Anda di halaman 1dari 25

FRAKTUR EPIFISIS

Arandz Ruttu, Fatmawaty Zain, Bachtiar Murtala


BAB I PENDAHULUAN
Fraktur adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas dari tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total ataupun
bersifat parsial. Jenis-jenis fraktur yaitu (1) Greenstick : tulang anak
bersifat fleksibel, sehingga fraktur dapat berupa bengkokan tulang di satu
sisi dan patahan korteks di sisi lainnya, (2) Comminuted : fraktur dengan
fragmen multipel, (3) Avulsi : sebuah fragmen tulang terlepas dari lokasi
ligamen atau insersi tendon, dan (4) Patologis fraktur yang terjadi pada
tulang yang memang telah mengalami kelainan.

Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang (sekitar 206


tulang) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh.2 Tulang
sedikitnya memiliki enam fungsi pada tubuh, yaitu (1) penunjang /
memberi topangan dan bentuk pada tubuh, (2) penggerak (locomotion),
(3) proteksi berbagai organ, seperti otak, sumsum tulang belakang,
jantung, dan paru-paru,

(4) hematopoiesis, (5) tempat penyimpanan

mineral, dan (6) penghantar suara (di telinga tengah).2,3


Tulang diklasifikasikan sebagai panjang, pendek, pipih, atau tidak
beraturan. Tulang panjang ditemukan di ekstremitas. Tulang panjang
terdiri atas batang tebal panjang, yang disebut diafisis, dan dua ujung,
yang disebut epifisis. Epifisis adalah ujung-ujung tulang yang membesar
sehingga rongga-rongga sumsum dengan mudah bersambungan. Epifisis
tersusun dari tulang cancellus internal, yang deselubungi tulang kompak
dan dibungkus kartilago hialin.2,4 Lempeng epifisis merupakan suatu
diskus tulang rawan yang terletak diantara epifisis dan metafisis. Fraktur
lempeng epifisis merupakan 1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak.
Tulang rawan lempeng epifisis lebih lemah daripada tulang lain. Daerah

yang paling lemah dari lempeng epifisis adalah zona transformasi tulang
rawan pada daerah hipertrofi dimana biasanya terjadi garis fraktur
disebabkan oleh meningkatnya aktfifitas metabolik dan berkurangannya
suplai darah 2,5

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 1 (a) Fraktur greenstick pada lengan distal (tanda panah), (b) Fraktur
avulsi kecil pada dasar falang distal, (c) Deposit sekunder pada humerus; fraktur
patologis, (d) Fraktur stres yang telah menyembuh pada metatarsal
ketiga.(dikutip dari kepustakaan 1)

Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan


tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan. Fraktur
terjadi ketika tekanan yang kuat diberikan pada tulang normal atau
tekanan yang sedang pada tulang yang terkena penyakit, misalnya
osteoporosis. Fraktur dapat berbentuk transversa, oblik, atau spiral.
Periosteum pada anak-anak lebih tebal daripada orang dewasa, yang

memungkinkan

penyembuhan tulang pada anak anak lebih cepat

dibandingkan pada orang dewasa. 6


Pada pasien fraktur epifisis digunakan klasifikasi salter-Harris untuk
membantu dalam menegakan diagnosa, penatalaksanaan dan prognosis
pada pasien fraktur.6,7

BAB II INSIDEN
Penyebab fraktur, tidak terkecuali fraktur tulang apapun itu antara
lain karena trauma, non trauma, dan stress. Trauma dapat dibagi menjadi
trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung berarti
benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan
trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya
fraktur

bergantian.

Sementara

fraktur

non-trauma

terjadi

karena

kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non trauma ini
bisa karena kelainan metabolik atau infeksi. Fraktur stress terjadi karena
trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.8
Cedera ataupun penyakit yang mempengaruhi metafisis atau
epifisis pada anak yang sangat muda sering dapat merusak seluruh
elemen lempeng pertumbuhan, menyebar tepat di dari satu zona ke zona
yang lain.8
Mekanisme yang paling umum dari cedera ini adalah jatuh pada
uluran tangan (Gambar). Perpanjangan pergelangan tangan pada saat
cedera menyebabkan fragmen distal akan berpindah ke dorsal (posterior).

Gambar 2. Mekanisme jatuh pada pergelangan tangan yang


menyebabkan fraktur epifisis

Berdasarkan penelitian dengan mengumpulkan data 2650 fraktur


tulang panjang, 30% di antaranya melibatkan lempeng pertumbuhan.

Kemudian

dilakukan

dievaluasi

2500

patah

tulang

ke

lempeng

pertumbuhan dan menetapkan bahwa radius distal adalah yang paling


sering mengalami cedera (44%) , diikuti oleh humerus distal (13%), dan
fibula distal, tibia distal, ulna distal, humerus proksimal, femur distal, tibia
proksimal, dan fibula proksimal. 9

BAB III ANATOMI


Tulang terdiri dari sel-sel dan matriks ekstraselular. Sel-sel tersebut
adalah osteosit, osteoblas, dan osteoklas.2
Matriks tulang tersusun dari serat-serat kolagen organik yang
tertanam pada substansi dasar dan garam-garam anorganik tulang seperti
fosfor dan kalsium. Substansi dasar tulang terdiri dari sejenis proteoglikan
yang tersusun terutama dari kondroitin sulfat dan sejumlah kecil asam
hialuronat yang bersenyawa dengan protein. Garam-garam tulang berada
dalam

bentuk

kristal

kalsium

fosfat

yang

disebut

hidroksiapatit.

Persenyawaan antara kolagen dan kristal hidroksiapatit bertanggung


jawab atas daya regang dan daya tekan tulang yang besar. 2,5,10
Tulang terbagi atas tiga garis besar, yaitu :
1. Tulang panjang atau tulang tubuler ( seperti femur,tibia,fibula,ulna,
dan humerus).
2. Tulang pendek atau tulang kuboid (seperti tulang vertebra, tulang
karpal).
3. Tulang pipih (seperti tulang scapula,tulang iga dan tulang pelvis).
Tulang panjang terdiri dari diafisis dan epifisis. Diafisis tersusun dari
tulang kompak silinder tebal yang membungkus medula atau rongga
sumsum sentral yang besar. Pada diafisis terdapat endosteum dan
periosteum. Endosteum terdiri dari jaringan ikat areolar vaskular.
Sementara periosteum adalah jaringan ikat yang membungkus diafisis.
Epifisis adalah ujung-ujung tulang yang membesar sehingga ronggarongga sumsum dengan mudah bersambungan. Epifisis tersusun dari
tulang cancellus internal, yang deselubungi tulang kompak dan dibungkus
kartilago hialin.2

Gambar 3.Diagram bagian-bagian dari tulang panjang (dikutip dari


kepustakaan 2)

Di sebelah proksimal dari setiap epifisis terdapat metafisis. Di antara


epifisis dan metafisis terdapat daerah kartilago yang tumbuh, yang disebut
lempeng epifisis atau growth plate. Tulang panjang tumbuh dengan cara
mengakumulasi kartilago di lempeng epifisis. Kartilago digantikan oleh
osteoblas, dan tulang memanjang. Pada akhir usia remaja, kartilago
habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh.

2,5,10

Gambar 4. Anatomi tulang panjang pada anak. (dikutip dari kepustakaan 10)
7

BAB IV EMBRIOLOGI

Osteogenesis (pertumbuhan dan perkembangan tulang) merupakan


suatu proses pembentukan tulang dalam tubuh. Karena adanya matriks
yang keras dalam tulang, maka pertumbuhan interstisial, seperti yang
terjadi pada kartilago, tidak mungkin terjadi dan tulang terbentuk melalui
penggantian jaringan yang sudah ada. Ada dua jenis pembentukan tulang
yaitu osifikasi intramembranosa dan osifikasi endokondral (intrakartilago).
Osifikasi endokondral terjadi melalui penggantian model kartilago.
Sebagian besar tulang rangka terbentuk melalui proses ini, yang terjadi
dalam model kartilago hialin kecil pada janin. 2,5
Pada osifikasi endokondral, rangka embrionik terbentuk dari tulangtulang kartilago hialin yang terbungkus perikondrium. Pusat osifikasi
primer terbentuk pada pusat batang (diafisis) model kartilago tulang
panjang. Sel-sel kartilago (kondrosit) pada area pusat osifikasi jumlahnya
meningkat (berploriferasi) dan ukurannya membesar (hipertrofi). Matriks
kartilago di sekitarnya berkalsifikasi melalui proses pengendapan kalsium
fosfat. Perikondrium yang mengelilingi diafisis di pusat osifikasi berubah
menjadi periosteum. Lapisan osteogenik bagian dalam membentuk kolar
tulang dan kemudian mengelilingi kartilago terkalsifikasi. Kondrosit, yang
nutrisinya

diputus

kolar

tulang

dan

matriks

terkalsifikasi,

akan

berdegenerasi dan kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan


matriks kartilago. Kuncup periosteal mengandung pembuluh darah dan
osteoblas yang masuk ke dalam spikula kartilago terkalsifikasi melalui
ruang yang dibentuk osteoklas pada kolar tulang. Jika kuncup mencapai
pusat, osteoblas meletakkan zat-zat tulang pada spikula kartilago
terkalsifikasi, dan memakai spikula tersebut sebagai suatu kerangka kerja.
Pertumbuhan tulang menyebar ke dua arah menuju epifisis. Semua
elongasi tulang yang terjadi selanjutnya adalah hasil dari pembelahan selsel kartilago dalam lempeng epifisis kartilago. 2,5

Gambar 5. Pertumbuhan tulang panjang (dikutip dari kepustakaan 2)

Pada proses osifikasi desmal, di dalam tulang rawan, terjadi


perubahan struktur. Sel tulang rawan menyerap air, menjadi pucat dan
berdegenerasi.

Di

dalam

substansi

dasar

tulang

rawan

terjadi

penumpukan materi berkapur. Setelah itu mesenkim tulang yang kaya


akan pembuluh darah tumbuh dari periosteum ke dalam bagian tulang
rawan, menguraikan kartilago yang berdegenerasi, dan membentuk
kumpulan mesenkim (sumsum tulang primer). Dari sum-sum tulang
tersebut, sel-sel yang secara kontinu menguraikan tulang rawan
(kondroklas) beserta sel yang membangun atau yang menguraikan tulang
(osteoblas dan osteoklas) berdifirensiasi. Pada penguraian tulang rawan,
trabekula atau batang-batang kecil tetap ada, tempat osteoblas terfiksasi
dengan kuat dan dimulainya pelepasan substansi tulang (osteoid) melalui
proses pemisahan. Di dalam tulang rawan, tulang yang terbentuk mulamula hanya tersusun atas jala-jala trabekula kecil (spongiosa), yang
awalnya bergabung dengan lapisan tulang periostal yang bertambah
padat. 2,10
Tulang rawan lempeng epifisis memberikan kemungkinan metafisis
dan diafisis untuk bertumbuh memanjang. Pada daerah pertumbuhan ini
terjadi keseimbangan antara dua proses yaitu (1) proses pertumbuhan
dan (2) proses kalsifikasi.2,3,4
9

Pada kedua epifisis, terjadi pertumbuhan tulang rawan yang pesat


sehingga elemen kerangka tidak saja menebal, namun juga memanjang.
Kemudian terbentuk empat zona yang berurutan, yaitu : 5,10,11
1. Zona resorpsi atau zona pembukaan tulang rawan
2. Zona hipertrofi tulang rawan
3. Zona kolumnar tulang rawan
4. Zona proliferasi atau zona istirahat kartilago

Gambar 6. Ossifikasi tulang panjang. (dikutip dari kepustakaan 11)

Pada diafisis bakal tulang, terjadi pengendapan suatu lapisan


tulang desmal (tempat terjadinya penebalan). Kemudian, terbentuk suatu
inti tulang diafisis di dalam, melalui pertumbuhan mesenkim sesudah
penguraian tulang rawan. Inti tulang juga terbentuk di epifisis. Dari
lempeng epifisis tulang rawan, pertumbuhan memanjang endokondral
tetap berlangsung.

10,11

10

BAB V KLASIFIKASI
Banyak klasifikasi fraktur lempeng epifisis antara lain menurut
Salter-Harris, Polland, Aitken, Weber, Rang, Ogend. Tapi klasifikasi
menurut Salter-Harris yang paling mudah dan praktis serta memenuhi
syarat untuk terapi dan prognosis. 5,7,8,10,12,13,14
Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut dan
dibagi dalam lima tipe :
1. Tipe 1
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada
tulang, sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis.
Fraktur ini meliputi zona hipertrofi dan zona kalsifikasi. Fraktur ini terjadi
oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi baru lahir
dan pada anak-anak yang lebih muda.

Gambar 7. Fraktur salter-harris epifisis tipe 1 (dikutip dari kepustakaan 13,14)

2. Tipe 2
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur
melalui sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan
membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut
dengan tanda Thurston-Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng
epifisis juga masih melekat. Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini

11

biasanya terjadi karena trauma shearing force dan membengkok dan


umumnya terjadi pada anak-anak yang lebih tua. Periosteum mengalami
robekan pada daerah konveks tetapi begitu sulit kecuali bila reposisi
terlambat harus dilakukan tindakan operasi.

Gambar 8. Fraktur salter-harris epifisis tipe 2 (dikutip dari kepustakaan `13,14)

3.Tipe 3
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis
fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian
sepanjang garis lempeng epifisis. Jenis ini bersifat intra-artikuler dan
biasanya ditemukan pada epifisis tibia distal.

Gambar 9. Fraktur salter-harris epifisis tipe 3 (dikutip dari kepustakaan 13,14)

12

4. Tipe 4
Fraktur tipe IV juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui sendi
memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut
pada sebagian metafisis. Jenis fraktur ini misalnya fraktur kondilus lateralis
humeri pada anak-anak.

Gambar 10. Fraktur salter-harris epifisis tipe 4 (dikutip dari kepustakaan


13,14)

5. Tipe 5
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang
diteruskan. Pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi
penopang badan yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosis
sulit karena secara radiologik tidak dapat dilihat.

Gambar 11. Fraktur salter-harris epifisis tipe 5 (dikutip dari kepustakaan 13,14)

13

BAB VI DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis fraktur, dibutuhkan beberapa informasi antara lain :
Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan pasien yang datang dengan keluhan
nyeri dan sendi yang terlokalisir, yang didahului oleh trauma (seperti jatuh,
benturan). Luka pada ekstremitas bawah timbul karena ketidakmampuan
tubuh untuk menahan berat badan pada bagian yang luka. Luka pada
ekstremitas atas timbul karena terjadi kelemahan fungsi dan keterbatasan
untuk bergerak pada sendi yang luka.

15

Pemeriksaan Fisik
Yang sangat penting dalam menilai pasien dengan fraktur adalah
memperhatikan luka pada muskuloskeletal dan ABC (airway, breathing,
circulation) juga harus diperhatikan. Gejala-gejala yang sering pada tubuh
adalah nyeri , deformitas, bengkak, dan kelainan lainnya.

Pada pemeriksaan fisis tulang, tidak hanya palpasi tulang yang


terjadi deformitas atau krepitasi tetapi yang sangat penting juga untuk
dinilai

adalah

pergerakan

sendi.

Pada

awalnya

penilaian

neurovaskularisasi. Pengukuran nadi merupakan sesuatu yang penting,


tetapi yang lebih penting menilai ekstremitas, hangat atau dingin. Apabila
terjadi iskemik pada tungkai, dingin, dan nadi tidak terba, ini adalah
sesuatu kegawatan. Pertolongan pertama dilakukan hingga tangan
menjadi hangat dengan kapiler darah terisi kembali merupakan sesuatu
yang harus dilakukan. Pada saat menilai fraktur, yang harus diperhatikan
jaringan lunak karena pada fraktur akut biasanya disertai trauma jaringan
lunak. Pada inspeksi didapatkan abrasi kulit, memar dan bengkak.

Pemeriksaan Radiologi
Dalam pemeriksaan foto X-Ray dapat dilakukan untuk menentukan
tipe

fraktur

berdasarkan

klasifikasi

Salter-Harris

dengan

posisi

14

Comparison views yaitu untuk mengetahui pertumbuhan kedua lempeng


yang diambil pada posisi yang sama pada kedua sendi untuk menilai
sendi yang sakit. Pada gambar lain, semua ekstremitas termasuk sendi
yang sakit pada tulang panjang. Lapisan lemak anterior dan posterior
merupakan tanda yang dapat membantu untuk mengetahui fraktur yang
tidak diketahui. 15

Gambar 12. Foto X-ray AP lateral pergelangan tangan tampak fraktur


salter harris tipe 1

15

Gambar 13. fraktur epifisis salter-haris tipe 2 pada distal tibia dan (dikutip
sari kepustakaan 14)

Gambar 14. Fraktur distal tibia salter harris tipe 3 (dikutip dari
kepustakaan 10)

16

Gambar 15. Fraktur salter haris tipe 4 distal tibia (dikutip dari kepustakaan
14)

Gambar 16. (a) Fraktur phalanx proksimal jari kelima salter harris tipe 5,
(b) Fraktur metatarsal keempat salter harris tipe 5 (dikutip dari kepustakaan 10)

17

Pemeriksaan CT-Scan tulang sangat penting dilakukan untuk


menilai fraktur fragmen epifisis, dan pada pasien dengan rencana
tindakan operatif.

Gambar 17. Axial tomografi menunjukkan fraktur triplane dengan bagian


posteriolateral dari tibia (A). Coronal tomografi menunjukkan fragmen epifisis
anterolateral melekat pada metafisis posterior (Fraktursalter harris tipe III) (B). CT
scan potongan sagital pada tingkat fraktur terlihat pada Gambar B. Ini
memberikan tampilan fraktur salter harris tipe II (C). Sagital tomografi 1 slice
medial dengan Gambar C menunjukkan fisis tertutup dan fragmen anteriomedial

18

utuh melekat pada tibia distal. Jika fisis yang terbuka, ini akan menjadi fraktur
salter harris tipe IV (D). (dikutip dari kepustakaan 15)

Pemeriksaan MRI digunakan untuk persiapan tindakan operatif dan


menilai fraktur berdasarkan klasifikasi Salter-Harris. Tetapi, pemeriksaan
ini sangat jarang dilakukan dan bukan merupakan pemeriksaan yang
sangat penting.

Gambar 22. MRI menunjukkan Fraktur salter harris tipe 3 (dikutip dari
kepustakaan 14)

19

BAB VII PENATALAKSANAAN


Penatalaksanaan fraktur epifisis sangat umum diperlakukan nonoperatif.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

keputusan

pengobatan

termasuk keparahan cedera, lokasi anatomi cedera, klasifikasi fraktur,


pesawat deformitas, usia pasien, dan potensi pertumbuhan yang terlibat
fisis. Kebanyakan fraktur Salter Harris tipe I dan tipe II dapat ditangani
dengan reduksi tertutup dan kemudian dengan pemeriksaan ulang dalam
7-10 hari untuk mengevaluasi pemeliharaan reduksi.9
Reduksi tertutup melalui manipulasi dan traksi harus dilakukan
dengan hati-hati kepada pasien (dan pasien yang melibatkan masalah
otot) dengan sesantai mungkin untuk menghindari pergulatan yang tidak
perlu dari komponen tulang yang dapat menyebabkan kisi epifisis pada
fragmen tulang metafisis yang tajam dan potensi kerusakan epifisis
tersebut. Reduksi yang tidak memuaskan dan dilakukan berulang dapat
merusak lapisan germinal sel dalam epifisis / physeal tersebut. Untuk
menghindari kerusakan physeal, upaya pengurangan harus lebih fokus
pada traksi dan kurang terfokus pada manipulasi kuat dari fragmen
tulang.9
Usia pasien pada saat cedera adalah sangat penting dalam
membantu memprediksi hasil klinis karena lebih banyak koreksi dapat
diantisipasi pada pasien yang lebih muda.9
Cedera lebih parah seperti fraktur salter harris tipe IV dan tipe V
biasanya memerlukan reduksi anatomi dengan reduksi terbuka dan fiksasi
internal yang menghindari melintasi physeal tersebut. Smooth pin harus
paralel pada epifisis atau metafisis, menghindari physeal tersebut. Setiap
perangkat fiksasi internal yang mudah dilepas belum memadai untuk
fiksasi internal.9
Fraktur

salter harris

tipe

jarang

didiagnosis

akut

atau

diadiagnosis lebih awal, dan sayangnya, pengobatan seringkali ditunda


20

sampai pembentukan sebuah bar tulang di physeal tampak. Kecurigaan


klinis yang tinggi diperlukan untuk mendeteksi komplikasi dini.9

21

BAB VIII PROGNOSIS


Delapan puluh lima persen trauma lempeng epifisis tidak
mengalami

gangguan

dalam

pertumbuhan.

Sisanya

15%

akan

memberikan gangguan dalam pertumbuhan. Ada beberapa fraktor yang


penting dalam prognosis pada fraktur epifisis yaitu :

1. Jenis fraktur berdasarkan Salter-Harris

Salter-Harris I : prognosisnya baik bila direposisi dengan cepat

Salter-Harris II : prognosisnya biasa baik, tergantung kerusakan


pembuluh darah

Salter-Harris III : prognosisnya baik bila direduksi dengan baik

Salter-Harris IV : prognosis jelek bila reduksi tidak dilakukan


dengan baik

Salter-Harris V : prognosisnya jelek karena dapat terjadi kerusakan


sebagian atau seluruh lempeng epifisis.

2. Umur waktu terjadinya trauma, apabila trauma terjadi pada umur


yang lebih muda maka prognosisnya lebih jelek dibanding bila
terjadi pada umur yang lebih tua.
3. Vaskularisasi pada epifisis, apabila terjadi kerusakan vaskularisasi
epifisis, prognosisnya lebih jelek.
4. Metode reduksi, reduksi yang dilakukan dengan tidak hati-hati akan
menimbulkan kerusakan yang lebih hebat pada lempeng epifisis. 5, 9

22

BAB IX PENUTUP
Fraktur adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas dari
tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total
ataupun bersifat parsial. Pada pasien fraktur epifisis digunakan klasifikasi
salter-Harris

untuk

penatalaksanaan

membantu
dan

dalam

prognosis

menegakan
pada

diagnosa,

pasien

fraktur.

Pengklasifikasiaannya dibagi ke dalam 5 tipe. Untuk mendiagnosis fraktur


epifisis

diperlukan

anamnesis

dan

pemeriksaan

fisik

yang

baik.

Pemeriksaan radiologik memberikan gambaran yang jelas tentang lokasi


dan tipe fraktur yang dialami pasien.
Penatalaksanaan fraktur epifisis sangat umum diperlakukan nonoperatif. Kebanyakan fraktur Salter Harris tipe I dan tipe II dapat ditangani
dengan reduksi tertutup dan kemudian dengan pemeriksaan ulang dalam
7-10 hari untuk mengevaluasi pemeliharaan reduksi. Cedera lebih parah
seperti fraktur salter harris tipe IV dan tipe V biasanya memerlukan reduksi
anatomi dengan reduksi terbuka dan fiksasi internal yang menghindari
melintasi physeal tersebut. Smooth pin harus paralel pada epifisis atau
metafisis, menghindari physeal tersebut. Setiap perangkat fiksasi internal
yang mudah dilepas belum memadai untuk fiksasi internal.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Patel PR. Trauma Skeletal. Safitri A editor. Lecture Notes :
Radiologi. Edisi 2. Jakarta : Erlangga. 2007. p.222.

2. Sloane E. Sistem Rangka. Veldman J editor. Anatomi dan Fisiologi


untuk Pemula. Edisi bahasa Indonesia. Jakarta : EGC. 2003. p. 9296.

3. Cameron JR, Skofronick JG, Grant RM. Fisika Tulang : Komposisi


Tulang. Chairunnisa editor. Fisikia Tubuh Manusia. Edisi 2. Jakarta
: EGC. 2006. p.77.

4. Corwin EJ. Kontrol Terintegrasi dan Disfungsi. Subekti EB editor.


Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2009. p. 330.

5. Rasjad C. Fraktur Epifisis. Pengantar Ilmu Bedah. Edisi Ketiga.


Cetakan Kelima. Jakarta : Yarsif. 2007. p.6-9, 374-378

6. Grace PA, Borley NR. Fraktur. Safitri A editor. At A Glance Ilmu


Bedah. Edisi 3. Jakarta : Erlangga. 2006. p. 84-85.

7. Rasad S. Tulang : Trauma Skelet. Ekayuda I editor. Radiologi


Diagnostik. Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2005. p.31, 32,
35.

8. Weiner DS. Basic considerations of bones and joints : The growth


plate. Jones K editor. Pediatric Orthopedics for Primary Physicians.
Second edition. Carmbridge : Carmbridge University Press. 2004.
p. 1, 3.

24

9. Mehlman CT. Grogan DP editor. Growth Plate (Physeal) Fractures


Treatment & Management. Emedicine Medscape. 2012
http://emedicine.medscape.com

10. Peterson HA. Physeal fractures : General considerations. Schroder


G editor. Epiphyseal Growth Plate Fractures. Berlin : Springer.
2007. p. 7, 30, 54, 62, 72.

11. Rohen JW, Drecoll EL. Lempeng Mudigah dan Perkembangan


Tumbuh

Embrio.

Dany

editor.

Embriologi

Fungsional

Perkembangan Sistem Fungsi Organ Manusia. Edisi 2. Jakarta :


EGC. 2003. p. 56-57.

12. Sponseller PD. Orthopedic principles of trauma. Oldham KT,


Colombani PM, Foglia RP, Skinner MA editors. Principles and
Practice of Pediatric Surgery. Volume 2. Lipincott. 2005. p.448.

13. Salter RB. Musculoskeletal Injuries. Johnson EP editor. Textbook of


Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. Third Edition.
Lipincott. 1999. p. 506-508.

14. Moore W. Chew FS editor. Salter-Harris Fracture Imaging.


Emedicine Medscape. 2013.
http://emedicine.medscape.com
15. Rosenbaum AJ, DiPreta JA, Uhl RL. Review of Distal Tibial
Epiphyseal Transitional Fractures. Healio Orthopedics. 2012
http://healio.com

25

Anda mungkin juga menyukai