Editin Dong BPHNYa
Editin Dong BPHNYa
OLEH:
I Made Maha Satya Dwi Palguna 0902005036
I Putu Restu Wira Dharma 0902005084
Yan Sista Wangi 0902005103
Sangetha Puvanandran 0902005202
Uvarany Veerasamy 0902005221
PEMBIMBING:
dr. I. B. Tattwa Yatindra , Sp.U
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BRSU TABANAN
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering
mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pada tahap usia tertentu
banyak pria mengalami pembesaran prostat yang diesertai dengan gangguan
buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH).
Pembesaran kelenjar prostat mempuntai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Hyperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas
usia 50 tahun (50-79 tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup
seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran
prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik
yang
kemudian
bermanifestasi
menjadi
kelainan
mikroskopik
(kelenjar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut . Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat (Sjamsuhidajat dan
Wim, 2004). Nodus pada BPH tampak solid atau mengandung rongga kistik.
Secara mikroskopis nodus hiperplastik terdiri atas proliferasi elemen kelenjar dan
stroma fibromuskulus dengan proporsi bervariasi (Kumar, Cotran, dan Robbins, ,
2007).
B. Anatomi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak
disebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar
buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. McNeal membagi
kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskular anterior dan zona periuretra. Sebagian besar
hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat berasal dari zona perifer (Purnomo, 2003).
Prostat memiliki capsula fibrosa yang padat dan diliputi oleh sarung
prostat jaringan ikat sebagai bagian fascia pelvis visceral. Topografi prostata
adalah sebagai berikut:
digital.
Lobus-lobus lateral terletak pada sisi kanan dan sisi kiri urethra; lobus-lobus
Arteri-arteri untuk prostat terutama berasal dari arteri vesicalis inferior dan
arteri rectalis media, cabang arteri iliaca interna. Sedangkan vena-vena akan
bergabung membentuk plexus venosus prostaticus sekeliling sisi-sisi dan arteri
prostata. Plexus venosus prostaticus yang terletak antara capsula fibrosa dan
sarung prostat ditampung oleh vena iliaca interna. Plexus venosus prostaticus juga
berhubungan dengan plexus venosus vesicalis
Pembuluh limfe utama berakhir pada nodi lymphoidei iliaci interni dan nodi
lymphoidei sacrales.
Serabut parasimpatis berasal dari nervi limphanici pelvici (nervi erigentes)
(S2-S4). Serabut simpatis berasal dari plexus hypogastricus inferior (Moore, dan
Anne, 2002).
C. Etiologi
Teori dihidrotestoteron
Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testoteron
Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Teori stem sel ( Purnomo, 2003)
D. Patofisiologi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obtruksi dan iritasi. Gejala iritasi
Colok dubur
Sisa volume urin
Penonjolan prostat, batasan mudah < 50 ml
diraba
II
III
IV
> 100 ml
Retensi urin total
Iritasi
Frekuensi
jumlah
berlebihan.
b. Massa prostat yang tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktifitas
seksual atau mengalami infeksi prostat akut.
c. Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan
antikolonergik atau adrenergik alfa.
Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan dipinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.
Gejala diluar saluran kemih.
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal
(Purnomo, 2003).
G. Diagnosis
a. Anamnesis :
Pada kasus BPH anamnesis meliputi :
Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah
mengganggu
35
b) Pencitraan:
Foto polos abdomen
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
b. Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin ini dapat
dihitung dengan cara melakukan katerisasi setelah miksi atau ditentukan
dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.
c. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu
dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan
gambaran grafik pancaran urine. Pemeriksaan yang teliti dengan
pemeriksaan urodinamik.
Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran,
maksimum pancaran maksimum dan volume urine yang dikemihkan (Purnomo,
2003).
H. Diagnosis banding
Kelemahan detrusor kandung kemih
-
Gangguan neurologik
o Kelainan medula spinalis
o Neuropati DM
o Pascabedah radikal dipelvis
o Farmakologi (obat penenang, penghambat alfa, parasimpatolitik)
Fibrosis
Resistensi uretra
-
Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan atau tindakan
endourologi.
Observasi
Watchfull waiting
Medikamentosa
Penghambat
Operasi
Prostatektomi
Invasif minimal
TUMT
adrenergik-
terbuka
TUBD
Penghambat
Endourologi:
Stent uretra
reduktase-
TURP
TUNA
Fitoterapi
TUIP
Hormonal
TULP
elektrovaporasi
Watcfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktifitas sehari-hari.
Pasien tidak diterapi apapun dan hanya diberikan penjelasan mengenai sesuatu hal
yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya:
-
laboratorium, residu urin atau uroflowmetri. Jika miksi bertambah jelek dipikirkan
terapi yang lain (Purnomo, 2003).
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah:
-
jelas.
Klasifikasi terapi dan dosis yang direkomendasi pada BPH
Klasifikasi
Alpha-blockers
- Nonselective
Phenoxybenzamin
- Alpha-1, short-acting
prozasin
- Alpha-1, long acting
Terazosin
Doxazosin
- Alpha-1a selective
Tamsulosin
Alfuzosin
5-alpha-reductase inhibitor
- Finasteride
- Dutasteride
- Subcutaneus implant
- Triptorelin pamoate
( Tanagho dan Mc aninch, 2008)
Dosis Oral
2 x 10mg /hari
2 x 2 mg/hari
5 mg atau 10 mg/hari
4 mg atau 8 mg/hari
0.4 atau 0,8 mg/hari
10 mg/hari
5 mg/hari
0,5 mg/hari
Tiap tahun
3,75 mg / bulan
Operasi
Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang:
Macam Operasi:
Pembedahan terbuka
Beberapa macam metode untuk prostatektomi terbuka adalah metode dari
Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih dikerjakan
sampai saat ini, paling invasif dan paling efisien sebagai terapi BPH.
Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (>100gram).
Penyulit yang terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah inkontinensia
uria (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrogard (60-80 %) dan kontraktur leher
buli-buli (3-5%). Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100% dan angka mortalitas
sebanyak 2% (Purnomo, 2003).
Pembedahan Endourologi
a. TURP
Reseksi kelenjar prostat yang dilakukan transuretra dengan menggunakan
cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang direseksi tetap terang dan
tidak
tertutup darah. Cairan yang digunakan adalah cairan nonionik agar tidak terjadi
hantaran listrik cairan yang sering digunakan adalah H2O steril (Purnomo, 2003).
b. Elektrovaporasi prostat
Cara elektrovaporasi prostat adalah sama dengan TRUP hanya saja teknik
ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat,
sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman,
tidak banyak menimbulkan perdarahan saat operasi dan massa mondok di rumah
sakit lebih singkat. Teknik ini hanya untuk prostat yang tidak terlalu besar (<50g)
dan membutuhkan waktu operasi yang lama(Purnomo, 2003).
c. Laser Prostatektomi
Energi laser digunakan sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang dari
tahun ketahun mengalami penyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang dipakai
yaitu: Nd:YAG, Holmium: YAG, KTP:YAG dan diode yang dapat dipancarkan
melalui bare fibre, right angel fibre atau intersitial fibre. Kelenjar prostat pada
suhu 60-65 0c akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100 0C
mengalami vaporasi (Purnomo, 2003).
Invasif Minimal
Termoterapi
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro
pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan
didalam uretra. Dengan pemanasan yang melebihi 44oC menyebabkan dekstruksi
jaringan pada zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Proses ini dapat
digunakan dipoliklinik tanpa pembiusan.
Energi panas yang bersamaan dengan gelombang mikro dipancarkan
melalui kateter yang terpasang dalam uretra. Besar dan arah pancaran energi
diatur melalui sebuah komputer sehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang
membuntu uretra. Morbiditasnya relatif rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi
(Purnomo, 2003).
mudah diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang
dan dilepas dengan menggunakan endoskopi (Purnomo, 2003).
hanya
mendapatkan
pengawasan (watcfull
waiting)
Kemudian tiap tahun untuk menilaiperubahan gejala miksi. Pasien yang menjalani
pengobatan
penghambatan
5adrenergik
harus
dinilai
respon
terhadap
BAB III
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS
No Register :
Ruangan
: Bougenvile
Nama
: Made Kerta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur
: 64 tahun
Tempat lahir : Tabanan
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Hindu
Suku
: Bali
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Br. Gunung Taman Abiansemal
Tanggal pemeriksaan : 14 Oktober 2014
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama: sulit buang air kecil
2. Anamnesis Khusus:
Pasien mengeluh sulit buang air kecil sejak sekitar 1 bulan SMRS.
Setiap kali kencing pasien memerlukan waktu lama untuk mulai
kencing, harus mengedan unuk kencing, kencing menetes dan
setelah kencing masih terasa ada sisa. Pasien juga mengeluh nyeri
saat kencing. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk di bawah perut
sampai selangkangan. Nyeri menghilang setelah selesai kencing.
Riwayat kencing berwarna merah (+), kencing nanah (-), kencing
batu (-), nyeri pinggang (-).
3. Anamnesis Tambahan
Pasien pernah berobat untuk keluhan tersebut di RS kapal sekitar 1
bulan dan dipasang kateter urin selama 2 minggu dan akhirnya
kontrol ke poli urologi BRSUD Tabanan
Pasien tidak memiliki keluhan atau riwayat penyakit lain.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik Umum:
1.1 Kepala
Mata: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RP +/+ isokor
1.4 Perut
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi
: massa (-), Hepar/ Lien TTB
Perkusi : timfani, shifting dullness (-)
1.5 Ekstremitas
Hangat keempat ekstremitas, tonus normal, tenaga normal,
refleks normal.
1.6 Genitalia eksterna
Terpasang Foley catheter.
2. Pemeriksaan Fisik Khusus:
R.Flank D/S : Balotemen -/-, nyeri ketok CVA -/R suprapubik : distensi (-), Nyeri tekan (-)
3. Pemeriksaan Fisik Tambahan:
Digital Rectal Examination:
Sekitar anus: tidak tampak skin tag/ hemorrhoid
Mukosa rectum : licin
Tonus sfingter ani: normal
Prostat besar gr.III,
Konsistensi kenyal,
RESUME KLINIS
Pasien laki-laki, 61 tahun, pekerjaan tukang bangunan, mengeluh sulit
buang air kecil sejak sekitar 1 tahun yang lalu, lama memulai kencing (+),
kencing mengedan (+), kencing menetes (+), perasaan BAK tidak puas
(+), nyeri saat kencing (+), kencing merah (+). Pasien sudah perah berobat
di RS dan didagnosis menderita batu saluran kencing dan penyakit prostat,
mendapat pengobatan namun tidak membaik.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan hemodinamik stabil, terpasang foley
kateter, pada pemeriksaan RT ditemukan tonus sfingter ani dan BCR
normal, teraba pembesaran prostat grade III dengan konsistensi kenyal,
sulkus mediana tak teraba, pole atas teraba. Skor IPSS 24
V.
VI.
VII.
DIAGNOSIS/DIAGNOSIS BANDING
1. BPH
2. Batu Buli-Buli
3. ISK
4. Striktur uretra
PEMERIKSAN PENUNJANG DIAGNOSIS
Laboratorium: DL, UL, Fungsi ginjal
Radiologi : BOF, USG Urologi, Cystografi
DATA PENUNJANG DIAGNOSIS
1. Laboratorium:
DL: WBC 8,5/Ne 81,9/Ly 12,5/Mo 4,7/Eo 0,6/Ba 0,3/RBC
4,36/HB 13,7/HCT 39,2/MCV 89,8/MCH 31,5/RDW
12,9/PLT 204
Fungsi ginjal: BUN 14,72/SC 0,94/Na 131,3/K 4,707
Fungsi hati: SGOT 16,91/SGPT 10,14/Alb 3,553/BUN
baik
Kesan: batu buli-buli + Spondylosis Thoracolumbalis
Thorax PA kesan cor dan pulmo tak tampak kelainan
USG Urologi:
Ginjal kanan: ukuran normal, ekokorteks tampak normal,
batas sinus korteks jelas, tampak ekstasis lokal calyx pole
tengah, tampak batu kecil di pole bawah, kista (+) di pole
atas ukuran 1,6x1,7 cm
Ginjal kiri: ukuran normal, ekokorteks tampak normal,
batas
sinus
korteks
jelas,
tak
tampak
pelebaran
X.
XI.
DIAGNOSA KERJA
BPH grade III
TERAPI
BPH grade III: terapi bedah TURP
Manajemen batu buli-buli Litotripsi
Manajemen batu ren ESWL
KOMPLIKASI
Retensi urin akut
ISK
Komplikasi TURP: impotensi, ejakulasi retrograde, inkontinensia
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
AUA practice guidelines committee. 2003. AUA guideline on management of
benign prostatic hyperplasia (2003). Chapter 1: diagnosis and
treatment recommendations. J Urol 170: 530- 547,
Barry MJ, Fowler FJ, OLeary MP, et al. 1992. The American Urological
Association Symptom Index for Benign Prostatic Hyperplasia. J
Urol. H 148: 1549
Bickley, L.S, Szilagyi, P,G. 2008. Anus, Rektum dan Prostat dalam Buku Saku
Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Ed 5. Jakarta:
EGC. H 214
Dawson C dan Whitfield H. 1996. ABC urology:Bladder outflow obstruction.
BMJ, 767.
Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, A.L., 2007. Sistem Genitalia Laki-laki dalam
Buku Ajar Patologi Ed.7. Jakarta: EGC. H 745
Kirby M. Management of benign prostatic hyperplasia (BPH) in a primary care
setting. http://www.urohealth.org/editorials/display_edit
Lepor H dan Lowe FC. 2002.Evaluation and nonsurgical management of benign
prostatic hyperplasia. Dalam: Campbells urology, edisi ke 7.
editor: Walsh PC, Retik AB, Vaughan ED, dan Wein AJ.
Philadelphia: WB Saunders Co. H.1337-1378,
Moore, K.L., Anne, M.R. 2002. Abdomen dalam Anatomi Klinis Dasar. Jakarta:
Hipokrates. h:164-7.
Putz, R, Reinhard, P. 2006. Organ Visera Pelvis dan Ruang Retroperitoneal dalam
Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 . Ed 22.
Purnomo, 2003. Dasar-dasar Urologi. Ed 2. Jakarta: Sagung Seto. H 69-84.
Sjamsuhidajat, R., Wim, de Jong. 2004. Saluran Kemih dan alat kelamin laki-laki
dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. h: 782-6-
Tanagho, E.A dan Mc aninch, J.W, 2008. Smiths General Urology. McGraw-Hill
Companies, USA