Negara
Singapura
Skor
86
Hong Kong
75
Taiwan
61
Korea Selatan
55
China
40
Filipina
36
Indonesia
Vietnam
32
31
Timor Leste
30
5
15
36
46
80
94
114
116
119
Myanmar
21
157
Sumber: Corruption Perception Index 2013
Pada tahun 2013 ini, skor CPI Indonesia sebesar 32. Indonesia menempati urutan 114 dari
177 negara yang diukur.
Negara lain yang memiliki skor sama dengan Indonesia adalah Mesir (32). Skor Indonesia sedikit
lebih baik dari Albania (31), Nepal (31), Vietnam (31), dan sedikit lebih buruk dari Ethiopia
(33), Kosovo (33), dan Tanzania (33). Sementara itu, di kawasan Asia Pasifik, Indonesia masih
jauh berada di bawah Singapura (86), Hongkong (75), Taiwan (61), Korea Selatan (55), dan
China (40). Di ASEAN, skor Indonesia jauh di bawah Brunei (60) dan Malaysia (50). Indonesia
sedikit di bawah Filipina (36) dan Thailand (35). Namun skor Indonesia sedikit lebih baik dari
Vietnam (31), Timor Leste (30), Laos (26) dan Myanmar (21).
Meskipun skor CPI 2013 Indonesia tidak beranjak dari skor tahun 2012 yaitu 32, namun
Indonesia meningkat empat peringkat. Tahun 2012, Indonesia berada di peringkat 118 dari 176
negara dan di tahun 2013 peringkat Indonesia menjadi 114 dari 177 negara.
Skor CPI Indonesia selama dua tahun diukur dari efektifitas pencegahan dan pemberantasan
korupsi di Indonesia. Di sisi lain optimisme publik dan keberhasilan KPK dalam upaya
penegakan hukum memberikan warna lain. Upaya penegakan hukum di bidang korupsi politik
dan korupsi di sektor strategis justru menguak tabir STAGNASI tersebut.
Dalam satu tahun terakhir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengungkap kasus
korupsi sektor hukum di Mahkamah Konstitusi (Akil Muchtar) dan Mahkamah Agung (Hakim
Kartini dkk), Korupsi di Kepolisian (Djoko Susilo), Korupsi di Kejaksaan (Sistoyo); Korupsi di
sektor politik (Nazaruddin, Waode Nurhayati, Zulkarnain Djabar, Angelina Sondakh, dan Andi
Mallarangeng); dan Korupsi di sektor bisnis (Rudi Rubiandini, Ahmad Fatanah dan Hartati
Murdaya).
Temuan Global Corruption Barometer 2013 (GCB 2013) menempatkan parlemen dan partai
politik sebagai lembaga yang korup dalam persepsi dan pengalaman masyarakat. Parlemen
menduduki peringkat kedua terkorup (setelah Kepolisian) dari 12 lembaga publik yang
dinilai[1]. Sementara partai politik berada pada peringkat ke-4 terkorup. Fakta dari CPI 2013
dan GCB 2013 menunjukkan bahwa pemerintahan SBY belum optimal dalam mendorong
program Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK). Stranas PPK belum
menyentuh sektor politik dan sektor-sektor strategis lainnya seperti peradilan dan lembaga
pelayanan publik.
Lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintah mengakibatkan praktik korupsi dan suap masih
tinggi di lembaga-lembaga publik. Di Indonesia, GCB 2013 menyebutkan 1 dari 3 orang yang
berinteraksi dengan penyedia layanan publik di Indonesia masih melakukan praktek suap
dengan berbagai alasan.
Maraknya praktik korupsi dan suap di lembaga publik secara tidak langsung mengancam Sistem
Integritas Nasional (SIN). SIN tidak akan berjalan efektif saat upaya penegakan hukum dan
pencegahan serta pemberantasan korupsi sering terganggu oleh problem politik. Pemerintah
harus lebih keras lagi mendorong implementasi Stranas PPK sebagai bagian dari penerapan
ratifikasi UNCAC. Pemerintahan SBY-Boediono harus dapat memastikan dampak program
antikorupsi di penghujung kepemimpinannya juga keberlanjutan Stranas PPK 2012-2025 sebagai
program jangka panjang.
Tahun 2013-2014 sebagai tahun politik dan transisi kekuasaan harus menjadi momentum
pembenahan besar di ranah politik. Partai politik dan para kandidat calon anggota parlemen
juga presiden/wakil presiden harus mengedepankan nilai integritas sebagai orientasi lembaga
politik yang lebih bermartabat. Hal ini untuk menjawab harapan masyarakat yang tinggi
terhadap integritas dan antikorupsi. Juga untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap
lembaga politik yang kini terpuruk.
Menyikapi hasil CPI 2013 ini Transparency International Indonesia (TII) merekomendasikan
beberapa poin sebagai berikut:
1. Memperkuat integritas lembaga publik khususnya di sektor politik, penegakan hukum,
dan reformasi sektor bisnis. Sektor politik harus menjadi prioritas karena korupsi politik
menjadi faktor pendongkrak sekaligus penjerumus CPI suatu negara, termasuk Indonesia.
2. Resiko pelanggaran integritas terbesar ada di ranah POLITIK. Khususnya menjelang tahun
2014 perlu ada pengawalan terhadap isu dana kampanye dan integritas kandidat wakil
rakyat di Pemilu 2014.
3. Parlemen dan Parpol perlu penguatan di ranah penegakan etik, pencegahan korupsi,
transparansi dan akuntabilitas politik.
4. Masyarakat harus bisa lebih kritis dalam mengawasi dan terlibat aktif dalam prosesproses politik menjelang Pemilu 2014 agar lebih transparan dan akuntabel.
http://www.ti.or.id/index.php/publication/2013/12/03/corruption-perception-index-2013