Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini
Pengertian
1. Ketuban pecah dini atau yang sering disebut dengan KPD adalah ketuban
pecah spontan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan, ketuban pecah sebelum
pembukaan 3 cm (primigravida) atau sebelum 5 cm (multigravida).
2. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.
Etiologi
1. Infeksi amnionitis atau korionamnionitis
2. Infeksi genitalia
3. Inkompetensia serviks
4. Trauma terutama pada koitus
5. Faktor pskiologis
6. Riwayat ketuban pecah dini
7. Tekanan intrauterine yang meningkat secara berlebihan( overdistensi uterus)
misalnya hidramion dan gemelli
8. Usia ibu yang < 19 tahun dan > 34 tahun
Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
seluruh selaput ketuban rapuh. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda.
Pada trimester tiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada
trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Ketuban pecah
dini pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya factor-faktor eksternal,
misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini sering terjadi pada
polihidramnion, inkompeten serviks, dan solusio plasenta.
Faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah :
1. Berkurang nya asam askorbik sebagai komponen kolagen
Menanyakan identitas dan data umum seperti nama, usia, pekerjaan, agama,
suku
Menanyakan keadaan sosial dan ekonomi, gaya hidup dan kondisi lingkungan
Pada anamnesis umum kehamilan perlu ditanyakan usia kehamilan atau menghitung
kehamilan dengan menanyakan hari pertama dari haid terakhir, riwayat pernikahan
ibu, riwayat penyakit yang sedang diderita ibu seperti preeklamsia, maupun keadaan
janin dalam pemeriksaan kandungan sebelumnya seperti adanya kondisi hidroamnion
pada janin, atau solusio plasenta. Tanyakan pula tentang riwayat penyakit dahulu,
khususnya penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, atau kelainan jantung. Perlu
ditanyakan pula keluhan tambahan seperti adanya nyeri pinggang, atau nyeri perut
untuk melihat adakah indikasi inpartu pada ibu pasca terjadinya KPD. Penting juga
untuk menanyakan sudah berapa lama ibu tersebut mengalami ketuban pecah dini,
dikarenakan pada umumnya 24 jam setelah terjadi KPD ibu akan merasakan tandatanda inpartu sebagai akibat dari rangsangan kontraksi uterus. Perlu ditanyakan juga
apa warna, konsistensi, dan bau dari cairan yang keluar, sehingga dapat dibedakan
dengan kemungkinan inkontinensia urin pada ibu hamil maupun untuk membedakan
dengan darah dan sekret vagina. Tanyakan pula apakah ibu masih merasakan
pergerakan bayi atau tidak, sebagai indikasi kehidupan bayi, apakah frekuensinya
bertambah banyak atau tidak mengindikasikan bayi sedang dalam stres atau tidak
dikarenakan kondisi oligoamnion pasca KPD. Tanyakan pula apakah saat bayi
bergerak ibu terasa kesakitan sebagai kemungkinan dari berkurangnya cairan amnion
akibat KPD.
Keluhan lainnya yang perlu ditanyakan adanya apakah terdapat demam untuk indikasi
adanya infeksi. Selain itu tanyakan pula apakah ibu pernah mengalami keadaan
seperti ini, sehingga dapat diperkirakan apakah terlah terjadi pada janin atau tidak
karena jika telah lama terjadi atau berulang kemungkian infeksi dan efek dari KPD
pada ibu dan janin akan lebih berbahaya bagi keselamatan keduanya. Pelajari pola
makan dan kualitas gizinya. Apakah ia merokok atau minum minuman beralkohol?
Bagaimana penghasilan dan ruang lingkup sosialnya?
Bagaimana riwayat kehamilan sebelum ini, apakah pernah mengalami masalah seperti
ini atau masalah lainnya seperti preeklamsia maupun hidroamnion dan sebagainya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi napas, frekuensi nadi
dan suhu tubuh. Suhu dan keadaan umum dapat menunjukan indikasi adanya infeksi
atau tidak, tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38 C serta air ketuban
keruh dan berbau. Lakukan pula pemeriksaan pada janinnya dengan memeriksa
denyut jantungnya dengan menggunakan doppler atau stetoskop bidan untuk melihat
tanda bahaya atau kehidupan janin, untuk hasil yang lebih akurat lakukan
pemeriksaan dengan USG.
Hal yang penting untuk diperhatikan juga adalah, melihat adanya kontraksi pada ibu,
jika terdapat kontraksi teratur maka perlu dipertimbangkan unutk melakukan
terminasi kehamilan.
Sehubungan dengan terjadinya kontraksi perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik
kehamilan seperti Leopold untuk menilai keadaan atau posisi janin, terutama menilai
tinggi fundus uteri dan dilihat apakah sesuai dengan usia kehamilannya. Pemeriksaan
ini juga perlu dilakukan apabila dipertimbangkan unutk melakukan terminasi
kehamilan atau kontraksi teratur menunjukan akan terjadi proses inpartu dalam 24
jam. Sehingga dapat nilai posisi janin, apakah telah berada pada posisi yang tepat
untuk persalinan pada kehamilan aterm.
Pada pasien yang menunjukan tanda inpartu seperti nyeri kontraksi yang teratur maka,
perlu dilakukan pemeriksaan pada serviks pasien dengan teknik pemeriksaan
bimanual untuk menilai konsistensi lunaknya serviks guna melakukan proses
persalinan dan menilai bukaan yang terjadi. Namun pada pasien tanpa tanda inpartu
hal ini dikontraiindikasikan karena diduga dapat membantu penyebaran infeksi pasca
pecahnya ketuban.
2. Ferning: cairan dari fornix posterior diletakan pada slide dan keringkan pada
udara
kering. Cairan amnion akan berubah menjadi bentuk bekuan dari kristalisasi.
Mukus servikal dapat menyebabkan ferning namun biasanya hanya berbentuk
titik-titik kecil. Saat pemeriksaan spekulum, serviks pasien harus diinspeksi untuk
memperkirakan derajat dilatasi atau adanya prolaps plasenta atau tali pusar janin.