantung daerahnya endemis atau non
endemis, tingkat risiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan
jumlah

frekuensinya,

serta

golongan

individu

berisiko,

yaitu

golongan

imunokompromais maupun golongan rentan.


Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:6

Daerah non endemik:


Tanpa ada kejadian outbreak atau epidemi:
o Sanitasi air dan kebersihan lingkungan
o Penyaringan

pengelola

pembuatan/distributor/penjualan

makanan

minuman
o Pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier
Bila ada kejadian epidemi tifoid:
o Pencarian dan eliminasi sumber penularan
o Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus
o Penyuluhan higiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut

Daerah endemik:
o Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang
memenuhi standar prosedur kesehatan (perebusan >57oC, iodisasi, dan
klorinisasi)
o Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melalui
pendidihan, menjauhi makanan segar (sayur/buah)
o Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun
pengunjung

11

Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ terutama tubuh dapat
diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada demam tifoid yaitu :6

Komplikasi intestinal: pendarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,


pankreatitis

Komplikasi ekstra-intestinal:
o Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis
o Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, trombosis
o Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis
o Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis
o Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
o Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis
o Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik

Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:6

Istirahat

dan

perawatan,

dengan

tujuan

mencegah

komplikasi

dan

mempercepat penyembuhan. Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan


untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya
ditempat seperti makan, minun, buang air kecil, dan buang air besar akan
membantu dan mempercepat masa pernyembuhan. Dalam perawatan perlu
sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai.

Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan


mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet
merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi
penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah


penyebaran kuman. Obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati
demam tifoid adalah:
o Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam
tifoid. Diberikan sampai dengan 7 haribebas panas. Dari pengalaman
penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari.
12

o Tiamfenikol hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi


komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik
lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
o Kotrimoksazol, efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan
kloramfenikol dan diberikan selama 2 minggu
o Ampisilin dan amoksilin, kemampuan obat ini untuk menurunkan
demam lebih randah dibandingkan dengan kloramfenikol dan
digunakan selama 2 minggu
o Sefalosporin generasi ketiga, yang efektif untuk demam tifoid adalah
seftriakson diberikan jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 35 hari
Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung pada usia penderita, status kesehatan
sebelumnya, dan tipe komplikasi yang terjadi. Penderita yang tidak mendapatkan pengobatan
antibiotika dapat meninggal dunia (10% bayi dan sebagian kecil anak anak berusia lebih
tua). Pengobatan dengan kloramfenikol berhasil menurunkan angka kematian hingga 1% di
berbagai daerah. Adanya penyakit dasar yang melemahkan, perforasi saluran cerna atau
perdarahan yang hebat, akan meningkatkan kemungkinan kematian.8
Kekambuhan terjadi pada 10% penderita yang tidak mendapat pengobatan
antibiotika. Manifestasi klinik kekambuhan nyata dalam 2 minggu setelah penghentian obat
dengan antibiotika dan menyerupai bentuk penyakit akut. Tetapi, kekambuhan tersebut
umumnya bersifat lebih ringan dan lebih singkat. Kekambuhan dapat terjadi berkali kali
pada orang yang sama.8
Individu yang mengesekresikan S. Typhosa selama 3 bulan atau lebih setelah
infeksi biasanya menjadi ekskretor setahun setelah infeksi atau sering seumur hidup. Risiko
menjadi karier kronis pada anakanak adalah kecil, tetapi akan meningkat seiring
bertambahnya umur. Lima persen penderita orang dewasa akan menjadi karier kronis;
umumnya mereka mengalami infeksi kronis kandung empedu dan akan diekskresikan lewat
tinja.8

13

Kesimpulan
Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan kuman Salmonella typhi dan
ditularkan melalui lalat yang terdapat pada makanan dan minuman yang

kemudian

terkontaminasi dengan kuman S.typhi. Gejala yang khas dari demam tifoid adalah demam
yang terus menerus dan lebih panas pada sore hingga malam hari. Gejala-gejala klinis
penyakit demam tifoid terlihat pada pasien pada skenario yang menderita demam yang terus
menerus dan lebih panas pada sore hingga malam hari, disertai nyeri kepala dan uluhati, mual
dan muntah. Dengan demikian pasien pada skenario menderita demam tifoid.

Daftar Pustaka
1. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran: bagaimana dokter berpikir,
bekerja dan menampilkan diri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2006.h.213-20.
2. Santoso M, Sumadikarya I, Winami W, dkk. Buku penuntun keterampilan medik
(skill-lab). Jilid ke-2. Jakarta: FK UKRIDA; 2008.h.14-7.
3. Asdie A H (editor). Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Jakarta:
EGC; 2012.h.977-89.
4. Bherman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC;
2000.h.970-74, 1115-30.
5. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2009.h.209-27.
6. Sudoyo, Setiyohadi, Idrus, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.1008, 2797-805, 2807-11.
7. Setyawan S. Penyakit infeksi dalam: patologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.h. 67-8.
8. Behrman RE. Penyakit menular dalam ilmu kesehatan anak bagian dua. Jakarta:
EGC; 2002.h. 95-100.

14

Anda mungkin juga menyukai