Anda di halaman 1dari 11

1.

Definisi Pasang Surut


Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka
laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan
terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan
suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan
oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya
lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu:
pasang surut atmosfer (atmospheric tide), pasang surut laut (oceanic tide) dan pasang surut bumi
padat (tide of the solid earth).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari
matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke
bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan
oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
2. Teori Pasang Surut
2.1 Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727).
Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang
seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini
menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang
surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan
memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan
sistem bumi matahari.
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas
yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP
(Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini
berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya
pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua
lokasi (Gross, 1987).
2.2 Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)

Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih
diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik
periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstituekonstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas
perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali
dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga
sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut
menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit
pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan
selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah :
Kedalaman perairan dan luas perairan
Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
Gesekan dasar
Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah
arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan
bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin
meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya
juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut.
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis
mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan
menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut
menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.
3. Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori
kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi
bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas
perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat
beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar
laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang
surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari
matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke
bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan

oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari
(Priyana,1994)
Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang
besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan
memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan
karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi.
Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung
pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di
bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan
permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki
efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua
kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994)
4. Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang
surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964),
ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali
surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. Pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut yang hampir sama tingginya.
3. Pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi
khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan
mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.

Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :


1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam
satu hari, ini terdapat di Selat Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya
hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut
tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam
tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)

Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari
tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan
waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.
Penentuan tipe pasang surut dapat menggunakan rumus Formzahl sebagai berikut
(Dietrich et al dalam Panjaitan, 1992) :
F=(K1+O1)/(M2+S2)
dimana :
F
K1 dan O1
M2 dan S2

= Nilai Formzahl
= Amplitudo komponen pasut diurnal
= Amplitudo komponen semi diurnal

Dengan kisaran nilai Formzahl adalah :


0.00 < F ? 0.25 = Tipe semi diurnal
0.25 < F ? 1.50 = Tipe campuran semidiurnal
1.50 < F ? 3.00 = Tipe campuran diurnalF
3.00 = Tipe diurnal

5. Arus Pasut
Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang surut, diiringi
oleh gerakan air horizontal yang disebut dengan arus pasang surut. Permukaan air laut senantiasa
berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat
sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut(Tidal current). Gerakan arus
pasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang
mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya kedalaman (Mihardja et,. al 1994).
Menurut King (1962), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah akibat massa air
mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan
oleh pasut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk yang
memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb. Pada waktu gelombang pasut
merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan
ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.
Pada daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasar
laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya
lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah,
pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan
berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur dan

terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang
ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi batas.
6. Alat-alat Pengukuran Pasang Surut
Beberapa alat pengukuran pasang surut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tide Staff.
Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter. Biasanya
digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Staff (papan Pasut) merupakan alat
pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka
laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu,
alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat.
Syarat pemasangan papan pasut adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh air
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran sungai
(aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air
bergerak secara tidak teratur
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan
dipasang tegak lurus
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga papan mudah
dikaitkan
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut
mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi
7. Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil
8. Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah
2. Tide gauge.
Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan
otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang
kemudian direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Floating tide gauge (self registering)
Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat
diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit).
Pengamatan pasut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai
adalah dengan cara rambu pasut.
2. Pressure tide gauge (self registering)

Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun
perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut
yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang sedemikian
rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang
sekali dipakai untuk pengamatan pasang surut.

3. Satelit.
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem satelit
Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka
panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub,
dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit Altimetri
adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa
radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang
dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan
laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh
satelit.
Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada
dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke permukaan laut. Karena
tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi muka laut (Sea Surface
Height atau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan
jarak vertikal. Variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan
muka laut dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analysis). Analisis deret waktu
dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang dan fenomena sekularnya
(http://gdl.geoph.itb.ac.id)
7. Pasang Surut di Perairan Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera
Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga kondisi
pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut
di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia
memiliki pasang surut cukup tinggi. Gambar 15 memperlihatkan peta pasang surut wilayah
lautan Indonesia. Dari gambar tersebut tampak beberapa wilayah lepas laut pesisir Indonesia
yang memiliki pasang surut cukup tinggi antara lain wilayah laut di timur Riau, laut dan muara
sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir
Kalimantan Timur, dan muara sungai di selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto,
2003).

Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari
Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri perairan yang kompleks dimana
terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut
membentuk pola pasang surut yang beragam. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian
(semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang surut
di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau
Batam dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang
menonjol. Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa. Berdasarkan
pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal sebesar 3,80. Jadi tipe pasut di
Teluk Jakarta dan laut Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe tunggal. Tunggang pasang surut
di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter. Di Laut Jawa umumnya
tunggang pasang surut antara 1 1,5 m kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter.
Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).
Daftar Pustaka
Defant, A. 1958. Ebb And Flow. The Tides of Earth, Air, and Water. The University of
Michigan Press, Michigan.
Diposaptono, S. 2007. Karakteristik Laut Pada Kota Pantai. Direktorat Bina Pesisir, Direktorat
Jendral Urusan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computations in rivers and coastal waters. North-Holland Publishing
Company. Amsterdam
Gross, M. G.1990. Oceanography ; A View of Earth Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. New
Jersey
King, C. A. M. 1966. An Introduction to Oceanography. McGraw Hill Book Company, Inc. New
York. San Francisco.
Mac Millan, C. D. H. 1966. Tides. American Elsevier Publishing Company, Inc., New York
Miharja, D. K., S. Hadi, dan M. Ali, 1994. Pasang Surut Laut. Kursus Intensive Oseanografi bagi
perwira TNI AL. Lembaga Pengabdian masyarakat dan jurusan Geofisika dan Meteorologi.
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed. Ongkosongo,
O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23
Pickard, G. L. 1993. Descriptive Physical Oceanography. Pergamon Press. Oxford.
Pond dan Pickard, 1978. Introductory to Dynamic Oceanography. Pergamon Press, Oxford
Priyana, 1994. Studi pola Arus Pasang Surut di Teluk Labuhantereng Lombok. Nusa Tenggara
Barat. Skripsi. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanandan
Kelautan.Institut Pertanian Bogor
Wyrtki, K. 1961. Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga Report Vol. 2
Scripps, Institute Oceanography, California.
www.dishidros.or.id
www.laut.gd.itb.ac.id
www.gdl.geoph.itb.ac.id

Berdasarkan Kedalaman
Arus permukaan : Terjadi pada beberapa ratus meter dari permukaan, bergerak dengan arah horizontal
dan dipengaruhi oleh pola sebaran angin.
Arus dalam : Terjadi jauh di dasar kolom perairan, arah pergerakannya tidak dipengaruhi oleh pola
sebaran angin dan mambawa massa air dari daerah kutub ke daerah ekuator.
Menurut letaknya, arus di laut dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu arus permukaan yang
berada di atas dan arus dalam yang berada di bawah permukaan laut. Arus permukaan terjadi
pada beberapa ratus meter dari permukaan laut dan bergerak secara horizontal serta bergerak
karena pola sebaran angin. Sedangkan arus dalam bergerak jauh di dasar kolom perairan
namun pola angin tidak mempengaruhi secara langsung pergerakan arus ini.

The Deep Waters of the Ocean


Have you ever taken a vacation near an ocean? Maybe you went swimming or snorkeling in the water,
maybe you went fishing or on a sailboat ride. These activities all take place in the surface waters of the
ocean. But did you know that most of the water in the ocean (90% by volume) is actually found below
the surface layer of the ocean? Most people will never see the deep waters of the ocean...they are just
too deep!

The pycnocline (meaning rapid change of density) separates the surface layer of the ocean from
the deep ocean. Deep ocean water has a temperature of about 3 degrees Celsius and a salinity
measuring about 34-35 psu.
So, where do these deep waters of the ocean come from? The biggest source of deep water is
surface water that sinks in the North Atlantic Ocean. Here, ocean water can become very cold

and very salty. This cold, salty water can be dense enough to sink into the depths of the ocean.
Remember, the saltier and colder water is, the more dense it is! And more dense material will
sink below less dense material!
So the dense ocean surface water in the North Atlantic sinks slowly downward until it reaches a
level of equal density. If the water is more dense (colder and/or saltier) then any other water in
the deep ocean, it will sink all the way to the sea floor. Once the water reaches a level of equal
density, the water spreads out. In this way, the deep ocean is broken into horizontal layers, with
each deeper layer having more dense water in it. The water that sinks in the North Atlantic flows
all the way past the equator into the Southern Hemisphere. The water then flows past Antarctica
and into the Pacific and Indian Oceans. Here, some of the deep waters are warmed and so rise
again to the surface.
This cycle of ocean water circulation from the surface to the depths of the ocean back to the
surface again is referred to as conveyor belt cycling (pictured above). This is a simplification of
the real global ocean circulation.

Deep Ocean Currents (Global Conveyor Belt)


Invisible to us terrestrial creatures, an underwater current circles the globe with a force 16 times
as strong as all the world's rivers combined [source: NOAA: "Ocean"]. This deep-water current
is known as the global conveyor belt and is driven by density differences in the water. Water
movements driven by differences in density are also known as thermohaline circulation
because water density depends on its temperature (thermo) and salinity (haline).
Density refers to an object's mass per unit volume, or how compact it is. A heavy, compact
bowling ball is obviously going to be denser than an air-filled beach ball. With water, colder and
saltier equals denser.
At the earth's poles, when water freezes, the salt doesn't necessarily freeze with it, so a large
volume of dense cold, salt water is left behind. When this dense water sinks to the ocean floor,
more water moves in to replace it, creating a current. The new water also gets cold and sinks,
continuing the cycle. Incredibly, this process drives a current of water around the globe.
The global conveyor belt begins with the cold water near the North Pole and heads south
between South America and Africa toward Antarctica, partly directed by the landmasses it
encounters. In Antarctica, it gets recharged with more cold water and then splits in two directions
-- one section heads to the Indian Ocean and the other to the Pacific Ocean. As the two sections
near the equator, they warm up and rise to the surface in what you may remember as upwelling.
When they can't go any farther, the two sections loop back to the South Atlantic Ocean and
finally back to the North Atlantic Ocean, where the cycle starts again.
The global conveyor belt moves much more slowly than surface currents -- a few centimeters per
second, compared to tens or hundreds of centimeters per second. Scientists estimate that it takes

one section of the belt 1,000 years to complete one full circuit of the globe. However slow it is,
though, it moves a vast amount of water -- more than 100 times the flow of the Amazon River.
[source: NOAA: "Currents"].
The global conveyor belt is crucial to the base of the world's food chain. As it transports water
around the globe, it enriches carbon dioxide-poor, nutrient-depleted surface waters by carrying
them through the ocean's deeper layers where those elements are abundant. The nutrients and
carbon dioxide from the bottom layers that are distributed through the upper layers enable the
growth of algae and seaweed that ultimately support all forms of life. The belt also helps to
regulate temperatures.

Arus Samudera Dalam


Apakah Anda pernah mengambil liburan dekat lautan? Mungkin Anda pergi berenang
atau snorkeling di air, mungkin Anda pergi memancing atau perahu layar naik. Kegiatan ini
semua terjadi di perairan permukaan laut. Tapi apakah Anda tahu bahwa sebagian besar air di
laut (90% volume) sebenarnya ditemukan di bawah lapisan permukaan laut? Kebanyakan orang
tidak akan pernah melihat perairan dalam laut ... mereka hanya terlalu dalam!
The pycnocline (berarti perubahan yang cepat dari densitas) memisahkan lapisan
permukaan laut dari laut dalam. Air laut dalam memiliki suhu sekitar 3 derajat Celcius dan
salinitas berukuran sekitar 34-35 psu. Jadi, di mana ini perairan dalam laut berasal? Sumber
terbesar air dalam adalah air permukaan yang tenggelam di Samudra Atlantik Utara. Di sini, air
laut dapat menjadi sangat dingin dan sangat asin. Dingin, air asin ini bisa cukup padat tenggelam
ke kedalaman laut. Ingat, asin dan dingin air, semakin padat itu! Dan materi lebih padat akan
tenggelam di bawah materi kurang padat!

Jadi padat air permukaan laut di Atlantik Utara tenggelam perlahan ke bawah sampai
mencapai tingkat kepadatan yang sama. Jika air lebih padat (lebih dingin dan / atau asin) maka
setiap air lainnya di laut dalam, itu akan tenggelam sampai ke dasar laut. Setelah air mencapai
tingkat kepadatan yang sama, air menyebar. Dengan cara ini, laut dalam ini dibagi menjadi
lapisan horisontal, dengan setiap lapisan yang lebih dalam memiliki air lebih padat di dalamnya.
Air yang tenggelam di Atlantik Utara mengalir sepanjang jalan melewati khatulistiwa ke belahan
bumi selatan. Air kemudian mengalir melewati Antartika dan ke Pasifik dan Samudra India. Di
sini, beberapa perairan dalam yang hangat dan begitu naik lagi ke permukaan.
Siklus sirkulasi air laut dari permukaan ke kedalaman laut kembali ke permukaan lagi disebut
sebagai conveyor belt bersepeda (digambarkan di atas). Ini adalah penyederhanaan sirkulasi laut
global yang nyata.
Arus Samudera Dalam (Global Conveyor Belt)
Terlihat oleh kita makhluk terestrial, sebuah lingkaran arus bawah laut dunia dengan kekuatan 16
kali lebih kuat seperti semua sungai di dunia gabungan [sumber: NOAA: "Samudera"]. Ini arus
dalam air dikenal sebagai ban berjalan global dan didorong oleh perbedaan kepadatan air.

Gerakan air didorong oleh perbedaan densitas juga dikenal sebagai sirkulasi termohalin karena
kepadatan air tergantung pada suhu (thermo) dan salinitas (haline).
Kepadatan mengacu pada massa benda per satuan volume, atau bagaimana kompak itu. Sebuah
berat, kompak bola bowling jelas akan menjadi lebih padat daripada bola pantai berisi udara.
Dengan air, lebih dingin dan lebih asin sama padat.
Di kutub bumi, ketika air membeku, garam tidak selalu membeku dengan itu, jadi volume besar
air dingin, garam padat yang tertinggal. Ketika ini padat tenggelam air ke dasar laut, lebih
banyak air bergerak untuk menggantinya, menciptakan arus. Air baru juga mendapatkan dingin
dan tenggelam, melanjutkan siklus. Luar biasa, proses ini mendorong arus air di seluruh dunia.
Ban global yang dimulai dengan air dingin dekat Kutub Utara dan kepala selatan antara Amerika
Selatan dan Afrika menuju Antartika, sebagian diarahkan oleh daratan itu pertemuan. Di
Antartika, itu akan diisi dengan lebih banyak air dingin dan kemudian membagi dalam dua arah satu bagian kepala ke Samudera Hindia dan lainnya ke Samudra Pasifik. Sebagai dua bagian
dekat khatulistiwa, mereka pemanasan dan naik ke permukaan dalam apa yang mungkin Anda
ingat sebagai upwelling. Ketika mereka tidak bisa pergi lebih jauh, dua bagian loop kembali ke
Samudera Atlantik Selatan dan akhirnya kembali ke Samudra Atlantik Utara, di mana siklus
dimulai lagi.
Ban global yang bergerak lebih lambat daripada arus permukaan - beberapa sentimeter per detik,
dibandingkan dengan puluhan atau ratusan sentimeter per detik. Para ilmuwan memperkirakan
bahwa dibutuhkan satu bagian dari sabuk 1.000 tahun untuk menyelesaikan satu sirkuit penuh
dunia. Namun lambat itu, meskipun, bergerak sejumlah besar air - lebih dari 100 kali aliran
Sungai Amazon. [sumber: NOAA: "Arus"].
Ban global yang sangat penting untuk dasar rantai makanan dunia. Seperti mengangkut air di
seluruh dunia, memperkaya dioksida-miskin, habis-hara air permukaan karbon dengan membawa
mereka melalui lapisan laut lebih dalam di mana unsur-unsur yang melimpah. Nutrisi dan karbon
dioksida dari lapisan bawah yang didistribusikan melalui lapisan atas memungkinkan
pertumbuhan ganggang dan rumput laut yang pada akhirnya mendukung semua bentuk
kehidupan. Sabuk juga membantu mengatur suhu.

http://www.windows2universe.org/earth/Water/deep_ocean.html
http://ic.ucsc.edu/~kudela/ocea1/Lectures/102207/OS01F07_surfacecurrents
http://science.howstuffworks.com/environmental/earth/oceanography/ocean-current3.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Arus_air_laut

Anda mungkin juga menyukai