Anda di halaman 1dari 14

Nama : Putri Nabila A.A.

NPM : 240210120124
IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan

ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak dan minyak (trigliserida)
yang diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisiko-kimia yang berbeda
satu sama lain, karena perbedaan jumlah dan jenis ester yang terdapat di
dalamnya. Dalam teknologi makanan, lemak dan minyak memegang peran
penting, karena lemak dan minyak mempunyai titik didih yang tinggi (sekitar
200C) maka bisa dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan
yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan
menjadi kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa gurih juga memberi
aroma yang spesifik (Sudarmadji, 1989).
Sifat fisika lemak dan minyak adalah tidak larut dalam air, hal ini
disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya
gugus polar. Viskositas lemak dan minyak akan bertambah dengan bertambahnya
panjang rantai karbon (DeMan, 1997). Berat jenis lemak lebih rendah daripada air,
oleh karena itu air dan lemak tidak dapat bercampur sehingga lemak akan berada
di atas dan air berada dibawah. Semakin banyak mengandung asam lemak rantai
pendek dan ikatan tidak jenuh, maka konsistensi lemak akan semakin cair.
Sebaliknya semakin banyak mengandung asam lemak jenuh dan rantai panjang
maka konsistensi lemak akan semakin padat (Almatsier, 2002) .
Praktikum ini menggunakan minyak nabati yang merupakan minyak yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan. Sampel yang digunakan diantaranya minyak
kelapa, minyak kedelai, minyak kanola, minyak bekas, minyak kelapa sawit,
minyak bekatul, minyak jagung, dan minyak curah. Praktikum ini melakukan
pengamatan pada sifat organoleptik minyak, titik cair minyak, bobot jenis minyak,
kejernihan minyak dan indeks bias minyak.
4.1

Sifat Organoleptik
Sifat organoleptik digunakan untuk mendeskripsikan kualitas dan

karakteristik khas dari setiap jenis minyak. Pengamatan yang dilakukan pada sifat
organoleptik minyak adalah pengamatan warna, aroma dan kejernihan, serta
dibandingkan dengan sampel yang lain. Berikut merupakan tabel hasil
pengamatan sifat organoleptik pada minyak.

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
Tabel 1. Sifat Organoleptik
Sampel

Warna

Aroma

Kejernihan

Minyak Kelapa

Putih

Khas minyak (+2)

Jernih (+7)

Kuning Muda

Khas minyak(+4)

Jernih (+6)

Putih Kekuningan

Khas minyak(+1)

Jernih (+2)

Kuning kecoklatan

Tengik

Tidak jernih

Kuning (+2)

Khas minyak (+1)

Jernih (+4)

Kuning (+4)

Khas minyak (+5)

Jernih (+2)

Minyak Jagung

Kuning (+1)

Khas minyak (+3)

Jernih (+5)

Minyak Curah

Kuning (+3)

Khas minyak (+6)

Jernih (+3)

Minyak
Kedelai
Minyak
Kanola
Minyak Bekas
Minyak Kelapa
Sawit
Minyak
Bekatul

sumber : dokumentasi pribadi (2014)


4.1.1

Warna
Zat warna pada minyak terdiri dari 2 golongan, yakni zat warna alamiah

dan zat warna hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna alamiah terdapat
secara alamiah pada bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama
minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari dan
karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak
berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan.
Berdasarkan hasil pengamatan, sampel minyak yang diamati memiliki
warna kuning kecoklatan hingga kuning bening. Warna minyak ditentukan oleh
adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan.
Warna minyak kelapa adalah putih jernih, minyak kedelai memiliki warna
kuning bening, minyak kanola memiliki warna putih kekuningan, dan minyak
bekatul memiliki warna kuning yang pekat dan minyak jagung berwarna kuning.
Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil komponen
bukan minyak, misalnya fosfatida, gum, sterol, yang disebut phitoserol, tokoferol,
dan asam lemak bebas. Warna minyak kelapa sawit disebabkan oleh zat warna
kotoran-kotoran lainnya. Zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa
sawit adalah karotene yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil
pada suhu tinggi (Ketaren, 1986). Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
warna minyak bekas lebih kuning dibandingkan dengan minyak lain yang
bermerek kecuali minyak bekatul. Hal ini karena minyak bekas telah digunakan
berulang-ulang sehingga menghilangkan pigmen warna dari minyak tersebut.
Minyak curah berwarna kuning cerah disebabkan hanya melewati satu kali
penyaringan, sedangkan minyak yang lain dua kali penyaringan atau lebih. Pada
pengolahan minyak menggunakan uap panas, maka warna kuning yang
disebabkan oleh karoten akan mengalami degradasi (Ketaren, 1986). Diduga
minyak yang berwarna putih jernih sepeti minyak kelapa dan minyak kanola
dibuat melalui proses penggunaan uap panas.
Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid
(hidrokarbon tidak jenuh) yang bersifat larut dalam minyak. Jika minyak ini
dihidrogenasi, karoten tersebut juga akan terhidrogenasi, sehingga intensitas
warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi, dan
jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang. Karotenoid
tersebut tidak dapat dihilangkan dengan cara oksidasi. Warna akibat oksidasi dan
degradasi komponen kimia yang terdapat pada minyak diantaranya adalah:
1. Warna gelap
Warna gelap ini disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol
(vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat kloroifil
yang berwarna hijau turut terekstraksi bersama minyak, dan klorofil tersebut
sulit dipisahkan dari minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses
pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan beberapa faktor yaitu :
a. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengesan dengan cara
hidrolik atau ekspeller, sehingga sebahagian minyak teroksidasi.
Disamping itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan dalam keadaan
panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut.
b. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu
yang tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap.
c. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu, misalnya
campuran pelarut petroleum - benzen akan menghasilkan minyak dengan
warna lebih merah dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan
pelarut triklor etilen, benzol dan heksan.
d. Logam seperti Fe , Cu dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak
diinginkan dalam minyak.

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
e. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak, terutama
oksidasi tokoperol dan chroman 5,6 qoinon menghasilkan warna kecoklat coklatan.
2. Warna Coklat
Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak yang berasal dari
bahan yang telah busuk atau memar. Hal ini dapat terjadi karena reaksi
molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin
dari molekul protein dan yang disebabkan oleh karena aktivitas enzim-enzim
seperti phenol oxidase, poliphenol oxidase dan sebagainya.
3. Warna kuning
Penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu
kemerah-merahan. Umumnya warna yang timbul akibat degradasi zat warna
alamiah amat sulit dihilangkan, timbulnya warna ini dapat diindentifikasikan
bahwa telah terjadi kerusakan pada minyak. Maka untuk mencegah hal ini,
pada proses umumnya ditambahkan zat anti oksidan sedangkan minyak kelapa
sawit itu sendiri telah mengandung zat anti oksidan walaupun dalam jumlah
sedikit .
Warna kuning selain disebabkan oleh adanya karoten yaitu zat warna
alamiah juga dapat terjadi akibat proses absorbsi dalam minyak tidak jenuh.
Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari
kuning sampai ungu kemerah-merahan.
4.1.2

Kejernihan Minyak
Kejernihan pada minyak disebabkan oleh proses pemutihan (bleaching)

dan pemurnian (refining) yang dialami oleh minyak tersebut. Pemucatan


(bleaching) adalah perlakuan yang dimaksudkan untuk memucatkan warna dari
minyak, selama pemucatan hanya sedikit sekali bahan yang disisihkan dari
minyak, dan perlakuan ini biasanya dikerjakan setalah proses pemurnian (Suyitno,
1985). Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan tanah pemucat, arang atau
bahan kimia yang bersifat mengoksidasi atau hidrogenasi yang dapat mengurangi
warna lemak atau minyak (Buckle, 2007). Sedangkan, pemurnian (refining)
diartikan sebagai segala perlakuan yang ditujukan untuk menyisihkan ALB,
fosfatida, atau senyawa berlendir maupun kotoran lainnya di dalam minyak
(Suyitno, 1985). Berdasarkan hasil pengamatan, minyak yang paling jernih adalah

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
minyak kelapa, diikuti dengan minyak kedelai, minyak jagung, minyak kelapa
sawit, minyak curah, minyak kanola, minyak bekatul dan minyak bekas.
4.1.3

Aroma Minyak
Aroma dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya

asam - asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak (Ketaren, 1986).
Pada minyak kelapa sawit bau khasnya ditimbulkan oleh persenyawaan beta
ionone. , sedangkan bau khas dari minyak miyak kelapa ditimbulkan oleh Nonyl
methylketon (Setiasih, 2008). Semua sampel memiliki aroma yang khas minyak,
kecuali pada minyak bekas yang berbau tengik.
Minyak yang mengeluarkan bau dan rasa tidak enak disebut rancid atau
tengik. Walaupun minyak mengandung asam lemak bebas dalam jumlah besar,
tetapi tidak akan selalu menjadi atau bersifat tengik. Minyak yang kandungan
asam lemak bebas nya rendah bisa juga menjadi tengik. Ketengikan pada
umumnya

merupakan akibat dari perubahan-perubahan kimia oleh adanya

oksigen, walaupun didalam beberapa hal dapat diperkirakan hasil kerja enzim.
Berkembangnya ketengikan biasanya diikuti dengan penurunan angka iodine dan
kenaikan dari densitet, angka asam dan kandungan bahan yang tidak tersabun
(Suyitno, 1985).
4.2

Titik Cair
Pengukuran titik cair minyak, suatu cara yang biasa digunakan dalam

penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik yang murni, tidak


mungkin diterapkan disini, karena minyak atau lemak tidak mencair dengan tepat
pada suatu nilai temperatur tertentu. Titik cair berkaitan dengan polymorphism.
Polymorphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat
lebih dari satu bentuk kristal. Pengujian titik cair pada lemak dimulai dengan
mempersiapkan pipa kapiler yang diisi minyak 1 cm dimasukkan ke dalam freezer
1 jam, kemudian disusun sedemikian rupa dengan thermometer diantara gabus
dan beaker glass. Susunan tersebut dipanaskan, kemudian dicatat suhu minyak
pada saat mencair. Berikut merupakan tabel hasil pengamatan titik cair pada
minyak.
Tabel 2. Titik Cair
Sampel
Minyak Kelapa

Titik Cair Praktikum (oC)


30

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
Minyak Kedelai
Minyak Kanola
Minyak Bekas
Minyak Kelapa Sawit
Minyak Bekatul
Minyak Jagung
Minyak Curah
sumber : dokumentasi pribadi (2014)

50
52
60
>50
31
37
42

Minyak dengan titik cair paling besar adalah minyak bekas, dan titik cair
terkecil adalah minyak kelapa. Asam lemak dengan ikatan trans mempunyai titik
cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak ikatan cis. Berdasarkan hal
tersebut, diduga minyak bekas memiliki ikatan trans yang lebih banyak
dibandingkan dengan minyak lainnya, karena sudah melalui proses pemanasan
sehingga strukturnya berubah.
4.3

Bobot Jenis
Pengujian bobot jenis dilakukan untuk mengetahui bobot jenis berbagai

jenis minyak yang menjadi sampel dalam satuan gram per ml. Bobot jenis dari
minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25oC. Cara melakukan uji
bobot jenis ini dilakukan dengan alat piknometer. Piknometer adalah alat yang
digunakan untuk mengukur nilai masa jenis atau densitas dari fluida. Piknometer
terdiri dari 3 bagian, yaitu tutup pikno, lubang, dan gelas ukur. Cara kerjanya
adalah pertama menimbang pikmometer terlebih dahulu, kemudian isi piknometer
dengan minyak hingga meluap, diamkan 30 menit setelah itu dilakukan
penimbangan kembali. Bobot jenis dari minyak ditentukan pada temperatur 20 0C,
dan setelah didapat nilai bobot piknometer kosong dan berat piknometer berisi
minyak, dapat dihitung bobot jenis minyak tersebut dengan perhitungan, sebagai
berikut ;

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
Berikut merupakan tabel hasil pengamatan bobot jenis pada minyak.
Tabel 3. Bobot Jenis
Sampel
W
W
V air
piknome piknome
ter
ter + air
kering
Minyak
32,3139 81,0505 48,7366
Kelapa
Minyak
16,2241 25,8105
9,5864
Kedelai
Minyak
15,8904 25,6282
9,7378
Kanola
Minyak
23,3743 47,2346 23,8603
Bekas
Minyak
23,4967 47,8036 24,3069
Kelapa
Sawit
Minyak
16,2558 25,9608
9,705
Bekatul
Minyak
15,81
25,5847
9,7747
Jagung
Minyak
32,3411 81,8451
49,504
Curah
sumber : dokumentasi pribadi (2014)

W
piknome
ter +
minyak
77,8469

Bobot
Jenis
Praktik
um
0,934

Bobot
Jenis
Literatu
r
0.925

25,1681

0,933

25,0125

0,937

45,5300

0,929

0,916
0,922
0,910 0,9201
-

45,6454

0,91

0,900
0,913

25,1567

0,91715

24,800

0,92

77,4346

0,911

0.916
-0.921
0,918
0,925
-

Berdasarkan tabel hasil pengamatan bobot jenis minyak, minyak yang


memiliki bobot jenis terbesar adalah minyak kanola, sedangkan bobot minyak
terkecil adalah minyak kelapa sawit. Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot
jenis suatu zat yaitu ;
1. Temperatur, minyak pada temperatur tinggi viskositasnya menurun maka

bobot jenisnya pun akan berkurang.


2. Volume zat
3. Kekentalan.
Nilai bobot jenis yang didapatkan pada minyak kelapa sawit, minyak jagung,
dan minyak bekatul pada praktikum sesuai dengan kisaran bobot jenis pada
literatur. Sedangkan pada minyak kelapa, kedelai dan kanola pada hasil
praktikumnya lebih besar dibandingkan dengan literatur. Hal ini dapat disebabkan
karena temperatur yang digunakan untuk mengukur bobot jenis pada praktikum
dengan literatur berbeda, sehingga kisarannya juga berbeda.
4.4

Kejernihan Minyak

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
Lemak dan minyak mengandung zat-zat warna yang dapat menyerap
cahaya spektrum dimana warna minyak digunakan sebagai penentu mutu lemak
dan minyak. Penentuan sifat ini dapat menggunakan alat spektofotometer seperti
spektroskop emisi, spektroskop fluorescence, atau spektroskop absorbsi.
Kejernihan

dan

warna

dinyatakan

dalam

persen

transmitansi

dengan

menggunakan alat spektrofotometer. Caranya dengan menentukan panjang


gelombang yang sesuai terlebih dahulu dengan memutar pengatur panjang
gelombang tertentu ketika optical density dari sampel minyak mencapai nilai
tertinggi. Hal ini dapat diketahui dengan membuat grafik hubungan antara
penjang gelombang dengan optical density yang dihasilkan. Warna minyak dan
kejernihannya dapat diketahui dengan membandingkan warna contoh dengan
warna standar yang telah diketahui nilainya yang diukur dengan alat
spektrofotometer tersebut. Cara pengukuran dengan spektrofotometer adalah
dengan mengkalibrasi spektrofotometer tersebut dengan memasukkan aquades
pada kuvet hingga terisi bagian hingga transmisinya 100%. Setelah kalibrasi
selesai, masukkan sampel minyak ke dalam kuvet, lalu baca absorbasi dan persen
transmisi pada spektrofotometer. Berikut merupakan tabel hasil pengamatan pada
kejernihan minyak.
Tabel 4. Kejernihan Minyak
Sampel
Absorbansi (A)
Minyak Kelapa
0,015
Minyak Kedelai
-0,017
Minyak Kanola
-0,015
Minyak Bekas
0,508
Minyak Kelapa Sawit
0,054
Minyak Bekatul
0,074
Minyak Jagung
0,0394
Minyak Curah
0,092
sumber : dokumentasi pribadi (2014)

Transmitansi
96 %
104 %
103,7 %
31 %
88,4 %
84,4 %
91,5 %
81,1 %

Berdasarkan hasil pengamatan, absorbansi yang paling tinggi adalah


minyak bekas dan yang paling rendah adalah minyak kedelai. Sedangkan untuk
transmitansi yang paling tinggi adalah minyak kedelai dan yang paling kecil
adalah minyak bekas. Semakin tinggi nilai absorbansinya maka minyak akan
semakin keruh. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan warna pada minyak,
minyak bekas memiliki tingkat kekeruhan paling tinggi sama seperti nilai

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
absorbansi yang, dimana minyak bekas juga memiliki nilai absorbansi yang tinggi
yaitu, 0,508. Absorbansi berkebalikan dengan transmitansi, semakin besar
absorbansi, semakin kecil transmitansinya, begitu pula sebaliknya. Makin besar
transmitansinya, minyak tersebut adalah yang paling jernih, sehingga berdasarkan
praktikum ini minyak yang paling jernih adalah minyak kedelai, dan minyak
paling keruh adalah minyak bekas.
4.5

Indeks Bias
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan

pada suatu medium yang cerah (Ketaren, 1986). Indeks bias tersebut pada minyak
dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian
minyak. Untuk mengukur nilai indeks bias lemak yang bertitik cair tinggi,
dilakukan pada temperature 40C atau 60C. Selama pengukuran temperature
harus tetap dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak
atau lemak dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan adanya sejumlah
ikatan rangkap. Nilai indeks bias molekul, selain dengan naiknya derajat
ketidakjenuhan dari asam lemak tersebut (Ketaren, 1986).
Refraksi atau pembiasan ini disebabkan adanya interaksi gaya elektrostatis
dan gaya elektromagnetis dari atom-atom di dalam molekul cairan. Semakin
panjang rantai karbon semakin banyak ikatan rangkap, indeks bias akan semakin
besar. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah Abbe Refractometer yang
dilengkapi dengan pengatur suhu (Setiasih, 2008).
Pengujian ini biasanya dilakukan dengan meletakan Abbe Refractometer
sedemikian rupa sehingga cahaya dapat diterima oleh prisma. Air yang bersuhu
40C atau 60C dialirkan melalui prisma sehingga suhunya sama. Tutup dibuka
dan kemudian dibersihkan dengan menggunakan tetes toluene, xylol, atau pelarut
lemak yang sesuai. Sampel yang akan diuji disaring lebih dahulu dengan kertas
saring, kemudian diteteskan di prisma. Prisma ditutup dan dibiarkan beberapa
menit sampai suhu sampel sama dengan suhu alat. Pengukuran dilakukan dengan
cara melihat kedudukan garis pinggir dari sinar bias dengan permnukaan prisma.
Prisma dipegang dan digerakan ke muka atau ke belakang sehingga penglihatan
terbagi antara gelap dan terang. Garis yang memisahkan kedua bagian ialah garis

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
batas, yang mungkin tidak tajam tetapi merupakan garis berwarna. Dengan
memutar skrup komponsator akan terlihat garis cahaya yang tajam. Kemudian
garis batas ini diatur sehingga jatuh pada titik perpotongan dari rambut indeks
bias sampel dapat dilihat pada skala (Setiasih, 2008). Prosedur pada praktikum
dimulai dengan menyiapkan alat, kemudian tutup prisma dibersihkan dengan
toluen menggunakan tisu, teteskan minyak diatas prisma dan tutup prisma ditutup.
Baca indeks bias pada saat ditemukan batas gelap dan terang, kemudian catata
spesitivitas, suhu dan derajat brix. Berikut merupakan tabel hasil pengamatan
pada indeks bias minyak.
Tabel 5. Indeks Bias
Sampel
Spesitivitas
Praktikum
Minyak
1,455
Kelapa
Minyak
1,4725
Kedelai
Minyak
1,472
Kanola
Minyak Bekas
1,466
Minyak
1,465
Kelapa Sawit
Minyak
1,7405
Bekatul
Minyak
1,473
Jagung
Minyak Curah
1,465
sumber : dokumentasi pribadi (2014)

Spesitivitas
Literatur
1,448-1,4507

% Brix

Suhu (oC)

65,1

26,1

1,471 1,475

72,9

26,2

1,467-1,4698

72,8

26,3

1,415 1,495

70,2
70

26,3
25,7

1,46 1,47

72

25,5

1,470-1,474

73

25,8

69,7

26

Berdasarkan hasil pengamatan, indeks bias pada masing-masing sampel


sebagian besar sudah sesuai dengan literatur, kecuali pada minyak kelapa dan
minyak bekatul yang perbedaannya cukup jauh. Hal tersebut dapat disebabkan
suhu yang digunakan pada praktikum dan literatur yang berbeda, sehingga
cenderung berbeda hasil pada nilai indeks bias. Selain itu nilai derajat brix yang
paling besar adalah minyak jagung dan yang paling sedikit adalah minyak kelapa,
yang menandakan bahwa padatan terlarut pada minyak jagung paling besar
diantara minyak-minyak yang lain. Padatan-padatan tersebut bisa berupa
rendemen dari bahan atau zat pengotor.

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
1. Warna kuning pada minyak disebabkan karena karoten yang menghasilkan
warna kuning, sedangkan yang berwarna kecoklatan disebabkan karena
reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi
2. Kejernihan setiap sampel berbeda karena proses bleaching dan refining
3. Setiap sampel minyak memiliki aroma khasnya masing-masing, kecuali
pada minyak bekas yang berbau tengik karena minyak berikatan dengan
oksigen
4. Minyak dengan titik cair paling besar adalah minyak bekas, dan titik cair
terkecil adalah minyak kelapa. Asam lemak dengan ikatan trans
mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak ikatan
cis.
5. Minyak yang memiliki bobot jenis terbesar adalah minyak kanola,
sedangkan bobot minyak terkecil adalah minyak kelapa sawit
6. Makin besar transmitansinya, makin jernih, sehingga berdasarkan
praktikum ini minyak yang paling jernih adalah minyak kedelai, dan
minyak paling keruh adalah minyak bekas. Absorbansi berkebalikan
dengan transmitansi.
7. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai
karbon yang panjang dan juga dengan adanya sejumlah ikatan rangkap.

5.2

Saran
1. Sebaiknya diamati juga sifat fisik lainnya, seperti kelarutan, titik didih,
titik lunak, slipping point, titik kekeruhan dan yang lainnya
2. Sebaiknya diamati juga sifat kimia minyak, seperti hidrolisa, oksidasi,
hidrogenasi dan esterifikasi

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Apriyanto,A. 1989. Analisa Pangan . Bogor : IPB Press.
Buckle, K.A. R.A. Edwards. 2007. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo &
Adiono. UI Press: Jakarta.
Deman, J.M., 1997, Kimia Makanan, Bandung : Penerbit ITB.
Ketaren, S. 1986. Teknologi Lemak dan Minyak. Penerbit Universitas Indonesia:
Jakarta.
Setiasih, Imas S. 2008. Teknologi Pengolahan Lemak dan Minyak. Penerbit
Widya Padjadjaran. Bandung
Suyitno. 1985. Industri Hilir Komoditi Minyak. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan
Perkebunan.

Nama : Putri Nabila A.A.


NPM : 240210120124

Anda mungkin juga menyukai